Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan
dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan
mengandung 56-80% air, jika kandungan air ini dikurangi, maka metabolisme
bakteri terganggu dan akhirnya mati. Pada kadar air 40% bakteri sudah tidak
dapat aktif, bahkan sebagian mati, namun sporanya masih tetap hidup. Spora ini
akan tumbuh dan aktif kembali jika kadar air meningkat. Oleh karena itu, ikan hampir
selalu digarami sebelum dilakukan pengeringan.
Kecepatan pengeringan ditentukan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
a.
Kecepatan udara, makin cepat udara di atas ikan, makin cepat ikan
menjadi kering.
b.
Suhu udara, makin tinggi suhu, makin cepat ikan menjadi kering
c.
Kelembaban udara, makin lembab udara, makin lambat ikan
menjadi kering
d.
Ukuran dan tebal ikan, makin tebal ikan, makin lambat kering.
e.
Makin luas permukaan ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
f.
Arah aliran udara terhadap ikan, makin kecil sudutnya, makin
cepat ikan menjadi
kering.
g.
Sifat ikan, ikan berlemak lebih sulit dikeringkan
Cara pengeringan terbagi dua golongan yaitu
pengeringan alami dan buatan. Pada pengeringan alami, ikan dijemur di atas
rak-rak yang dipasang agak miring (+15°) ke arah datangnya angin, dan diletakkan di bawah sinar matahari tempat
angin bebas bertiup. Lamanya penjemuran 8 jam/hari selama 3 hari di daerah
dengan intensitas sinar matahari tinggi. Pekerjaan penjemuran harus disertai pembalikkan
2-3 kali setiap hari. Untuk mengukur tingkat kekeringan ikan, dengan cara
menekan tubuh ikan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan. Pada ikan kering
tekanan jari tidak akan menimbulkan bekas. Cara lain dengan melipat tubuh ikan.
Ikan kering tidak akan patah jika tubuhnya dilipatkan.
Pengeringan buatan dilakukan secara
mekanis. Keuntungan pengeringan secara mekanis antara lain suhu, kelembaban dan
kecepatan angin dapat diatur. Selain itu sanitasi dan hihiene lebih mudah
dikendalikan. Namun cara ini belum memasyarakat sebab biaya alat mekanis
relatif lebih mahal jika dibandingkan pengeringan alami. Alat pengering mekanis
antara lain: oven, alat pengering berbentuk kotak (cabinet-type dryer),
alat pengering berbentuk lorong (tunnel dryer), alat pengering bersuhu
rendah (cold dryer), alat pengering dengan sinar infra merah, alat
pengering beku hampa (vacuum freeze drying).
Gambar 1. Alat pengering surya bentuk kotak
Gambar 2. Alat pengering surya bentuk rumah
Gambar 3. Alat pengering lorong (tunnel
dryer)
Gambar 4. Alat pengering bersuhu rendah
Gambar 5. Alat pengering beku-hampa
SUMBER:
Masyamsir, 2001. Modul Penanganan
Hasil Perikanan. Departemen Pendidikan Nasional, Proyek Pengembangan Sistem dan
Standar Pengelolaan SMK, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.
REFERENSI:
Afrianto, E. dan Evi Liviawati. 1991. Pengawetan dan Pengolahan
Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 123 hal.
Burgess, G.H.O., C.L. Cutting, J.A. Lovern dan J.J. Waterman.
1965. Fish Handling and Processing. Her majesty’s Stationary Office. Edinburg.
390 hal.
Djariah AS. 1995. Ikan Asin. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 56
hal.
Murniyati AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 220 hal.
Nitibaskara, R. 1981. Laporan Studi Pengembangan Industri Kecil Pengolahan
Ikan. Laporan Fakultas Perikanan IPB. Bogor. 98 hal.
Purwaningsih S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta. 73 hal.
Rahardi F, Regina Kristiawati dan Nazaruddin. 2001. Agribisnis Perikanan.
Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 63 hal.
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.
Penerbit IPB Press. Bogor. 357 hal.
Zaitsev, V., I. Kizevetter, L. Lagunov, T. Makarova, L. Munder dan
V. Podsevalow. 1969 Fish Curing and Processing. Terjemahan A. De Marindol. M.R.
Publisher, Moskow.