Thursday 10 July 2014

Manfaat Ekonomi Reklamasi Pantai

Mendengar kata 'reklamasi', biasanya masyarakat mengidentikannya dengan pengrusakan lingkungan, seperti kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang, erosi serta terkesan memarginalisasi masyarakat pesisir terutama nelayan. Kondisi demikian menyebabkan kegiatan reklamasi banyak ditentang oleh berbagai kalangan, seperti organisasi pencinta lingkungan atau organisasi masyarakat lainnya yang mengatasnamakan perlindungan lingkungan dan mayarakat.
Namun demikian, sebenarnya banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan reklamasi, khususnya bagi peningkatan manfaat sumber daya lahan yang pada akhirnya bermanfaat bagi perkembangan perekonomian daerah, peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan dan pengangguran dan lainnya.
Salah satu contoh di mana reklamasi dapat memberi manfaat ekonomi adalah reklamasi Pantai Losari. Reklamasi menjadikan Pantai Losari lebih tertata. Kawasan tersebut kini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana rekreasi menikmati keindahan pantai. Di kawasan itu, sekarang juga banyak bermunculan berbagai macam rumah makan dan toko. Tidak jarang lahan hasil reklamasi Pantai Losari juga disewakan sebagai arena kegiatan mulai dari pertunjukan musik, pameran, dan lain sebagainya. Masyarakat secara langsung mendapat manfaat ekonomi. Apalagi, pada saat tahap pembangunan reklamasinya juga memanfaatkan tenaga lokal masyarakat sekitar.
Semua ini sudah pasti mendorong perkembangan ekonomi daerah yang berdampak tidak hanya pada masyarakat di sekitar Pantai Losari tapi juga meluas hingga Kota Makassar. Selain memberi dampak ekonomi secara langsung, reklamasi Pantai Losari juga memberi dampak ekonomi tidak langsung. Kalau dahulu Pantai Losari rawan erosi, kini setelah direklamasi kondisinya relatif kuat. Memang tidak dapat dipungkiri, di berbagai tempat, reklamasi tidak dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga merusak lingkungan. Reklamasi juga terkadang ditujukan untuk kepentingan ekonomi segelintir orang sehingga merugikan masyarakat pesisir.
Lestarikan Lingkungan
Sebagai pihak yang diberi tanggung jawab oleh negara untuk melindungi lingkungan dan masyarakatnya, pemerintah tidak menutup mata terhadap hal tersebut. Berbagai peraturan perundangan disusun untuk membentengi lingkungan dan masyarakat dari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh reklamasi. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi.
Masih menurut undang-undang tersebut, reklamasi juga harus menjamin keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat serta menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti apa yang harus dijamin dan bagaimana menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara lebih detil diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam perpres tersebut dijelaskan bagi siapa pun yang melaksanakan reklamasi maka dia harus sanggup tetap menyediakan akses menuju pantai, dan mempertahankan mata pencarian masyarakat sebagai nelayan, pembudidaya ikan, dan usaha kelautan dan perikanan lainnya.
Selain itu pihak yang mereklamasi juga harus memberi kompensasi/ganti kerugian dan pemberdayaan kepada masyarakat yang terkena dampak. Apabila reklamasi terpaksa harus melakukan penggusuran maka wajib dilakukan relokasi permukiman.
Demi menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan dalam rangka pemulihan atau perbaikan hutan, kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perpres tersebut juga mengatur persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin melakukan reklamasi. Persyaratan paling mendasar adalah adanya kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi.
Izin reklamasi baru diperoleh setelah izin lingkungan dikeluarkan. Pihak yang akan mereklamasi juga wajib menyusun rencana induk dan rancangan detail. Persyaratan tentang perizinan dan pelaksanaan tentang keberlajutan kehidupan dan penghidupan masyarakat secara lebih detail nantinya akan dituangkan dalam peraturan menteri yang saat ini sedang disusun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. UU No 27 tahun 2007 dan Perpres No 122 tahun 2012 tersebut menjadi payung hukum bagi siapa pun yang akan melaksanakan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Perpres ini hanya dikecualikan bagi reklamasi Daerah Lingkungan Kerja (DLKr), dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus. Seperti lokasi pertambangan minyak, gas bumi, dan panas bumi, serta kawasan hutan yang sedang dalam pemulihan.
Dengan adanya payung hukum tersebut semestinya reklamasi tidak lagi menjadi "momok" yang menakutkan masyarakat. Seharusnya reklamasi justru dapat member nilai positif bagi lingkungan maupun masyarakat. Karena, sejatinya selain bertujuan untuk kepentingan bisnis/ekonomi, reklamasi juga dapat berfungsi sebagai upaya rehabilitasi dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Sumber:
Eko Rudianto pada http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/8/Manfaat-Ekonomi-Reklamasi-Pantai/?category_id=23
SUARAKARYA ONLINE.COM Tanggal 25 April 2013 HAL.1

Wednesday 9 July 2014

Prospek Bisnis dan Investasi di Pulau-pulau Kecil sebagai Masa Depan Ekonomi Indonesia


Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia merupakan tempat ideal bagi seluruh jenis aktivitas pariwisata bahari seperti diving,snorkeling, memancing, surfing, boating, olahraga pantai, yachting, dan wisata-wisata minat khusus seperti wisata konservasi, wisata pendidikan, dan wisata fotografi bawah air. Wisatawan manca negara (wisman) yang melancong ke Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2011 wisman yang melancong ke Indonesia sebanyak 7,6 juta orang. Salah satu destinasi favorit para wisatawan adalah pulau-pulau kecil, sehingga investasi di pulau-pulau kecil sangat menarik bagi investor.
Investasi di pulau-pulau kecil masih terbuka lebar, tidak hanya wisata bahari tetapi juga meliputi usaha perikanan dan kelautan, pertanian organik, peternakan, industri, permukiman, perkebunan, usaha pertambangan, transportasi, dan pelabuhan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya menfasilitasi investasi di pulau-pulau kecil. Beberapa pulau-pulau kecil yang telah difasilitasi antara lain: Pulau Anak Sambu di Kota Batam, Pulau Miang Besar di Kab. Kutai Timur, Pulau Nipa di Kota Batam, Pulau Tabuhan Kab. Banyuwangi, Pulau Bawal Kab. Ketapang, Pulau Bangka Kab. Minahasa Utara, Pulau Ketawai Kab. Bangka Tengah, Pulau Gili Sunut dan Pulau Gili Lawang di Kab. Lombok Timur, dll.
Upaya mendorong akselerasi investasi di pulau-pulau kecil tidak semata-mata dilakukan pemerintah pusat tetapi juga oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah dituntut untuk proaktif dalam mempromosikan dan memasarkan prospek investasi pulau-pulau kecil di wilayahnya. Pemerintah daerah juga harus dapat membuat peraturan atau mekanisme perijinan investasi secara khusus untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil, sehingga investor tertarik untuk menanamkan modalnya.
Guna meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam memasarkan peluang investasi di pulau-pulau kecil, serta mempertemukan mereka dengan para calon investor, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil menggelar Temu Bisnis dan Investasi Pulau-pulau Kecil (Small islands Investment and Bussiness Forum) pada tanggal 13-14 Juni 2013 di Hotel Mercure Ancol Jakarta. Pertemuan ini di buka oleh Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Dr. Sudirman Saad. Dirjen KP3K mengemukakan pertemuan ini ajang berdiskusi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah maupun investor dalam proses investasi di pulau-pulau kecil. Selanjutnya Dirjen KP3K juga mengharapkan pertemuan ini dapat menghasilkan kesepakatan realisasi investasi di pulau-pulau kecil antara pemerintah daerah dengan investor.
Pada kesempatan ini Dirjen KP3K juga melakukan Launching Festival dan Pekan Investasi Pulau Nusakambangan dan Segara Anakan yang akan diadakan pada tanggal 21 - 25 Agustus 2013 di Cilacap. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk nyata dari promosi dan akselerasi investasi pulau-pulau kecil. Pulau Nusakambangan merupakan salah satu pulau kecil terluar yang terkenal dengan sebutan Pulau Penjara. Namun banyak orang yang belum mengerti bahwa Pulau Nusakambangan memiliki potensi wisata yang luar biasa. Pulau Nusakambangan dengan luas sekitar 11.500 ha merupakan pulau kecil terluar yang sangat strategis dari sisi pertahanan dan keamanan nasional dan Pulau Nusakambangan merupakan satu-satunya wilayah hutan hujan tropis yang tersisa di Pulau Jawa dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sementara itu, kawasan Segara Anakan dengan  perairan estuarine semi tertutupnya merupakan aset nasional dan dunia. Segara Anakan juga merupakan salah satu laboratorium alam ekosistem mangrove terbaik di dunia.

Sumber:  http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1/Prospek-Bisnis-dan-Investasi-di-Pulau-pulau-Kecil-sebagai-Masa-Depan-Ekonomi-Indonesia/?category_id=22

Tuesday 8 July 2014

IMPLEMENTASI UU 27/2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERPRES 122/2012 TENTANG REKLAMASI


Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian dari sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang perlu dijaga kelestariannya dan dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45) yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Lebih dari itu, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang besar dan penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 (UU No.27/2007) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) dimaksudkan untuk menjawab mandat Pasal 33 ayat (3) UUD’45. Undang-Undang ini diharapkan dapat mendukung perekonomian nasional, yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pada tanggal 16 Juni 2011, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Perkara Nomor Perkara Nomor 3/PUU-VIII/2010 hasil permohonan pengujian  UU No.27/2007 terhadap UUD’45 dinyatakan bahwa pasal-pasal pada UU No.27/2007 tentang PWP3K terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) bertentangan dengan UUD’45 dan tidakmempunyai kekuatan mengikat. Menurut MK, pemberian HP-3 akan melanggar prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam alinea keempat Pembukaan UUD’45.
Menindaklanjuti Putusan MK tersebut disusunlah RUU tentang Perubahan UU No.27/2007 sebagai inisiatif Pemerintah dan masuk dalam daftar kumulatif terbuka. Inti Perubahan UU No.27/2007 adalah mengubah HP-3 menjadi izin lokasi dan izin pemanfaatan sumber daya perairan pesisir. Di mana setiap pemanfaatan perairan pesisir wajib memiliki izin lokasi. Izin lokasi tersebut merupakan dasar pemberian izin pemanfaatan sumber daya perairan pesisir.
Dialog hukum yang diselenggarakan pada 3 Juli 2013 bertempat di Hotel Meritus Surabaya, selain diagendakan untuk menjaring saran dan masukan dari aspek hukum terhadap Perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juga untuk mensosialisasikan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada masyarakat.
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dalam Pasal 34 ayat (3) disebutkan bahwa penyusunan perencanaan dan pelaksanaan reklamasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden, sehingga pada tanggal 5 Desember 2012, Presiden Republik Indonesia menetapkan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Sudirman Saad mengungkapkan Perpres ini mengamanatkan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K) provinsi, kabupaten/kota, dan rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional, provinsi, kabupaten/kota dengan mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan hidup, dan sosial ekonomi.
Ruang lingkup Perpres ini meliputi perencanaan dan pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perencanaan reklamasi diwajibkan bagi pemerintah, pemerintah provinsi, kabupaten, kota, dan setiap orang melalui kegiatan penentuan lokasi, penyusunan rencana induk, studi kelayakan, dan penyusunan rancangan detail. Selanjutnya Perpres ini diharapkan mampu menjawab permasalahan yang selama ini timbul terkait kebutuhan pengembangan wilayah perkotaan di daerah pesisir, seperti pengembangan sarana pemukiman, kawasan industri, pelabuhan, bandara, dan lainnya.

Sumber: http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/2/IMPLEMENTASI-UU-272007-TENTANG-PENGELOLAAN-WILAYAH-PESISIR-DAN-PULAU-PULAU-KECIL-DAN-PERPRES-1222012-TENTANG-REKLAMASI/?category_id=22

Monday 7 July 2014

Memulihkan Wilayah Pesisir Bekasi dengan Menanam Mangrove


Kondisi pesisir di wilayah pantai utara Jawa cukup memprihatinkan, kerusakan di wilayah pesisir ini cukup parah. Kerusakan wilayah pesisir sebagian disebabkan oleh pembukaan ekosistem mangrove menjadi areal pertambakan, pemukiman, industri dan lain-lain. Ditambah dengan fenomena abrasi pantai, dimana tercatat sampai dengan akhir tahun 2010, wilayah pesisir di Provinsi Jawa Barat yang mengalami abrasi/erosi pantai diperkirakan seluas 1.190 Hektar, sedangkan untuk wilayah Bekasi kerusakan akibat abrasi pantai kurang lebih seluas  109 Hektaratau hampir 10 persennya dari wilayah propinsi Jawa Barat.
Memperhatikan kondisi tersebut maka perlu secepatnya dilakukan upaya perbaikan lingkungan pesisir, salah satunya adalah dengan menanam mangrove secara berkelanjutan. Penanaman mangrove di Kabupaten Bekasi  dilaksanakan dalam upaya memulihkan kondisi lingkungan pesisir yang rusak tersebut sekaligus mendukung program industrialisasi perikanan. Upaya pemulihan lingkungan melalui penanaman mangrove telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) semenjak tahun 2001, dimana sampai tahun 2012 telah ditanam sekitar 330.000 bibit mangrove di sepanjang pantai Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2013, di Kab. Bekasi rencananya akan ditanam sekitar 70.000 bibit mangrove.
Kegiatan penanaman mangrove ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) dengan pemerintah daerah Kab. Bekasi. Namun upaya ini, kitasadari masih belum cukup mengimbangi laju kerusakan yang terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak yang peduli dengan kelestarian ekosistem pesisir. Salah satunya dengan pihak swasta yang mempunyai pendanaan khusus melalui program Corporate Social Responsibility (CSR),untuk bersama-sama melakukan rehabilitasi pantai. Implementasi program CSR yang dilakukan saat ini adalah kerjasama dengan PLTGU Muara Tawar yang turut berkontribusi dengan menanam sekitar 6.000 batang mangrove. Diharapkan kerjasamaantara pemerintah dengan swasta dan masyarakat untukmemperbaiki lingkungan melalui program CSR dapat diikuti oleh perusahaan-perusahaan lainnya.
Penanaman mangrove dilaksanakan di daerah Muara Tawar, Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi, pada hari kamis tanggal 4 juli 2013. Selain kegiatan penanaman mangrove juga dilaksanakan kegiatan bakti sosial berupa pemberian bantuan sosial untuk masyarakat berupa “sembako”. Yayasan LPP Mangrove juga memberikan bantuan kepada masyarakat setempat berupa panganan mangrove (sirup dan kripik mangrove) serta buku tulis untuk pelajar. Kegiatan penanaman mangrove dan bakti sosial dihadiri oleh Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan, Direktur Jenderal KP3K dan Ibu-Ibu Dharma Wanita KKP, perwakilan pemerintah daerah Kab. Bekasi dan SKPD terkait, pelajar/mahasiswa dan masyarakat, dengan total peserta sekitar 500 orang.
Melalui kegiatan penanaman mangrove ini diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan. Sehingga pada akhirnya tujuan penanaman mangrove, yang meliputi: (i) pemulihan jangka panjang area pesisir, (ii) meningkatkan kepedulian pada semua lapisan masyarakat arti penting ekosistem mangrove, (iii) mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam usaha memperbaiki lingkungan, dan (iv) meningkatkan perekonomian dengan memperhatikan lingkungan, dapat tercapai.

Sumber: http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/3/Memulihkan-Wilayah-Pesisir-Bekasi-dengan-Menanam-Mangrove/?category_id=22

Friday 4 July 2014

WCRC 2014 : UPAYA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERKELANJUTAN

Sebagai upaya peningkatan pengelolaan terumbu karang berkelanjutan, pada tanggal 14-17 Mei 2014, Indonesia sebagai tuan rumah akan mengadakan perhelatan besar World Coral Reef Conference (WCRC) yang berlokasi di Manado, Sulawesi Utara. Acara ini akan diselenggarakan melalui koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dan dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap kondisi terumbu karang dunia yang semakin terdegradasi. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo selaku Pengarah Panitia Nasional WCRC tahun 2014 di Jakarta, Jum’at (2/5).
            Menurut Sharif, WCRC 2014 akan mengusung tema ‘Terumbu Karang untuk Keberlanjutan Perikanan, Ketahanan Pangan dan Bisnis yang Ramah Lingkungan’. Rencananya acara ini akan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia dan mengundang perwakilan dari 100 negara yang mewakili unsur pemerintah, organisasi regional dan internasional, NGO, serta para ilmuwan dan akademisi. Pelaksanaan WCRC merupakan pertemuan pemerintah pertama yang akan menghasilkan kesepakatan global menuju pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. “WCRC diharapkan dapat menghasilkan suatu communiqué mengenai pengelolaan terumbu karang berkelanjutan, rencana aksi negara pantai dalam penyelamatan ekosistem terumbu karang, serta langkah menuju konvensi pengelolaan terumbu karang berkelanjutan”, ujar Sharif.
            Pada kesempatan konferensi pers persiapan WCRC 2014 yang dilaksanakan di Manado Quality Hotel, Jum’at (2/5), Dirjen Kelautan, Peisisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad selaku Ketua Pelaksana Panitia Nasional WCRC tahun 2014 menjelaskan bahwa WCRC ini diselenggarakan dengan beberapa tujuan.  Pertama, untuk merumuskan upaya-upaya pemerintah dalam mengelola terumbu karang dunia secara berkelanjutan. Kedua, sebagai wadah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang local. Kemudian, untuk mengkaji kondisi terumbu karang dunia dan pengelolaannya yang terkini. Keempat, menghimpun dan merumuskan nilai-nilai kebersamaan, menyamakan persepsi dan tujuan dalam pelestarian dan pemeliharaan ekosistem terumbu karang. “Konferensi ini juga bertujuan untuk menginventarisasi, kompilasi, sinkronisasi dan menetapkan kebijakan serta tindakan nyata dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang”, jelas Sudirman.
            Sudirman menambahkan, sebagai rangkaian acara WCRC, diselenggarakan pulaInternational Blue Carbon Symposium (IBCS), World Ocean Business Forum WOBF), sertaExtra Ordinary Senior Official Meeting (SOM) CTI-CFF dan CTI – CFF Ministerial Meeting (MM). IBCS bertujuan untuk menjembatani pertemuan antara peneliti dan pemangku kebijakan perihal blue carbon dalam lingkup coral triangle region. WOBF bertujuan untuk mempromosikan potensi dan peluang bisnis serta investasi kelautan dan perikanan Indonesia di forum Internasional, serta tukar informasi pengelolaan bisnis yang ramah terhadap lingkungan pesisir dan laut. “Sedangkan SOM dan MM CTI-CFF merupakan agenda kegiatan dari Prakarsa Segitiga Karang (Coral Triangle Initiative/CTI)”, tambah Sudirman.
            Penyelenggaraan konferensi ini merupakan respon atas rusaknya terumbu karang secara global, yang menarik perhatian para pemimpin dunia untuk berperan dalam penanganannya. Negara-negara di kawasan segitiga karang berinisiatif membentuk Coral Triangle Iniative on Coral Reef, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) pada tahun 2007 dan telah diselenggarakannya CTI-CFF Summit dan World Ocean Conference (WOC) pada tahun 2009 yang mana telah diupayakan kerjasama global dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan, termasuk didalamnya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. “Para ilmuwan dalam Coral Reef Symposium pada tahun 2012 menyatakan bahwa terumbu karang telah mengalami penurunan kondisi baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Peran ekologi, ekonomi dan sosial terumbu karang telah terancam terutama akibat aktivitas manusia yang mengakibatkan sedimentasi dan polusi, pengrusakan habitat, sertaoverfishing. Salah satu rekomendai pertemuan tersebut yaitu menghimbau pemerintah agar berbuat sesuatu terkait pengelolaan terumbu karang berkelanjutan”, tutup Sudirman.


Sumber: Press Release Nomor : 44/PDSI/HM.310/V/2014/WCRC; pada http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/153/WCRC-2014-UPAYA-PENGELOLAAN-TERUMBU-KARANG-BERKELANJUTAN/?category_id=22

Thursday 3 July 2014

Penataan Investasi di Pulau-pulau Kecil

Investasi di pulau-pulau kecil tidak dilarang tetapi diiringi sejumlah syarat khususnya untuk penanaman modal asing, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada pasal 26A dijelaskan bahwa (1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat izin Menteri, (2) penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengutamakan kepentingan nasional, (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Wali Kota. Pada ayat 4 disebutkan bahwa (4) Izin sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a). badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas; b). menjamin akses publik; c). tidak berpenduduk; d). belum ada pemanfaatan oleh masyarakat lokal; e). bekerja sama dengan peserta Indonesia; f). melakukan pengalihan saham secara bertahap kepada peserta Indonesia; g). melakukan alih teknologi: dan h). memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada luasan lahan. Hal itu disampaikan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Sudirman Saad, di Jakarta, (24/1/2014).
Investasi di pulau-pulau kecil harus susuai dengan rencana zonasi. Rencana zonasi ini selain dimaksudkan untuk mengharmonisasikan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, juga untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil itu sendiri. Oleh karena itu pemerintah daerah wajib menyusun rencana zonasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga jelas peruntukannya.
Untuk menata pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya, saat ini mulai disusun Perpres sebagi implementasi UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang ditargetkan perpres tersebut selesai pada bulan april 2014. Ditjen KP3K juga sudah mengirimkan surat kepada bupati/wali kota agar membuat pendataan terhadap pulau yang dikelola oleh warga asing. Pendataan tersebut diperlukan, sebab investasi di pulau-pulau kecil harus memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku.
Potensi pulau-pulau kecil di Indonesia sangat potensial bagi investasi asing. Pemerintah daerah dituntut proaktif dalam mempromosikan dan memasarkan prospek investasi pulau-pulau kecil di wilayahnya.
Pada tahun 2014 ada tiga cluster gugusan pulau-pulau kecil yang akan disusun masterplannya sebagai basis pengembangan investasi pulau-pulau kecil, yakni cluster Anambas (kepulauan Riau), cluster Raja Ampat (Papua Barat), dan Cluster Kepulauan Seribu (Jakarta). Kawasan pulau-pulau kecil Indonesia merupakan tempat ideal untuk pariwisata bahari, seperti diving, snorkeling, memancing, surfing, boating, yachting, dan wisata-wisata minat khusus seperti wisata konservasi, wisata pendidikan, dan wisata fotografi bawah air.


Sumber: Press Release No.   181/KP3K.0/I/2014; pada http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/114/Penataan-Investasi-di-Pulau-pulau-Kecil/?category_id=22

Wednesday 2 July 2014

Penetapan Status Perlindungan Pari Manta

Pemerintah telah menetapkan dua jenis pari manta,yaitu pari manta karang (Manta alfredi) dan pari manta oseanik (Manta birostris), sebagai ikan yang dilindungi berdasarkanKeputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor. 4/KEPMEN-KP/2014tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta.Penetapan status perlindunganpari manta ini mengacu pada criteria jenis ikan yang dilindungi seperti diaturdalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, diantaranya adalah: populasinya rawan terancam punah, masuk dalam kategori biota langka, telah terjadi penurunan jumlah populasiikan di alam secara drastis, dan/atau tingkatkemampuan reproduksi yang rendah. Ujar Dirjen KP3K, Sudirman Saad di Jakarta (21/2/2014).
Secara internasional kedua jenis pari manta tersebut saat ini terancam punah dimana IUCN memasukkannya dalam kategori ‘Rentan’ terhadap kepunahan menurut IUCN Red List of Threatened Species dan Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) tahun 2013 lalu memasukkannya dalam Apendiks II yang berarti bahwa jenis ikan ini akan mengalami kepunahan jika perdagangan internasional terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Ancaman utama kepunahan pari manta disebabkan oleh berbagai sebab, selain secara biologi ikan pari manta rawan mengalami kepunahan, tingginya permintaan terhadap insang manta disinyalir juga menjadi penyebab utama penurunan populasi pari manta dunia, termasuk di Indonesia.menjual insang pari manta digunakan sebagai obat-obatan, hal ini didorong oleh adanya kepercayaan bahwa insang pari manta dapat menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya : untuk penyembuhan berbagai penyakit, mulai dari cacar air hingga kanker dan kemandulan. Walaupun belum ada bukti ilmiah tentang khasiat insang pari manta ini, namun permintaan pasar akan insang pari manta terus mengalami peningkatan.Perdagangan insang pari manta dalam kurun waktu 10 tahun belakangan initelah menyebabkan penurunan populasi manta di dunia mengalami penurunan secara drastis, termasuk di Indonesia.
Dari aspek biologi, ikan pari manta juga rawan mengalami ancaman kepunahan, hal ini disebabkan karena : ikan pari manta baru mencapai matang seksual pada umur 8 -10 tahun dan jumlah anakan yang dihasilkan hanya 1 (satu) ekor untuk setiap periode kehamilan (2-5 tahun). Ikan pari manta dapat mencapai umur 40 tahun, ini berarti 1 ekor ikan pari manta hanya mampu menghasilkan paling banyak 6-8 ekor anakan saja selama hidupnya. 
Menurut Sudirman, proses dan tahapan penetapan status perlindungan pari manta dilakukan berdasarkan Permen KP No.3 tahun 2010 tentang “Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan”. Ada lima tahapan yang harus dilewati sebelum penetapan status perlindungan pari manta, yaitu : usulan inisiatif, verifikasi usulan (termasuk kegiatan konsultasi publik), penyusunan dokumen analisis kebijakan, permintaan rekomendasi ilmiah dari LIPI selaku Scientific Authority dan penetapan status perlindungan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Selain mempertimbangkan aspek kelangkaan dan ancaman kepunahan spesies, pertimbangan aspek ekonomi juga menjadi salah satu pertimbangan kuat dalam penetapan status perlindungan pari manta di Indonesia. Secara umum, ikan pari manta tidak menjadi target utama penangkapan nelayan dan hanya tertangkap sebagai by-catch, namun demikian sebagian nelayan di wilayah NTB dan NTT melakukan kegiatan penangkapan pari manta untuk dijual insangnya. 
Keanggunan dan keelokan pari manta mempunyai daya tarik yang besar bagi para penyelam dan berpotensi sebagai salah satu aset penting dalam pengembangan wisata bahari di Indonesia.  Kegiatan pariwisata bahari yang berkembang akan memberikan manfaat secara ekonomi tidak hanya kepada pelaku wisata semata, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat nelayan.Apabila dilihat dari sisi ekonomi, model pemanfaatan pari manta melalui kegiatan wisata bahari merupakan alternatif yang menjanjikan. Berdasarkan hasil kajian terhadap kegiatan pariwisata pari manta pada daerah yang kegiatan wisata selamnya maju, 1 (satu) ekor pari manta sebagai aset wisata bahari dapat menyumbangkannilai ekonomi mencapai Rp. 243,75 juta/tahun atau setara dengan Rp. 9,75 milyar selama hidupnya (40 tahun). Nilai ekonomi pari manta sebagai aset wisata penyelaman tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan nilai jual daging dan insang pari manta di pasaran, dimana 1 ekor pari manta hanya mempunyai nilai jual sekitar Rp. 1 juta rupiah.
         Indonesia saat ini memiliki industri pariwisata manta kedua terbesar di dunia dengan perkiraan nilai tahunannya lebih dari 180 miliar rupiah. Dengan wilayah terumbu karang dan kepulauan yang sangat luas, bila dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi tujuan wisata manta tertinggi di dunia,tambahnya.
Optimisme tersebut didorong oleh kenyataan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari sedikit wilayah di dunia ini yang memiliki dua jenis spesies manta yang siap untuk diamati oleh wisatawan. Pari manta merupakan ikan pari terbesar di dunia dengan bentang sayap bisa mencapai 7 meter, tidak berbahaya, dan  tidak memiliki racun yang membuat ekornya berbahaya. Hewan ini merupakan hewan kharismatik dengan keanggunannya bergerak dalam air, sifatnya yang jinak dan ramah, serta kecerdasan dalam berinteraksi dengan manusiamembuatnya menjadi atraksi wisata bahari yang paling diminati. Pesnorkel dan penyelam menganggap bahwa pertemuan dengan manta merupakan pengalaman yang luar biasa dan bersedia membayar lebih untuk mengalaminya.

Sumber: http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/119/Penetapan-Status-Perlindungan-Pari-Manta/?category_id=22

Tuesday 1 July 2014

Nusa Penida Jadi Kawasan Konservasi Perairan


Perairan Nusa Penida memiliki keaneka ragaman hayati tinggi dimana terdapat sekitar 149,05 Ha terumbu karang dengan 296 jenis karang. Perairan yang masuk wilayah Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali ini termasuk kawasan segitiga terumbu karang dunia (the global coral triangle) yang saat ini menjadi prioritas dunia untuk dilestarikan. Kawasan ini memiliki 576 jenis ikan, lima diantaranya jenis ikan baru. Maka  sangatlah tepat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan kawasan Taman Wisata Perairan Nusa Penida, menjadi Kawasan Konservasi Perairan. Demikan disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, seusai meresmikan Kawasan Konservasi Perairan Taman Wisata Perairan Nusa Penida sebagai bagian rangkaian Festival Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, Bali, Senin (9/6).
Sharif menjelaskan, penetapan Kawasan Konservasi Perairan – Taman Wisata Perairan Nusa Penida seluas 20,057 Ha berdasarkan  Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/KEPMEN-KP/2014.  Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ini merupakan respon pemerintah pusat atas komitmen pemerintah daerah yang sangat baik dalam upaya menyelamatkan sumber daya laut  di wilayah Kabupaten Klungkung, khususnya perairan Nusa Penida dan Nusa Lembongan. Upaya ini juga mendukung program nasional KKP untuk pencapain 20 juta Ha kawasan konservasi laut tahun 2020. “Penetapan tersebut juga mendukung pencapaian pengelolaan efektif kawasan-kawasan sebagai mandat AICHI target The Conference of the Parties  Convention on Biological Diversity (COP-CBD) ke-10 di Nagoya Jepang,” jelas Sharif.
 Sharif menegaskan, Taman Wisata Perairan Nusa Penida menyimpan potensi terumbu karang, mangrove, padang lamun dan hampir seluruh habitat penting sumberdaya ikan. Termasuk mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba melintas dikawasan ini. Selain itu, terdapat dua jenis penyu, yaitu Penyu Hijau (Green Turtel) dan Penyu Sisik (hawksbill Turtle). Kawasan ini juga menjadi cleaning station ikan Mola-Mola (Sun Fish). Keberadaan jenis ikan unik ini dapat menjadi simbol atau ikon Kabupaten Klungkung menjadi lebih dikenal dunia internasional. Untuk itu KKP sangat mendukung pemanfaatan kawasan konservasi untuk berbagai kegiatan seperti pusat penelitian, pelatihan, pendidikan lingkungan, bisnis, pariwisata, pemberdayaan ekonomi  masyarakat. “Maupun pemanfaatan jasa lingkungan dapat dioptimalkan dengan tidak melupakan fungsi konservasi sumberdaya ikan yang sesungguhnya,” tegas Sharif.
Menurut Sharif, kekayaan hayati laut Nusa Penida telah membawa manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Terumbu karang (coral reef), hutan bakau (mangrove), ikan Pari Manta (Manta Ray), ikan Mola-Mola (Sunfish), Penyu (Sea Turtle), Lumba-lumba (Dolphin), Hiu (Shark) dan Paus(Whale), merupakan atraksi menarik bagi wisata bahari. Bahkan diperairan Nusa Penidaterdapat lebih dari 20 titik lokasi penyelaman, dengan beberapa lokasi penyelaman favorit seperti Crystal Bay, Manta Point, Ceningan Wall, Blue Corner, SD-ental, Mangrove-Sakenan, Gemat Bay dan Batu Abah. Untuk itu sangat tepat Pemda Klungkung telah menetapkan kawasan pencadangan TWP Nusa Penida Dimana, pasca pencadangan, sudah banyak upaya yang dilakukan dalam pengelolaan kawasan konservasi ini, antara lain pembuatan pokja Nusa Penida, penyusunan zona kawasan, monitoring sumberdaya, penyusunan profil perikanan, penyusunan profil wisata bahari dan sebagainya,” jelasSharif.
Upaya pengelolaan efektif yang telah dilakukan pemerintah Kabupaten Klungkung telah memperoleh penghargaan Anugerah E-KKP3K kategori percontohan. Kawasan inimenjadi pilot project pengelolaan kawasan yang efektif, berbagai dukungan dan fasilitasi telah dikembangkan, misalnya untuk mendukung implementasi rencana zonasi danrencana pengelolaan, rencana bisnis wisata bahari, penguatan kelembagaan pengelola,penanaman mangrove, rehabilitasi terumbu karang, pembuatan pusat dan papan informasi, percontohan diving site, percontohan pemanfaatan perikanan, budidaya rumput laut, pemberdayaan masyarakat serta berbagai upaya pemanfaatan ekonomi berbasis konservasi lainnya. Kawasan Konservasi Nusa penida juga menjadi pilot percontohan untuk program blue economy kementerian kelautan dan perikanan. “Pola pengelolaan yang terpadu yang melibatkan multipihak melalui akses pendanaan yang berkelanjutan dari berbagai sumber dapat dilakukan di Kawasan konservasi Nusa Penida. Sehingga keanekaragaman yang ada di Kawasan ini dapat terjaga,” tambah Sharif.

Komitmen KKP dan Peringatan Hari Terumbu Karang
Sementara itu Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad menambahkan, penetapan kawasan konservasi perairan sebagai bentuk komitmen KKP untuk menjaga ekosistem laut tetap lestari dan dapat dikelola secara berkelanjutan. Apalagi, ekosistem terumbu karang selain memiliki fungsi bagi biota laut, juga memiliki fungsi sebagai penyerap karbon, pemecah gelombang laut, penghasil ikan yang sangat berguna bagi kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil secara khusus dan bagi seluruh rakyat Indonesia secara umum. Bersama dengan kesatuan ekosistem pesisir lainnya yakni padang lamun dan mangrove berfungsi sebagai perisai penangkal ancaman bencana pesisir seperti abrasi, tsunami serta menjadi bagian dari upaya dunia untuk mengatasi dampak perubahan iklim. “Untuk itu sangat tepat penetapan kawasan ini bertepatan dengan peringatan hari terumbu karang internasional Coral day yang diperingati setiap tanggal 9 Juni, diberbagai belahan dunia,” ujar Sudirman.  
Sudirman menjelaskan, Kawasan Konservasi Perairan ini merupakan bentuk pengelolaan pengelolaan kawasan laut dengan sistem zonasi. Terdapat 4 zona, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Sistem zonasi ini sangat terbuka untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan baik untuk penelitian berbagai aspek, pendidikan generasi muda, aktivitas perikanan, pariwisata bahari dan kegiatan lainnya yang mendukung pengembangan ekonomi lokal berbasis konservasi”, jelas Sudirman.
Di dalam kawasan diatur zona-zona seperti zona inti yang gunanya untuk melindungi tempat-tempat ikan berpijah dan bertelur sehingga zona ini sama sekalian tidak boleh diganggu. Sementara itu zona perikanan berkelanjutan diperuntukan agar nelayan Nusa Penida tetap dapat menangkap ikan, tentunya dengan alat tangkap dan cara yang ramah lingkungan. Penangkapan ikan dengan cara merusak seperti bom dan potasium-sianida dilarang digunakan di dalam kawasan Nusa Penida. Sementara zona lainnya juga berperan di dalam melindungi terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun yang merupakan ekosistem penting pesisir dimana ikan dan biota laut lainya berproduksi, bertelur, berlindung dan mencari makan didalamnya. Jika ekosistem ini rusak maka ikan akan semakin berkurang dan akan berdampak kepada nelayan Nusa Penida,” tegas Sudirman.
Sebagai bentuk perayaan peringatan hari terumbu karang internasional (coral day), pemerintah daerah menyelenggarakan Festival Nusa Penida yang dipusatkan di pulau Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Selain peresmian Taman Wisata Perairan Nusa Penida sebagai Kawasan Konservasi Perairan menjadi agenda utama, festival ini juga mencakup beberapa kegiatan lainnya seperti gerakan bersih-bersih pantai dan laut, tanam mangrove dan transplantasi terumbu karang. Sebelumnya, Indonesia dan lima Negara anggota Coral Triangle Initiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) lainnya yaitu Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon menetapkan 9 Juni 2012 sebagai Coral Triangle Day (CT day) atau saat ini disebut Coral Day. Penetapan ini sehari setelah peringatan World Ocean Day pada tanggal 8 Juni dan akan diperingati setiap tahun, dimana pada tahun 2014 ini telah memasuki tahun ketiga. Sebelumnya, di Indonesia perayaan di pusatkan di Pantai Kedonganan, Bali (2012) dan Pantai Taman Loang Baloq, Lombok (2013).
Sumber: Press Release No. 67/PDSI/HM.310/VI/2014; pada http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/168/Nusa-Penida-Jadi-Kawasan-Konservasi-Perairan/?category_id=22

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...