http://www.dislautkanpati.com/
PACU PASAR DOMESTIK, KKP SOSIALISASIKAN “GEMARIKAN”
Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) tengah gencar-gencarnya mengupayakan transformasi pembangunan
kelautan dan perikanan melalui program industrialisasi perikanan. Seiring itu,
salah satu strategi yang dikembangkan untuk mensukseskan industrialisasi
perikanan adalah memperluas akses pasar produk perikanan baik di tingkat global
maupun domestik, demikian disampaikan *Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.
Sutardjo* dalam acara Safari Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di
Kantor KKP, Jakarta, Selasa (1/5).
Untuk itu, KKP terus berupaya dalam menjamin produksi perikanan
tangkap maupun budidaya sehingga dapat terserap di pasar domestik. Salah satu
kegiatan yang dilakukan adalah melalui penyelenggaraan Safari Gemarikan dan
Bazar Produk Perikanan. “kampanye dan bazar ini selain sebagai sarana penjualan
juga menjadi sarana yang efektif dalam mempromosikan produk perikanan khususnya
yang berasal dari komoditas/produk industrialisasi kepada masyarakat luas,”
kata Sharif.
KKP tidak pernah sedikit pun ragu dalam mendukung ketahanan pangan
nasional, karena ketahanan pangan merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak
atas pangan yang merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Selain
itu, melalui ketahanan pangan maka bisa menjadi modal pembentukan sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera. Sebagai langkah nyata
dalam memperluas akses pasar domestik, KKP terus sosialisasikan Kampanye
Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) sebagai upaya dalam
menggairahkan dan mendorong akselerasi peningkatan konsumsi ikan nasional.
“Kampanye Gemarikan dinilai dapat dapat meningkatkan indeks per kapita konsumsi
ikan dan pemerataan konsumsi ikan di masyarakat, khususnya di Pulau Jawa yang
hingga saat ini rata-rata tingkat konsumsi ikannya masih di bawah 20
kg/kapita/tahun,” Jelas Sharif.
Sementara itu, sampai saat ini, konsumsi ikan nasional memiliki
kecenderungan naik setiap tahunnya. Pada tahun 2009, tingkat konsumsi
ikan nasional sebesar 29,08 kg/kapita. Pada tahun 2010 meningkat menjadi
30,47 kg/kapita. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 31,64 kg/kapita/tahun.
Meskipun demikian, hal ini masih di bawah tingkat konsumsi Negara lain seperti
Malaysia 45 kg/kapita/tahun dan Thailand 35 kg/kapita/tahun
Bila ditilik dari konteks pembangunan kelautan dan perikanan,
pasar dalam negeri memainkan peran yang sangat penting, yakni sebagai penghela
industrialisasi perikanan, basis ketahanan pangan dan gizi nasional serta
memiliki *forward & backward linkages* sangat besar. “ Pasar dalam
negeri saat ini menyerap 85 persen volume produksi perikanan nasional,”
ungkapnya.
Selain itu, untuk memperbaiki citra produk perikanan di pasar
dalam negeri serta meningkatkan konsumsi ikan sekaligus akses pasar dalam
negeri, KKP memberi bantuan sarana dan prasarana berupa rantai dingin serta
pengolahan dan pemasaran ikan kepada pemerintah daerah dan pelaku usaha
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Bantuan ini ditujukan untuk
mempertahankan mutu produk perikanan dan mengembangkan produk olahan ikan.
Terkait peningkatan pendapatan masyarakat dan kualitas Sumber Daya
Masyarakat (SDM), melalui peningkatan konsumsi ikan diharapkan mampu mendukung
upaya pemerintah dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia. Berdasarkan data The *United Nations Development Programme*(
*UNDP*) pada tahun 2011 Indonesia masih berada diurutan 124 dari 187
negara. Oleh karena itu, Sharif menyampaikan harapannya melalui kampanye
Gemarikan dapat menjadi sebuah investasi kesehatan dan perbaikan kualitas
sumber daya manusia.
Selain itu, guna mencetak generasi yang suka makan ikan, Gemarikan
akan terus dipromosikan menjadi sebuah gaya hidup (*life style*) masyarakat
Indonesia. Kampanye Gemarikan ini dimotori oleh Forum Peningkatan
Konsumsi Ikan (FORIKAN) yang anggotanya berasal dari instansi terkait baik
pemerintah, swasta, akademisi, organisasi keagamaan, professional dan
kemasyarakatan serta organisasi wanita.
Optimisme Sharif bukannya tanpa alasan, karena program Gemarikan
dalam implementasinya dilaksanakan secara terstruktur mulai dari pusat,
provinsi hingga kabupaten/kota serta melibatkan berbagai instansi terkait yang
berasal dari unsur pemerintah, swasta, perguruan tinggi, asosiasi perikanan dan
organisasi profesional seperti Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) dan
Badan Musyawaran Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI).
Kampanye Gemarikan diharapkan selain dapat menopang industri
perikanan dalam negeri, melainkan juga dapat melindungi para nelayan. Selain
itu, pola makan yang sehat dengan memasukkan ikan yang dimulai sejak usia dini
akan berpengaruh terhadap pola makan dan kesehatan pada masa dewasa. Perlu
diketahui, salah satu komponen gizi yang terkandung dalam ikan, menurut
peneliti, diduga berperan dalam meningkatkan kecerdasan ialah
Docosa-hexaenoicacid (DHA), yang merupakan asam lemak tak jenuh ganda berupa
rantai panjang Omega-3, terdiri dari 22 atom karbon, 32 atom hydrogen dan 2
atom oksigen.
Safari Gemarikan merupakan kegiatan promosi peningkatan konsumsi
ikan yang menitikberatkan pada penyampaian informasi dan pemberian edukasi
kepada masyarakat tentang makan ikan dan manfaatnya bagi kesehatan, kekuatan
dan kecerdasan. Sementara itu, bazar produk perikanan merupakan kegiatan
promosi yang diinisiasi oleh KKP dalam meningkatkan citra produk perikanan
sekaligus memfasilitasi para pelaku usaha mempromosikan komoditas/produk
perikanan, khususnya yang telah ditetapkan menjadi komoditas/produk perikanan
industrialisasi (bandeng, patin, pindang, udang,tuna dan rumput laut).
Jakarta,1 Maret 2012
a.n. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Kepala Bidang Komunikaasi
Kepala Bidang Komunikaasi
Ir. Eddy Sudartanto, MSc
Narasumber :
1. Saut
P. Hutagalung, MSc
Dirjen P2HP (HP.0811840360)
Dirjen P2HP (HP.0811840360)
2. Indra
Sakti, SE, MM
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP.0818159705)
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (HP.0818159705)
Short URL: http://www.dislautkanpati.com/?p=523
|
Saatnya Daerah Lirik Sektor
Perikanan
Oleh : Karno Raditya | 11-Mei-2012, 18:38:45 WIB
Oleh : Karno Raditya | 11-Mei-2012, 18:38:45 WIB
KabarIndonesia - Berbagai isu
yang berkembang di sektor Kelautan dan perikanan terutama di wilayah pesisir
Indonesia adalah: Destruktive Fishing, penurunan popolasi sumberdaya ikan,
tingkat pendapatan Nelayan yang rendah dan sebagainya.
Semakin
menipisnya SDA di wilayah daratan menyebabkan banyak program pembangunan
bergeser kewilayah pesisir dan kelautan yang masih memiliki SDA bernilai
ekonomis tinggi, diantaranya ikan dan keanekaragaman terumbu karang. Upaya
untuk meningkatkan peran sumberdaya pesisir dan kelautan dalam memacu
pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih
dihadapkan kepada beberapa masalah atau kendala.
Antara
lain: Kemiskinan nelayan dan masyarakat pesisir, keterbatasan peraturan,
kerusakan lingkungan, sengketa wilayah penangkapan yang sampai saat ini belum
dapat diatasi dan masih sering terjadi, dan yang tak kalah penting adalah
ketiadaan pelabuhan ikan, juga Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Sengketa wilayah penangkapan, juga menjadi sebuah masalah yang dilematis yang tidak akan dapat diselesaikan dengan hanya melalui musyawarah atau kesepakatan antara nelayan. Karena masalah ini berhubungan dengan dapur atau isi perut. Mereka lebih memilih mati dari pada lapar.
Selain itu hal yang menyedihkan yang menimpa para nelayan kita adalah: buruknya cuaca di akhir-akhir ini. Cuaca tidak lagi ramah atau tidak lagi bersahabat dengan mereka. Sudah hampir serahun mereka tidak melaut, kalaupun melaut hasil tangkapan yang mereka dapat tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan alias “Rugi Besar“.
Sengketa wilayah penangkapan, juga menjadi sebuah masalah yang dilematis yang tidak akan dapat diselesaikan dengan hanya melalui musyawarah atau kesepakatan antara nelayan. Karena masalah ini berhubungan dengan dapur atau isi perut. Mereka lebih memilih mati dari pada lapar.
Selain itu hal yang menyedihkan yang menimpa para nelayan kita adalah: buruknya cuaca di akhir-akhir ini. Cuaca tidak lagi ramah atau tidak lagi bersahabat dengan mereka. Sudah hampir serahun mereka tidak melaut, kalaupun melaut hasil tangkapan yang mereka dapat tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan alias “Rugi Besar“.
Semua
masalah ini tidak akan dapat diatasi hanya dengan melakukan pelatihan, seminar
atau diskusi-diskusi. Diperlukan suatu cara atau strategi jitu untuk
mengatasinya agar para Nelayan tidak hanya tergantung kepada perikanan tangkap.
Saatnya kita untuk melirik dan beralih ke perikanan yang lain. Misalnya
Budidaya Perikanan.
Kita
harus menggalakkan Budidaya Perikanan, karena Budidaya Perikanan memiliki peran
penting untuk menunjang produksi perikanan yang mulai merosot sejak berkurangnya
kuantitas sumberdaya perairan dan masih memiliki peluang pasar yang cukup
besar.
Budidaya
Perikanan harus diinsentifkan dengan mengembangkan sentra-sentra Budidaya.
Sehingga dengan demikian para Nelayan tidak hanya tergantung kepada perikanan
tangkap. Walau demikian bukan berarti kita harus melupakan atau meninggalkan
begitu saja sektor perikanan tangkap.
Perikanan tangkap akan tetap menjadi harapan dan tumpuan bagi para nelayan terutama di wilayah laut dalam. Hanya saja perlu dilakukan upaya untuk memenfaatannya. Perikanan laut dalam menyimpan kekayaan alam yang luar biasa banyaknya namun belum dikelola secara optimal, bahkan bisa dikatakan belum tersentuh sama sekali, sehingga kekayaan laut dalam diibaratkan dengan “SLEEPING GIANT”.
Perikanan tangkap akan tetap menjadi harapan dan tumpuan bagi para nelayan terutama di wilayah laut dalam. Hanya saja perlu dilakukan upaya untuk memenfaatannya. Perikanan laut dalam menyimpan kekayaan alam yang luar biasa banyaknya namun belum dikelola secara optimal, bahkan bisa dikatakan belum tersentuh sama sekali, sehingga kekayaan laut dalam diibaratkan dengan “SLEEPING GIANT”.
Untuk menggali atau mengexplorasi laut dalam dibutuhkan beberapa hal. Misalnya: keterampilan atau kecakapan para nelayan. Sedangkan saat ini keterampilan atau kecakapan yang dimiliki para nelayan kita dalam melakukan penangkapan kebanyakan hanya memenuhi syarat beroperasi diwilayah 5 Mil atau tidak lebih dari 25 Mil. Belum lagi sarana dan prasara yang tidak memadai.
Ini adalah beberapa kendala yang harus segera diatasi. Apabila kita benar - benar ingin menjadikan sektor periknanan tangkap menjadi harapan, tumpuan dan andalan. Salah satunya adalah kita harus dapat menciptakan nelayan-nelayan handal dan profisional yang dapat menggali atau mengexplorasi laut dalam.
Untuk itulah kita patut menyambut baik ajakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, agar setiap daerah mulai meningkatkan sektor perikanan. Untuk mendukung program tersebut, tentu yang harus mendapat perhatian adalah infrastruktur seperti pelabuhan.
Sebab, yang kita lihat sekarang ini, masih banyak dari pelabuhan perikanan yang dikelola daerah yang operasionalisasinya masih terbatas, dan masih sedikit yang memiliki kelembagaan yang memadai. Tentu ini harus kita benahi segera, karena infrastuktur adalah tulang punggung penggerak perekonomian. Pemerintah Daerah memegang peranan penting dalam keseluruhan proses tersebut, mulai dari perencanaan, pemilihan lokasi, penyusunan desain, hingga dukungan dalam pembangunan serta operasional dan pengembangannya.
Diharapkan jajaran Pemda senantiasa aktif bekerjasama dengan instransi terkait maupun dengan nelayan, swasta, dan pelaku usaha yang akan berinvestasi. Tentu dengan pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan, harus melihat tahapan secara optimal.
Seperti tahap perencanaan (Study, Investigation, Detail Design). Kemudian tahap pembangunan (Construction), dan tahap operasional pemeliharaan dan pengembangan (Operation dan Maintenance) atau secara keseluruhan biasa kita sebut dengan singkatan SIDCOM. Pemerintah Daerah memegang peranan penting dalam keseluruhan proses tersebut, mulai dari perencanaan, pemilihan lokasi, penyusunan desain, hingga dukungan dalam pembangunan serta operasional dan pengembangannya.
Diharapkan jajaran Pemda senantiasa aktif bekerjasama dengan instransi terkait maupun dengan nelayan, swasta, dan pelaku usaha yang akan berinvestasi. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2011 telah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), yakni PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan yang terdiri dari Program Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Sedangkan untuk mengurangi angka kemiskinan di sentra-sentra perikanan, KKP tahun 2011 telah realisasikan stimulus bantuan sosial senilai Rp. 408,23 miliar yang disalurkan kepada 5.312 kelompok untuk meningkatkan kewirausahaan dan kemandirian kelompok sasaran.
Menurut catatan penulis, pada tahun 2012, kegiatan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan masih akan terus dilanjutkan, dengan alokasi anggaran yang lebih besar dan jangkauan kolompok penerima yang lebih banyak. Ditargetkan pada tahun 2012, sebanyak 9.800 kelompok menerima bantuan dengan alokasi dana sebesar Rp. 783,52 miliar, termasuk di 16 kab/kota lokasi Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).
Hal Ini berarti terdapat peningkatan jumlah kelompok penerima bantuan sebesar 84,49% atau peningkatan alokasi anggaran bantuan sosial langsung pada masyarakat sebesar 91,93% dari tahun 2011.
Sebagai upaya pembinaan dan pendampingan SDM-KP kepada pelaku usaha perikanan skala kecil agar dapat mandiri dan berdaya saing, KKP pada tahun 2012 siapkan 8.000 orang tenaga penyuluh perikanan yang meningkat sebesar 33,3% dibanding pada tahun 2011 sebesar 6.000 orang. Ditargetkan pada tahun 2013 akan dibiayai tenaga penyuluh sebanyak 12.000 orang dan 15.000 orang pada tahun 2014. (*)
Ilmuwan Temukan Leluhur Ikan
Ahmad Luthfi - Okezone
Sabtu, 5 Mei 2012 08:05 wib
(Foto: UPI)
WASHINGTON - Seekor hewan yang dipastikan
sebagai leluhur ikan raja laut (coelacanths) telah diidentifikasi oleh ilmuwan.
Ikan tersebut diperkirakan pernah hidup sekira 250 juta tahun lalu.
Dilansir UPI, Sabtu (5/5/2012), tidak seperti ikan raja laut lainnya yang bergerak lambat dengan ekor lebar yang khas, ikan leluhur yang ditemukan ini memiliki ekor seperti ikan tuna yang bercabang dan kemungkinan bisa bergerak dengan cepat. Peneliti dari University of Alberta asal Kanada melaporkan temuan tersebut dalam Journal of Vertebrate Paleontology.
Ikan purba dengan panjang 3 kaki itu memiliki ekor bercabang yang besar dan simetris. Sebelumnya, ikan yang disebut-sebut sebagai living fosil atau fosil hidup ini pernah ditangkap pada 1938 di wilayah Afrika Selatan. Kini, ikan tersebut ditemukan di lereng berbatu di wilayah Wapiti Lake Provincial Park di British Columbia.
Peneliti mengatakan dari bentuk dan kelenturan siripnya, ikan ini memiliki sirip ekor yang unik. Mengapa dikatakan unik, karena sirip ekor ini dipercaya bisa membuatnya bergerak dengan cepat, seperti ikan predator seperti tuna maupun barracuda.
Peneliti pun menamakan temuan ikan leluhur unik tersebut dengan nama Rebellatrix. Ikan tersebut kabarnya mampu berenang cepat, mengejar mangsa serta memakan ikan lainnya yang berbentuk kecil.
"Ini adalah penemuan luar biasa yang membalikkan image coelacanths sebagai ikan yang bergerak lambat. Ikan ini menunjukkan ketangguhan dari kelompok (ikan), setelah bertahan pada massa kepunahan (zaman purba)," ujar ahli Fossil Fishes yang terlibat dalam studi dari Natural History Museum of Los Angeles County, John Long. (fmh)
www.republika.co.id/berita/
Pemprov Sulteng Harapkan Sail Tomini Terwujud 2014
Sabtu, 05 Mei
2012, 23:40 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,DONGGALA--Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tengah berharap pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan
dan Perikanan dapat merealisasikan pelaksanaan "Sail" Tomini 2014
yang melibatkan tiga provinsi yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan
Gorontalo.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola di hadapan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo di Banawa, Ibu Kota Kabupaten Donggala, Sabtu, mengatakan, beberapa waktu lalu pemerintah daerah telah berdialog dengan Menko Kesra Agung Laksono terkait dengan rencana pelaksanaan "Sail" Tomini tersebut.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola di hadapan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo di Banawa, Ibu Kota Kabupaten Donggala, Sabtu, mengatakan, beberapa waktu lalu pemerintah daerah telah berdialog dengan Menko Kesra Agung Laksono terkait dengan rencana pelaksanaan "Sail" Tomini tersebut.
"Dari hasil audiensi tersebut diharapkan "Sail" Tomini terselenggara pada September 2014," kata Longki disambut dengan tepuk tangan oleh masyarakat yang hadir pada kunjungan Menteri Sharif Sutarjo tersebut.
Longki mengatakan, pelaksanaan agenda nasional berskala internasional tersebut merupakan momentum percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi seperti diamanatkan oleh master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI).
Percepatan pembangunan itu kata Longki tidak saja untuk kawasan Teluk Tomini, namun diharapkan mempunyai dampak domino (multiplier effect) kepada kawasan di sekitarnya, baik di Teluk Tolo, Selat Makassar maupun laut Sulawesi.
"Sail" Tomini tersebut melibatkan tiga provinsi dan 15 kabupaten/kota dengan Sulawesi Tengah menjadi tuan rumah pelaksana.
Sekretaris Pokja "Sail" Tomini Hasanuddin Atjo mengatakan setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang akan diimplementasikan pada di "Sail" Tomini tersebut diantaranya "Yacht Rally".
Kegiatan ini kata Hasanuddin akan menempuh rute dari Australia ke Teluk Tomini, melintasi Teluk Tolo bagian dari ALKI III diikuti sekitar 10 negara dengan memanfaatkan kapal-kapal bekas "sail" di Indonesia.
Kegiatan berikutnya Tomini 2014 Bisnis Forum and Exhibition. Bentuk kegiatan ini antara lain adalah peluncuran implementasi program terkait MP3EI Regional Sulawesi, khususnya? di sekitar Teluk Tomini.
Selain itu juga akan digelar pameran pembangunan diikuti tiga propinsi dan 15 kabupaten/kota serta wilayah administrasi lain yang diundang di Kota Palu dan seminar investasi dan bisnis melibatkan pemerintah pusat, daerah dan swasta.
Redaktur: Taufik
Rachman
Sumber: antara
www.republika.co.id/berita/
KKP Bakal Bangun Transit Kapal ke Singapura
Minggu, 06 Mei
2012, 14:19 WIB
http://wahyumedia19.blogspot.com/
Pulau Nipah
REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo, menjelaskan untuk pengembangan ekonomi di Pulau Nipah, saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mengajukan usulan untuk dapat membangun transit kapal ke Singapura. Sarana itu berupa pengisian bahan bakar bagi kapal-kapal yang akan menuju ke Singapura. Selain itu, KKP juga akan membangun semacam etalase dari perikanan hias yang nantinya dijadikan sebagai tempat wisata.
"Dari luas area Pulau Nipah yang sekitar 44 hektare, 15 hektarenya digunakan untuk kepentingan pertahanan dan sisanya untuk kepentingan ekonomi. Dengan adanya kegiatan ekonomi di Pulau Nipah, diharapkan Pulau ini akan bisa menjadi lebih hidup dan menjadi zona ekonomi yang pada akhirnya dapat menghasilkan devisa negara," katanya dalam pernyataan persnya, Ahad (6/5).
Pulau Nipah adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di perbatasan Indonesia dengan Singapura. Pulau ini juga merupakan wilayah dari pemerintah kota Batam, provinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipah berbatasan langsung dengan Singapura semula memiliki luas awal sekitar 3.600 meter persegi.
Sejak reklamasi Pulau Nipah pada 2004, pulau itu kini memiliki luas total 49,97 hektare. Terdiri dari daratan 43,47 hektare dan laguna 6,5 hektare. Dari 43,37 hektaer daratan Pulau Nipah tersebut , sejumlah 28,47 hektare diperuntukkan bagi kawasan ekonomi. Sedangkan selebihnya, yakni 15 hektare untuk kawasan pertahanan dan keamanan.
Redaktur: Dewi
Mardiani
Reporter: Andi Nur
Aminah
Warga menjaring ikan di
kolam pengolah limbah PDAM di Desa Bojongsari, Bojongsoang, Bandung, Jawa
Barat, (7/5). Warga bisa meraup keuntungan sampai Rp 20.000 per hari dari
tangkapan di kolam pengolah limbah tersebut. TEMPO/Prima Mulia
SENIN, 07 MEI 2012 | 15:37 WIB
Tekan Pencurian Ikan, Pemerintah Benahi Logistik
TEMPO.CO, Jakarta - Besarnya potensi laut Indonesia membuat
pemerintah harus waspada terhadap maraknya pencurian ikan ilegal (illegal fishing).
Pemerintah berjanji meningkatkan pengawasan dan membenahi distribusi agar
kebutuhan di dalam negeri, khususnya ikan, untuk bahan baku industri bisa
tercukupi.
“Sekarang pencurian masih cukup marak, kemampuan laut kita produksi terbatas hanya 5 jutaan ton. Karena itulah, kami terpaksa menggenjot dari produksi perikanan budidaya,” kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Parulian Hutagalung, di kantornya, Senin, 7 Mei 2012.
Kementerian Kelautan berupaya menekan pencurian ikan agar bahan baku untuk konsumsi dan industri pengolahan bisa memadai. Salah satu upaya menekan pencurian ikan adalah dengan menata distribusi dan sistem logistik yang merata. Saat ini penataan sistem logistik masih dalam tahap persiapan yang tercantum dalam master plan logistik ikan.
Sistem ini untuk menentukan titik-titik utama produksi dan potensi ikan. Kemudian pemerintah akan memberi dukungan sarana dan prasarana perikanan untuk mendukung peningkatan nilai tambah dari proses pengolahan. Langkah ini juga akan dibarengi dengan upaya peningkatan produksi.
“Kalau konsisten, lebih koordinasi dan ada peningkatan pengawasan, secara bertahap pencurian ikan ini bisa diatasi. Industrialisasi pengolahan sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan baku. Kalau bahan baku tidak cukup, apa yang mau diolah,” kata Saut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan pihaknya telah banyak menerima laporan soal pencurian ikan ilegal. “Banyak yang sedang kami tangani, seperti di Pulau Tiga, Pulau Natuna. Banyak yang kami tangkap,” kata Sharif.
Dia menambahkan, kurangnya bahan baku industri pengolahan salah satunya akibat maraknya pencurian ikan. “Populasi ikan yang kita tangkap kan sekitar 5,5 juta ton. Tapi sudah banyak kasus-kasus pencurian ikan yang menjadi masalah nelayan,” ujarnya.
ROSALINA
“Sekarang pencurian masih cukup marak, kemampuan laut kita produksi terbatas hanya 5 jutaan ton. Karena itulah, kami terpaksa menggenjot dari produksi perikanan budidaya,” kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Parulian Hutagalung, di kantornya, Senin, 7 Mei 2012.
Kementerian Kelautan berupaya menekan pencurian ikan agar bahan baku untuk konsumsi dan industri pengolahan bisa memadai. Salah satu upaya menekan pencurian ikan adalah dengan menata distribusi dan sistem logistik yang merata. Saat ini penataan sistem logistik masih dalam tahap persiapan yang tercantum dalam master plan logistik ikan.
Sistem ini untuk menentukan titik-titik utama produksi dan potensi ikan. Kemudian pemerintah akan memberi dukungan sarana dan prasarana perikanan untuk mendukung peningkatan nilai tambah dari proses pengolahan. Langkah ini juga akan dibarengi dengan upaya peningkatan produksi.
“Kalau konsisten, lebih koordinasi dan ada peningkatan pengawasan, secara bertahap pencurian ikan ini bisa diatasi. Industrialisasi pengolahan sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan baku. Kalau bahan baku tidak cukup, apa yang mau diolah,” kata Saut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan pihaknya telah banyak menerima laporan soal pencurian ikan ilegal. “Banyak yang sedang kami tangani, seperti di Pulau Tiga, Pulau Natuna. Banyak yang kami tangkap,” kata Sharif.
Dia menambahkan, kurangnya bahan baku industri pengolahan salah satunya akibat maraknya pencurian ikan. “Populasi ikan yang kita tangkap kan sekitar 5,5 juta ton. Tapi sudah banyak kasus-kasus pencurian ikan yang menjadi masalah nelayan,” ujarnya.
ROSALINA
http://www.dislautkanpati.com/
15 NEGARA BERGURU PERIKANAN di INDONESIA
15 NEGARA BERGURU PERIKANAN di INDONESIA
KKP News || Sebanyak 15
dari perwakilan di negara Asia – Afrika di kawasan Asia Pasifik, Afrika, dan
Melanesian Spearhead Group (MSG) yang tergabung dalam skema kerja sama selatan-
selatan mengikuti International Training Program on Freshwater Aquaculture for
Asian, Pacific, and African Countries, dan International Training Program on
Fisheries Processing Product for Melanesian Spearhead Group (MSG) Countries
/Members untuk menyerap sebanyak mungkin informasi tentang teknologi budidaya
perikanan di Indonesia.
“Pelatihan ini ditujukan
untuk meningkatkan kapasitas kemampuan di bidang perikanan budidaya
(aquaculture) sekaligus menjalin kerja sama antara dengan pihak negara asal ke
indonesia, sehingga peserta bisa saling berbagi informasi, produk dan
teknologi,” jelas Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Ballroom
Gedung Mina Bahari III KKP, Jakarta Pusat, hari ini, Senin (7/5).
Dikatakannya, sebagian
besar negara-negara itu tidak punya pantai dan lautan, sehingga mereka
ingin belajar budidaya perikanan di Indonesia.
Diakuinya, negara-negara
tersebut meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membantu
mengembangkan perikanan budidaya di negera asalnya.
Selain itu, ia
mengemukakan, keuntungan lainnya bagi Indonesia yakni terbuka lebarnya pintu
ekspor, sehingga produk-produk perikanan Indonesia dapat terserap di negara
mereka.
“Perikanan budidaya terus
terang hampir merata di setiap daerah di Indonesia, Komoditi nila dan patin
punya pangsa pasar yang besar,” sambungnya.
Untuk itu ia mengatakan,
Pemerintah Indonesia akan berkaca pada standarisasi di internasional demi
meningkatkan perekonomian masyarakat serta penerimaan negara dari pajak dan
devisa.
“Kedepan kerja sama
selatan-selatan akan terus diperluas, utamanya bagi negara-negara berkembang,
yang masih tertinggal dari segi teknologi,” jelasnya.
Memperkuat pertanyaan ini
salah satu peserta , Clarence dari Zimbabwe mengatakan melalui pelatihan
bersama ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan tidak
hanya dalam bidang teknologi produksi dan budidaya, tetapi juga dalam bidang
pengelolaan usaha budidaya perikanan secara berkelanjutan (sustainability).
Oleh karena itu, ia
menekankan, pentingnya perikanan budidaya secara berkelanjutan untuk mendukung
serta meningkatkan ketahanan pangan dunia dalam mengantisipasi ledakan
penduduk.
Sementara itu,
Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri AM Fachir
menjelaskan, program pelatihan internasional untuk negara-negara di kawasan
Asia dan Pasifik akan digelar di Balai Pengembangan Perikanan Budidaya di
Sukabumi, Jawa Barat, 7 – 15 Mei, serta diikuti peserta seperti dari Kamboja,
Laos, Sri Lanka, Timor Leste, Tonga, Namibia, Sudan, Tanzania dan Zimbabwe.
Dijelaskannya, program
pelatihan internasional ini atas prakarsa KKP-Kemenlu dalam membagi pengalaman
dan pengetahuan di sektor perikanan budidaya.
“Langkah ini merupakan
bukti konkrit Indonesia untuk mencapai semua target yang terdapat
dalam Millenium Develpment Goals (MDG’s) khususnya terkait masalah pangan,”
tandasnya.
Sumber Link : kkp.go.id
SENIN, 09 MEI 2011 | 21:27 WIB
Tahun Ini, Petambak Ditargetkan Pakai Pakan Organik
TEMPO Interaktif, Makassar - Tahun
ini Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan menargetkan semua perikanan
tambak dan udang di Sulawesi Selatan akan menggunakan pakan organik. Selain
dinilai mampu menghemat pengeluaran petani tambak, pupuk organik juga membuat
pertumbuhan ikan dan udang lebih baik karena bahannya alami, ketimbang menggunakan
pupuk kimia.
Kepala Bidang Perikanan
Budidaya Sulkaf S. Latief mengatakan, himbauan untuk menggunakan pupuk organik
ini juga untuk lebih memacu nilai ekspor ikan dan udang. “Sekarang permintaan
konsumen di luar negeri, untuk komoditas ekspor harus bebas pestisida dan bahan
kimia lainnya,” kata dia, Senin (9/5/2011). Untuk itu, Dinas Kelautan membuat
program Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Perbenihan Ikan yang Baik
(CPIB).
Imbauan yang dikeluarkan oleh
Dinas Kelautan ini juga merujuk kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 2/men/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan
Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan. Sulkaf mengatakan, peraturan ini dibuat
karena melihat dampak yang kemungkinan bisa ditimbulkan oleh makanan yang
berbahan kimia. “Ikan yang terlalu banyak menggunakan residu pestisida tidak
baik untuk dikonsumsi terlalu banyak,” katanya. Sulkaf mengatakan, saat ini
para konsumen dari luar negeri menolak ikan dan udang yang mengandung residu
bahan kimia.
Pemberian pakan alami oleh para
petambak ini, lanjutnya, diusahakan oleh mereka sendiri. Para petambak,
misalnya, bisa membuat pakan dengan bahan dasar pupuk kandang. Saat ini, pupuk
organik itu juga sudah diperjualbelikan. “Tinggal bagaimana mengubah kebiasaan
petambak, bagaimana beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik,” tutur
Sulkaf.
Dalam program CBIB dan CPIB,
Dinas Kelautan mengerahkan sejumlah tenaga penyuluh dan pembina untuk turun
langsung ke lapangan melihat proses pembudidayaan ikan tambak. Dinas Kelautan
hanya memberikan penyuluhan dan pembinaan. Untuk kegiatan ini, khususnya untuk
penggunaan pakan organik, Dinas Kelautan menyiapkan anggaran sekitar RP 200
juta dari total anggaran pembinaan dan pemberdayaan petambak yang sebesar Rp
3,8 miliar.
Ketua Inkubator Mina Bisnis
Torani Nusantara yang juga membina para petambak tambak, Tjajuddin Manja,
mengatakan, para petambak masih kesulitan memperoleh pakan organik. Selama ini,
para petambak biasanya menggunakan kotoran ayam atau kotoran kerbau yang telah
dikeringkan dan dicampur dengan zat kapur. “Namun karena sulitnya mendapatkan
pupuk organik, petambak biasanya bersikap masa bodoh dan memilih pupuk urea,”
ujar Tjajuddin, Senin (9/5/2011).
Pilihan petambak ini, kata
Tjajuddin, juga akibat pupuk urea lebih gampang didapatkan di toko dan lebih
praktis penggunaannya. Pupuk kandang biasanya didatangkan dari Kabupaten Bone
dan Sinjai, tapi dalam jumlah yang sangat terbatas.
Ia tidak memungkiri bahwa
penggunaan pupuk kandang jauh lebih bagus ketimbang pupuk kimia. “Di samping
murah, produksinya lebih bagus, dan jauh dari risiko kesehatan,” katanya.
ANISWATI
SYAHRIR
http://www.rmol.co/
Dengan
Dalih Dukung Ekspor, 20 Perusahaan Raih Izin Impor
Industrialisasi Perikanan Kurang Tertata
Industrialisasi Perikanan Kurang Tertata
Rabu, 09 Mei 2012 , 08:17:00 WIB
ILUSTRASI,
IKAN
|
|
|
RMOL.Untuk menggenjot nilai ekspor produk perikanan, pemerintah akan
memberikan izin impor bahan baku ikan kepada 20 perusahaan pengolahan ikan di
dalam negeri yang selama ini berkontribusi terhadap 80 persen dari total nilai
ekspor perikanan Indonesia.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran
Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P. Hutagalung mengatakan, 20 perusahaan
eksportir produk perikanan tersebut masih menghadapi kendala bahan baku, sehingga
utilitas pabrik pengolahan belum maksimal, hanya sekitar 50-60 persen.
Padahal, jika utilitas
pabrik pengolahan dari 20 perusahaan itu dinaikkan menjadi 70 persen, maka
akan signifikan dalam menambah nilai ekspor perikanan.
“Ada 20 eksportir ikan yang
berkontribusi terhadap 80 persen dari total nilai ekspor perikanan Indonesia,
mereka sudah berpengalaman,” ujar Saut di Jakarta, Senin petang (7/5).
Dia menuturkan, jika 20
perusahaan pengolahan ikan tersebut menghadapi persoalan bahan baku, maka
pemerintah sudah seharusnya ikut memberikan solusi. Apalagi, 20 perusahaan itu
berkontribusi terhadap 80 persen dari total nilai ekspor
perikanan.
“Kita membantu mereka,
kalau kendala dia bahan baku, maka impor dibuka, sehingga utilitas pabrik
pengolahan naik dari 50-70 persen. Itu hasil dari monitoring dan evaluasi pada
pekan lalu di Surabaya,” terangnya.
Saut menuturkan target
ekspor perikanan pada tahun ini 3,6 miliar dolar AS. Namun, pemerintah
mengharapkan nilai ekspor ikan pada tahun ini bisa mencapai 4,2 miliar dolar
AS, karena realisasi pada tahun lalu sebesar 3,5 miliar dolar AS.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) menegaskan, importasi ikan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dan pengolahan dalam negeri. Saut menuturkan, pada tahun ini diperkirakan impor
ikan mencapai 600.000 ton.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi
IV DPR Herman Khaeron mengatakan, industrialisasi perikanan bakal sulit
direalisasikan, karena kapasitas produksi hanya terpenuhi 30-40 persen.
“Jadi KKP harus melakukan
penataan terlebih dahulu terkait ketersediaan bahan baku ikan untuk industri.
Misalnya memikirkan bagaimana cara efektif untuk meningkatkan produksi perikanan
melalui perikanan tangkap dan perikanan budidaya dan mengurangi losses (kehilangan) dari illegal fishing,” ujarnya.
Herman menuturkan, berdasarkan
data Organisasi Pangan Dunia (FAO), Indonesia kehilangan Rp 30 triliun dari
aksi illegal fishing. Jika setiap pencurian
itu dihargai Rp 10.000 per kg, maka volume ikan yang dicuri setara dengan 3
juta ton setiap tahun. Angka kehilangan ikan itu sebenarnya mencukupi jika digunakan
untuk memenuhi kebutuhan industri perikanan. [Harian Rakyat Merdeka]
http://www.rmol.co/
Mahasiswa Sebarkan Virus
Maritim!
Kamis, 10 Mei 2012 , 19:41:00 WIB
Laporan: Firardy Rozy
ILUSTRASI
|
|
|
RMOL. Mahasiswa harus bisa
menjadi ujung tombak bangkitnya semangat maritim Indonesia. Dengan segala
potensi yang ada, Indonesia sudah pantas menjadi negara maritim dan sudah saatnya
pembangunannya berorientasi laut.
Demikian disampaikan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad, dalam sambutannya di acara IMI Goes to Campus Universitas Satya Negara Indonesia (USNI), bertajuk "Benarkah Nenek Moyangku Seorang Pelaut?"
Demikian disampaikan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad, dalam sambutannya di acara IMI Goes to Campus Universitas Satya Negara Indonesia (USNI), bertajuk "Benarkah Nenek Moyangku Seorang Pelaut?"
Acara yang dihasilkan atas kerjasama dengan Indonesia Maritime Institute (IMI) itu, merekomendasikan pada para mahasiswa untuk menggelorakan kembali semangat maritim.
"Kegiatan IMI dari kampus ke kampus sangat strategis, yang bertujuan untuk meyakinkan kader-kader bangsa ini bahwa masa depan kita itu ada di laut. Perlu diakui bahwa perhatian pemuda-pemuda kita terhadap laut sangat rendah," kata Sudirman Saad.
Direktur Eksekutif IMI, Dr. Y Paonganan, mengatakan pentingnya mahasiswa untuk menjadi garda terdepan dalam sebuah tujuan menjadi negara maritim.
"Peran mahasiswa sangat penting untuk menjadikan negara maritim. Kami minta agar mahasiswa terus sebarkan virus maritim," kata Doktor lulusan IPB ini.
Rektor USNI, Profesor Lijan P. Sinambela, mengakui, berdasarkan data empirik, minat mahasiswa terhadap dunia kelautan dan perikanan sangat minim.
Pakar kelautan, Bonar P. Pasaribu, mengatakan, untuk mencapai kemajuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan laut, maka penguasaan IPTEK kelautan dan Perikanan adalah satu keharusan.
Profesor asal IPB ini melanjutkan, penguasaan IPTEK kelautan dan perikanan haruslah juga menjamin kelestarian sumberdaya kelautan, kesinambungan karya industri dan keserasian lingkungan laut.
"Kerjasama internasional tentang laut harus dilakukan," tandasnya. [ald]
Antarajendeladunia
JUMAT, 11 MEI 2012
PRODUK PERIKANAN
INDONESIA BERHASIL PASARKAN PRODUK PERIKANAN
London, 9/5 (ANTARA) - Indonesia berhasil melakukan transaksi
dengan pengusaha dan importer makanan laut dengan total jumlah transaksi 34,5
juta dolar AS atau sekitar Rp317 milliar, dalam pameran perikanan terbesar di
dunia "European Seafood Exposition" yang diadakan di Brussel.
Duta Besar RI di Brussel, Arif Havas
Oegroseno kepada ANTARA London, Rabu menyebutkan stand Indonesia adalah salah
satu stand terbesar di pameran yang berlangsung baru-baru ini dengan
partisipasi 14 perusahaan Indonesia yang secara resmi dibuka Menteri Kelautan
dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo.
Dikatakan, jumlah peserta pada pameran
tahun ini meningkat lima persen
dari jumlah tahun lalu, dimana tahun ini terdapat 1.600 perusahaan yang berasal
dari 140 negara.
Menurut Dubes, hal ini di luar
ekspektasi, karena saat ini Eropa sedang mengalami krisis ekonomi dengan nilai
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan hanya 0,4 persen.
Nilai penjualan Indonesia sebesar 34,5
juta dolar AS dalam tiga hari tentu merupakan suatu prestasi, mengingat
perekonomian UE yang sedang di hempas krisis serta adanya peningkatan jumlah
peserta sebesar lima persen menjadi 1.600 perusahaan.
Dubes RI di Brussels juga
mempertemukan pengusaha-pengusaha Indonesia dengan pengusaha Belgia, dalam
suatu acara Business Dinner yang dihadiri sekitar 50 tamu.
Selain menghadiri pameran, Delegasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga melakukan kunjungan ke Pelabuhan
Antwerp, mengadakan pertemuan dengan pejabat pada Komisi Eropa, Parlemen Eropa,
dan beberapa perwakilan negara-negara anggota UE di Brussels.
Pertemuan dilakukan dalam rangka
memperat hubungan RI - Uni Eropa di bidang kelautan dan perikanan dan menjajaki
peluang kerja sama antara Indonesia dengan Uni Eropa.
***2***
(T.H-ZG/C/S004/S004) 09-05-2012 07:09:39
SENIN, 14 MEI 2012 | 13:29 WIB
Tambak Udang Banten dan Jawa Barat Direvitalisasi
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
tahun ini akan merevitalisasi tambak udang di Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Revitalisasi ini sebagai bagian dari program industrialisasi yang disusun
Kementerian.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Slamet Soebjakto, mengatakan program revitalisasi ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan produktivitas perikanan budi daya di Provinsi Jawa Barat khususnya wilayah pantura. “Salah satu fokus komoditas dalam industrialisasi perikanan adalah udang,” kata Slamet dalam siaran persnya, Senin, 14 Mei 2014.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Slamet Soebjakto, mengatakan program revitalisasi ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan produktivitas perikanan budi daya di Provinsi Jawa Barat khususnya wilayah pantura. “Salah satu fokus komoditas dalam industrialisasi perikanan adalah udang,” kata Slamet dalam siaran persnya, Senin, 14 Mei 2014.
Sebagian besar produksi udang, menurut dia, berasal dari Pulau Jawa, yaitu sebesar 105.253 ton, yang memberikan kontribusi sebesar 25,42 persen dari total produksi nasional. Tapi pada sisi lain kondisi tambak di pantura saat ini belum beroperasi secara optimal. Alhasil pemerintah menilai perlu merevitalisasi tambak untuk mendorong berkembangnya produk udang untuk pasar nasional dan global.
Tahun ini KKP memfokuskan industrialisasi udang di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Untuk Jawa Barat, kabupaten yang difokuskan untuk lokasi industrialisasi udang adalah Kabupaten Subang. “Kabupaten Subang mempunyai potensi lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal,” katanya.
Kabupaten Subang memiliki potensi lahan budi daya tambak sekitar
14.300 hektare yang terletak di lima kecamatan, yaitu Blanakan, Pamanukan,
Pusakanagara, Sukajadi, dan Legonkulon. Produksi udang dari lahan budi daya
tambak yang dimanfaatkan adalah 1.223,24 ton, yang terdiri dari udang windu,
udang putih, udang api-api, dan udang vaname. Sementara itu tahun ini KKP
menargetkan peningkatan produksi 15 persen dari tahun lalu 460 ribu ton menjadi
529 ribu ton.
Untuk mengoptimalkan kawasan pertambakan pantura di Kabupaten Subang, target industrialisasi udang di kawasan ini pada 2012 seluas 719 hektare. Dan revitalisasi tambak yang dilakukan adalah melalui perbaikan infrastruktur berupa saluran primer, sekunder, dan tertier sekaligus perbaikan tambak. “Salah satu usaha yang dilakukan KKP adalah mendorong peningkatan produksi melalui inovasi teknologi yang sederhana dan relatif hemat biaya,” ujarnya.
Target lokasi industrialisasi udang sampai dengan 2014 mencakup empat provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan total luas lahan 135.213 hektare yang tersebar di 22 kabupaten.
Selain perbaikan tambak, menurut Slamet, juga dilakukan metode
plastik untuk revitalisasi tambak karena dengan tambak plastik kegagalan
produksi bisa diminimalkan. Metode plastik mengandalkan probiotik untuk
menstabilkan kualitas air sampai terbentuk bioflok. Dan dengan terbentuknya
bioflok, media air tambak mencapai kestabilan pada tingkat ketersediaan pakan
alaminya, komposisi dan kepadatan bakterinya, dan keseimbangan parameter kimia
seperti pH, alkalinitas, dan NH3.
ROSALINA
Ekonomi
RI Siap
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan
Selasa, 15 Mei 2012 16:24 WIB
JAKARTA--MICOM: Indonesia menyiapkan
terobosan terkait dengan kebijakan lumbung pangan khusus untuk kawasan ASEAN
bagian timur.
"Dalam mendukung pengembangan food basket (lumbung pangan) di kawasan ASEAN bagian timur, Indonesia telah menyiapkan sebuah terobosan kebijakan, yakni industrialisasi kelautan dan perikanan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Gellwynn Jusuf di Jakarta, Selasa (15/5).
Menurut Gellwynn, kebijakan industrialisasi perikanan yang diusung KKP merupakan integrasi sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi kelautan dan perikanan.
Sekjen KKP mengemukakan hal itu terkait dengan pertemuan BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines-East ASEAN Growth Area) yang digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur, 14-16 Mei 2012.
"Keempat negara juga optimis, bahwa strategi lumbung pangan mampu menjamin ketahanan pangan jangka panjang dalam mengoptimalkan potensi produk untuk ekspor, serta mengupayakan penghidupan yang berkelanjutan bagi petani dan nelayan," katanya.
Dalam mendukung industrialisasi, KKP telah menargetkan produksi perikanan tahun 2012 sebesar 14.851.990 ton, yakni dari perikanan budidaya sebanyak 9.415.700 ton dan perikanan tangkap sebanyak 5.436.290 ton.
Selain itu, ujar dia, sebanyak empat komoditas perikanan budidaya telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan, yaitu udang, rumput laut, patin dan bandeng. Sedangkan untuk perikanan tangkap, KKP juga menetapkan tiga komoditas unggulan, yaitu Tuna, Cakalang dan Tongkol (TCT).
"Peningkatan produksi ini sejalan dengan salah satu sasaran BIMP-EAGA, yakni menjadikan kawasan ini sebagai lumbung pangan ASEAN bahkan di dunia," kata Gellwynn Jusuf. (Ant/OL-9)
http://www.rmol.co/
Ikan Berlimpah Tapi Nelayan
Kalbar Kok Banyak Yang Miskin
Menteri Cicip Gelontorkan Rp 48 Miliar
Menteri Cicip Gelontorkan Rp 48 Miliar
Selasa, 15 Mei 2012 , 09:15:00 WIB
ILUSTRASI
|
|
|
RMOL. Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) fokus meningkatkan produktivitas dan nilai tambah industrialisasi
perikanan di Kalimantan Barat (Kalbar). Kucuran dana sebesar Rp 48 miliar
diturunkan untuk membantu para nelayan di daerah tersebut.
Produktivitas perikanan di
Kalbar bisa dibilang cukup melimpah. Masuk ke dalam zona III bersama Natuna,
Karimata dan Laut China Selatan, potensi ikan tangkap di perairan Kalbar mencapai
satu juta ton per tahun.
Menurut data Pemerintah Provinsi
Kalbar, tahun 2010 produksi perikanan budidaya sebanyak 21 ribu ton. Tahun
2011 meningkat menjadi 33 ribu ton atau naik 55 persen.
Namun, limpahnya hasil ikan
tidak mengubah kesejahteraan hidup para nelayan Kalbar yang masih dilanda
kemiskinan. Masih banyak nelayan dan petambak di Kalbar yang hidup miskin.
Untuk itu, KKP menggelontorkan dana Rp 48 miliar.
“Bantuan sebesar ini kami
serahkan kepada kelompok-kelompok nelayan di kabupaten/kota di Kalbar,” ujar
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo seusai menyerahkan langsung
bantuan tersebut kepada kelompok nelayan di Stasiun Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Jumat (11/5).
Bantuan untuk kelompok nelayan
Indonesia yang dianggarkan KKP, kata Cicip, guna meningkatkan kesejahteraan
nelayan yang tahun ini naik dibanding 2011. Tahun lalu, KKP memberikan bantuan
kepada sekitar 5.000 kelompok nelayan.
Tahun ini, KKP melakukan
peningkatan baik jumlah bantuan maupun kelompok nelayan yang menerima, yakni
sebesar Rp 790 miliar untuk sekitar 9.800 kelompok nelayan di seluruh
Indonesia.
Wakil Gubernur Kalbar Christiandy
Sanjaya mengucapkan terima kasih kepada Menteri Cicip yang telah memberikan
perhatian serius bagi peningkatan kesejahteraan nelayan di Kalbar.
“Para kelompok nelayan itu
bisa memanfaatkan bantuan tersebut, misalnya untuk peningkatan peralatan tangkap
dan modal usaha,” ujarnya.
Menurut Cristiandy,
berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi Kalbar guna meningkatkan
kesejahteraan nelayan. Seperti memberikan bantuan pada lima kelompok nelayan
berupa kapal motor bantuan dengan kapasitas 30 gross ton (GT). [Harian Rakyat
Merdeka]
Expo 2012 Yeosu, Korea
http://www.suarapembaruan.com/
Indonesia Ingin Bangkit
Lewat Maritim
Minggu, 20 Mei 2012 | 18:18
Minggu, 20 Mei 2012 | 18:18
Stan Indonesia di Hall Expo
2012 Yeosu, Korea Selatan. [SP/Marselius Rombe Baan]
[YEOSU] Indonesia ingin mengulang sukses bangkit dan diakui
eksistensinya oleh dunia internasional, lewat pengembangan sumber daya maritim
atau kelautan, yang potensinya sangat besar.
Untuk
tujuan itu, Indonesia akan mengembangkaan potensi sumber daya laut dengan
dukungan teknologi berbasis lingkungan, sehingga sekaligus dapat mengantisipasi
dampak perubahan iklim.
Harapan
itu dikemukakan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) Andha Fauzie Mirasa, mewakili Menteri KKP Sharif Cicip Sutardjo dalam
sambutannya di National Day Indonesia di Hall Expo 2012 Yeosu, Korea Selatan,
Minggu (20/5).
Hadir
dalam rangkaian acara pameran kelautan internasional ini adalah Duta Besar
Indonesia untuk Korea Nickolas Tandi Dammen, Komisioner Expo 2012 Yeosu Korea
Lee Joon-He, dan Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Indra Sakti
serta sejumlah delegasi Indonesia termasuk wartawan media cetak dan elektronik
dari Indnesia.
Wartawan Suara
Pembaruaan Marselius Rombe Baan yang meliput acara ini
dari Yeosu melaporkan, Expo 2012 Yeosu merupakan pameran kelautan internasional
yang digelar Korea Selatan, dan telah dibuka sejak 12 Mei lalu, dan akan
berlangsung tiga bulan hingga 12 Agustus 2012 mendatang.
Pameran yang ditargetkan akan dikunjungi 8 juta orang dari berbagai negara di dunia ini diikuti 103 negara maupun mitra atau sponsor.
Pameran yang ditargetkan akan dikunjungi 8 juta orang dari berbagai negara di dunia ini diikuti 103 negara maupun mitra atau sponsor.
Selain
tuan rumah Korea dan Indonesia, negara-negara yang ikut dalam Expo 2012 Yeosu
tersebut antara lain, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Jerman, Norwegia,
Malaysia dan sejumlah Negara Asia seperti Thailand, Kamboja, Brunai Darussalam,
dan Filipina.
Setiap
negara diberi kesempatan mengeksplor potensi maritimnya berikut teknologinya
serta upaya penyelamatan lautnya.
Kesempatan
yang diberikan kepada Indonesia untuk memperlihatkan kepada pengunjung tentang
potensi dan kekayaaan maritim Indonesia, yang bertepatan dengan peringatan
Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, menjadi sangat monumental, dan secara
psikologis akan membangkitkan tekad negara ini untuk berbenah diri demi
kemajuan bangsa.
Tekad
ingin bangkit itu sangat beralasan, karena kekayaaan laut Indonesia luar biasa,
apalagi Indonesia merupakan Negara maritim terbesar di dunia.
Angklung
Tidak hanya mengeksplor potensi maritim, Indonesia dalam Expo 2012 Yeosu kali ini juga menampikan seni tradisional kepada masyarakat Korea dan Negara lainnya melalui National Day, Minggu (20/5).
Di
depan ribuan pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Korea maupun negara
lain, Indonesia mempersembahkan sejumlah kesenian tradisional, seperti Tari
kipas dari Jakarta, Tari Rampai dari Aceh, dan musik tradisional bambo
angklung. Musik angklung Daeng Udjo misalnya, sangat memukau penonton yang
memadati hall expo.
Warga
Korea yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan orangtua begitu terpukau dengan
musik angklung tersebut.
Apalagi
ketika konduktor bersama timnya membagikan alat musik angklung tersebut ke
mereka, lalu diajar dan diajak memainkan langsung alat musik tersebut, mereka
makin senang dan mereka masih ingin bermain angklung missal, hanya saja
waktunya terbatas. [*]
http://www.rmol.co/
Pengawasan Ilegal Fishing di
Papua Masih Lemah
Potensi Kerugian Negara Rp 2 Triliun
Potensi Kerugian Negara Rp 2 Triliun
Senin, 21 Mei 2012 , 08:01:00 WIB
ILUSTRASI/IST
|
|
|
RMOL.Pemerintah
masih terlalu lemah melakukan pengawasan di wilayah kelautan. Pasalnya, masih
banyak pelaku ilegal
fishing baik
kapal berbendera asing maupun berbendera Indonesia yang menyusup dan menjual
hasil tangkapannya kepada kapal asing.
Direktur Eksekutif Conservation
International Indonesia (CII) Ketut Sarjana Putra mengatakan, lemahnya
pengawasan pemerintah merupakan keuntungan bagi pelaku ilegal fishing di
perairan Indonesia.
“Penangkapan ikan secara
ilegal di kawasan konservasi Hiu Raja Ampat, Papua Barat merupakan kejadian
yang sangat kami sesalkan. Tindakan ilegal para nelayan itu dapat merusak
proses peremajaan hiu di kawasan konservasi perairan Raja Ampat. Hal ini
jelas merugikan masyarakat lokal karena mengurangi ketersediaan ikan hiu
yang bernilai ekonomi tinggi bagi mereka,” kata Ketut.
Ketut menyayangkan lolosnya
33 nelayan yang menangkap Hiu secara ilegal di kawasan konservasi Hiu di Raja
Ampat. Memang, para nelayan tersebut sempat ditahan gabungan patroli gabungan
masyarakat adat di kampung Salyo dan Selpele serta Pos Angkatan Laut
Waisaipada Senin (30/4) di perairan Raja Ampat. Tim patroli bahkan telah
menyita barang bukti sirip hiu, bangkai ikan hiu, pari manta dan teripang yang
diperkirakan bernilai Rp 1,5 miliar.
“Semua hasil tangkapan nelayan
dan dokumen kapal disita dan nelayan diperintahkan untuk mengikuti kapal
patroli ke Pelabuhan Waisai. Sayangnya, mereka berhasil melarikan diri dan kini
masih dalam pengejaran,” jelasnya.
Partnership CII yang
tergabung dalam Program Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) Pieter Wamea
menambahkan, khusus di wilayah Papua dan sekitarnya, potensi kerugian
negara di paruh semester pertama tahun ini mencapai Rp 2 triliun. Besarnya
kerugian ini tak lepas dari lemah dan kurangnya anggaran dalam melaksanakan
pengawasan di perairan Indonesia terutama di Papua.
“Selama ini Papua masih
menjadi surga para pelaku illegal fishing.
Bagaimana tidak, pengawasan serta anggaran kita lemah untuk pengawasan
perairan kita. Pemerintah harusnya dapat bertindak cepat,” kata Pieter saat
dihubungi melalui ponselnya.
Pieter mengatakan, wilayah
yang rawan terhadap pencurian ikan maupun udang di perairan Papua adalah
Sorong, Fakfak, Kaimana dan kawasan Merauke.
Sementara Menteri Kelautan
dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengklaim, sampai pertengahan 2012, pemerintah
berhasil menetapkan kawasan konservasi laut seluas 15,35 juta hektar atau
76,75 persen dari target 20 juta hektar pada 2020.
“Upaya yang dilakukan KKP
melalui Program Kawasan Konservasi laut (MPA) bertujuan melindungi
keanekaragaman hayati serta menjaga kelestarian sumber daya ikan agar dapat
menopang kepentingan ekonomi masyarakat khususnya para nelayan,” ujar Cicip.
Dirjen Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Syahrin
Abdurahman menyatakan, dengan anggaran Rp 100 miliar per tahunnya, tidak
cukup melakukan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia.
“Jika anggaran saat ini
hanya Rp 100 miliar hanya cukup untuk 180 hari saja,” jelasnya. [Harian Rakyat
Merdeka]
http://www.moluken.com/
Reformasi Energi dan Perikanan Maluku, Mungkinkah ?
MOLUKEN: Empat belas (14) tahun
merupakan tempo perjalanan waktu yang cukup lama. Dimana haluan politik
kebijakan negara dalam sebuah desain reformasi belum sepenuhnya terarah
sepanjang perjalanan dekade waktu tersebut. Reformasi hingga kini masih
terlintas di benak rakyat Indonesia, sejak pecahnya peristiwa tahun 1998 yang
dalam catatan sejarah berhasil menumbangkan suatu rezim pemerintahan negara
karena lalai mensejahterakan rakyat Indonesia. juga karena menggangap rezim
dengan kekuasaan otoritarian telah banyak melahirkan problem bangsa yang cukup
akut hingga membuat masyarakat ikut berkorban, ekonomi negara dikuasai pihak
asing, pendidikan dan kesehatan rakyat kecil tidak terpenuhi, bahkan
kesejahteraan masyarakat yang belum terjamin. Pada akhirnya menuntut sebuah
gerakan reformasi di berbagai sektor pembangnan di negara.
Tulisan ini bukan untuk mengupas sejarah panjang reformasi
secara historis. Akan tetapi sekedar mereviuw catatan reformasi dan bagaimana
kebijakan reformasi pemerintah pusat terhadap pembangunan di Maluku saat ini.
Kini di Maluku gerakan reformasi itu tak banyak di sambut hari kebesarannya
termasuk oleh kalangan pemuda maupun mahasiswa diseantero Maluku. Semangat
reformasi kian begitu sepi ditengah problem lokal yang saat ini melilit daerah
yang sepatutnya harus diperjuangkan termasuk dengan membangkitkan kembali
semangat gerakan reformasi yang sering dibangun selama ini.
Dalam konteksnya dengan perjalanan reformasi di daerah maka,
Bagi Maluku, akan ada dua issue besar yang menjadi problem nasional dewasa ini
yang memungkinkan reformasi kebijakan Pemerintah Pusat dalam menjawab
tuntutan pembangunan di daerah yakni reformasi di bidang energi maupun
reformasi di bidang perikanan Maluku. Dua sektor ini butuh kebijakan khusus
dari Pemerintah Pusat, karena nyatanya, bidang energi maupun sektor perikanan
di Maluku masih belum mendapat respons yang baik oleh Presiden selaku Kepala
Pemerintahan dinegara. Maka selayaknya masyarakat Maluku begitu giat ingin menuntut
kebijakan pemerintah pusat agar fokus kebijakan di bidang energi maupun
perikanan di Maluku harus diperhatikan pembangunan sektoralnya.
Reformasi Energi
Sektor pertambangan dan Energi bagi Maluku, masih menyimpan
masalah krusial di pemerintah pusat. Tanggung jawab besar pemerintah pusat
dalam mereformasi kebijakan nasional di bidang energi masih setengah hati,
artinya pengembangan energi daerah kurang begitu banyak mendapat perhatian
pempus. Tengok saja, Nasib Tambang energi besar di (Maluku Barat Daya) MBD
Provinsi Maluku masih dipertanyakan. PI 10 % di Blok Masela yang merupakan hak
kepemilikan pemerintah Provinsi Maluku masih saja menjadi polemik bersama
antara pihak Pertamina, maupun Pemprov NTT. Klaim kepemilikan antara tiga pihak
kekuasaan ini masih terus berlanjut namun belum ada kepastian final untuk siapa
PI 10 % yang akan diberikan.
Pemerintah Provinsi Maluku malah dihadang ujian berat, tidak
hanya dihadang Pertamina maupun Pemda NTT, tapi juga harus menuntut pihak
Pemerintah Pusat agar PI 10 % jatuh ke tangan pemerintah daerah Maluku. Kini
nasib PI 10 % di Blok Masela tinggal menunggu keputusan pemerintah pusat.
Masayarakat Maluku hanya berharap, agar hak kepemilikan itu diberikan kepada
Maluku bahkan dinaikan nilai hak kepemilikannya sehingga mampu mempengaruhi
peningkatan pembangunan daerah yang dirasakan langsung oleh masyarakt.
Namun ironis memang, perjuangan Pemerintah Daerah Maluku dalam
mendorong Pempus atas pemberian hak kepemilikan PI 10 % kepada Maluku
terindikasi punya kepentingan besar salah satu pejabat khusus didaerah
ini. Sindikat kuat soal energi di Blok Masela sangat memiliki keterikatan
politik yang kuat dengan salah satu kontraktor besar perusahaan ternama di PT
SABAS. Dimana perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan ini rencananya
akan disiapkan oleh Pemda Maluku dalam mengelola dan menggarap tambang energi
yang berada di kawasan Blok Masela tersebut. Pemilik perusahaan yang juga
katanya salah satu kader PDIP ini juga ternyata memiliki relasi politik
dengan orang nomor satu di daerah ini. Sehingga proyeksi pengelolaan migas
energi di Blok Masela akan menguntungkan kelompok tetrtentu.
Kondisi ini bukan tanpa diduga, tapi besar kemungkinan transaksi
politik energi akan mengauat pada saat pembagain hasil dari 10 % yang dijanjikan
tersebut. Oleh karena itu, orientasi kebijakan dalam pengelolaan energi dengan
jatah PI 10 % di Blok Masela sudah dipastikan akan menguntungkan para pejabat
besar di Maluku tersebut.
Belum lagi dampak krusial diatas akan membuka keran potensi
pengelolaan energi PI 10 % Blok Masela akan dibawah kekuasaan para mafia energi
di Maluku. Artinya, transaksi politik dalam pengelolaan ekonomi energi antara
mafia energi dengan pemerintah daerah tak akan terhindarkan. Dengan perhitungan
mega proyek Blok Masela cukup menggiurkan nilai profitnya. Oleh karena
itu, PI 10 % bagi masyarakat Maluku akan tidak ada manfaatnya, pasalnya yang
mengelola hak-hak kepemilikan energi tersebut langsung diambil kelola oleh para
broker dan mafia energi yang sudah diatur oleh pemerintah daerah Maluku. Tentu
rakyat tidak akan diuntungkan dari sisi kepemilikannya malah semakin membuat
pejabat di Maluku ikut kaya dalam proyek ini.
Tidak hanya problem pengelolaan migas yang akan menguntungkan
para elite, tapi masalah lain yang juga hadir di Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Maluku. Perusahaan daerah ini cukup impotensial terhadap konsep
pengembangan energi di Blok Masela. Paslnya, orang-orang yang duduk dalam
perusahaan daerah itu adalah para politisi yang tidak mempunyai besik strtegi
pengembangan dan pengelolaa tambang energi di Maluku. Di kawatirkan proyek di
Blok Masela akan menjadi lahan profit bagi pejabat di perusahaan daerah
tersebut. Bagaimana ingin mengelola potensi pertambangan energi jika perusahaan
daerah Maluku di kuasai dan diapit oleh para politisi di daerah. Sangat
mustahil memang jika melihat fenomena kepemimpinan di daerah ini. Semua
proyek besar dibangun dan dikelola dengan punya hasrat kepentingan elit
daerah tapi tidak untuk kemaslahatan umat di Maluku. Mau jadi apa negeri ini,
jika perilaku birokrat maupun pejabat daerah hanya mengejar keuntungan proyek
semata.
Oleh karena itu, butuh reformasi kepemimpinan di badan
perusahaan daerah tersebut, agar transformasi pengelolaan energi bisa terkelola
secara baik. Hal ini perlu dikaji kembali oleh pemerintah daerah terhadap
struktur politik kekuasaan di badan perusahaan daerah itu. Juga manajemen
pengelolaan energi yang disiapkan pemerintah daerah Maluku agar tidak
bersanding dengan para mafia energi. Niscaya ekspektasi pengelolaan PI 10 %
dari Blok Masela yang diperoleh oleh Maluku mampu menjembatani pembangunan di
Maluku.
Reformasi Perikanan
Selain reformasi energi yang disebutkan diatas, Perikanan Maluku
juga sangat membutuhkan aspek kebijakan baru yang strategis. Terhadap Lumbung
Ikan Nasional (LIN) yang masih harus diperjuangkan butuh kebijakan khusus dari
Pemerintah Pusat. Kenapa cerita soal Payung Hukum masih lemah, karena Maluku
tidak hanya dinilai dari daya pressure politiknya, akan tetapi kesiapan SDM di
bidang perikanan yang kurang mumpuni, membangun struktur pembangunan perikanan
yang belum disipakan, serta industri perikanan yang juga harus di bangun juga
belum terbangun.
Hal ini dianggap penting sehingga menarik perhatian pemerintah
pusat untuk memberikan pemberlakuan LIN di Provinsi Maluku. Jika Maluku
memiliki potensi dan penghasil ikan cukup besar, maka sejatinya harus didukung
dengan daya infrstruktur pembangunan Perikanan yang memadai pula. Sehingga ikut
bersinergi dalam membangun pembangunan perikanan Maluku sebagai kawasan daerah
penghasil ikan terbesar di Indonesia.
Pemerintah daerah Maluku sudah saatnya harus membanguan
infrastruktur pembangunan perikanan didaerah termasuk membangun kawasan
industri bagi pengolahan ikan di Maluku. Langkah ini sangat dinilai penting
terhadap prasarat pembangunan perikanan dalam kesiapan Pemda Maluku menyambut
Lumbung Ikan Nasional. Hal ini kemudian tentu akan menguji komitmen politik
pemerintah daerah yang dalam mereformasi kebijakannya di tingkat lokal
jika ingin tetap mengharapkan LIN untuk diberlakukan di Maluku. Sehingga upaya
pempus dalam mengembangkan kawasana perikanan Maluku dapat dijawab dengan
pemberlakuan LIN bagi Maluku.
Maluku kini diakui secara defakto sebagai daerah yang memiliki
luas laut yang sangat besar, artinya potensi ikan juga ikut bergelimpangan
didalmnya. Dalam artian, Maluku butuh kebijakan khusus tentu untuk merubah
paradigm pembangunan yang awalnya dicanangkan berdasar luas kontinental, harus
mereformasi kedalam kebijakan dengan dihitung luas laut yang diperioleh. Ini
tentu ikut mereposisi kebijakan pempus agar lebih melihat kondisi perikanan
Maluku. Bukan hanya memberikan janji dan pepesan kosong yang tak ada
artinya bagi Maluku dengan pencanangan daerah sebagai Lumbung Ikan Nasional.
Sehingga reformasi kebijakan pempus di bidang perikanan harus segera di rubah
mainset kebijakannya di bidang kelautan khususnya di Provinsi Maluku.
Oleh karena itu, dalam membangun karakter pembangunan sektoral
di Maluku maka, kedua momentum issue besar diatas juga harus didukung dengan
perubahan karakter kebijakan reformasi yang sentralistis dari bidang
pengembangan kawasan energi dan perikanan menjadi kawasan terpadu pengembangan
di Maluku. Segala kepentingan hak politik masyarakat Maluku akan terpenuhi
jikalau pemerintah daerah dari aspek kesiapan dan manajemen kepemimpinannya
ikut berbenah sehingga fokus kebijakan pempus juga akan diperhatikan di dua
sektor ini.
Ditulis Oleh: Wahada Mony
( Wasekum Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) HMI
Cabang Ambon & Direktur Eksekutif Polwais Maluku )
http://www.suarapembaruan.com/
Selesaikan Kasus Morotai Dengan Bijak
Rabu, 23 Mei 2012 | 6:41
Marzuki Alie [google]
[JAKARTA] Ketua DPR
Marzuki Alie meminta agar persoalan yang menimpa PT Morotai Marine Culture
(MMC), yang berlokasi di Kabupaten Morotai, Maluku Utara, diselesaikan secara
bijak.
Semua pihak yang terlibat
diharapkan bisa duduk bersama guna mengatasi dan menyelesaikan kasus tersebut.
"Informasi yang
didapat agak bias. Informasi yang didapat mengatakan bahwa Pemerintah Daerah
(Pemda) dan DPRD setempat tidak mendukung adanya PT MMC," kata Marzuki di
Jakarta, Selasa (22/5).
Kisruh PT MMC melibatkan pihak manajemen yang didukung karyawan pada satu sisi, berhadapan dengan Pemda dan DPRD Kabupaten Morotai di sisi lain.
PT MMC merasa punyak hak
untuk investasi di Morotai, karena mendapat izin dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan serta mendapat persetujuan dari Kabupaten Halmahera Utara, yang
merupakan induk dari Kabupaten Morotai sebelum dimekarkan.
Namun, pihak Pemda dan
DPRD Morotai menganggap PT MMC melanggar aturan karena izin yang diberikan
hanya 4,5 hektare (ha). Namun wilayah operasi saat ini mencapai 150 ha.
PT MMC juga dinilai tidak membayar sejumlah kewajiban dalam bentuk pajak ke daerah.
PT MMC bergerak dalam
pengelolaan ikan kerapu. Perusahaan ini telah beroperasi selama enam tahun
terakhir di Morotai.
Akibatnya, Pemda yang
didukung DPRD setempat mengeluarkan keputusan untuk menutup PT MMC pada bulan
Maret 2012 lalu.
Namun penutupan itu
dihalangi karyawan PT MMC sehingga terjadi bentrok dan pemukulan terhadap
karyawan oleh aparat Pemda.
Marzuki mengemukakan
masalah PT MMC itu bisa selesai jika semua pihak bisa menahan diri dan dengan
'kepala dingin' menyelesaikan masalah. Jika semua ngotot pada sikap dan
pendiriannya maka masalah yang ada tidak akan selesai.
"Persoalan ini harus
segera diluruskan mana yang benar dan mana yang salah dan mencari pemecahan
terbaik terhadap persoalan tersebut," ujarnya.
Tokoh masyarakat Morotai
Mochtar Balakum menyesalkan terjadinya kisruh di PT MMC. Menurutnya, kisruh
seperti itu sangat tidak baik dalam mendukung investasi di daerah, terutama
untuk kabupaten Morotai yang baru berdiri dua tahun lalu.
Pemda dan DPRD seharusnya
mendukung kehadiran PT MMC karena memberikan lapangan kerja serta penghasilan
kepada daerah. Bukan sebaliknya meminta PT MMC ditutup.
"Bupati Morotai saat
ini baru dilantik delapan bulan lalu. Kabupaten Morotai juga merupakan
kabupaten baru. Kami berharap jika belum paham soal kehadiran PT MMC seharusnya
bertanya ke kabupaten induk, Halmahera Utara bagaimana proses kelahiran
perusahan tersebut enam tahun lalu," kata Mochtar dalam konferensi pers di
Jakarta, Selasa siang. [R-14]
http://www.rmol.co/
Pemerintah Pasang Target Peningkatan 15 Persen Produksi Udang
Kamis, 24 Mei 2012, 12:58 WIB
Udang
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --
Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP) menargetkan peningkatan produksi
udang sebesar 15 persen dari tahun lalu. KKP berencana memfokuskan produksi
udang untuk komoditas ekspor unggulan Indonesia ke depannya.
Menteri Kelautan dan Perikanan
RI Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, tahun ini pemerintah berencana akan
menaikan produksi udang. Pada tahun lalu produksi udang di Indonesia sebesar
460 ribu ton, rencanaya tahun ini akan ditingkatkan hingga 529 ton. Menurut
Cicip, tahun ini KKP akan memprioritaskan komoditas unggulannya pada produksi
udang.
"Saya memilih untuk tidak
mengimpor udang, namun saya memilih untuk memngembangkan produksi udang, "
ujar Cicip dalam Forum Udang Nasional di Convention Center Institut Pertanian
Bogor (IPB) Bogor, Kamis (24/5).
Cicip menambahkan, untuk
mendukung program peningkatan produksi udang tersebut ia akan segera melakukan
revitalisasi tambak. Dengan perbaikan infrastruktur pertambakan tersebut,
diharapkan dapat mengoptimalkan produksi udang.
Dirjen Perikanan Budidaya
Slamet Subiakto menambahkan, saat ini nilai ekspor udang Indonesia pada tahun
lalu meningkat sebesar 1,3 miliar dolar AS. Jumlah tersebut meningkat dari
tahun 2010 yang hanya sebesar 1,1 miliar dolar. Sementara itu total capaian
volume ekspor udang pada 2011 sebesar 158 ribu ton.
Slamet mengatakan, selama ini
ekspor udang Indonesia telah merambah ke berbagai negara seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Eropa. Basis produksi udang di Indonesia pada 2011
menurutnya, banyak diproduksi di Pulau Jawa. Sebesar 116 ribu ton udang di
produksi di Pulau Jawa, itu berarti 31 persen dari produksi udang nasional.
Redaktur: Hazliansyah
Reporter: Gita Amanda
http://www.suarapembaruan.com/
Kemendag Gali Peluang Ekspor Produk Hasil Laut ke Korsel
Jumat, 25 Mei 2012 | 10:59
Lotte mart [google]
[JAKARTA]
Produk hasil laut Indonesia meraih perhatian komunitas bisnis Korea Selatan
(Korsel). Hal tersebut terlihat dari antusiasme para pengusaha Korsel saat
mengikuti seminar bisnis bertemakan “Market
Opportunity of Indonesian Marine Products In Korea” yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan pada 21 Mei
2012 lalu di Yeosu, Korsel.
Direktur Pengembangan Promosi dan Citra, Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Pradnyawati, dalam surat tertulisnya yang diterima SP, Kamis (24/5), mengatakan, masalah keamanan berinvestasi serta kebersihan produk Indonesia menjadi perhatian utama sekitar 60 peserta seminar yang berasal dari Seoul, Busan, serta kota lain di Korsel.
Ia mengatakan, investor Korsel semakin tertarik untuk mengambil bagian dalam program pembangunan ekonomi Indonesia. Investasi dari perusahaan-perusahaan besar seperti POSCO, Han Kook Tire dan CJ Group menjadikan Korea Selatan sebagai peringkat ke-7 investor ke Indonesia. “Menjamurnya Lotte Hypermarket di Jakarta hanyalah satu bentuk nyata meningkatnya interaksi ekonomi diantara keduanya,” kata dia.
Lebih lanjut, Pradnyawati menyampaikan, ekspor produk hasil laut Indonesia pada Januari 2012 adalah sebanyak 67.214 ton dengan nilai US$ 214.516. Sebagian besar dari produk hasil laut Indonesia diekspor ke Thailand, Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, dan Vietnam. Sementara itu, Korsel berada di peringkat ke-9 dari negara tujuan ekspor kelompok produk ini dengan volume sebesar 2.386 ton senilai US$ 4,936.
Salah satu produk hasil laut Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan di Korsel adalah rumput laut yang dapat diproduksi menjadi lebih dari 700.000 ton sebagai produk makanan olahan ataupun produk yang memilki nilai tambah lainnya. Selain itu, produk perikanan juga memiliki peluang investasi yang besar di wilayah timur Indonesia seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, meskipun terhalang oleh infrastruktur yang masih terbatas. [E-8]
http://www.suarapembaruan.com/
Dukung Hilirisasi Rumput Laut, Kadin Terapkan Model Klaster Bisnis
Selasa, 29 Mei 2012 | 7:44
Rumput laut. [google]
[JAKARTA] Rumput laut Indonesia yang sangat menjanjikan dinilai
dapat menjadi komoditi yang dapat ikut berperan dalam pergerakan kemajuan
ekonomi nasional.
Betapa tidak, sektor
rumput laut nasional telah menjadi salah satu primadona yang diperhitungkan
dalam penciptaan lapangan kerja khususnya di bidang Kelautan dan Perikanan.
Demikian dikatakan Ketua
Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis, pada pembukaan Rapat Kerja
Nasional ARLI di Jakarta, Senin (28/5).
“Saat ini untuk rumput
laut jenis euchema cotonil saja telah membuat Indonesia menjadi produsen utama
dengan menguasai 50% produksi rumput laut di dunia. Tentunya itu semua karena
kerja keras yang nyata dari para pelaku rumput laut nasional,” kata
Safari Azis.
Dalam acara yang
mengambil tema, “Konsolidasi dan Restrukturisasi Organisasi Dalam Rangka
Penyusunan Roadmap dan Blueprint Menuju Industrialissi Rumput Laut Indonesia,”
itu Safari Azis mengungkapkan, pihaknya mengharapkan pemangku
kepentingan, termasuk pemerintah dan pelaku usaha memiliki arah yang tepat demi
perkembangan rumput laut nasional.
“Kita akan mendukung pemerintah dalam mengimplementasian road map yang sedang disusun bersama itu dengan melakukan perluasan organisasinya hingga ke kabupaten/kota, terutama daerah penghasil rumput laut agar menjadi komoditas unggulannya,” kata dia.
“Kita akan mendukung pemerintah dalam mengimplementasian road map yang sedang disusun bersama itu dengan melakukan perluasan organisasinya hingga ke kabupaten/kota, terutama daerah penghasil rumput laut agar menjadi komoditas unggulannya,” kata dia.
Selain pengembangan
organisasi ke tingkat daerah, ARLI juga akan berperan aktif memberikan masukan
kepada lima kementerian dan satu badan yang telah menandatangani MoU dengan
komitmen mengembangkan rumput laut di Indonesia untuk mewujudkan paradigma
nilai tambah melalui industrialisasi.
Safari menilai, pihaknya masih harus banyak berbenah dengan pemerintah dalam menciptakan fondasi yang kuat untuk menuju industrialisasi yang menjadi capaian utama bersama antara para pelaku usaha dan pemerintah.
“Perlu berbenah ini karena masih banyak yang harus dibenahi mulai dari peran ekonomi rumput laut, terkait budi dayanya, perizinan, jalur distribusi, perdagangan luar negeri hingga perbaikan kualitas lingkungan perairannya,” ungkap Safari.
Safari juga
mengungkapkan,saat ini pihaknya tengah melakukan upaya penyelesaian terkait
adanya kesulitan dalam pengurusan prosedur ekspor di Kementerian Kelautan dan
Perikanan yang berwenang mengeluarkan CoLO (certificate of Legal of Origin).
Selain itu, pihaknya juga
mengaku untuk mendukung industrialisasi rumput laut diperlukan konsolidasi yang
kuat di antara para pelaku usaha.
“Konsolidasi ini penting
untuk menyatukan visi ke depan menuju industrialisasi. Oleh karenanya, ini
harus menjadi perhatian seluruh pelaku usaha rumput laut dari hulu sampai
hilir,” kata Safari.
Sementara itu, Wakil
Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto, mengatakan,
dengan potensi yang ada seharusnya Indonesia mampu menjadi produsen perikanan
yang mampu mengambil porsi besar dalam pasar dunia.
Yugi memaparkan, industri rumput laut memerlukan keterkaitan erat antara hulu (up stream) dan hilir (down stream), karena pada tingkat hulu (petani dan nelayan) memiliki keahlian dan kemauan berproduksi tetapi menghadapi keterbatan dalam akses pasar dan teknologi, sementara pada tingkat hilir (pemilik pabrik) memiliki teknologi dan akses pasar namun membutuhkan jaminan suplai bahan baku.
“Kebutuhan yang berbeda
itu tentunya harus dijembatani. Untuk keperluan tersebut, petani dan pelaku
industri tidak dapat berdiri sendiri, mereka harus menciptakan suatu
sinergi sehingga dapat saling mendukung dan saling memperkuat,” kata dia.
Perwujudan niat tersebut,
kata dia, akan menjadi kenyataan dengan kehadiran suatu kelembagaan yang
mengkaitkan kegiatan di tingkat petani (on farm) dan kegiatan
ditingkat industri (off farm) secara baik dan serasi.
Dalam kaitan ini, lanjut Yugi, “model klaster bisnis” dinilai akan dapat banyak membantu kelangsungan aktivitas petani rumput laut dan sekaligus industri pengolahannya. Dengan model ini, diharapkan kemitraan dapat dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diantara pemangku kepentingan secara sinergis dan saling menguntungkan. Dengan demikian pengembangan ekonomi lokal melalui aquabisnis kluster rumput laut dapat menjadi bagian integral dari upaya pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan daya saing kolektif, dan meningkatkan ekspor produk rumput laut daerah.
Dalam kaitan ini, lanjut Yugi, “model klaster bisnis” dinilai akan dapat banyak membantu kelangsungan aktivitas petani rumput laut dan sekaligus industri pengolahannya. Dengan model ini, diharapkan kemitraan dapat dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diantara pemangku kepentingan secara sinergis dan saling menguntungkan. Dengan demikian pengembangan ekonomi lokal melalui aquabisnis kluster rumput laut dapat menjadi bagian integral dari upaya pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan daya saing kolektif, dan meningkatkan ekspor produk rumput laut daerah.
Model klaster bisnis, kata Yugi, akan merupakan pembangunan kawasan budidaya yang terintegrasikan dan diharapkan dapat mensinergikan kegiatan-kegiatan dari semua pemangku kepentingan yang meliputi kelompok petani, lembaga usaha lepas panen pedesaan (ULP2), perusahaan penghela, pelayanan pengembangan bisnis (BDS), dan lembaga pembiayaan (Bank atau LPBB).
“Dengan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat/daerah sampai pelaku usaha utama, Kadin dan ARLI yakin bahwa target Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mencapai target produksi 10 juta ton pada tahun 2014 akan mungkin dicapai,” kata Yugi. [E-8]
Kab. Banjar Pasok Ikan Patin Ke Kalteng
TRIBUN
KALTENG - SELASA, 29 MEI 2012 | 19:14 WIB
net
Ilustrasi : budidaya
ikan patin
TRIBUN KALTENG.COM, MARTAPURA - Di Kabupaten Banjar banyak terdapat kolam ikan patin yang tenar
dengan nama ikan Dori ini di Kecamatan Martapura Kota dan Martapura Barat.
Di antaranya adalah Desa Cindaialus, Tungkaran, Sungaisipai, Sungai Rangas Hambuku, Sungai Batang Ilir dan Penggalaman.
Di antaranya adalah Desa Cindaialus, Tungkaran, Sungaisipai, Sungai Rangas Hambuku, Sungai Batang Ilir dan Penggalaman.
Sekretaris Persatuan Petani Ikan Patin Cindaialus, Afjan mengatakan permintaan untuk pengiriman ikan patin dari beberapa daerah terus meningkat jumlahnya tiap bulan.
"Yang sering kami kirim adalah Kaltim, Kalteng, Kalsel dan beberapa daerah lain seperti Jakarta," kata dia, Selasa (29/5/2012).
Dengan status kawasan minapolitan, potensi pasokan ikan patin yang dimiliki oleh Kabupaten Banjar sangat besar. Tak tanggung-tanggung, ikan patin yang bisa dipasok tiap harinya mencapai 35 ton.
Tambah Luasan Budidaya Rumput Laut
TRIBUN KALTENG - SELASA, 31 MEI 2011 | 12:39 WIB
istimewa
Saat panen rumput laut
di Batulicin
TRIBUNKALTENG.COM, KOTABARU -
Untuk meningkatkan prekonomian rakyat, khususnya di bagian pesisir. Rencana
Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, Kalsel menambah daerah pengembangan
budidaya rumput laut.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, Talib mengatakan, budidaya dilakukan masyarakat di Kecamatan Pulaulaut Barat dan Pulaulaut Selatan, juga akan dikembangkan di Kecamatan Pulaulaut Utara.
Menurut dia, Selasa (31/5/2011) budidaya rumput laut yang dikembangkan masyarakat, membuat instansinya mengembangkan budidaya serupa di wilayah ibukota kecamatan, karena bisnis itu dirasanya sangat menjanjikan.
Pasalnya, budidaya yang dikembangkan oleh masyarakat per tahun rata-rata bisa memproduksi rumput laut 1.200 ton.
(Helriansyah/tribunkalteng.com)
PENULIS : HERLIANSYAH
EDITOR : DIDIK_TRIO
Harga Belum Cocok, Petani Tak Kirim Patin
ke Jakarta
Minggu, 20 Mei 2012
23:39 wita.
BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Adanya keinginan
pengiriman ikan patin Kabupaten Banjar ke DKI Jakarta oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan era Fadel Muhammad beberapa waktu lalu rupanya belum bisa terlaksana
alias jalan di tempat.
Pengiriman yang sedianya sebagai tindak lanjut upaya untuk menyetop impor ikan patin dari Vietnam dan Thailand oleh Indonesia itu terkendala dengan harga para petani lokal di Banjar dan para pembeli di Jakarta.
Pengiriman yang sedianya sebagai tindak lanjut upaya untuk menyetop impor ikan patin dari Vietnam dan Thailand oleh Indonesia itu terkendala dengan harga para petani lokal di Banjar dan para pembeli di Jakarta.
"Perbedaan atau disparitas harga yang jadi kendalanya. Pihak Jakarta cuma memberi harga Rp 9 ribu, sedangkan harga ikan patin di tingkat lokal saat ini berkisar Rp 14.500 sampai Rp 15 ribu," ujar Sekretaris Persatuan Petani Ikan Patin Cindaialus, Afjan kepada BPost, Minggu (19/5).
Copyright © 2012
Editor : Anjar
Source : Banjarmasin
Post
(DIGITAL EDITION)
KORAN JAKARTA
Sektor Riil
Rabu, 23 Mei 2012 |
09:48:41 WIB
Sektor Perikanan I Kebijakan yang Lemah
Suburkan Pencurian Ikan
"Illegal
Fishing" Dibekingi Aparat
DOK
Kita memiliki teknologi
untuk melakukan pengawasan dan menindak pelaku illegal fi shing, tetapi
perilaku oknumnya justru merusak.
JAKARTA -
Mental oknum pengawas yang doyan menerima suap hingga kebijakan yang lemah,
menyuburkan aksi pencurian ikan (illegal fishing). Jika ini terus dibiarkan,
nasib nelayan tradisional akan kian merana.
"Modus
kolaborasi kapal pencuri ikan dengan oknum aparat itu sering terjadi, dan ruang
transaksional itu ada. Bahkan di tingkat penyidikan hingga pengadilan untuk
kapal pencuri ikan, juga ada permainan," kata Mantan Dirjen Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Aji Sularso saat berbincang dengan
Koran Jakarta, Selasa (22/5).
Menurut Aji, di lapangan oknum aparat pengawas bisa meminta fee ke kapal pencuri ikan. Jika transaksi disepakati maka kapal tersebut dibiarkan untuk melakukan pencurian ikan. Jadi ada pembiaran agar kapal leluasa mencuri ikan.
Dari sisi kebijakan, juga terdapat pembiaran. Dalam UU Perikanan No 45 Tahun 2009, kapal eks asing yang berbendera Indonesia dilarang menggunakan anak buah kapal (ABK) asing, tetapi faktanya ABK asing masih bekerja di kapal-kapal tersebut.
Menurut Aji, di lapangan oknum aparat pengawas bisa meminta fee ke kapal pencuri ikan. Jika transaksi disepakati maka kapal tersebut dibiarkan untuk melakukan pencurian ikan. Jadi ada pembiaran agar kapal leluasa mencuri ikan.
Dari sisi kebijakan, juga terdapat pembiaran. Dalam UU Perikanan No 45 Tahun 2009, kapal eks asing yang berbendera Indonesia dilarang menggunakan anak buah kapal (ABK) asing, tetapi faktanya ABK asing masih bekerja di kapal-kapal tersebut.
Bahkan
sebagian besar kapal eks asing itu masih memiliki bendera ganda. Jadi kata Aji,
kapal tersebut mendapatkan izin menangkap ikan karena sudah berbendera
Indonesia, akan tetapi secara de fakto masih dimiliki asing dan diakui di
negara asalnya.
Aji
menyebut, status kapal-kapal tersebut belum beralih murni. Dan kondisi semakin
buruk, karena izin yang dikeluarkan untuk satu kapal penangkap tetapi yang
menangkap ikan lebih dari satu.
"Seharusnya
dengan aksi illegal fishing yang sudah menggurita, KKP berani mengambil sikap
tegas dan mengeluarkan kebijakan yang tegas. Kalau kebijakan lembek, mau
berpihak ke mana kita? mau melindungi pencuri asing atau nelayan
tradisional," ujar dia.
Hal
senada diungkapkan Plt Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara)
Abdul Halim. Menurutnya, kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut biasanya
dilepas setelah membayar uang dengan nominal tertentu kepada oknum pengawas.
"Nelayan
kita di perairan Enggano melaporkan kapal asing pencuri ikan ke pengawas,
tetapi tidak ditindaklanjuti. Yang ada kapal yang ditangkap biasanya dilepas
setelah membayar nominal tertentu," ujar dia.
Dengan
membayar fee tertentu, kata Halim, kapal asing pencuri ikan tersebut bebas
melenggang ke negaranya dengan membawa ikan hasil curian. Kondisi tersebut,
sebenarnya diketahui pejabat terkait akan tetapi seolah-olah dibiarkan.
Halim juga mengakui UU No 45 Tahun 2009 terutama pasal 29 juga membuka peluang kapal eks asing menangkap ikan, dengan catatan tidak menganggu kesepakatan internasional, tetapi faktanya alat tangkap yang digunakan justru melanggar aturan internasional.
Halim juga mengakui UU No 45 Tahun 2009 terutama pasal 29 juga membuka peluang kapal eks asing menangkap ikan, dengan catatan tidak menganggu kesepakatan internasional, tetapi faktanya alat tangkap yang digunakan justru melanggar aturan internasional.
Lebih
lanjut, Halim menyebut MoU Indonesia dengan Malaysia tentang pedoman umum
penanganan masalah laut di perbatasan dua negara itu juga menjadi legalisasi
bagi kapal asal Malaysia untuk menangkap ikan di perbatasan perairan Indonesia.
Mental Petugas Buruk
Dihubungi
terpisah Pakar Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengakui mental penegak
hukum di pengawasan perikanan buruk.
"Moral
penegak hukumnya buruk, maling semua. Kacau semua. Kita memiliki teknologi
untuk melakukan pengawasan dan menindak pelaku illegal fishing, tetapi perilaku
oknumnya justru merusak," ujar mantan Menteri Kelautan itu.
Wakil
Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron mengatakan, kapal pencuri ikan asal
Thailand mendapatkan dukungan dari militernya dan sering dipersenjatai.
"Bukan tidak mungkin, nelayan asing itu juga dipelihara jaringan mafia.
Karena jarang sekali pencuri ikan di diadili dan dihukum setimpal. Semestinya
pemerintah tegas kepada pencuri ikan," ujarnya.
Menurut
Herman tanpa hukuman yang berat bagi pelaku illegal fishing dan oknum petugas
yang melindungi, maka tidak akan memberikan efek jera. Dengan tingkat kerugian
negara rata-rata mencapai 30 triliun rupiah pertahun, maka sudah sewajarnya
mendapatkan hukuman berat.
"Sudah
saatnya pemerintah melalui KKP, Angkatan Laut melakukan koordinasi dan menindak
tegas. Jika dibiarkan maka berpotensi membahayakan kekayaan sumber daya laut
Indonesia," ungkap dia. aan/E-3
(DIGITAL EDITION)
KORAN JAKARTA
Sektor Riil
Selasa, 29 Mei 2012 |
10:17:46 WIB
Sektor Perikanan | Bahan Baku Industri
Pengolahan Menurun
Perairan
Indonesia Jadi Langganan Pencuri Ikan
ILUSTRASI
JAKARTA -
Perebutan wilayah tangkapan ikan antara pelaku illegal fishing dengan nelayan
lokal berdampak pada menurunya jumlah ikan yang di daratkan ke pelabuhan.
Akibatnya pasokan ikan untuk bahan baku industri pengolahan dalam negeri
menurun.
"Kapal asing pencuri ikan itu mengeruk ikan di wilayah laut kita yang melimpah ikannya. Rebutan wilayah tangkapan berakibat menurunya jumlah ikan yang di daratkan di pelabuhan. Dampaknya pasokan bahan baku ke industri menurun. Anehnya jumlah ikan yang di daratkan di pelabuhan Thailand jumlahnya lebih besar," kata Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) Adi Surya di Jakarta, Senin (28/5).
Menurut Adi, beberapa wilayah perairan Indonesia sudah menjadi "langganan" pencurian ikan bagi kapal dari Malaysia, Vietnam dan Thailand. Berdasarkan kategorisasinya, kapal trawl pencuri ikan beroperasi di perairan Arafura, sedangkan kapal jenis purse seine aktif melakukan illegal fishing di laut cina selatan.
Kapal purse seine, kata Adi, biasanya menangkap ikan layang, lemuru, pelagis kecil, cakalang hingga tongkol di barat perairan Sumatera hingga laut Cina Selatan. Dengan luasnya wilayah operasi pencuri ikan tersebut, kapal nelayan lokal kalah bersaing. Dampaknya, pasokan bahan baku industri olahan dari nelayan berkurang.
Selama ini, kata Adi, kapal nelayan sering berpapasan dengan kapal pencuri ikan. Akan tetapi karena pencuri ikan tersebut dipersenjatai, maka nelayan pasrah dan hanya melaporkan ke pengawas dan patroli yang terdekat.
"Kapal kita dari Muara Baru dan Jawa, berebut tangkapan dengan kapal pencuri ikan di perairan barat Sumatera. Industri pengalengan terpengaruh akibat perebutan wilayah itu. Kita tahu mereka mencuri ikan dan kita pasrahkan saja ke patroli pengawas," ujar dia.
Lebih lanjut Adi menyebut, kapal nelayan dari pantai utara Jawa dan Muara Baru, sering berpapasan dan bersinggungan dengan kapal pencuri ikan. Bahkan kontak fisik dengan kapal pencuri ikan asal Thailand sering terjadi.
Memang kalau hanya mengandalkan aparat pengawas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Adi, tidak akan mampu menangani illegal fishing secara nasional. Pasalnya kapal pencuri ikan memiliki jaringan dan teknologi canggih yang mampu memantau keberadaan kapal pengawas.
Dihubungi terpisah Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Kalimantan Barat, Bambang Nugroho mengaku bahwa pihaknya sudah menangkap 12 kapal pencuri ikan di perbatasan Kalimantan dengan Malaysia.
"Ada 12 kapal pencuri ikan asal Vietnam yang kita tangkap beserta 38 anak buah kapalnya. Modus mereka, mengganti benderanya dengan bendera Indonesia. Saat melewati Malaysia mereka berbendera Malaysia. Kita kecolongan karena kapal kita tidak penuh berada di laut, mereka punya radar yang bagus dan mampu memantau posisi kapal kita dan patroli Angkatan Laut (AL)," ungkap dia.
Lebih lanjut Bambang, menyatakan, saat ini kapal pengawas hiu yang dibawah kendalinya, baru akan melakukan operasi jika sudah mendapatkan operasi gerak dari direktur kapal pengawas Dirjen PSDKP di Jakarta.
"Jadi kita informasikan adanya kapal pencuri, dan direktur kemudian memberikan perintah. Kita akui perbatasan kita di Kabupaten Sambas rawan illegal fishing," jelas dia.
Pengawasan Tak Efektif
Sementara itu Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut Huttagalung mengatakan, maraknya impor ikan dipicu lambanya peningkatan produksi dan tidak efektif-nya pengawasan illegal fishing.
"Kalau pencurian ikan atau illegal fishing bisa ditekan, berarti tangkapan bisa kembali ke pasar. Karena selama ini bahan baku untuk konsumsi dan industri meningkat dan belum terpenuhi. Akibat ketersediaan bahan baku minim, jangka pendek kita penuhi dari impor," kata dia.
Saut menyebut, sejak Januari hingga April 2012, realisasi impor sebesar 15 persen dari kuota impor tahun 2012 sebesar 600 ribu ton. Kuota impor tersebut meningkat 200 ribu ton dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 400 ribu ton.
Berdasarkan
data Organisasi Pangan Dunia (FAO), rata-rata potensi kerugian negara dari
tindakan illegal fishing sebesar 30 triliun rupiah. aan/E-3
www.republika.co.id/berita/
Lewat Blue Economy, Kelautan Indonesia Diharapkan Terintegrasi
Rabu, 30 Mei
2012, 13:23 WIB
Laut Indonesia
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARA Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan
kelautan teringtegrasi untuk menyelaraskan tumpang tindihnya sektor-sektor di
laut. "Dewan Kelautan Nasional (Dekin) sedang menyusun kebijakan kelautan
yang terintegrasi agar kekuatan ekonomi Indonesia kembali ke laut karena sumber
daya di darat sudah banyak dieksplorasi," kata Staf Ahli Bidang Ekologi
dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Dedy Sutisna
di Jakarta, Rabu (30/5).
Kebijakan itu rencananya diselesaikan pada akhir 2012 dan salah satu butir kebijakan adalah memberdayakan usaha kecil. "Misalnya untuk usaha perikanan tangkap, maka logistik untuk mereka dapat disediakan oleh keluarga nelayan di pesisir," kata Dedy.
Kebijakan itu rencananya diselesaikan pada akhir 2012 dan salah satu butir kebijakan adalah memberdayakan usaha kecil. "Misalnya untuk usaha perikanan tangkap, maka logistik untuk mereka dapat disediakan oleh keluarga nelayan di pesisir," kata Dedy.
Ia pun mengaku bahwa anggota lain dalam Dekin menyetujui rencana
pergeseran orientasi ekonomi dari darat ke laut. "Kami sudah mengadakan
pertemuan dengan 14 kementerian dan lembaga dalam Dekin dan mereka sepakat
untuk mendukung 'blue economy' yang diusung oleh KKP, khususnya untuk mengatasi
tumpang tindihnya sektor-sektor di laut seperti pertambangan dan
perikanan," jelas Dedy.
Konsep "blue economy" yang diungkapkan oleh Dedy bertujuan untuk menggeser kelangkaan sumber daya menjadi kelimpahan lewat cara-cara yang ramah lingkungan. "Potensi ekosistem laut belum tergali, padahal dalam jangka panjang menjadi kekuatan ekonomi baru Indonesia, jadi seharusnya kita mengubah orientasi darat menjadi laut," tambah Dedy.
Konsep "blue economy" yang diungkapkan oleh Dedy bertujuan untuk menggeser kelangkaan sumber daya menjadi kelimpahan lewat cara-cara yang ramah lingkungan. "Potensi ekosistem laut belum tergali, padahal dalam jangka panjang menjadi kekuatan ekonomi baru Indonesia, jadi seharusnya kita mengubah orientasi darat menjadi laut," tambah Dedy.
Dengan beralihnya ekonomi darat ke laut itu, Dedy yakin laut
dapat menjadi sumber dan pekerjaan baru bagi rakyat Indonesia. "Pilihan
untuk bergeser ini merupakan suatu keharusan mengingat Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai 81 ribu
kilometer dan 70 persen luas wilayah berupa perairan," tambah Dedy.
Ia mengaku bahwa Undang-undang No 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 sudah menetapkan lima pilar
pembangunan kelautan. "Namun pada kenyataannya masih belum tampak
implementasi yang signifikan, kita yang harus segera mengimplementasikannya,"
tambah Dedy.
Namun menurut Ketua Genderang Bahari Pontjo Sutowo mengatakan
bahwa bahari tidak boleh hanya dipandang dari sisi ekonomi semata. "Bahari
adalah karakter bangsa, jadi tidak bisa hanya dipandang dari sisi ekonomi saja,
Indonesia akan sulit maju bila kehilangan satu karakternya," kata Pontjo
dalam acara yang sama.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara
http://www.suarapembaruan.com/
Radiasi Fukushima Cemari Ikan Tuna Amerika
Rabu, 30 Mei 2012 | 18:56
Ikan Tuna. [Reuters]
Ikan Tuna di kawasan
perairan Amerika Serikat (AS), terbukti terpapar unsur radioaktif dari PLTN
Fukushima, yang meledak setahun lalu.
Tapi diperkirakan kadar
cemarannya masih aman untuk konsumsi manusia. Cemaran unsur radioaktif dari
pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di Jepang, yang dilepaskan
akibat meledaknya PLTN itu setahun lalu, karena tsunami dahsyat, terdeteksi
pada habitat binatang laut, 10.000 kilometer dari lokasi kecelakaan atom.
Pada ikan tuna sirip biru
yang ditangkap di perairan California Agustus 2011, terdeteksi beban paparan
isotop radioaktif cesium 137, yang lebih tinggi dibanding pada ikan tuna yang
ditangkap 2008.
Demikian laporan peneliti
Daniel Madigan dari Universitas Stanford di California. Selain itu, juga
dilaporkan ditemukan jejak isotop radioaktif cesium 134.
Ikan tuna sirip biru di
kawasan utara Pasifik diketahui tumbuh di kawasan perairan Jepang, sebelum
melakukan migrasi ke perairan Amerika Serikat.
Madigan dan tim
penelitinya kini dirangsang untuk memanfaatkan bukti paparan radioaktif dari
Fukushima, untuk melakukan riset perilaku binatang laut lainnya, yang untuk
sementara berada di perairan Jepang sebelum melakukan migrasi amat jauh.
Tidak Berbahaya
Cemaran isotop radioaktif
pada ikan tuna Amerika itu disebutkan tidak berbahaya pada manusia yang
mengkonsumsinya.
Demikian perhitungan
Marc-Oliver Aust dari Institut Thünen untuk ekologi perikanan di Hamburg,
terkait temuan ilmuwan Amerika itu.
"Sekali memakan ikan
tuna seberat 200 gram, diperhitungkan beban paparan isotop Cesium 137 dan 134
dalam kadar 0,0064 Mikrosievert", kata Aust.
Sebagai perbandingan,
setiap tahunnya warga Jerman menerima dosis paparan radioaktifitas alami
sekitar 2300 Mikrosievert. Tapi diingatkan, kita harus berhati-hati
mengkonsumsi ikan tuna terkait beban cemaran lainnya.
"Ikan tuna biasanya
tercemar logam berat merkuri dalam kadar tinggi," kata Aust.
Selain itu, dipandang dari segi perlindungan keragaman hayati, ikan tuna sirip biru tergolong terancam musnah, akibat penangkapan secara besar-besaran. [Rtr/DPA/DW/L-8]
Selain itu, dipandang dari segi perlindungan keragaman hayati, ikan tuna sirip biru tergolong terancam musnah, akibat penangkapan secara besar-besaran. [Rtr/DPA/DW/L-8]
Nelayan menata hasil
tangkapan ikan tuna ke atas Dermaga Pelelangan Ikan Tappa, Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan, Minggu (24/9). Produksi ikan tuna Sulawesi Selatan rata-rata
pertahun mencapai 50 ribu ton. TEMPO/Fahmi Ali
KAMIS, 31 MEI 2012 | 12:06 WIB
Indonesia Eksportir Tuna Terbesar di Asia Tenggara
TEMPO.CO, Yogyakarta - Indonesia merupakan pengekspor ikan tuna terbesar di Asia
Tenggara. Volume ekspor tahun lalu mencapai 141.774 ton dengan nilai mencapai
US$ 449 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun (kurs Rp 9100 per dolar AS).
"Bagi Indonesia, ikan
tuna merupakan salah satu komoditas perikanan utama," kata Direktur
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Saut P. Hutagalung, di Yogyakarta, Kamis, 31 Mei 2012.
Mulai hari ini hingga tiga
hari mendatang, Kementerian dan Komisi Tuna Indonesia menggelar pertemuan kedua
ASEAN Tuna Working Group Meeting di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta. Pertemuan
itu dihadiri beberapa perwakilan negara-negara ASEAN.
ASEAN Tuna Working Group
merupakan wadah kerja sama perikanan tuna se-Asia Tenggara yang didirikan
berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) of ASEAN Cooperation
on Agricultural and Forestry Product Promotion Scheme 2009-2014. Kerja sama ini ditandatangani para menteri bidang
Pertanian se-ASEAN pada tiga tahun lalu.
Tujuan ASEAN Tuna Working
Group ini dibentuk guna mendorong peningkatan perdagangan ikan tuna antarnegara
ASEAN. Selain itu, kerja sama juga meliputi peningkatan daya saing produk tuna,
membuka pasar tuna dunia, penggunaan teknologi, dan peningkatan sumber daya
manusia. "Kerja sama ini meningkatkan posisi tawar ikan tuna ASEAN di
pasar dunia," kata Saut.
Ia menambahkan, Asia Tenggara selama ini menjadi produsen utama ikan tuna dengan produksi mencapai 26,2 persen dari produk tuna dunia. Data Food Agriculture Organization 2007 mencatat produksi tuna Asia Tenggara mencapai 1,7 juta ton. "Indonesia sebagai lead country," kata dia.
Menurut Ketua Komite Tuna Indonesia, Martani, supaya produk tuna berkontribusi besar terhadap perekonomian, maka negara-negara ASEAN harus berkolabolari. "Kami tidak bermain dalam volume, tetapi value, freshtuna, frozen tuna, bahkan tulang-tulangnya pun laku," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Tambah
Luasan Budidaya Rumput Laut
TRIBUN
KALTENG - SELASA, 31 MEI 2011 | 12:39 WIB
istimewa
Saat panen rumput laut
di Batulicin
TRIBUNKALTENG.COM, KOTABARU - Untuk meningkatkan prekonomian rakyat, khususnya di bagian
pesisir. Rencana Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, Kalsel menambah daerah
pengembangan budidaya rumput laut.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, Talib mengatakan, budidaya dilakukan masyarakat di Kecamatan Pulaulaut Barat dan Pulaulaut Selatan, juga akan dikembangkan di Kecamatan Pulaulaut Utara.
Menurut dia, Selasa (31/5/2011) budidaya rumput laut yang dikembangkan masyarakat, membuat instansinya mengembangkan budidaya serupa di wilayah ibukota kecamatan, karena bisnis itu dirasanya sangat menjanjikan.
Pasalnya, budidaya yang dikembangkan oleh masyarakat per tahun rata-rata bisa memproduksi rumput laut 1.200 ton.
(Helriansyah/tribunkalteng.com)
No comments:
Post a Comment