Kerupuk adalah suatu makanan kecil yang
bersifat kering, ringan dan porous yang terbuat dari bahan-bahan yang
mengandung pati cukup tinggi yang merupakan makanan khas Indonesia dan banyak
digemari oleh masyarakat luas.
Biasanya kerupuk dikonsumsi sebagai
makanan selingan atau sebagai variasi dalam lauk-pauk. Kerupuk adalah sejenis
makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porous
dan memiliki densitas rendah selama penggorengan sehingga memiliki kerenyahan
(Siaw. et al, 1985).
Kerupuk dapat berfungsi sebagai media
simpan, media distribusi dan media saji pangan dan sekaligus merupakan produk
budaya pangan masyarakat Indonesia. Bila dipandang sebagai media simpan
potensinya sangatlah besar karena produk kerupuk adalah produk yang memiliki
daya awet yang tinggi. Kerupuk sebagai media simpan ikan, hal ini dapat dilihat
dari 30% hasil tangkapan ikan segar di Jawa adalah ikan dengan produk ikan
asin, surimi, dan kerupuk (Rohimah, 1997).
Dalam proses pembuatan kerupuk ikan
memiliki tahapan-tahapan berupa persiapan bahan baku, pencucian, penyiangan,
pengambilan daging, pencucian II, pelumatan daging, pencampuran dengan bahan
dasar, pembentukan, pengukusan, pendinginan, pengeringan, dan pengemasan (SNI
2713.1.2009).
Proses produksi kerupuk lele tidaklah
sulit untuk dikerjakan. Membutuhkan waktu kurang lebih dua hari untuk
menghasilkan kerupuk mentah kering yang berkualitas. Lamanya waktu produksi
juga ditentukan dengan proses pengeringan apakah dengan menggunakan tenaga
matahari yaitu dengan dijemur atau dengan mesin pengering.
Salah satu keunggulan dari kerupuk ikan
lele ini adalah mengandung kalsium yang lebih tinggi dibanding kerupuk ikan
lainnya karena semua bagian dari lele digunakan sebagai bahan termasuk duri dan
kepala. Kandungan kalsium yang tinggi ini sangat cocok dikonsumsi ibu hamil,
balita, hingga lansia karena kandungan kalsium di dalamnya bisa mengurangi
resiko terkena osteoporosis.
Kerenyahan kerupuk dapat dipengaruhi
oleh volume pengembangan kerupuk, sedangkan volume pengembangan kerupuk dapat
dipengaruhi oleh kadar amilopektin dan kandungan protein yang terkandung pada
bahan. Kerupuk dengan kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memiliki
pengembangan yang lebih tinggi, karena pada saat proses pemanasan akan terjadi
proses gelatinasi dan akan terbentuk struktur yang elastis, kemudian dapat
mengembang pada tahap penggorengan sehingga kerupuk dengan volume pengembangan
yang tinggi akan memiliki tingkat kerenyahan yang tinggi (Zulfiani, 1992).
1. Alat
Alat alat yang diperlukan dalam
mengolah kerupuk antara lain :blender, gilingan manual, wajan, kompor,
timbangan, sodet, serokan, wadah palstik, pisau, talenan, baskom plastik,
pisau, talenan, cetakan, dan sendok.
2 Bahan
Bahan yang diperlukan dalam mengolah
kerupuk antara lain Ikan lele, tepung tapioka, telur, bawang putih, garam, dan
minyak goreng.
3. Cara Pengolahan
Persiapan bahan baku untuk membuat
kerupuk ikan lele ialah pembuatan lumatan daging. Langkah-langkah dalam pembuatan
daging lumat awalnya dengan menyiangi ikan lele segar dengan membuang isi perut
dan kepala hingga bersih dan dicuci dengan air bersih. Pengambilan daging ikan
ialah dengan memfillet dan mengambil sisa daging yang tertinggal di antara duri
ikan dengan cara mengerok menggunakan sendok.
Setelah daging terkumpul, daging
dimasukkan ke dalam mesin pelumat daging. Hasil lumatan dipastikan harus
benar-benar lembut, karena dapat mempengaruhi produk kerupuk yang dihasilkan.
Apabila daging lumatan kurang lembut maka di masukkan kembali ke mesin pelumat
agar lumatan daging yang dihasilkan benar-benar lembut. Setelah selesai proses
pelumatan, daging ikan dimasukkan ke dalam wadah baskom bersih.
a. Pencampuran Bahan
Proses pencampuran dilakukan dengan
cara mengaduk lumatan ikan dengan bumbu-bumbu yang sudah disiapkan. Setelah
tercampur merata kemudian ditambahkan telur sesuai dengan berat adonan yang
dibutuhkan, kemudian diaduk hingga merata. Proses pengadukan ini berperan
sangat penting sekali. Apabila bahan yang dicampurkan tidak diaduk sampai bumbu
merata akan mempengaruhi rasa produk kerupuk yang dihasilkan.
Proses pengadukan lumatan ikan dengan
bumbu dilakukan dengan tujuan membuat rasa produk kerupuk ikan yang dihasilkan
merata dan menjadikan produk dapat mengembang. Produk kerupuk dapat mengembang
secara baik dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan.
b. Pembuatan Adonan
Proses pembuatan adonan dilakukan
dengan mencampurkan antara lumatan ikan yang sudah halus dengan bumbu dan
bahan-bahan lain. Adonan dibuat secara manual dengan menggunakan tangan hingga
benar-benar merata dan pulen. Apabila komposisi dari bahan pembuat kerupuk ikan
ini tidak benar maka akan terlihat sekali dari hasil adonan yang dibuat.
Apabila terlalu banyak tepung akan mengakibatkan adonan keras dan mudah sekali
patah, sedangkan bila terlalu banyak lumatan ikan akan terlalu lunak dan terasa
basah. Oleh karena itu sangat diperlukan penambahan tepung dengan komposisi
yang tepat.
c. Penggilasan
Proses penggilasan ialah proses
pembentukan atau pencetakan kerupuk yang dilakukan secara manual yaitu dengan
menggunakan tangan. Adonan kerupuk dibentuk menjadi silinder memanjang dengan
diameter silinder adonan kurang lebih 1 cm.
d. Pemotongan
Adonan yang telah terbentuk setelah
proses penggilasan, maka dilakukan proses pemotongan. Pemotongan adonan
dilakukan dengan menggunakan lempeng besi. Panjang potongan adonan adalah 1 cm.
e. Perapihan Bentuk
Proses perapihan bentuk atau yang
disebut dengan pengirigan ini dilakukan dengan cara menggoyang-goyangkan adonan
yang telah dipotong di atas nampan secara berulang-ulang hingga terpisah antara
potongan yang satu dengan potongan yang lain.
Proses pengirigan ini dilakukan dengan
tujuan untuk menghaluskan permukaan adonan kerupuk yang sudah dipotong sehingga
memiliki bentuk dan permukaan yang bagus dan menarik. Selain itu pengirigan
juga bertujuan untuk memisahkan antara potongan yang satu dengan yang lain
karena pada proses pembentukan dan pemotongan banyak yang menempel antara
potongan adonan tersebut.
f. Penggorengan
Minyak yang digunakan untuk menggoreng
adalah minyak sawit. Proses penggorengan dilakukan dengan suhu berkisar antara
130°C - 145°C selama kurang lebih 45 menit. Suhu selalu dijaga selama proses
penggorengan, apabila terlalu panas akan mengakibatkan warna produk kerupuk
yang dihasilkan kurang menarik. Kerupuk yang telah matang ditandai dengan warna
kerupuk yang kuning keemasan dan tekstur mengeras tanpa kembali mengempes.
Proses penggorengan kerupuk akan
terjadi tiga fase pengembangan yaitu fase plastisasi, fase mengembang dan fase
tetap. Pada fase plastisasi kerupuk bersifat lentur dan belum mengembang, pada
fase mengembang kerupuk mengalami perubahan bentuk dan mengembang tetapi belum
tetap, kemudian fase terakhir yaitu fase tetap adalah fase dimana kerupuk tidak
lagi mengalami pengembangan dan tidak kempes kembali (Zulviani, 1992).
g. Penirisan
Kerupuk yang sudah matang diangkat
dengan menggunakan serok dan kemudian ditiriskan. Kerupuk yang ditiriskan ini
diletakkan dalam wadah kotak penirisan selama kurang lebih tiga sampai dengan
lima menit hingga kerupuk tidak terlalu panas dan tidak terbasahi oleh minyak.
Tujuan dari proses penirisan ini ialah
untuk menurunkan suhu kerupuk sehingga tidak rusak teksturnya ketika dilakukan
proses pengemasan. Selain itu juga bertujuan untuk meniriskan kerupuk agar
tidak basah dari minyak goreng pada proses penggorengan. Kerupuk akan mudah
mengalami ketengikan ketika masih banyak terkandung minyak dalam kemasan.
Proses penirisan ini sangatlah penting,
karena dapat mempengaruhi aroma kerupuk yang dihasilkan ketika dalam kemasan.
Kandungan lemak yang terdapat dalam minyak goreng menimbulkan ketengikan
apabila mengalami proses penaikan suhu dengan mengikutsertakan oksigen yang
dinamakan sebagai oksidasi (Widowati, 1987).
h. Pengemasan
Pengemasan ini dilakukan dengan tujuan
untuk mempermudah pada proses pendistribusian pada penjualan, dan
mempertahankan kerenyahan kerupuk sampai ke konsumen. Kualitas kemasan produk
kerupuk ini sangatlah berperan penting karena kerupuk akan kehilangan
kerenyahan apabila pengemasannya tidak sesuai dengan standar kemasan untuk
produk kerupuk.
Pengemasan bahan pangan harus
memperhatikan lima fungsi yaitu harus dapat mempertahankan produk agar tetap
bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lain, harus
memberikan perlindungan terhadap bahan pangan dari kerusakan fisik, air,
oksigen dan sinar, harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam
proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan (Buckle,
1985).
SUMBER:
Siregar R.R., 2011. Modul Pengolahan Ikan Lele. Materi
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Kelompok Modul Pengolahan Ikan. Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
No comments:
Post a Comment