Wednesday, 2 April 2014

PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERIKANAN

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia sangat besar, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km2, luas hamparan budidaya yang lebih dari 15,59 juta hektar, serta luas perairan umum 5,4 juta ha (data tahun 2009), mampu memberikan manfaat dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar US$ 82 miliar per tahun.
Sejalan dengan kondisi di atas, keberadaan penyuluh perikanan memegang peranan yang sangat penting dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan serta pelaku usaha bidang perikanan lainnya. Selanjutnya, diharapkan memberi manfaat yang nyata kepada para pelaku utama dan pelaku usaha tersebut untuk dapat mengelola usahanya secara efektif, efisien, dan menguntungkan, sehingga pada gilirannya berdampak pada meningkatnya kesejahteraannya serta terjaganya sumberdaya laut dan ikan yang lestari.
Peranan penting lain yang dilakukan penyuluh di  perikanan adalah melakukan pendampingan usaha, terkait dengan teknologi, informasi dan kebijakan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan melalui penyelenggaraan penyuluhan yang efektif. Dalam melaksanakan perannya tersebut, penyuluh perikanan melakukan tugas membina, memfasilitasi dan mendampingi pelaku bisnis perikanan untuk dapat berusaha lebih baik agar dapat memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan yang lebih berdayaguna, berhasilguna, dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sejalan dengan itu, penyuluh  perikanan yang diperlukan adalah penyuluh yang profesional, artinya penyuluh tersebut harus merupakan ahli penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan, dan spesialis di bidang kelautan dan perikanan. Hal ini juga amat terkait dengan karakteristik yang khas dari kelautan dan perikanan, yang berbeda dengan kegiatan non kelautan dan perikanan.
Dari berbagai pertimbangan di atas, dalam menangani penyuluhan di bidang kelautan dan perikanan cakupannya memiliki beberapa kekhasan yang menjadi pembeda dengan bidang lainnya antara lain yaitu:
1      Dari aspek legislasi ada Undang-Undang yang menaungi penyuluhan kelautan dan perikanan, yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun  2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2      Dari aspek kelembagaan, selama 2 kabinet dan juga rencana Undang-Undang kementerian/departemen ke depan, ada departemen yang khusus mengemban dan menaungi pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut dan menjadi instansi pembina bagi sumber daya manusia yang menjalankan tugas dan fungsi penyuluh  perikanan, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan.
3      Secara biofisik, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatan kelautan dan perikanan sangat spesifik dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim sehingga dalam pengelolaan sumberdaya menjadi kompleks dan cukup pelik, yaitu:
a.    Kegiatan kelautan dan perikanan berisiko tinggi (risky), sehingga harus dapat menjadi layak kelola (manageable);
b.    Kegiatan kelautan dan perikanan relatif membutuhkan investasi tinggi (relatively high investment), sehingga harus menjadi layak akses (accessible); dan
c.    Kegiatan kelautan dan perikanan cenderung membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang spesifik (specific knowledge and technology), sehingga harus adaptif dan aplikatif di tingkat pengguna (adaptable and applicable).
Dengan situasi dan kondisi di atas, maka keberadaan para penyuluh  perikanan amat diperlukan, guna menjalankan fungsi intermediasi antara pelaku utama dan pelaku usaha dengan sumber permodalan, teknologi, dan informasi.
a.      Tingginya variabilitas dalam kegiatan kelautan dan perikanan berdampak pada tingginya keberagaman penyebaran penggunaan dan penanganan sumberdaya alam, yang berbeda dengan usaha non kelautan dan perikanan yang relatif seragam.
b.      Dalam pengelolaan aspek kelautan, maka penanganannya merupakan bagian yang integral dan tidak dapat dipisah dari aspek perikanan. Di samping itu, secara khusus pengelolaan kelautan sangat terkait dengan aturan internasional, seperti UNCLOS 82-UU No. 17/85 termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), Agenda of Science for Environment and Development into the 21st Century (ASCEND 21/Agenda 21), aturan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU), serta Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), yang didalamnya terdapat isu-isu strategis yang berhubungan dengan kedaulatan bangsa dan negara, antara lain isu batas negara, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, serta pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam pulau-pulau kecil;
c.       Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan yang tersebar di berbagai perguruan tinggi merupakan kecabangan ilmu tersendiri, termasuk fungsi penyuluhan perikanan.
Atas dasar perbedaan: fungsi produksi pada proses budidaya, penangkapan, dan pengolahan hasil ikan; karakteristik yang khas dari nelayan dan masyarakat pesisir, terutama sikap dan perilakunya; tingkat mobilitas yang tinggi para nelayan;  keterbatasan kuantitas dan kualitas aparat perikanan di berbagai daerah; dan potensi unsur swasta untuk berperan dalam penyuluhan; maka diperlukan Sistem Penyuluhan Perikanan yang spesifik. Untuk itu, karakteristik sistem penyuluhan perikanan yang produktif, efektif, efisien, dinamis dan profesional dalam sektor kelautan dan perikanan mensyaratkan:
1.  Bertumpu kepada sumber daya ikan dan bersifat pemanfaatan bersama (open access and common property );
2.    Bertumpu kepada sentra-sentra kegiatan kelautan dan perikanan;
3.    Bertumpu kepada geografis wilayah negara kepulauan;
4.    Keterpaduan program yang berwawasan bisnis kelautan dan perikanan dan kelestarian lingkungan;
5.    Didukung oleh profesionalisme penyuluh.
6.    Digerakkan oleh kepemimpinan para pelaku utama;
7.    Bertumpu pada kekuatan kerja sama;
8.    Bertumpu pada otonomi daerah;
9.    Diwadahi oleh kekuatan kelembagaan; dan
10. Dilayani oleh kesatuan korps penyuluh;
Selama ini penyuluh perikanan merupakan bagian dari penyuluh pertanian, dalam jabatan fungsional rumpun ilmu hayat, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menko WASBANGPAN NO 19 TAHUN 1999. Dalam pelaksanaannya para penyuluh yang menangani kelautan dan perikanan tidak fokus di bidangnya, karena harus menangani tugas secara polivalen dan bukan spesialisasi. Hal ini mengakibatkan capaian kegiatannya selama ini menjadi kurang berdaya guna dan berhasil guna serta pelaksanaan tugas penyuluh bidang perikanan menjadi tidak profesional.
Untuk itu, sistem penyuluhan kelautan dan perikanan diarahkan untuk mengembangkan profesionalisme penyuluh sebagai profesi yang mandiri, melalui pengembangan keahlian dan keberpihakan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan, serta meningkatkan citra penyuluhan. Dengan demikian, maka sangat diperlukan keberadaan penyuluh fungsional yang berkualitas dibidangnya, dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan, sehingga efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan.
Penyuluh perikanan yang profesional tersebut akan terbentuk, jika didukung dengan;
1.  Ketersediaan fasilitas penyuluhan yang memadai, seperti sarana mobilitas;
2.  Peningkatan kapasitas kemampuan yang intensif, terencana, terarah, dan terukur;
3.  Spesialisasi yang jelas di bidang penyuluhan kelautan dan perikanan, serta ahli di bidang kelautan dan perikanan; serta
4.  Kepastian jenjang jabatan fungsional yang kondusif dan akomodatif
Secara kelembagaan, keberadaan Penyuluh  Perikanan di samping menjalankan fungsi pemberdayaan para pelaku utama, juga mempunyai fungsi cukup besar dalam menyebarkan informasi  pesan pembangunan kelautan dan perikanan, yang meliputi aspek pengelolaan penangkapan ikan, pembudidayaan, konservasi, pemasaran hasil perikanan, pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengawasan, dan lain-lain.
Selain itu, sebagai unsur SDM kelautan dan perikanan, para penyuluh tersebut berperan penting dalam akselerasi pembangunan kelautan dan perikanan khususnya dalam revitalisasi penyuluhan kelautan dan perikanan menuju industrialisasi perikanan.
Kondisi tersebut menjadikan justifikasi bahwa penyuluhan kelautan dan perikanan harus ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri, dan selanjutnya para penyuluh perikanan membutuhkan aspek legalitas bagi keberadaannya.
Beberapa hal utama yang dilakukan dalam penyelenggaraan penyuluhan adalah sebagai berikut:
1.  Mewujudkan sistem penyuluhan perikanan yang menjamin terselenggaranya penyuluhan perikanan secara produktif, efektif dan efisien, dinamis dan profesional;
2.  Mengembangkan model model penyuluhan perikanan partisipatif untuk membangun kemampuan pelaku utama dan pelaku usaha yang mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri;
3.  Menjadikan penyuluh perikanan sebagai konsultan serta mitra sejati pelaku utama dan pelaku usaha dalam pendampingan pengembangan kemampuan berusaha bisnis perikanan dalam rangka peningkatan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing yang akhirnya akan mampu meningkatkan pendapatan keluarga;
4.  Memfasilitasi proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
5.  Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;
6.  Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; serta
7.  Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan.

A.       Sasaran Penyuluhan Perikanan
Berdasarkan UU No 16 tahun 2006, Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi:
1.  Sasaran utama penyuluhan, yaitu pelaku utama dan pelaku usaha:
a.    Pelaku utama kegiatan perikanan adalah nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan; serta
b.    Pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola sebagian atau seluruh kegiatan usaha perikanan dari hulu sampai hilir.
c.    Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati perikanan, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.

Pada dasarnya, sasaran penyuluhan adalah manusia biasa dengan segala keterbatasan dan kelebihan masing-masing, sehingga secara umum kondisi yang demikian sangat mempengaruhi efektivitas penyuluhan. Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan. Menurut Samsudin (1992), sasaran penyuluhan sebenarnya tidak hanya individunya saja, tetapi meliputi juga keluarganya, kelompok masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam usahanya.
Pada kenyataannya, kegiatan penyuluhan akan berhadapan dengan sasaran penyuluhan yang sangat beragam, baik ragam kondisi wilayahnya, maupun keragaman keadaan sosial ekonominya. Oleh karena itu, strategi penyuluhan perikanan yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan penyuluhan dan kaitannya dengan keragaman keadaan sasaran, serta harus di upayakan untuk selalu dapat menembus kendala-kendala yang biasanya muncul dari keragaman-keragaman keadaan sasaran itu.
Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala penyuluhan perikanan adalah:
a.    Keragaman zona ekologi perikanan, yang sering kali hanya cocok untuk komoditi-komoditi tertentu dan teknologi tertentu yang akan diterapkan;
b.    Keragaman dalam kemampuannya untuk menyediakan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, keterampilan, dana, kelembagaan);
c.    Keragaman jenis kelamin, yang bersama-sama dengan nilai-nilai sosial budaya sering muncul sebagai kendala dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa, kaum perempuan masih sering belum dilibatkan dalam pelaksanaan penyuluhan perikanan, padahal mereka merupakan tenaga kerja (baik sebagai pengelola maupun pelaksana) yang potensial dalam kegiatan perikanan; dan
d.    Keragaman umur sasaran. Dalam kaitan ini, kelompok pemuda pelaku utama berumur 15-24 tahun sesungguhnya merupakan sasaran yang potensial, tetapi seringkali juga belum dilibatkan secara aktif dalam penyuluhan perikanan (baik sebagai sasaran utama penyuluhan maupun sebagai sasaran antara penyuluh perikanan).

Berkenaan dengan masalah ini, strategi penyuluhan kelautan dan perikanan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.    Pemetaan wilayah penyuluhan kelautan dan perikanan yang akan di layani, khususnya pemetaan wilayah berdasarkan keadaan keragaman ekologi perikanannya;
b.    Upaya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baik yang berkaitan dengan kategori Pelaku Utama berdasarkan keinovatifannya, kemampuannya menyediakan sumberdaya, jenis kelamin/gender, dan umurnya dalam kegiatan penyuluhan perikanan; dan
c.    Pengembangan rekomendasi teknologi yang tepat guna.

Kegiatan penyuluhan akan berhadapan dengan sasaran penyuluhan yang sangat beragam, baik ragam kondisi wilayahnya, maupun keragaman keadaan sosial ekonominya. Karena itu, strategi penyuluhan kelautan dan perikanan yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan penyuluhan dan kaitannya dengan keragaman keadaan sasaran, serta harus diupayakan untuk selalu dapat menembus kendala-kendala yang biasanya muncul dari keragaman-keragaman keadaan sasaran itu.
Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala penyuluhan kelautan dan perikanan  adalah: (1) Keragaman zona ekologi perikanan; (2) Keragaman dalam kemampuannya untuk menyediakan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, keterampilan, dana, kelembagaan); (3) Keragaman jenis kelamin; dan  (4) Keragaman umur sasaran.

B.        Ketenagaan   Penyuluhan Kelautan dan  Perikanan
Berdasarkan UU No. 16 tahun 2006, yang dimaksud dengan tenaga penyuluh perikanan meliputi penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya. Pada hakekatnya setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang perikanan dan mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh perikanan.
Pelaku penyuluhan perikanan meliputi:
1.  Penyuluh PNS adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam jabatan fungsional penyuluh perikanan;
2.  Penyuluh Swasta adalah seseorang yang diberi tugas oleh perusahaan yang terkait dengan usaha perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung melaksanakan tugas penyuluhan perikanan, serta mempnyai kompetensi dalam bidang penyuluhan perikanan; dan
3.  Penyuluh Swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh perikanan.

C.        Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Dalam UU Nomor 16 tahun 2006, disebutkan bahwa:
1      Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya perikanan, perikanan, dan kehutanan.
3      Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.
4      Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi segera setelah proses pengujian dan administrasi selesai.
5      Teknologi tertentu sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan oleh Menteri.
6      Ketentuan mengenai pemberian rekomendasi pada materi penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sumber:
Hanan A, 2010. Modul Dasar-dasar Penyuluhan Perikanan. Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

1 comment:

uhuy said...

Harits was here

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...