Saturday 29 December 2012

IKAN PAPUYU PRIMADONA KALIMANTAN SELATAN; Tabalong Kembangkan Budidaya Ikan Papuyu Kolam Terpal


Dinas Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan Tabalong, Kalimantan Selatan, mengembangkan budidaya ikan papuyu atau ikan betok dengan kolam terpal di tujuh desa.

Kepala Seksi Perikanan, Dinas Tanaman Pangan, peternakan dan Perikanan Tabalong, Rahmani, Minggu menjelaskan, pengembangan budidaya ikan papuyu di kolam terpal mulai dilaksanakan 2011, yakni di Kecamatan Pugaan, Banua Lawas, Muara Harus dan Kelua.

"Kegiatan pembinaan dan pengembangan budidaya ikan papuyu di kolam terpal mulai kita laksanakan di 7 desa yang merupakan daerah potensi ikan sungai," kata Rahmani.

Kelompok tani ikan selain mendapatkan pembinaan juga menerima bantuan berupa peralatan pembuatan kolam, bibit, pakan dan obat-obatan.

"Tiap kelompok tani ikan juga mendapatkan bibit ikan papuyu, pakan, obat-obatan serta peralatan pembuatan kolam," kata Rahmani.

Tujuh desa sasaran pengembangan budidaya ikan papuyu di kolam terpal masing-masing Kecamatan Pugaan, yakni Desa Pampanan dan Desa Tamunti.

Di Kecamatan Banua Lawas, yaitu Desa Habau Hulu dan Bungin, Kecamatan Muara Harus, yakni Desa Madang dan Desa Padangin.

Sedangkan Kecamatan Kelua, hanya satu desa, yaitu Desa Binturu.

Secara rinci paket bantuan kolam terpal tiap desa, yakni 15 lembar terpal, 360 keping papan, 255 kayu galam, 22,5 kilogram paku, 15 buah serok. 30.000 bibit ikan papuyu, 60 sak pakan dan 15 paket obat-obatan.

"Untuk tujuh desa masih tahap pemula, sedangkan kelompok tani ikan yang sudah mengembangkan ikan papuyu kolam ikan, yakni Desa Ugang kecamatan Tanjung," kata Rahmani. (SUMBER: http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=9537/ant)

Thursday 1 November 2012

PROGRAM 500.000 KERAMBA DI KALIMANTAN TIMUR


Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak melakukan kunjungan ke lokasi Keramba Apung di tengah laut di kawasan Bontang Kuala, Kota Bontang, Kaltim, hal ini dilakukan untuk memberikan dorongan kepada peternak ikan.

Keramba tersebut merupakan percontohan, yakni sistem baru yang sebelumnya dipelajari dari Padalarang, Jawa Barat. Diharapkan keramba percontohan yang peralatannya juga didatangkan dari Padalarang ini dapat dikembangkan di Kaltim. 
"Sejumlah Keramba Apung ini merupakan bagian dari Program 500.000 Keramba yang telah kami canangkan sejak 2010. Besar harapan kami, keramba ini akan terus berkembang," ujar Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak di hadapan nelayan, peternak ikan, dan undangan di Bontang Kuala, Sabtu (13/10)
Dalam pidato tersebut gubernur hanya menggunakan toa (pengeras suara corong), hal ini dilakukan karena lokasinya di tengah laut sehingga tidak ada listrik. Meskipun di tengah laut namun kondisi perairaannya dangkal.
Warga, nelayan dan undangan yang hadir dan mendengarkan pidato gubernur juga duduk di atas perahu maupun speed boat masing-masing.
Dalam pidatonya, gubernur mengatakan sat ini Pemprov Kaltim tengah melakukan revitalisasi terhadap pertanian dalam arti luas yang di dalamnya termasuk merevitalisasi sub sektor perikanan.
Sedangkan pengembangan keramba apung ini merupakan bagian dari revitalisasi. Apalagi yang dikembangkan dalam keramba terapung di Bontang Kuala tersebut merupakan ikan kerapu yang bernilai ekonkmis tinggi.
Dalam keramba terapung di Kecamatan Bontang Kuala tersebut ada dua versi yakni sebagian keramba jaring apung untuk pembibitan, sedangkan sebagian keramba lainnya digunakan untuk keramba pembesaran ikan kerapu.
Ikan kerapu merupakan komoditi unggulan yang prospektif untuk dikembangkan di Kaltim. Prospek budidaya kerapu karena semakin meningkatnya permintaan pasar baik luar negeri mapun domestik. 
Pasar luar negeri yang potensial adalah Hong Kong, Singapura, dan Jepang. Sementara pasar domestik diperuntukkan sebagai hidangan di restoran dan hotel.

Kerapu tergolong ikan karang yang sulit dibudidayakan, tetapi ditinjau dari aspek teknis, untuk perairan di sejumlah wilayah seperti Bontang, Kutai Timur, dan Kabupaten Berau layak untuk pengembangan kerapu.
Saat ini sejumlah nelayan di kawasan itu sudah banyak mengusahakan ternak kerapu, baik dengan sistem keramba jaring apung maupun keramba jaring tancap.
Banyaknya peternak kerapu karena tingginya harga jual, sedangkan potensi kesiapan benih cukup tersedia, walaupun sebelumnya masih berasal dari tangkapan laut, namun kini sudah ada keramba pembibitan kerapu di Bontang Kuala sehingga ada jaminan kelangsungannya. 
Keramba Apung yang dikunjungi Gubernur Kaltim beserta rombongan tersebut jumlahnya sebanyak 16 petak, terdiri atas keramba induk, keramba pembibitan, dan keramba pembesaran. (SUMBER: http://www.setkab.go.id/nusantara-6042-kaltim-kembangkan-keramba-kerapu-ala- padalarang.html: An/WID)

Friday 26 October 2012

IKAN BEHAU JADI IKON KALIMANTAN TENGAH



Banyak jenis ikan terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah, namun jenis ikan yang terkenal Behau (saudara kembar ikan gabus) menjadi salah satu ikan favorit warga. 

Gubernur Agustin Teras Narang akan menjadikannya sebagai ikon provinsi tersebut. 

Ikan behau layak dijadikan ikon provinsi yang dijuluki "Bumi Tambun Bungai dan Bumi Pancasila" tersebut karena jenis ikan ini ramai dikonsumsi masyarakat. 



Ikan yang hidup di rawa air tawar ini juga mudah ditemukan di pasar dengan harga terjangkau. 
Gubernur Agustin Teras Narang menginstruksikan ikan behau menjadi ikon dan instansi terkait pun menyiapkan bibit untuk budidaya di sejumlah kabupaten yang dinilai mudah dikembangkan ikan yang masih satu keluarga dengan ikan gambus tersebut. (SUMBER : http://www.iyaa.com/berita/ nasional/sorot/2168463_1154.html)
Ikan behau yang termasuk keluarga gabus dijadikan ikon Kalimantan Tengah. Selain bisa ditemukan dengan mudah di Kalteng, ikan itu sangat digemari masyarakat. Behau juga ditetapkan menjadi logo Hari Pangan Sedunia (HPS) Ke-32 tingkat Kalteng.
"Bisa dikatakan, Kalteng itu alamnya behau," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Darmawan di Palangkaraya, Kalteng, Jumat (5/10/2012). Kandungan gizi behau sangat tinggi. Behau diketahui memiliki kandungan albumin yang bermanfaat untuk memulihkan kondisi ibu setelah melahirkan.
"Behau sering diburu peneliti dan rumah sakit. Rasa behau juga enak untuk dijadikan abon, dipanggang, hingga ikan kering," kata Darmawan. Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng Teras Sahay mengatakan, behau dijadikan logo HPS Tahun 2012 tingkat Kalteng. Puncak acara HPS akan diadakan di Gedung Pertemuan Umum Salawah Kasongan, Kabupaten Katingan, Kalteng, 8 Oktober 2012. Dalam logo itu, behau digambarkan bewarna biru dengan posisi setengah melingkari bumi sebagai inspirasi keberadaan pangan alternatif. Acara-acara yang digelar dalam HPS antara lain adalah penyerahan penghargaan dan bantuan sosial kepada petani serta nelayan, lomba cipta menu, pameran, dan pasar murah. (SUMBER: http://regional.kompas.com/ read/2012/10/05/14145148/Ikan.Behau.Jadi.Ikon.Kalteng, Editor : Rusdi Amral).


Wednesday 25 July 2012

POTENSI RUMPUT LAUT DI KALIMANTAN TIMUR


Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Kalimantan Timur yang memiliki garis pantai cukup panjang, ternyata memiliki potensi pengembangan rumput laut yang sangat besar.

Pemprov melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim terus berupaya mengembangkan potensi budidaya rumput laut di beberapa daerah, seperti Nunukan, Tarakan, Bontang, Kutai Timur, Balikpapan, Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser. Budidaya rumput laut sangat menjanjikan dari segi ekonomi, perkembangannya pun semakin besar, sehingga membutuhkan tempat yang luas di laut untuk membudidayakannya. 

"Budidaya rumput laut dengan produksi yang cukup tinggi di Kalimantan Timur berasal dari kabupaten Nunukan dan Kutai Timur, sedangkan beberapa daerah lainnya masih dalam tahapan pengembangan untuk meningkatkan produksi," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Iwan Mulyana didampingi Kepala Bidang Perikanan Budidaya Rusdi Soepangat, Kamis (13/1).

Dijelaskannya, Pemprov telah melakukan uji coba dengan memberikan bantuan bibit dan lantai jemur rumput laut kepada masyarakat untuk bisa menghasilkan produk rumput laut yang berkualitas. Tidak hanya untuk produk hulu, tetapi juga Pemprov memperhatikan produk hilir rumput laut menjadi komoditas andalan Kaltim. 

"Pada tahun 2012 ini di Tarakan akan dibangun pabrik rumput laut menjadi semi karaginan yang belum banyak dikembangkan di dalam negeri," ujarnya.

Diuraikannya, karaginan sendiri terbagi menjadi dua yaitu karaginan semi murni dan karaginan murni. Untuk karaginan semi murni hasilnya digunakan sebagai stabilizer dan emulsifier pada industri makanan ternak, bahan baku karaginan murni yang memiliki kekuatan gel serta rendemen yang tinggi. Sedangkan untuk karaginan murni digunakan sebagai bahan stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, dan lain-lain.

Di Tarakan, pabrik pengolahan rumput laut menjadi karaginan dikembangkan dengan mengolah rumput laut dari basah menjadi kering dan kemudian di press lagi untuk memperkecil volume. 
"Memasuki tahapan industrialisasi ke depan suplai bahan baku tidak boleh stop dan tidak harus di setiap kabupaten/kota penghasil rumput laut memiliki pabrik pengolahan. Bahan baku untuk Tarakan akan didatangkan dari Nunukan, Bontang dan Kutai Timur," pungkasnya. (SUMBER: http://www.kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=7518: her/hmsprov).

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Gellywnn Jusuf mengaku akan menggenjot produksi rumput laut Indonesia di 2012.


Di sela pertemuan BIMP-EAGA ke 10, Senin (14/5/2012) dia menjelaskan produksi rumput laut di 2011 mencapai 4.305.027 ton. Di 2012, KKP menargetkan produksi rumput laut sebesar 5.100.000 ton, sekaligus menobatkan Indonesia sebagai produsen utama rumput laut dunia.


Gellywnn menjelaskan, rumput laut adalah komoditas yang berpotensi besar dikembangkan karena modal kerja yang relatif kecil dengan teknologi yang sudah dikuasai.


Dengan masa tanam yang pendek, sekitar 45 hari, budidaya rumput laut kata Gellywnn dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menyerap tenaga kerja. (Sumber : http://kaltim.tribunnews.com/2012/05/14/kkp-target-51-juta-ton-produksi-rumput-laut Penulis : Basir Daud).

Thursday 19 July 2012

Pengawalan Sumber Daya Laut di Daerah Perbatasan Kalimantan Timur


Negara selalu hidup dalam dunia yang penuh gangguan dan ancaman, dan gangguan dan ancaman itu tidak hanya muncul dalam masa perang, tetapi juga dalam masa damai. Gangguan dan ancaman tersebut muncul sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan strategi (lingstra) negara yang bersangkutan, baik itu lingkungan domestik maupun internasional.[2]
            Ini berarti bahwa sebagai bagian dari sistem internasional, Indonesia tidak dapat menghindar dari perubahan-perubahan tersebut yang menimbulkan kompleksitas dalam system politik nasional dan global. Indonesia bahkan bisa menjadi bagian dari proses perubahan itu sendiri, tentu dengan dua konsekuensi: terpuruk karena kapasitas domestiknya tidak mampu mengatasi akibat dari perubahan tersebut, atau menarik manfaat dari perubahan itu, karena kapasitasnya memadai, untuk kepentingan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Apapun konsekuensinya, langkah kebijakan sebagai jawaban terhadap perubahan lingkungan tetap harus diambil, apalagi jika dampak dari perubahan itu mempengaruhi sistem keamanan dan pertahanan negara.
            Menurut pendapat ahli geografi politik, pengertian perbatasan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu bondaries dan frontier. Kedua definisi ini mempunyai arti dan makna yang berbeda pula, meskipun keduanya saling melengkapi dan mempunyai nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah Negara. Perbatasan disebut frontier karena posisinya yang terletak di depan (front) atau di belakang (hiterlands) dari suatu negara. Oleh karena itu, frontier dapat juga disebut dengan istilah forelandborderland, ataupun march. Sedangkan istilah boundarydigunakan karena fungsinya yang mengikat atau membatasi (bound or limit) suatu unit politik, dalam hal ini adalah negara. Semua yang terdapat di dalamnya terikat menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh serta saling terintegrasi satu dengan yang lain. Boundary paling tepat dipakai apabila suatu negara dipandang sebagai unit spasial yang berdaulat.
            Beberapa pendapat para ahli geopolitik menurut A.E. Moodie tentangboundaries dan frontier antara lain sebagai berikut:[3]
Dalam bahasa Inggris, perbatasan memiliki dua istilah, yaitu boundaries dan frontier. Dalam bahasa sehari-hari, kedua istilah tersebut tidak ada bedanya. Tetapi, dalam persfektif geografi politik, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan makna. Menurutnya dalam buku yang berjudul, boundaries diartikan sebagai garis-garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari wilayah suatu negara. Sementara, frontier merupakan zona (jalur) dengan lebar yang berbeda yang berfungsi sebagai pemisah dua wilayah yang berlainan negaranya.(Moodie dalam Daldjoeni, 1991).
Keamanan dalam konteks Indonesia, kerap diartikan sebagai sebuah fungsi yang dijalankan hanya oleh polisi. Padahal, keamanan seharusnya dalam dirinya juga mengandung unsur full protection terhadap seluruh bagian dari negara, yang berarti juga pertahanan Negara dan ini membenarkan keterlibatan militer dalam urusan keamanan nasional.
Pertahanan-keamanan, salah satu isu yang patut diperhatikan adalah kemungkinan munculnya konflik antar negara, yaitu Indonesia dan Malaysia. Potensi konflik ini bisa terjadi sebagai akibat persaingan antara kedua Negara dalam memperoleh sumber-sumber daya alam dan tumpang tindih klaim atas batas-batas territorial darat dan laut di daerah perbatasan.  
            Lemahnya kemampuan aparat kita untuk  mengamankan batas wilayah, Ketika menjabat Menteri Pertahanan, saya pernah mendapat laporan,[4] bahwa di perbatasan antara Malaysia dan Kalimantan Timur (Indonesia) banyak patok-patok batas wilayah yang berpindah masuk ke wilayah Indonesia sehingga Indonesia kehilangan wilayah darat yang cukup luas. Bahkan saya pernah menerima informasi bahwa banyak keluarga di perbatasan tersebut pada yang pada 1971 ikut pemilu di Indonesia, tetapi pada pemilu 1999 sudah tidak mengikuti pemilu Indonesia karena tempat tinggalnya sudah diluar patok batas terluar Indonesia; artinya patok batas wilayah sudah berpindah dan menghilangkan banyak wilayah darat yang semula dimiliki Indonesia.    
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat (3) berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Pada UUD 1945 Khususnya pada BAB XII. PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA.Pasal 30 Ayat (1) berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Pasal 30 Ayat (2) berbunyi: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sishankamrata oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Lalu peran militer seperti TNI (AD, AL, AU) pada Pasal 30 Ayat (3) berbunyi “sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Pada Pasal 30 Ayat (4) POLRI “Sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
            Wilayah perbatasan laut di mulai dengan negara India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kepulauan Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Sementara perbatasan darat terdapat antara RI-Malaysia di Pulau Kalimantan, antara RI-Papua New Guinea di Papua dan antara RI-RDTL di pulau Timor. Dari berbagai hasil kajian tentang konflik di kawasan memperlihatkan bahwa konflik yang paling riil dan mungkin terjadi di masa yang akan datang di kawasan adalah konflik yang berasal dari persoalan batas. Karena itu persoalan-persoalan perbatasan sejak dini perlu mendapatkan perhatian, hal ini dimaksudkan untuk bisa lebih mengetahui berbagai permasalahan yang ada di wilayah perbatasan.
            Sedangkan, Penegasan perbatasan darat antara RI-Malaysia di Pulau Kalimantan, sudah dimulai sejak MOU (memorandum under standing) terkait penegasan batas di tanda tangani tahun 1973. Pada tahun 2000 proses demarkasinya sudah selesai, tetapi kedua negara masih mempunyai perbedaan persepsi tentang batas di sepuluh lokasi (Outstanding Boundary Problems) dan sampai sekarang belum terselesaikan. Panjang garis batas antara RI-Malaysia di Kalimantan ± 2004 km melintasi 8 (delapan) daerah kabupaten di 2 (dua). Di propinsi Kalimantan Barat memiliki 5 (lima) wilayah kabupaten perbatasan yaitu Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, Bengkayang. Panjang garis garis batas Kalimantan Barat dengan Sarawak adalah 966 kilometer, melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan, Di Kalimantan timur terdapat 3 (tiga) kabupaten, yaitu Nunukan, Kutai Barat dan Malinau dengan panjang garis batas sekitar 1.038 kilometer yang melintasi 9 kecamatan dan 256 desa. Di sepanjang perbatasan tersebut terdapat 56 Pos Lintas Batas, tiga diantaranya adalah PPLB yang mempunyai sarana CIQS tedapat di kabupaten Sanggau (Entikong) dan Aruk di Kalbar dan di Nunukan di Kaltim.[5]
B.     Rumusan Masalah
            Dari latar belakang yang di paparkan diatas, sesuai dengan penugasan dosen pengampuh mata kuliah Sistem Politik Di Indonesia, penulis membatasi permasalahan kedalam perumusan masalah sebagai berikut:
  1. Apakah dasar hukum pengelolaan keamanan perbatasan di Indonesia?
  2. Bagaimanakah kebijakan pengelolaan keamanan perbatasan Dalam sistem politik di Indonesia?
C.    Dasar Hukum Pengelolaan Keamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia
            Dalam spektrum pengelolaan perbatasan pada umumnya dan pengelolaan keamanan pada khususnya, pemerintah di era reformasi telah melakukan lompatan besar dalam hal cara memandang wilayah perbatasan. Dikatakan sebagai lompatan besar karena pandangan-pandangan pemerintah di era reformasi dalam soal-soal yang terkait dengan perbatasan relatif bersifat komprehensif dan progresif.
Pemerintah tidak lagi canggung dan memiliki kemauan untuk membuat sebuah paradigma mengenai pengelolaan perbatasan dengan mengunakan pendekatan yang tidak lagi semata berorientasi pada keamanan security approach.[6]
            Secara fundamental wilayah perbatasan saat ini tidak lagi di pandang sebagai sebuah daerah “terasing”, melainkan sebagai sebuah daerah yang harus disejahterakan, bahkan kemudian dianggap sebagai sebuah “gerbang negara”. Konsep tentang “gerbang negara” menjadi indikasi bahwa pemerintah saat ini berupaya memperbaiki citra daerah perbatasan sebagai serambi negara (foyer) dan bukan sebuah kebun kosong di belakang rumah (backyard).
            Konsep ini kemudian dikembangkan dengan pendekatan yang tidak semata menekankan aspek keamanan dan ketertiban, namun pula kesejahteraan (prosperity approach). Dalam pendekatan ini, pemerintah secara mendasar membangun komitmen untuk menciptakan kemakmuran sembari menghormati komitmen untuk menciptakan kekhasan sosial-budaya daerah perbatasan dan menjaga pelestarian lingkungan di wilayah tersebut.
Adanya pemahaman yang lebih kompherenshif tentang wilayah perbatasan dengan pelibatan soal-soal yang terkait dengan human security hingga kesadaran lingkungan, memperlihatkan mulai hadirnya konsep-konsep yang lebih humanistis dan holistik dalam soal pengelolaan wilayah perbatasan.      
            Pemerintah Republik Indonesia melandaskan diri pada konstitusi dan berbagai Undang-Undang (UU) yang berlaku. Dan lebih dari itu, pemerintah kemudian menyusun berbagai kebijakan yang menjadi acuan pelaksanaan pengelolaan perbatasan pada umumnya dan keamanan pada khusunya. Secara konstitusional pengelolaan perbatasan terkait dengan persoalan wilayah negara. Dan hal itu ditetapkan dalam Pasal 7 UUD 1945, yang menyebutkan hakikat Republik Indonesia sebagai negara kepulauan dengan batas wilayah tertentu yang diatur oleh undang-undang. Kemudian Pasal 25a UUD 1945 mengenai wilayah negara menjadi landasan bagi ditetapkannya UU dan peraturan yang terkait dengan batas-batas negara, termasuk dalam hal ini UU Nomor 43 tahun 2008 mengenai wilayah negara.
            Dalam melaksanakan amanat konstitusi tersebut, maka pada level implementasi, pemerintah dan DPR kemudian menetapkan beberapa undang-undang yang terkait dengan masalah pengelolaan perbatasan, baik yang bersifat langsung maupun tidak. Dalam soal perbatasan, beberapa UU dirancang untuk turut menguatkan kebijakan dan program pemerintah, termasuk di dalamnya UU Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional (PI) dan UU Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Yang memuat tentang program-program prioritas selama lima tahun, dimana tercakup pula soal wilayah perbatasan.
            Sementara itu pada tataran implementasi, lebih lanjut pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2005 Tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 yang menjadi landasan bagi upaya pembangunan wilayah perbatasan sebagai prioritas utama untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Kebijakan inilah yang kemudian menjadi acuan pemerintah daerah dalam menciptakan lingkungan perbatasan yang bermartabat di mata internasional secara kompherensif.
            Berbagai UU yang terkait dengan pengelolaan keamanan di perbatasan yang kerap menjadi landasan pengelolaan perbatasan, namun sifatnya tidak lansung dan hanya merupakan bagian dari tugas pokok yang lebih umum sifatnya. Produk peraturan perundang-undangan yang dipandang memiliki keterkaitan yaitu antara lain sebagai berikut:
  1. UU Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan;
  2. UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);
  3. UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
  4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara:
Undang-undang itu secara eksplisit menegaskan di antaranya makna pertahanan semesta (pelibatan unsur Nirmiliter dalam soal pertahanan) sebagai model pertahanan yang dianut oleh bangsa, Peran TNI sebagai garda terdepan pertahanan dan penjaga kedaulatan termasuk di wilayah perbatasan, dan peran Polri sebagai instrumen pengelolaan dan penjaga keamanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.                   
Kebijakan pertahanan negara disusun berdasarkan tujuan dan kepentingan nasional dihadapkan pada perkembangan konteks strategis dan kondisi obyektif bangsa. Oleh sebab itu kebijakan pertahanan selalu dikaji dan dievaluasi secara terus menerus, dan pada saatnya dilakukan revisi-revisi agar selalu mampu menjawab tantangan jaman. Namun demikian, revisi yang dilakukan harus selalu bertumpu pada faham dan prinsip pertahanan yang dimuat oleh bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[7]
Adanya persamaan hak dalam hal klaim maritim bagi semua negara pantai memerlukan adanya kompromi. Jika terjadi tumpang tindih klaim maritim, diperlukan adanya delimitasi batas maritim yang melibatkan negara-negara terkait baik melalui negosiasi maupun melalui pihak ketiga seperti International Court of Justice (ICJ). Garis yang disepakati inilah yang akan menjadi batas terluar zona maritim negara-negara tersebut. Dengan kata lain, penentuan batas terluar suatu zona maritim sering kali tidak bisa dilakukan secara unilateral/sepihak, melainkan harus secara bilateral ataupun trilateral karena terjadinya tumpang tindih klaim antara beberapa negara.
            Hal ini juga ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda, melalui peryataannya yang diberitakan oleh Kantor Berita Antara (26 Juni 2009). Pada tanggal 16 Februari 2005, Petronas memberikan konsesi atas Blok ND-6 dan ND-7 kepada Pertronas Carigali yang bermitra dengan Royal Dutch/Shell Group. Blok yang menjadi subyek konsesi Malaysia ini tumpang tindih dengan blok Ambalat yang dikonsesikan tahun 1999 kepada Shell dan Blok Ambalat Timur atau East Ambalat yang telah dikonsesikan oleh Indonesia kepada ENI, (perusahaan minyak Italia) dan Unocal, perusahan multinasional Amerika pada 12 Desember 2004. Adanya tumpang tindih pemberian konsesi inilah yang menjadi pemicu ketegangan antara kedua negara.
            Ada satu pandangan bahwa dalam mengklaim Ambalat, Indonesia mengacu pada UNCLOS sementara “Malaysia bersikukuh pada peta yang disiapkannya tahun 1979”. Perlu dipahami bahwa Indonesia dan Malaysia sama-sama telah meratifikasi/menjadi anggota UNCLOS. Indonesia bahkan sudah menandatangani UNCLOS pada tahun 1985 melalui UU No. 17/1985, sedangkan Malaysia melakukan ratifikasi pada tanggal 14 Oktober 1996. Ini berarti bahwa Indonesia dan Malaysia harus mengikuti ketentuan UNCLOS dalam melakukan klaim atas kawasan laut seperti laut teritorial, ZEE dan landas kontinen.  Artinya, dalam menyatakan hak atas Ambalat pun kedua negara harus mengacu pada UNCLOS. Secara teori, Malaysia atau Indonesia perlu membuktikan bahwa Ambalat merupakan landas kontinen mereka yang sah menurut UNCLOS.
            Ambalat adalah blok dasar laut (landas kontinen) yang berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo (Kalimantan). Sebagian besar Blok Ambalat berada pada jarak lebih dari 12 M dari garis pangkal sehingga termasuk dalam rejim hak berdaulat (sovereign rights), bukan kedaulatan (sovereignty). Pada kawasan ini Indonesia telah mengeksplorasi dan eksploitasi sejak tahun 1960an tanpa protes dari pihak Malaysia walaupun belum ada batas maritim definitif antara Malaysia dan Indonesia. Sengketa atas Blok Ambalat bermula saat Petronas memberikan blok konsesi kepada Shell untuk kawasan yang sebelumnya sudah dikonsesikan oleh Indonesia kepada Unocal dan ENI.
D.    Kebijakan Pemerintah Pusat Pengelolaan Keamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia Dalam Sistem Politik di Indonesia
Sistem Pertahanan Negara Indonesia adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, yang dipersiapkan pemerintah secara dini dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala ancaman.
Sistem ini diimplementasikan melalui tiga unsur kekuatan pertahanan. Ketiga unsur kekuatan pertahanan tersebut terdiri dari Komponen Utama dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI), Komponen Cadangan yakni semua warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan serta sarana prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama serta Komponen Pendukung.
            Sebelum di keluarkannya UU RI Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, pengelolaan perbatasan dan keamanan di Indonesia masih berstandar pada sebuah kekuatan hukum yang generalis, dan bergantung dengan aspek internal dan eksternal yang dihadapi di masing-masing wilayah perbatasan. Oleh karena itu, pada dasarnya masing-masing daerah perbatasan darat, laut, baik di kalimantan, papua, atau NTT, memiliki aturan main spesifik yang berbeda. 
            Di dalam UU Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, komitmen ini terasa semakin kuat. UU ini secara jelas menegaskan bahwa tujuan pengaturan wilayah negara adalah menjamin keutuhan wilayah, kedaulatan dan ketertiban demi kesejahteraan segenap bangsa. Begitu pula dalam UU ini mengaris bawahi wewenang pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam wilayah perbatasan adalah melakukan pembangunan dan koordinasi untuk mewujudkannya. Bahkan UU ini telah menetapkan didirikannya sebuah lembaga yang khusus menangani pengelolaan wilayah perbatasan.
            Situasi ini jelas berbeda dengan paradigma yang dianut oleh Pemerintahan Orde Baru Tahun 1966-1998 dalam melihat daerah perbatasan. Secara umum pemerintahan Orde Baru secara substantif cenderung melihat wilayah perbatasan sebagai wilayah yang berbahaya dan patut “diamankan”. Di mana diasumsikan bahwa komponen-komponen separatisme dan oposan pemerintah kuat berada diwilayah itu. Oleh karenanya pada masa Pemerintahan Orde Baru, pendekatan keaamanan dianggap sebagai sebuah hal yang mutlak dikedepankan.
            Akibat kemutlakan ini, alih-alih menjadi sebuah wilayah disejahterakan, daerah perbatasan dan masyarakat yang tinggal di dalamnya menjadi terisolir dan hidup dalam suasana serba terbatas. Kemiskinan pun menjadi kondisi yang jamak terjadi di wilayah-wilayah tersebut. Tidak mengherankan jika berdasarkan pemantauan Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal (PDT), seluruh wilayah yang masuk dalam daerah perbatasan adalah daerah yang miskin dn tertinggal.
            Sayangnya cara pandang Orde Baru ini sudah terlanjur terimplementasikan begitu lama. Hingga pembenahannya membutuhkan sebuah terobosan besar, baik dalam konteks paradigma maupun pada persoalan-persoalan yang lebih teknis, Yang tampaknya masih belum juga banyak terlaksana hingga saat ini.
            Terlepas dari itu, dalam sudut pandang pemerintah saat ini, yang terlihat dari produk-produk kebijakannya, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai terkait dengan wilayah perbatasan. Secara umum tujuan tersebut adalah menjadikan daerah perbatasan sebagai sebuah wilayah yang aman tertib dimana kesejahteraan dan perbaikan ekonomi dapat tumbuh dan berkembang di dalamnya.
            Dengan acuan pengelolaan keamanan di perbatasan yang demikian abstrak dan tidak termaktub secara khusus dalam sebuah undang-undang, dan hanya menjadi bagian dari kebijakan yang lain, menyebabkan pada akhirnya acuan pelaksana yang lebih detail  diserahkan pada masing-masing pihak dan instansi yang memiliki kepentingan tugas di wilayah perbatasan.
1.      Tentara Nasional Indonesia (TNI)
            TNI memandang persoalan keamanan perbatasan adalah bagian dari tugas yang diembannya. Hal ini terutama bahwa TNI adalah elemen utama penjaga pertahanan negara. Tampaknya penekanan terhadap status perbatasan sebagai domain negara yang patut dipertahankan, itulah yang menjadi legitimasi mutlak bagi TNI untuk eksis dan mengembangkan kebijakan yang dianggap perlu di wilayah tersebut. Dalam persfektif demikian, sudah merupakan kewajaran bagi TNI jika institusi pertahanan negara kemudian memiliki peran dalam hal pengelolaannya.
            Dalam merumuskan kebijakannya mengenai persoalan keamanan di perbatasan TNI mengacu pada TAP MPR No. VII Tahun 2000 yang menyatakan bahwa “Tugas TNI adalah di bidang pertahahan untuk menjamin kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara”. TNI juga mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2008 Tentang Tentara Nasional Indonesia, di mana disebutkan pada Pasal 7 bahwa persoalan keamanan di perbatasan merupakan bagian dari tanggung jawab TNI sebagai elemen penjaga keutuhan NKRI. Selain itu, TNI mengacu pula pada Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, yang menyebutkan tanggung jawab pertahanan meliputi penciptaan keamanan nasional, di dalamnya. TNI juga mengacu pada “Buku Putih”[8] pertahanan yang disusun oleh Departemen Pertahanan Republik Indonesia. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa wilayah perbatasan negara termasuk wewenang TNI, yakni dalam hal pengamanan perbatasan, dan termasuk sebagai bagian dari strategi pertahanan militer dalam konteks operasi militer selain perang (OMSP).
            Wajar ditegaskan bahwa dalam konteks normatif, baik Perpres No. 7 Tahun 2008 maupun “Buku Putih Pertahanan”, disebutkan pentingnya perhatian dan pelibatan unsur-unsur non-militer dan kerja sama dengan unsur-unsur tersebut dalam mengelola pertahanan negara. Dalam Perpres dikatakan, bahwa pertahanan negara melibatkan seluruh warga negara sebagai unsur cadangan, wilayah dan sumber nasional lainnya, dimana TNI dan Polri merupakan kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Sementara dalam Buku Putih tersebut disebutkan, bahwa sistem pertahanan rakyat semesta membutuhkan sebuah hubungan yang baik, antara TNI dengan pihak-pihak non-militer lainnya. Bahkan, disebutkan pula bahwa membantu tugas-tugas kepolisian juga merupakan kewajiban dari TNI.
2.      Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
            Pihak yang juga memiliki kewenangan besar mengenai persoalan keamanan perbatasan adalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Hal ini karena secara normatif terkait dengan hakikat keberadaan kepolisian itu sendiri, sebagai institusi negara yang mengurus persoalan keamanan. Selepas Orde Baru, kepolisian kembali kepada fungsi awalnya yaitu sebagai elemen penjaga keamanan negara. Dalam kapasitas tersebut polisi, dianggap sebagai uniformed civilian yang bertugas menjaga keamanan di seluruh wilayah republik ini. Atas dasar itulah merupakan sebuah hal yang wajar dan merupakan keharusan konstitusional, jika kemudian kepolisian memainkan peran yang besar dalam persoalan keamanan di perbatasan.
            Dalam menjalankan tugasnya di perbatasan, kepolisian tentu saja menggunakan beragam kerangka acuan, termasuk konstitusi UUD 1945 terutama pasal 30 mengenai pertahanan dan keamanan negara ayat 4, dan aturan main yang ada di bawahnya terutama UU RI Nomor 2 Tahun Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Disebutkan dalam konstitusi bahwa ”Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum”. Sementara dalam konteks Pasal 14 UU Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan bahwa tugas pokok Polri di antaranya melaksanakan tugas lain sesuai dengan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam konteks ini berdasarkan Pasal 15 UU Nomor 2 Tahun 2002, Polri berwenang untuk mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrasi kepolisian.
            Dalam hal yang berkenaan dengan keimigrasian berdasarkan Pasal 16 UU tersebut, polisi berwenang mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan dalam keadaan mendesak dan mendadak, untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.[9]
            Dalam hal inilah sebenarnya, Polri memiliki kesiapan paradigma maupun struktural untuk mendukung pendekatan komprehensif dalam pengelolaan keamanan. Dengan pemahaman yang dimilikinya tentang arti penting elemen-elemen lain penunjang keamanan dan sumber-sumber potensi ancaman keamanan, Maka Polri secara normatif mampu menopang pendekatan kesejahteraan dalam pengelolaan keamanan pada umumnya dan keamanan di perbatasan pada khususnya.
E. Kesimpulan
            Pada perkembangannya, dimensi penyelenggaraan sistem politik di Indonesia mengalami berbagai macam perubahan mengikuti kebijakan pemerintahan yang berkuasa. Pada masa demokrasi terpimpin, komitmen menyelenggarakan desentralisasi mengalami penurunan. Eskalasi nasional yang meningkat pada tahun 1950-an ditandai dengan terjadinya beberapa pemberontakan di daerah-daerah mendorong Presiden Soekarno memusatkan pola penyelenggaraan kekuasaan di bawah kendalinya yang menyebabkan desentralisasi berubah menjadi resentralisasi.

Dalam perjalanannya Reformasi tidak bisa dilihat terpisah dari isu keamanan. Dalam konteks demikian reformasi harus diartikan  sebagai proses yang memberi jaminan akan stabilitas dan keamanan bangsa dan negara untuk jangka panjang. Jika reformasi diartikan sebagai penataan kembali, maka dalam konteks keamanan hal itu harus diartikan sebagai partisipasi seluruh rakyat dalam membangun sistem keamanan Negara. Dengan kata lain, upaya penciptaan keamanan nasional tidak hanya menjadi urusan negara.
            Dalam sejarahnya pada bulan Februari 2005, hubungan Pertahanan dan keamanan Indonesia dan Malaysia mengalami ketegangan karena sengketa kepemilikan atas Blok dasar laut yang oleh Indonesia disebut Blok Ambalat. Dalam sengketa ini muncul saat perusahan minyak Malaysia, Petronas, memberikan konsesi eksplorasi minyak kepada perusahaan Shell pada tanggal 16 Februari 2005. Sementara itu, Indonesia sudah memberikan konsesi untuk wilayah dasar laut yang sama kepada Unocal pada tanggal 12 Desember 2004. Dengan kata lain, dalam perspektif Indonesia, Malaysia telah mengklaim kawasan yang sebelumnya telah dikelola oleh Indonesia. Meskipun kedua belah pihak sudah menempuh upaya-upaya penyelesaian melalui negosiasi, sengketa terkait Ambalat belum juga tuntas. (SUMBER: KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT TERHADAP KEAMANAN DI PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR DALAM SISTEM POLITIK DI INDONESIA Oleh: Aryono Putra pada http://aryonoputra. blogspot.com/2011/10/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html)

Friday 29 June 2012

POTENSI PERIKANAN KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA


LETAK

Kabupaten  Penajam  Paser  Utara  merupakan  daerah  pemekaran  dari  Kabupaten  Paser, sesuai dengan diterbitkannya UU No.7 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002 tentang “Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara”. Kabupaten Penajam Paser Utara terletak antara 00o48’29” 01o36’37” Lintang Selatan dan 116o19’30 116o56’35” Bujur Timur.


BATAS – BATAS WILAYAH

Kabupaten Penajam Paser Utara mempunyai batas – batas wilayah sebagai berikut :
a.   Sebelah  utara  berbatasan  dengan  Kecamatan  Loa  Kulu  dan  Kecamatan  Loa  Janan Kabupaten Kutai Kertanegara.
b.  Sebelah  timur  berbatasan  dengan  Kecamatan  Samboja  Kota  Balikpapan  dan  Selat Makasar.
c.  Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser.
d.   Sebelah  barat  berbatasan  dengan  Kecamatan  Bongan  Kebupaten  Kutai  Barat  dan Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser.

JARAK

Wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara yang cukup luas berpengaruh pada jarak antar wilayah.  Jarak ibukota kecamatan  yang terjauh dari ibukota Kabupaten  adalah ibu kota kecamatan Sepaku yang berjarak 87 Km, menyusul ibukota kecamatan Babulu dan Waru, masing - masing 50 Km dan 30 Km, sedangkan yang terdekat ibukota kecamatan Penajam 8 Km.

Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten


LUAS WILAYAH

Berdasarkan UU No.7 Tahun 2002, luas wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara adalah        3.333,06  Km2, yaitu terdiri dari 3.060,82  Km2  luas darat dan 272,24 Km2  luas lautan. Adapun kecamatan  yang terluas adalah Kecamatan  Penajam yaitu 36,22% , sedangkan kecamatan  terkecil  adalah  Kecamatan  Babulu  dengan  luas  11,99%  luas  Kabupaten Penajam Paser Utara.

Luas Wilayah Darat dan Laut Menurut Kecamatan

ra

















Tabel Letak Batas dan Luas Kabupaten Penajam Paser Utara

Letak Lokasi
antara
000 48'29" - 01036'37"
Lintang Selatan

116019'30" - 116056'35"
Bujur  Timur

Batas
Utara
Timur
Selatan
Barat
Kab. Kutai Kartanegara
Kota Balikpapan dan Selat Makassar
Kab. Paser dan Selat Makassar
Kab. Paser dan Kab. Kutai Barat
Luas

3.333,06 Km2
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Penajam Paser Utara






Luas Wilayah Menurut Kecamatan

Kecamatan
Luas Wilayah
(Km2)
Jumlah Total
(Km2)
%
Darat
Laut
Babulu
355,71
43,74
399,45
11,98
Waru
496,05
57,83
553,88
16,62
Penajam
1.036,70
170,67
1.207,37
36,22
Sepaku
1.172,36
0,00
1.172,36
35,17
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Penajam Paser Utara, 2011


Nama – Nama Sungai Menurut Kecamatan

No.
Kecamatan
Nama Sungai
1
Babulu
1. Babulu
2. Terjun
3. Massapa
4. Labangka
5. Tulung
2.
Waru
1. Sesulu
2. Tunan
3.
Penajam
1. Muan
2. Riko
3. Selimbung
4. Sepan
4.
Sepaku
1. Toyu
2. Kernaen
3. Pemaluan
4. Samuntai
5. Mentawir
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Penajam Paser Utara


Jarak Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan

Ibu Kota Kecamatan
Jarak (Km)
Jenis Sarana dilalui
Penajam – Penajam
Penajam – Waru
Penajam – Babulu
Penajam - Sepaku
8
33
50
87
Darat
Darat
Darat
Darat
Sumber : Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Penajam Paser Utara






Nama – Nama Ibukota Kecamatan dan Banyaknya Kelurahan, Desa menurut Kecamatan

Kecamatan
Ibukota
Kelurahan
Desa
Jumlah
Babulu
Babulu Darat
0
1. Gn. Makmur
2. Gn. Intan
3. Babulu Laut
4. Babulu Darat
5. Labangka
6. Sebakung Jaya
7. Rawa Mulya
8. Sri Raharja
9. Sumber Sari
10. Rintik
11. Gn. Mulia
12. Labangka Barat
12
Waru
Waru
1. Waru
1. Api – Api
2. Sesulu
3. Bangun Mulya
4
Penajam
Penajam
1. Tj. Tengah
2. Saloloang
3. Petung
4. Lawe – Lawe
5. Pejala
6. Kmp. Baru
7. Sesumpu
8. Sungai Parit
9. Nipah – Nipah
10. Nenang
11. Gn. Seteleng
12. Penajam
13. Buluminung
14. Sotek
15. Sepan
16. Riko
17. Pantai Lango
18. Gersik
19. Jenebora
1. Giri Mukti
2. Bukit subur
3. Sidorejo
4. Giri Purwa
23
Sepaku
Tangin Baru
1. Maridan
2. Mentawir
3. Pemaluan
4. Sepaku
1. Bumi Harapan
2. Wonosari
3. Semoi II
4. Argo Mulyo
5. Suko Mulyo
6. Tangin Baru
7. Suka Raja
8. Karang Jinawi
9. Bukit Raya
10. Telemow
11. Binuang
15
Sumber : Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Penajam Paser Utara

Rata – Rata Jumlah Penduduk Tiap – Tiap Kilometer Persegi

Kecamatan
Luas Wilayah
(Km2)
Banyaknya Penduduk
(jiwa)
Rata-rata Penduduk tiap Km2
Babulu
Waru
Penajam
Sepaku
399,45
553,88
1.207,37
1.172,36
29.434
15.642
66.983
30.863
73,69
28,24
55,48
26,33
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Penajam Paser Utara, 2011



PERIKANAN

Produksi  perikanan  dibedakan  menjadi  dua,  yaitu  perikanan  laut  dan  perikanan  darat, produksi perikanan laut pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 2,16% yaitu dari 4.758,6 Ton tahun 2009 menjadi 4.861,2 Ton.

Dan untuk produksi perikanan darat terjadi peningkatan sebesar 2,54% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 4.830,7 ton.


Perkembangan Produksi Perikanan Laut dan Darat
























Produksi Perikanan Menurut Jenis Produksi 2006 – 2010 (Ton)

Jenis Produksi
2006
2007
2008
2009
2010
1. Perairan Umum
503,1
4.762,1
551,3
165,5
351,7
2. Perikanan Tambak
3.954,9
3.590,3
3.984,1
4.438,2
4231,9
3. Perikanan Kolam
20,8
209,0
228,6
271,7
247,1
4. Keramba
20,8
20,8
22,3
24,7
25,1
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Penajam Paser Utara, 2011


Produksi Perikanan Menurut Kecamatan (Ton)

Kecamatan
Perairan Umum
Tambak
Kolam
Keramba
Babulu
78,2
2.237,0
43,4
-
Waru
113,5
436,7
48,7
6,8
Penajam
73,4
1.054,3
118,2
18,3
Sepaku
86,6
512,9
36,8
-
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Penajam Paser Utara, 2011


Luas Budidaya Tambak Dan Kolam Air Tawar Menurut Kecamatan (Ton)

Kecamatan
Tambak (Ha)
Kolam Air Tawar (Ha)
Penajam
Waru
Babulu
Sepaku
2.362
112
2.599
400
78
62
114
22
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Penajam Paser Utara, 2011


Banyaknya Pengusaha Tambak dan Kolam Menurut Kecamatan

Kecamatan
Tambak
Kolam Air Tawar
Penajam
Waru
Babulu
Sepaku
1.051
119
2.598
392
59
25
60
32
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Penajam Paser Utara, 2011

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...