Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia
sangat besar, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dan luas perairan laut
sekitar 5,8 juta km2, luas hamparan budidaya yang lebih dari 15,59 juta hektar,
serta luas perairan umum 5,4 juta ha (data tahun 2009), mampu memberikan
manfaat dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar US$ 82 miliar per tahun.
Sejalan
dengan kondisi di atas, keberadaan penyuluh perikanan memegang peranan yang
sangat penting dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada nelayan,
pembudidaya ikan, dan pengolah ikan serta pelaku usaha bidang perikanan
lainnya. Selanjutnya, diharapkan memberi manfaat yang nyata kepada para pelaku
utama dan pelaku usaha tersebut untuk dapat mengelola usahanya secara efektif,
efisien, dan menguntungkan, sehingga pada gilirannya berdampak pada
meningkatnya kesejahteraannya serta terjaganya sumberdaya laut dan ikan yang
lestari.
Peranan
penting lain yang dilakukan penyuluh di
perikanan adalah melakukan pendampingan usaha, terkait dengan teknologi,
informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui
penyelenggaraan penyuluhan yang efektif. Dalam melaksanakan perannya tersebut,
penyuluh perikanan melakukan tugas membina, memfasilitasi dan mendampingi
pelaku bisnis perikanan untuk dapat berusaha lebih baik agar dapat memanfaatkan
sumberdaya kelautan dan perikanan yang lebih berdayaguna, berhasilguna, dan
dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sejalan dengan itu, penyuluh perikanan yang diperlukan adalah penyuluh
yang profesional, artinya penyuluh tersebut harus merupakan ahli penyuluhan di
bidang kelautan dan perikanan, dan spesialis di bidang kelautan dan perikanan.
Hal ini juga amat terkait dengan karakteristik yang khas dari kelautan dan
perikanan, yang berbeda dengan kegiatan non kelautan dan perikanan.
Dari
berbagai pertimbangan di atas, dalam menangani penyuluhan di bidang kelautan
dan perikanan cakupannya memiliki beberapa kekhasan yang menjadi pembeda dengan
bidang lainnya antara lain yaitu:
1
Dari aspek legislasi ada
Undang-Undang yang menaungi penyuluhan kelautan dan perikanan, yaitu
Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2
Dari aspek kelembagaan, selama
2 kabinet dan juga rencana Undang-Undang kementerian/departemen ke depan, ada
departemen yang khusus mengemban dan menaungi pelaksanaan tugas dan fungsi
tersebut dan menjadi instansi pembina bagi sumber daya manusia yang menjalankan
tugas dan fungsi penyuluh perikanan,
yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan.
3
Secara biofisik, sifat,
karakteristik, dan bentuk kegiatan kelautan dan perikanan sangat spesifik
dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim sehingga dalam
pengelolaan sumberdaya menjadi kompleks dan cukup pelik, yaitu:
a. Kegiatan kelautan dan perikanan berisiko tinggi (risky),
sehingga harus dapat menjadi layak kelola (manageable);
b. Kegiatan kelautan dan perikanan relatif membutuhkan
investasi tinggi (relatively high investment), sehingga harus menjadi
layak akses (accessible); dan
c. Kegiatan kelautan dan perikanan cenderung membutuhkan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang spesifik (specific knowledge
and technology), sehingga harus adaptif dan aplikatif di tingkat pengguna
(adaptable and applicable).
Dengan
situasi dan kondisi di atas, maka keberadaan para penyuluh perikanan amat diperlukan, guna menjalankan
fungsi intermediasi antara pelaku utama dan pelaku usaha dengan sumber
permodalan, teknologi, dan informasi.
a.
Tingginya variabilitas dalam
kegiatan kelautan dan perikanan berdampak pada tingginya keberagaman penyebaran
penggunaan dan penanganan sumberdaya alam, yang berbeda dengan usaha non
kelautan dan perikanan yang relatif seragam.
b.
Dalam pengelolaan aspek
kelautan, maka penanganannya merupakan bagian yang integral dan tidak dapat
dipisah dari aspek perikanan. Di samping itu, secara khusus pengelolaan
kelautan sangat terkait dengan aturan internasional, seperti UNCLOS 82-UU No.
17/85 termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), Agenda of Science for Environment
and Development into the 21st Century (ASCEND 21/Agenda 21), aturan illegal,
unreported, and unregulated fishing (IUU),
serta Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), yang didalamnya
terdapat isu-isu strategis yang berhubungan dengan kedaulatan bangsa dan
negara, antara lain isu batas negara, pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan, serta pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam pulau-pulau
kecil;
c.
Secara keilmuan, eksistensi
ilmu kelautan dan perikanan yang tersebar di berbagai perguruan tinggi
merupakan kecabangan ilmu tersendiri, termasuk fungsi penyuluhan perikanan.
Atas dasar perbedaan: fungsi produksi pada proses budidaya, penangkapan,
dan pengolahan hasil ikan; karakteristik yang khas dari nelayan dan masyarakat
pesisir, terutama sikap dan perilakunya; tingkat mobilitas yang tinggi para
nelayan; keterbatasan kuantitas dan
kualitas aparat perikanan di berbagai daerah; dan potensi unsur swasta untuk
berperan dalam penyuluhan; maka diperlukan Sistem Penyuluhan Perikanan yang
spesifik. Untuk itu, karakteristik sistem penyuluhan
perikanan yang produktif, efektif, efisien, dinamis dan profesional dalam
sektor kelautan dan perikanan mensyaratkan:
1.
Bertumpu kepada sumber daya
ikan dan bersifat pemanfaatan bersama (open access and common property );
2. Bertumpu kepada sentra-sentra kegiatan kelautan dan
perikanan;
3. Bertumpu kepada geografis wilayah negara kepulauan;
4. Keterpaduan program yang berwawasan bisnis kelautan dan
perikanan dan kelestarian lingkungan;
5. Didukung oleh profesionalisme penyuluh.
6. Digerakkan oleh kepemimpinan para pelaku utama;
7. Bertumpu pada kekuatan kerja sama;
8. Bertumpu pada otonomi daerah;
9.
Diwadahi oleh kekuatan
kelembagaan; dan
10. Dilayani oleh kesatuan korps penyuluh;
Selama
ini penyuluh perikanan merupakan bagian dari penyuluh pertanian, dalam jabatan
fungsional rumpun ilmu hayat, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menko
WASBANGPAN NO 19 TAHUN 1999. Dalam pelaksanaannya para
penyuluh yang menangani kelautan dan perikanan tidak fokus di bidangnya, karena
harus menangani tugas secara polivalen dan bukan spesialisasi. Hal ini
mengakibatkan capaian kegiatannya selama ini menjadi kurang berdaya guna dan
berhasil guna serta pelaksanaan tugas penyuluh bidang perikanan menjadi tidak
profesional.
Untuk itu, sistem penyuluhan kelautan dan perikanan
diarahkan untuk mengembangkan profesionalisme penyuluh sebagai profesi yang mandiri,
melalui pengembangan keahlian dan keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya
ikan, dan pengolah ikan, serta meningkatkan citra penyuluhan. Dengan demikian,
maka sangat diperlukan keberadaan penyuluh fungsional yang berkualitas
dibidangnya, dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan, sehingga
efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan.
Penyuluh perikanan yang profesional tersebut akan
terbentuk, jika didukung dengan;
1.
Ketersediaan fasilitas
penyuluhan yang memadai, seperti sarana mobilitas;
2.
Peningkatan kapasitas
kemampuan yang intensif, terencana, terarah, dan terukur;
3.
Spesialisasi yang jelas di
bidang penyuluhan kelautan dan perikanan, serta ahli di bidang kelautan dan
perikanan; serta
4.
Kepastian jenjang jabatan
fungsional yang kondusif dan akomodatif
Secara kelembagaan, keberadaan Penyuluh Perikanan di samping menjalankan fungsi
pemberdayaan para pelaku utama, juga mempunyai fungsi cukup besar dalam
menyebarkan informasi pesan pembangunan
kelautan dan perikanan, yang meliputi aspek pengelolaan penangkapan ikan,
pembudidayaan, konservasi, pemasaran hasil perikanan, pemberdayaan masyarakat
pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengawasan, dan lain-lain.
Selain itu, sebagai unsur SDM kelautan dan perikanan,
para penyuluh tersebut berperan penting dalam akselerasi pembangunan kelautan
dan perikanan khususnya dalam revitalisasi penyuluhan kelautan dan perikanan
menuju industrialisasi perikanan.
Kondisi
tersebut menjadikan justifikasi bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan harus
ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri, dan selanjutnya para penyuluh
perikanan membutuhkan aspek legalitas bagi keberadaannya.
Beberapa hal utama yang dilakukan dalam
penyelenggaraan penyuluhan adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan sistem penyuluhan
perikanan yang menjamin terselenggaranya penyuluhan perikanan secara produktif,
efektif dan efisien, dinamis dan profesional;
2. Mengembangkan model model
penyuluhan perikanan partisipatif untuk membangun kemampuan pelaku utama dan
pelaku usaha yang mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri;
3. Menjadikan penyuluh perikanan
sebagai konsultan serta mitra sejati pelaku utama dan pelaku usaha dalam
pendampingan pengembangan kemampuan berusaha bisnis perikanan dalam rangka
peningkatan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing
yang akhirnya akan mampu meningkatkan pendapatan keluarga;
4. Memfasilitasi proses
pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
5. Mengupayakan kemudahan akses
pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya
lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;
6. Meningkatkan kemampuan
kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; serta
7. Membantu pelaku utama dan
pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi
yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang
baik, dan berkelanjutan.
A.
Sasaran Penyuluhan Perikanan
Berdasarkan UU No 16 tahun 2006, Pihak yang paling berhak
memperoleh manfaat penyuluhan meliputi:
1. Sasaran
utama penyuluhan, yaitu
pelaku utama dan pelaku usaha:
a. Pelaku utama kegiatan perikanan adalah nelayan, pembudidaya
ikan, dan pengolah ikan; serta
b. Pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia
atau badan hukum yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola sebagian
atau seluruh kegiatan usaha perikanan dari hulu sampai hilir.
c. Sasaran
antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok
atau lembaga pemerhati perikanan, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda
dan tokoh masyarakat.
Pada dasarnya, sasaran penyuluhan adalah manusia biasa
dengan segala keterbatasan dan kelebihan masing-masing, sehingga secara umum
kondisi yang demikian sangat mempengaruhi efektivitas penyuluhan. Beberapa hal
yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya motivasi
pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan. Menurut Samsudin
(1992), sasaran penyuluhan sebenarnya tidak hanya individunya saja, tetapi
meliputi juga keluarganya, kelompok masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam usahanya.
Pada kenyataannya, kegiatan penyuluhan akan berhadapan
dengan sasaran penyuluhan yang sangat beragam, baik ragam kondisi wilayahnya,
maupun keragaman keadaan sosial ekonominya. Oleh karena itu, strategi
penyuluhan perikanan yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan
penyuluhan dan kaitannya dengan keragaman keadaan sasaran, serta harus di
upayakan untuk selalu dapat menembus kendala-kendala yang biasanya muncul dari
keragaman-keragaman keadaan sasaran itu.
Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala penyuluhan
perikanan adalah:
a. Keragaman zona ekologi perikanan, yang sering kali hanya
cocok untuk komoditi-komoditi tertentu dan teknologi tertentu yang akan
diterapkan;
b. Keragaman dalam kemampuannya untuk menyediakan sumberdaya
yang diperlukan (pengetahuan, keterampilan, dana, kelembagaan);
c. Keragaman jenis kelamin, yang bersama-sama dengan
nilai-nilai sosial budaya sering muncul sebagai kendala dalam pelaksanaan
penyuluhan perikanan. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa, kaum perempuan masih
sering belum dilibatkan dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan, padahal mereka
merupakan tenaga kerja (baik sebagai pengelola maupun pelaksana) yang potensial
dalam kegiatan perikanan; dan
d. Keragaman umur sasaran. Dalam kaitan ini, kelompok pemuda
pelaku utama berumur 15-24 tahun sesungguhnya merupakan sasaran yang potensial,
tetapi seringkali juga belum dilibatkan secara aktif dalam penyuluhan perikanan
(baik sebagai sasaran utama penyuluhan maupun sebagai sasaran antara penyuluh
perikanan).
Berkenaan dengan masalah ini, strategi penyuluhan
kelautan dan perikanan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pemetaan wilayah penyuluhan kelautan dan perikanan yang
akan di layani, khususnya pemetaan wilayah berdasarkan keadaan keragaman
ekologi perikanannya;
b. Upaya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baik yang
berkaitan dengan kategori Pelaku Utama berdasarkan keinovatifannya,
kemampuannya menyediakan sumberdaya, jenis kelamin/gender, dan umurnya dalam
kegiatan penyuluhan perikanan; dan
c. Pengembangan rekomendasi teknologi yang tepat guna.
Kegiatan penyuluhan akan berhadapan dengan sasaran
penyuluhan yang sangat beragam, baik ragam kondisi wilayahnya, maupun keragaman
keadaan sosial ekonominya. Karena itu, strategi penyuluhan kelautan dan perikanan
yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan penyuluhan dan kaitannya
dengan keragaman keadaan sasaran, serta harus diupayakan untuk selalu dapat
menembus kendala-kendala yang biasanya muncul dari keragaman-keragaman keadaan
sasaran itu.
Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala penyuluhan
kelautan dan perikanan adalah: (1)
Keragaman zona ekologi perikanan; (2) Keragaman dalam kemampuannya untuk
menyediakan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, keterampilan, dana, kelembagaan);
(3) Keragaman jenis kelamin; dan (4)
Keragaman umur sasaran.
B.
Ketenagaan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Berdasarkan UU No. 16 tahun 2006, yang dimaksud dengan
tenaga penyuluh perikanan meliputi penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh
swadaya. Pada hakekatnya setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang
perikanan dan mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh perikanan.
Pelaku penyuluhan perikanan meliputi:
1.
Penyuluh PNS adalah Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam jabatan fungsional
penyuluh perikanan;
2.
Penyuluh Swasta adalah
seseorang yang diberi tugas oleh perusahaan yang terkait dengan usaha
perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung melaksanakan tugas
penyuluhan perikanan, serta mempnyai kompetensi dalam bidang penyuluhan
perikanan; dan
3.
Penyuluh Swadaya adalah pelaku
utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan
kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh perikanan.
C.
Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Dalam UU Nomor 16 tahun 2006, disebutkan bahwa:
1
Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan
kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan
kelestarian sumberdaya perikanan, perikanan, dan kehutanan.
2
Materi penyuluhan sebagaimana
dimaksud diatas berisi unsur pengembangan sumberdaya manusia dan
peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi,
ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.
3
Materi penyuluhan dalam bentuk
teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha
harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang
bersumber dari pengetahuan tradisional.
4
Lembaga pemerintah pemberi
rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi segera setelah proses pengujian dan
administrasi selesai.
5
Teknologi tertentu sebagaimana
dimaksud diatas ditetapkan oleh Menteri.
6
Ketentuan mengenai pemberian
rekomendasi pada materi penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sumber:
Hanan A, 2010. Modul
Dasar-dasar Penyuluhan Perikanan. Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan,
Jakarta.
1 comment:
Harits was here
Post a Comment