Terumbu karang
merupakan komunitas yang khas dan tumbuh terbatas di daerah tropika. Struktur dasar terumbu adalah
bangunan kalsium karbonat (kapur) yang sangat banyak, yang sebagian besar
dibentuk oleh binatang karang (polip).
Hewan karang ini termasuk kelas Anthozoa, filum Coelenterata, yang hidup
berkoloni dan masing-masing menempati semacam mangkuk kecil dari bahan kapur
yang keras tadi.
Gambar 1. Aneka
warna dan bentuk karang keras (Foto:
Wikipedia Commons)
Sebetulnya
jenis-jenis binatang karang hidup di lautan di seluruh dunia, termasuk di
wilayah kutub dan ugahari (temperate,
bermusim empat). Akan tetapi hanya hewan
karang hermatipik yang bisa
menghasilkan terumbu, dan karang ini hidup terbatas di wilayah tropis. Salah satu sebabnya ialah karena karang
hermatipik hidup bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan (dinoflagellata) di dalam
sel-sel tubuhnya. Kehidupan simbiotik
yang dikenal sebagai zooxanthellae
ini memerlukan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun untuk berfotosintesis,
dan lingkungan yang relatif hangat dengan suhu optimal perairan sekitar 23-25ºC.
Berkurangnya laju
fotosintesis akan mempengaruhi kemampuan karang membentuk terumbu. Sehingga kedalaman laut yang optimal untuk
membentuk terumbu berada kurang dari 25 m, di mana cahaya matahari masih
memadai untuk fotosintesis. Umumnya
terumbu karang tidak dapat terbentuk pada kedalaman lebih dari 50-70 m.
KEANEKARAGAMAN ANGGOTA KOMUNITAS
Komunitas terumbu karang merupakan salah
satu komunitas yang paling kaya jenis di lautan dan bahkan juga di dunia. Seperti telah disebutkan, penyusun utama komunitas
ini adalah hewan-hewan karang yang membentuk aneka rupa karang keras (ordo
Madreporaria). Di samping itu juga
terdapat aneka jenis karang lunak (Octocorallia), gorgonia, kipas
laut, cambuk laut serta berbagai jenis alga.
Beberapa macam alga juga memproduksi kalsium karbonat, bahkan kelompok
alga yang disebut alga koralin menghasilkan endapan kalsium karbonat di
substrat yang ditumbuhinya dan merekatkan bagian-bagian yang lepas, seperti
pecahan karang, menjadi satu.
Gambar 2. Bintang Laut Biru dan Berbagai Organisme
Laut di Terumbu Karang (Foto: Wikipedia
Commons)
Keberadaan bongkah-bongkah
karang otak, rumpun karang tanduk rusa, kepingan karang meja dan lain-lain
menyediakan banyak relung (niche)
untuk kehidupan organisme lainnya. Aneka
jenis teripang, bintang laut, bulu babi, siput laut, kerang dan tiram, hingga
ke ratusan spesies ikan, udang dan kepiting, penyu serta ular laut, bisa
ditemukan di terumbu karang.
Terumbu karang
tumbuh di semua perairan tropis, kecuali di beberapa tempat seperti di pantai
barat Afrika bagian selatan dan pantai barat Amerika Selatan, di mana secara
berkala terjadi arus dingin dan upwelling
air dingin yang membatasi pertumbuhan terumbu karang.
Kekayaan jenis
karang yang terbesar berada di wilayah Indo-Pasifik, khususnya Asia
Tenggara. Dari sekitar 800 jenis karang
pembentuk terumbu di dunia, lebih dari 600 jenis ditemukan di perairan Asia
Tenggara (Burke dkk., 2002). Sementara
Wells (1957, dalam Nybakken 1988) mencatat sekurangnya terdapat 50 genera dan
700 spesies karang di wilayah Indo-Pasifik, yang mencakup perairan-perairan di
Kepulauan Nusantara, Filipina, Papua hingga Australia.
TIPE TERUMBU
Telah dijelaskan
bahwa terumbu karang membutuhkan perairan yang hangat dan sinar matahari yang
kuat untuk tumbuh baik. Kondisi demikian
banyak ditemukan di perairan dangkal yang tak jauh dari pantai, terutama di
sekitar pulau-pulau yang memiliki perairan jernih. Sementara itu sebagai hewan laut sejati,
terumbu karang memerlukan kadar garam air laut yang normal antara 32-35‰ atau
yang lebih tinggi. Di bagian laut yang
berkadar garam lebih rendah, misalnya dekat muara sungai-sungai besar, terumbu
karang akan terhalang pertumbuhannya.
Di samping itu
aliran sungai juga membawa serta endapan tanah dan bahan organik lainnya. Bahan-bahan ini akan memperkeruh air laut,
mengurangi penetrasi sinar matahari, dan endapannya dapat menutupi karang serta
mematikan hewan-hewan karang. Oleh sebab
itu karang lebih berkembang pada wilayah-wilayah perairan dengan gelombang
besar. Gelombang laut yang kuat tidak banyak merusak karang yang masif. Sementara itu, gelombang justru menghalangi
pengendapan, memberikan air yang segar dan memperkaya kandungan oksigen dalam
air laut.
Dari segi
letaknya dikenal setidaknya tiga tipe terumbu karang, yakni terumbu tepi,
terumbu penghalang dan atol. Terumbu
karang tepi (fringing reef) adalah
terumbu yang tumbuh relatif tidak jauh dari garis pantai. Sedangkan terumbu karang penghalang (barrier reef) terletak agak jauh dari
pantai, diantarai oleh laut yang cukup dalam.
Contoh terumbu penghalang yang terkenal adalah The Great Barrier Reef, yang membentang hampir sepanjang 2000 km di
timur Australia.
Atol adalah
terumbu karang berbentuk cincin yang biasanya terdapat di laut dalam. Di tengah-tengahnya terdapat semacam danau
air asin dangkal yang dikenal sebagai gobah atau laguna (lagoon). Para ahli menduga bahwa atol berasal dari
terumbu karang tepi yang tumbuh di sekeliling suatu pulau vulkanik. Suatu ketika, karena sebab tertentu pulau
vulkanik itu tenggelam. Apabila pulau
itu tenggelam dengan perlahan-lahan, terumbu yang terus tumbuh itu dapat
mengimbangi kecepatan tenggelamnya pulau dan bertahan tumbuh di permukaan laut
menjadi atol. Akan tetapi ada pula yang
pulaunya tenggelam dengan cepat dan terumbu karangnya turut mati bersama tenggelamnya
pulau tersebut.
ANCAMAN KELESTARIAN
Terumbu karang
merupakan ekosistem yang kaya jenis namun rentan oleh kerusakan, terutama yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Banyak aktivitas manusia, yang secara langsung maupun tidak langsung,
yang bisa mengancam kelestarian terumbu karang.
Gambar 3. Terumbu
Karang Tepi di Sekeliling Sebuah Pulau di Kepulauan Palau
(Foto: FL Colin/ www.coralreefresearchfoundation.org)
Kegiatan
penangkapan ikan, terutama di dekat pesisir, yang dilakukan secara tidak
hati-hati dapat mengancam kehidupan terumbu karang. Banyak penangkapan yang telah dilakukan
secara berlebihan, sehingga populasi ikan-ikan karang terancam. Penggunaan jaring dasar seperti pukat
harimau, misalnya, dapat pula merusak dan membongkar terumbu. Apalagi penggunaan bahan-bahan yang merusak
seperti bahan peledak dan racun potasium untuk memanen ikan-ikan karang.
Kegiatan-kegiatan
pembangunan pesisir seperti penambangan pasir laut, pengerukan dan reklamasi
pantai, serta pembangunan fasilitas-fasilitas transportasi dan wisata laut
sangat mempengaruhi kehidupan terumbu yang berdekatan. Selain sedimentasi dan pencemaran laut yang
diakibatkannya, kegiatan-kegiatan pembangunan ini bisa mengubah pola-pola arus
laut lokal dan mengancam kelestarian terumbu karang.
Ancaman besar
datang dari meningkatnya aktifitas manusia di daratan. Aktifitas ini, terutama terkait dengan
kegiatan pembangunan wilayah, telah meningkatkan sedimentasi dan bahan organik
dalam air sungai, yang pada gilirannya terbawa ke laut. Meningkatnya endapan ini telah membunuh
karang di banyak tempat dan sebaliknya, ketersediaan nutrisi mendorong
pertumbuhan alga sehingga mendominasi terumbu.
Gambar 4. Terumbu Karang Membentuk Relung yang
Beraneka untuk Kehidupan Laut yang Beragam
(Foto: www.divethereef.com)
Di samping itu pencemaran
laut pun turut meningkat. Aneka bahan
pencemar yang berasal dari industri dan limbah domestik perkotaan mengalir ke
laut bersama aliran sungai yang melewati kota-kota itu. Bahan pencemar lain datang dari lalu lintas
transportasi laut, serta tumpahan minyak atau limbah pengeboran minyak lepas
pantai. Semua ini memberikan pengaruh
negatif terhadap kesehatan terumbu karang.
Secara
totalitas, Burke dkk. (2002) memperkirakan sekitar 88% terumbu karang di Asia
Tenggara terancam oleh aktifitas manusia.
Dan kurang lebih 50% terumbu yang terancam itu berada pada tingkat
keterancaman yang tinggi atau sangat tinggi.
SUMBER:
http://student.ut.ac.id/
Burke, L., E. Selig and M. Spalding. 2002.
Reefs at Risk in Southeast Asia.
World Resources Institute.
Nybakken, J.W.
1988. Biologi Laut: suatu
pendekatan ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman dkk. Penerbit Gramedia. Jakarta.
No comments:
Post a Comment