Suhu dan Stratifikasi Vertikal
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera,
suhu bervariasi secara horisontal sesuai dengan garis lintang, dan juga secara
vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses
kehidupan yang vital, yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi
di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0-40°C. Ada juga
organisme yang mampu mentolerir suhu sedikit di atas dan sedikit di bawah
batas-batas tersebut, misalnya ganggang hijau-biru yang hidup pada suhu 85°C di
sumber air panas. Di dalam kisaran suhu di mana proses-proses kehidupan
berlangsung, metabolisme bergantung pada suhu. Pada umumnya,
organisme-organisme yang tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, proses
metabolismenya meningkat dua kali untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10°C.
Semua organisme laut, kecuali burung-burung dan mamalia
laut, bersifat poikilotermik atau ektotermik, artinya suhu tubuhnya dipengaruhi
oleh suhu massa air di sekitarnya. Burung dan mamalia laut bersifat homiotermik
atau endotermik, artinya mempunyai kemampuan mengatur sendiri suhu tubuhnya
tanpa dipengaruhi oleh suhu massa air. Kebanyakan organisme laut telah mengalami
adaptasi untuk hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit
daripada kisaran total 0-40°C. Karena sebagain besar organisme laut juga
bersifat poikilotermik dan suhu air laut bervariasi menurut garis lintang, maka
penyebaran organisme laut sangat mengikuti perbedaan suhu lautan secara
geografik.
Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran
organisme secara keseluruhan, dapat dibedakan empat zona biogeografik utama:
kutub, tropik, beriklim sedang-panas, dan beriklim sedang-dingin. Terdapat pula
zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak karena
pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim.
Suhu dalam lautan juga bervariasi sesuai dengan
kedalaman. Massa air permukaan di wilayah tropik, panas sepanjang tahun, yaitu
20-30°C, sedangkan massa air permukaan pada zona beriklim sedang, hangat di
musim panas.
Di bawah air permukaan yang hangat, suhu mulai menurun,
dan mengalami penurunan yang sangat cepat pada kisaran kedalaman yang sempit
yaitu antara 50-300 m. Zona kedalaman di mana terjadi penurunan suhu yang
paling cepat disebut termoklin. Di bawah termoklin, suhu terus turun dengan
bertambahnya kedalaman, tetapi penurunannya jauh lebih lambat, sehingga massa
air di bawah termoklin hampir isotermal seterusnya sampai ke dasar perairan.
Termoklin adalah suatu gambaran yang terjadi sepanjang tahun di perairan
tropik, sedangkan di daerah beriklim sedang hanya terjadi pada musim panas. Di
daerah kutub, termoklin tidak dikenal.
Suhu juga berpengaruh terhadap kerapatan air laut. Air
laut yang hangat kerapatannya lebih rendah daripada air laut yang dingin pada
salinitas yang sama.
Gambar
1. Pemukiman Nelayan di Indonesia
Sumber:
http://architectureconsepdesign.blogspot.com/2012_02_01_archive.html
Kerapatan juga merupakan suatu fungsi dari salinitas, kenaikan salinitas
menyebabkan kenaikan kerapatn. Akan tetapi variasi suhu yang ditemukan di
seluruh samudera lebih besar daripada variasi salinitas. Oleh karena itu, suhu
lebih penting dalam mempengaruhi kerapatan.
Gambar
2. Wilayah Pesisir di Indonesia
Sumber:
http://egsaugm.blogspot.com/2011/10/kawasan-pesisir-indonesia.html
Massa dan Sirkulasi Air
Sebagai akibat perbedaan suhu dan salinitas serta pengaruhnya terhadap
kerapatan air laut di samudera dapat dibagi menjadi beberapa massa air, antara
lain: massa air-permukaan (upper water mass) yang meluas sampai ke dasar
lautan.
Massa air-permukaan selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan ini ditimbulkan
terutama oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air. Angin ini
menghasilkan dua macam gerakan yaitu ombak atau gelombang dan arus. Gelombang
mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari riak dengan ketinggian beberapa
sentimer hingga pada gelombang angin badai yang dapat mencapai ketinggian 30 m.
Selain ketinggian, gelombang selanjutnyadicirkan oleh panjang gelombang, yang
merupakan jarak horisontal antara puncak dua gelombang yang berurutan. Periode
satu gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak gelombang yang
berurutan melalui satu titik yang sama. Selain oleh angin, gelombang dapat juga
ditimbulkan oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tanah longsor bawah
air, yang menimbulkan gelombang yang merusak yang disebut tanah longsor bawah
air, yang menimbulkan gelombang yang merusak yang disebut tsunami, serta
oleh daya tarik bulan dan bumi yang menghasilkan gelombang tetap dikenal sebaai
pasang surut.
SUMBER:
http://student.ut.ac.id/
http://architectureconsepdesign.blogspot.com/2012_02_01_archive.html
http://egsaugm.blogspot.com/2011/10/kawasan-pesisir-indonesia.html
No comments:
Post a Comment