Monday 2 December 2013

PERIKANAN DAN REGIONAL V (KALIMANTAN) DALAM BERITA DI BULAN MARET 2012


SENIN, 01 MARET 2010 | 15:32 WIB

Kayu Sitaan Bakal Dipakai Bahan Baku Peremajaan Kapal

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan kayu-kayu sitaan dari pembalakan liar agar dijadikan bahan baku untuk mendukung rencana restrukturisasi seribu kapal rakyat nelayan hingga 2014. 
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan sedang membicarakan penggunaan kayu sitaan ini kepada Presiden. "Pengadaan kapal melalui tender terbuka CPR (perusahaan galangan kapal) di daerah. Bahan bakunya dari kayu sitaan," kata Fadel.

Jenis kapal yang akan dibangun adalah kapal besar dengan bobot di atas 40 GT (1 gross ton setara 1.016 kilogram). Anggaran untuk mendukung rencana itu mencapai Rp 1,5 triliun. "Kapalnya besar biar nelayan bisa melaut sampai ke Samudera Hindia," tutur Fadel.

Sebelumnya, Kementerian berencana merestrukturisasi seribu kapal nelayan pada tahun ini. Namun, rencana tersebut masih menunggu realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010.
"Kalau tidak masuk APBN Perubahan kami baru mulai 2011," ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Dedy Sutisna sebelum berlangsungnya acara "Chief Editor Meeting: Laut dan Ikan untuk Rakyat" di Jakarta.
Melalui restrukturisasi, kapal nelayan akan diubah dari tidak bermotor menjadi bermotor. Kapal motor yang disediakan berbobot di atas 30 gross tonnage atau sekitar 30,5 ton. Dengan memiliki kapal bermotor, nelayan diharapkan dapat memperluas jarak penangkapan ikan lebih dari 12 mil laut.

Proses tender proyek pengadaan kapal akan diserahkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah. "Biar mereka tahu harga dan spesifikasi yang dibutuhkan," ujar Dedy.
Untuk tahap awal, pada 2010 atau 2011 akan direstrukturisasi 150 kapal. Harga per unit Rp 1,5 miliar dengan bahan kapal dari kayu atau fiber. "Khusus untuk bahan baku kayu untuk kapal, kami sudah menyurati Pak Menteri (Fadel Muhammad) dan Menteri Kehutanan," kata Dedy.
Daerah-daerah yang diprioritaskan untuk program ini adalah Pantai Utara Jawa, Pantai Selatan Jawa, Sulawesi Tengah, dan Jambi. Setengah dari program restrukturisasi dialokasikan untuk Pantai Utara Jawa.
Untuk tahap operasional, Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah akan memilih kelompok usaha bersama (KUB). Kelompok itulah yang selanjutnya yang bakal memilih nelayan-nelayan yang patut menggunakan.

ARYANI KRISTANTI
  http://www.rmol.co/

Aburizal Bakrie: Golkar Minta Perbankan Tak Persulit Kredit Petani

Sabtu, 03 Maret 2012 , 08:33:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi

ABURIZAL BAKRIE/IST
  
RMOL. Dalam roadshow di hari ketiga Pemenangan Pemilu Jawa I DPP Golkar, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengawli kunjungan ke kabupaten Cianjur dengan serangkaian kegiatan dan dialog.

Kegiatan pertama diawali ceramah motivasi siswa SMKN I Pacet, Sholat Jumat di Masjid Cianjur, kunjungan ke Redaksi Cianjur Ekspres serta berdialog dengan Petani Jaring Apung Janghari Cirata yang dihadiri 150 petani tambak. Dalam dialog tersebut, para petani menyampaikan keluhan soal kesulitan pendanaan karena perbankan tidak bersedia memberikan pinjaman, mahalnya pakan ternak dan pencemaran di kawasan waduk Cirata.
"Saya harap Golkar Kabupaten Cianjur bisa menjadi penghubung para petani dengan pihak perbankan. Sebenarnya, tidak ada alasan perbankan mempersulit para petani. Bagaimanapun petani jaring apung adalah para pengusaha budidaya ikan yang perlu diperjuangkan," ujarnya saat dialog dengan petani Jaring Apung Janghari di kediaman Abah Misbah di Kabupaten Cianjur (Jumat, 2/3).
Hadir mendampingi Ketua Umum Aburizal Bakrie, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Syarif Cicip Sutardjo, Ketua PP Jawa1 Ade Komarudin, Ketua DPP Golkar Fuad Masyhur, Rizal Malarangeng, Ketua DPD Golkar Jabar Irianto Syafiudin, Deding Ibnu Sudja,  Anton Sihombing, dan Mujib Rohmat.
Menurut Aburizal, dukungan yang diberikan kepada petani sangat bermanfaat dalam rangka  memperbesar usaha, bukan buat yang lain-lain. Apalagi ada sekitar 72 ribu petani Jaring Apung yang perlu mendapatkan bantuan dan perhatian pemerintah maupun pelaku usaha.
"Barusan saya diberitahu Pak Syarief Cicip, beliau selaku Menteri Perikanan dan Kelautan  memberikan bantuan ke petani Jaring Apung dalam upaya mengembangkan usahanya," kata dia.
Dalam dialog itu, salah seorang petani Jaring Apung, Muhammad Usep menyatakan, pihaknya berharap pemerintah dan Golkar mau memfasilitasi dan menyelesaikan masalah yang kini dihadapi karena seringkali dituduh melakukan pencemaran di waduk Cirata, padahal di daerah tersebut ada perusahaan peternak sapi yang berjumlah 10 ribu ekor yang justru menjadi penyebabnya.
Menanggapi hal itu, Syarief Cicip Sutardjo menyatakan, soal kelestarian lingkungan memang sangat penting dalam rangka menjaga ekosistem lingkungan.
"Saya sudah cek langsung ke lokasi, bahkan pejabat daerah seperti gubernur, bupati dasn dinas tidak pernah mengecek langsung ke lokasi. Bagaimanapun kelestarian Cirata harus tetap terjaga dan menjadi potensi masyarakat petani," ujar dia.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Cicip Sutardjo didampingi Ade Komarudin dan Anton Sihombing memberikan bantuan kepada pembudidaya berupa bantuan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) perikanan budidaya senilai Rp 585 juta dan 1 juta ekor benih ikan senilai Rp 200 juta. Bantuan yang diberikan dalam rangka menggenjot sektor perikanan tangkap meliputi 15 paket PUMP perikanan tangkap senilai Rp 1,5 miliar serta 30 unit GPS senilai Rp 150 juta.
Selain itu, KKP juga menyalurkan bantuan berupa paket modal untuk empat Pondok Pesantren di Cianjur senilai Rp 300 juta dan 12 unit Keramba Jaring Apung (KJA) untuk instalasi Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Malebar senilai Rp 3,4 miliar.
"Pemberian bantuan ini agar produksi dan produktivitas perikanan budidaya dapat ditingkatkan secara ekspansif, sehingga mampu berdaya saing di pasar global. Karena itu, diperlukan kerja keras dari seluruh stakeholder," ujarnya.
Menurut Syarief Cicip Sutardjo, bantuan yang diberikan sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan di sektor kelautan dan perikanan. KKP sendiri pada 2012 akan melanjutkan kegiatan PUMP bahkan dengan alokasi anggaran yang lebih besar untuk memperluas jangkauan kelompok penerima.
"Saya mentargetkan selama 2012 ini ada sekitar 7.300 kelompok akan menerima bantuan PUMP dengan alokasi anggaran sebesar Rp 604 miliar, sedangkan program PUMP perikanan budidaya telah mencapai target yang ditentukan sebanyak 101,89 persen atau sekitar 6,97 juta ton dari target sebesar 6,84 juta ton yang telah mencapai 2 ribu kelompok penerima bantuan di 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota se-Indonesia," demikian Cicip. [ysa]

Sabtu, 3 Maret 2012 – 18:44 WITATelah dibaca 263 kali

Ikan Raja Laut dan Payangka Danau Tondano Masuk Daftar Apendiks CITES

Beberapa spesies ikan, karang dan organisme laut endemik SULUT bakal dimasukkan dalam daftar Apendiks CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora: Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam Punah).
Spesies tersebut ialah, Ikan Raja Laut Coelacanth (Latimeria Manadoensis), kuda laut mini (Hyppocampus Mimicry), beberapa spesies coral (karang), dan ikan endemik air tawar, Payangka (Ophieleotoris aporos (Bleeker)) yang hanya ditemukan di Danau Tondano. Daftar spesies hewan air endemik ini akan masuk Apendiks CITES setelah dilakukan pendataan identifikasi jenis-jenis ikan langka oleh tim gabungan dalam konservasi jenis ikan langka dan endemik di Hotel Gran Central Manado, Rabu (29/2).
“Memang selama ini spesies-spesies ini sudah diketahui langka namun perlu dilakukan langkah-langkah konservasi. Hasil identifikasi menunjukkan, spesies Coelacanth, kuda laut, Payangka dan beberapa karang ini akan dimasukkan bersama 15 spesies ikan dan karang yang sudah diidentifikasi tim pusat. Pemerintah daerah diminta melakukan identifiksi dan SULUT mendapatkan spesies-spesies di atas”, ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) SULUT, Ir H Korah melalui Kabid Pengawasan Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Ir Ronald Sorongan.
Selanjutnya, Coelacanth Cs dari SULUT dan 15 spesies lainnya akan diusulkan ke Kementrian KP untuk dibuatkan Surat Keputusan (SK) sebagai spesies langka. “Namun sebelum diusulkan ke Menteri Kelautan (dan Perikanan), kita di SULUT akan meminta pengesahan berupa SK Gubernur yang mengatur konservasi dan pemanfaatan sebagai legal standing (dasar hukum)", ujar Sorongan.
Sambil menunggu proses pengesahan dari Gubernur dan Kementrian KP, tim yang melakukan identifikasi di bawah kordinasi DKP akan melakukan sosialisasi dan penelitian lanjutan terkait zona inti, zona pemanfaatan dan hal-hal terkait penyelamatan spesies-spesies ikan dan karang langka tersebut. “Sosialisasi bisa berupa turun langsung ke masyarakat, membuat pamflet, selebaran dan mass media”, katanya.
Ia menjelaskan, suatu spesies yang dikategorikan masuk konservasi, bukan berarti tak bisa dimanfaatkan sama sekali. Karenanya, DKP akan membuat penelitian agar bisa memetakan wilayah konservasi, kawasan penyanggah, zona inti dan pemanfaatan. “Akan dikaji kapan musim ikan kawin, bertelur, memijah dan bertumbuh sehingga bisa diketahui pemanfaatannya seperti apa. Semisal ikan Payangka, jangan sampai, ikan sedang bertelur, atau masih kecil sudah ditangkap. Karena itu perlu zona inti yang memang tak bisa dilakukan aktivitas penangkapan dan zona pemanfaatan”, katanya.
Identifikasi ikan langka dilakukan sebagai tindak lanjut ditetapkannya Manado sebagai Sekretariat Coral Triangle Initiatives (CTI), segi tiga terumbu karang dunia. “Ini dampak dari pelaksanaan Konferensi Kelautan Dunia, WOC-CTI Summit tahun 2009 silam”, tukasnya.
Tim yang melakukan identifikasi ikan langka berasal dari DKP SULUT, DKP 15 kabupaten kota se-SULUT, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Kementrian Kelautan dan Perikanan, Balai Perlindungan Pengolahan Pesisir Makassar, Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB), Balai Pengelola Taman Nasional Bunaken (BPTNB), WWF, WCS, Komunitas Peduli Laut (KPL), dan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado (Unsrat).
(red) 
Penulis: Redaksi SuaraManado.com

 

         (DIGITAL EDITION)

KORAN  JAKARTA  


Sektor Riil
Selasa, 06 Maret 2012 | 00:31:27 WIB
Kebijakan BBM I Perumusan Kompensasi Harus Matang dan Terintegrasi
Pengalihan Subsidi Harus Sentuh Nelayan dan Petani Miskin
ISTIMEWA
JAKARTA - Pemerintah diminta mengalokasikan porsi terbesar pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk sektor pertanian dan perikanan. Langkah ini harus ditempuh karena kenaikan harga BBM yang direncanakan berlaku mulai 1 April 2012 akan memberikan beban langsung bagi petani dan nelayan. 
"Alokasi pengalihan subsidi BBM harus dipastikan menyentuh kalangan nelayan dan petani karena mereka kelompok yang sangat rentan terkena kenaikan BBM. Petani dan nelayan merupakan komposisi terbesar masyarakat miskin di Indonesia," kata anggota Komisi IV DPR RI, Rofi Munawar, di Jakarta, Senin (5/3). 
Menurut dia, kenaikan sekecil apa pun harus memberikan kompensasi yang sesuai bagi kalangan petani dan nelayan secara langsung. Pengalihan subsidi BBM ke subsidi langsung, kata dia, sebaiknya diarahkan ke kegiatan yang bersifat produktif, jangka panjang, berkelanjutan, dan mampu meningkatkan kapasitas modal manusia, misalnya, program padat karya, pengembangan usaha kecil menengah, pemberdayaan petani, pendidikan dasar, dan kesehatan. 
Berdasarkan data BPS per Maret 2011, tercatat masih ada 30,02 juta penduduk berada dalam kondisi miskin. Komposisi penduduk miskin pedesaan sebanyak 18.97 juta jiwa dan 11.05 juta penduduk miskin perkotaan. Jumlah penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa. Tingkat kemiskinan di pedesaan sebenarnya bisa disetarakan dengan jumlah petani gurem karena mereka inilah kelompok yang rentan. 
Menurut studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) tahun 2009, 82 persen pekerja miskin kini berada di perdesaan dan 66 persen di antaranya terkait bidang pertanian. Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saat ini jumlah nelayan miskin tercatat 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari jumlah penduduk miskin nasional. Rofi menegaskan seluruh opsi dan kompensasi yang dirumuskan pemerintah harus benar-benar matang dan terintegratif.

Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik seusai rapat internal di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/3), mengatakan usulan kenaikan harga premium sebesar 1.500 rupiah menjadi 6.000 rupiah per liter oleh pemerintah dinilai sebagai harga yang tepat. Ia menjelaskan, pada Mei 2008, pemerintah pernah menaikkan harga premium menjadi 6.000 rupiah per liter. 
Namun, harga tersebut tidak bertahan lama karena pada Desember 2008 harga diturunkan menjadi 5.500 rupiah per liter. Harga itu pun kembali diturunkan pada Januari 2009 menjadi 4.500 rupiah per liter. 

Penghapusan Bertahap 
Sementara itu, sebagian masyarakat memilih kebijakan penghapusan subsidi BBM secara bertahap dengan realokasi untuk program earmarked (alokasi spesifik), misalnya vaksinasi dan pembangunan MRT daripada penghapusan langsung. Namun, mereka menolak jika kebijakan penghapusan subsidi langsung dengan realokasi untuk pembayaran utang pemerintah dan program pemerintah lainnya (alokasi nonspesifik atau non-earmarked). 
Demikisan hasil eksperimen mengenai penurunan subsidi BBM dari perspektif rumah tangga yang dilakukan tim peneliti pada Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Yogyakarta, yang dipublikasikan Senin (6/3). Penelitian ini merupakan kerja sama antara P2EB FEB UGM dengan The Economy and Environmental Programs for South East Asia (EEPSEA), Kanada. 
Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan dari September 2011-Februari 2012. Tim peneliti terdiri dari oleh Rimawan Pradiptyo sebagai ketua dan Gumilang Aryo Sahadewo sebagai anggota. Menurut Rimawan, hasil paling menarik dari eksperimen tersebut, yaitu kelompok yang tidak memiliki kendaraan, lebih memilih opsi penghapusan BBM bersubsidi secara langsung. yok/mza/dng/Ant/E-3

 


MINGGU, 06 MARET 2011 | 18:17 WIB

"Produk Perikanan Tembus Pasar Internasional Lewat Carrefour"

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad ingin mendorong produk perikanan Indonesia ke pasar internasional. "Saya ingin pengusaha perikanan bisa memanfaatkan Carrefour untuk menerobos pasar internasional," kata Fadel pada peresmian Kampoeng Carrefour di Carrefour Lebak Bulus, hari ini.

Menurut dia, produk perikanan lebih mudah masuk pasar internasional kalau dibawa oleh Carrefour.
Kegiatan Kampoeng Carrefour diselenggarakan pada 2-15 Maret. Pada kegiatan ini, Carrefour menggandeng 37 pemasok untuk menjual berbagai produk segar perikanan dan pertanian.
Dalam industri perikanan, kata Fadel, lebih sulit membangun jaringan pasokan dan pemasaran ketimbang usaha produksinya sendiri. "Maka, dengan adanya kegiatan yang diadakan Carrefour, pengusaha perikanan kecil dan menengah punya tempat pemasaran," ujarnya. Apalagi, Carrefour adalah perusahaan internasional.
Dengan kegiatan Kampoeng Carrefour juga membuka mata nelayan dan pembudidaya perikanan. "Mereka jadi tahu, apa yang dikerjakan memang ada pasarnya," kata Fadel.
Direktur Jenderal Perikanan Budibaya, Ketut Sugama mengatakan produksi budidaya perikanan mencapai 5,4 juta setahun. Sebesar 40 persen dari jumlah itu adalah ikan air tawar. Sisanya ikan laut, udang dan cumi.
Dengan adanya kegiatan semacam Kampoeng Carrefour, akan memberi keuntungan bagi nelayan dan pembudidaya ikan. "Jaringan distribusi jelas karena tidak ada black market," ujarnya.
Ketut mengungkapkan, selama ini pembudidaya ikan dan nelayan sering dibohongi. "Penampung mengatakan ikan tidak laku, sehingga dibeli dengan murah," kata dia.
Presiden Direktur PT Carrefour Indonesia, Shafie Shamsuddin mengatakan, pada awalnya tujuan Carrefour memang mendistribusikan produk Indonesia itu melalui jaringan gerainya di luar negeri. "Kami akan bantu pengembangan produk perikanan Indonesia," kata dia.
"Kita akan buka akses ke negara-negara ke Carrefour Singapura, Malaysia, Taiwan, Timur Tengah dan Eropa," kata Shafie. Sebab, konsumen di negara-negara itu sudah banyak yang mempertanyakan kemungkinan mendapatkan ikan Indonesia.
Beberapa produk perikanan yang sudah memenuhi standar Carrefour adalah ikan gurame, ikan kakap, marlin, cumi dan udang.
Saat ini, Carrefour sedang membangun proyek untuk penyaluran produk perikanan yang sudah mapan seperti udang. Diantaranya untuk permintaan pasar Malaysia. "Sebab, kebutuhan udang di Carrefour Indonesia yang 40 ton sebulan sudah bisa terpenuhi secara berkesinambungan," ujarnya.
Namun, pasar internasional menerapkan syarat kualitas yang ketat. "Maka, kami bekerja sama dengan pemerintah untuk membina pemasok," ujarnya.
Shafie berharap dalam 5-10 tahun ke depan produk perikanan Indonesia sudah bisa dipasrkan ke jaringan Carrefour internasional. "Kalau tidak terjadi, itu namanya kemunduran," kata Shafie.

EKA UTAMI APRILIA

 

 

 

 

http://www.ntt-online.org/


Sulsel Jadi Tuan Rumah Indoaqua 2012

Ditulis oleh Irwan Mubaraq   
Selasa, 06 Maret 2012 00:05
Laporan Irwan Mubaraq

Makassar, NTT Online - Agenda 2 Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesian Aquaculture (Indoaqua) dan FITA akhirnya memilih Provinsi Sulawesi Selatan sebagai tuan rumah di Tahun 2012 setelah sebelumnya dilaksanakan di Provinsi Lampung pada Tahun 2010. 
Demikian diungkapkan Kepala bidang Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulkaf Latief diruangan kerjanya kepada wartawan NTT Online di Makassar.
Kegiatan ini, kata Sulkaf, merupakan media informasi teknologi aquakultur yang akan diikuti oleh DKP seluruh Indonesia, UPT Pusat dan Stakeholders Perikanan Budidaya.
"Kegiatannya ini akan dilaksanakan tanggal 8 - 11 Bulan Juni 2012 " dan pesertanya dihadiri 33 Provinsi," paparnya.
Adapun bentuk kegiatan Indoaqua nantinya berupa seminar, temu bisnis, talk show, perlombaan dan pameran. Kegiatan seminar, temu bisnis, talk show dan perlombaan dilaksanakan di hotel Arya Duta Makassar sedangkan kegiatan pameran dilaksanakan di Anjungan Pantai Losari Makassar.
Kegiatan Indoaqua dan FITA Tahun 2012 dengan tema "Membangun Sinergitas kerja Stakeholders menuju Industrialisasi Perikanan Budidaya" bertujuan untuk mensukseskan program industrialisasi pada sektor kelautan dan perikanan khususnya kegiatan perikanan budidaya. "Kegiatan ini juga mendapat restu dari bapak Gubernur Sul-Sel," ucap Sulkaf.

 

 

 

 

 

 

www.republika.co.id/berita/

 

Genjot Produksi Perikanan, Pemerintah Optimalkan Sektor Perikanan Budidaya


Rabu, 07 Maret 2012, 00:20 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guna menggenjot produksi perikanan negara, pemerintah melalui kementerian kelautan dan perikanan akan melakukan optimalisasi pada sektor perikanan budidaya. Sektor dengan komponen utama bandeng, patin, udang dan rumput laut ini akan dirancang melalui pengembangan minapolitan percontohan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo, mengungkapkan daya saing sektor perikanan Indonesia masih di jauh dari target pencapaian pemerintah. Menurut Sharif, produksi ikan baik tangkapan maupun budidaya, masih perlu peningkatan lebih jauh.
"Dari sektor perikanan, Indonesia masih berada pada peringkat empat setelah. Cina, Thailand, dan India. Padahal, dua per tiga wilayah kita adalah perairan," ujar Sharif ketika membuka rapat kerja teknis kementerian kelautan dan perikanan di Hotel Golden Flower Bandung, Selasa (6/3).
Sharif menambahkan, dengan penguatan sektor perikanan budidaya berbasis industrialisasi tersebut, diharapkan mampu menjadi alternatif dalam menjawab segala persoalan produktivitas para petani dan nelayan.
"Baik persoalan ‘climate change’, hingga penyediaan lapangan kerja baru," tambah Sharif.
Dalam kesempatan tersebut, Sharif yang juga didampingi Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Yulistyo Mudho juga berkesempatan membuka pameran peluncuran model perikanan budidaya percontohan. Dalam pameran tersebut, sedikitnya sepuluh daerah di Indonesia dipamerkan dalam model pengembangan perikanan budidaya.
Seperti yang dilansir Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, pengembangan sub sektor "primadona" perikanan ini akan dirancang melalui pengembangan Minapolitan Percontohan. Nantinya, 46 lokasi yang dianggap sebagai embrio kawasan industrialisasi perikanan budidaya akan mendapatkan pembinaan khusus dalam hal penelitian dan pengembangan produksi perikanan.
Tak hanya itu, 3.600 kelompok pengusaha budidaya perikanan akan diintensifkan pembinaannnya melalui program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya. Semua sasaran tersebut, diakui pemerintah telah berdasarkan pertimbangan daerah potensial percepatan industrialisasi perikanan budidaya.
"Untuk itu, SDM, Iptek, serta pemerintah daerah harus turut berperan aktif dalam memacu produktivitas perikanan di masing-masing wilayahnya," tambah Sharif.

Redaktur: Hazliansyah
Reporter: Angga Indrawan

Kamis, 8 Maret 2012 – 15:33 WITATelah dibaca 179 kali

Sondakh Perjuangkan Nasib Nelayan Tangkap

Semakin sulitnya para nelayan tangkap memperoleh hasil dan keuntungan memadai seiring dengan kenaikan BBM dan menurunnya hasil tangkapan oleh karena perubahan cuaca yang ekstrim diberbagai belahan dunia termasuk diperairan Sulawesi dan Bitung. Belum lagi kebijakan pemerintah pusat yang tambah menyulitkan para nelayan terkait dengan dikeluarkan peraturan menteri nomor: 49/MEN/2011tentang perubahan atas peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor 14/MEN/2011 tentang usaha perikanan tangkap.

Mendapat perhatian serius dari pemerintah kota Bitung, hal ini sebagimana yang diutarakan walikota Bitung Hanny Sondakh saat bersua dengan sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI DR. Gellwy Yusuf di bandara Sam Ratulangi Manado, kamis (08/3) saat tidak sengaja Sondakh bersua dengan Yusuf di ruang tunggu bandara Sam Ratulangi, Sondakh pun memanfaatkan momentum ini untuk memperjuangkan nasib para nelayan.

Menurut Sondakh bahwa nelayan perlu mendapatkan kemudahan dan pengayoman oleh pemerintah pusat sebab pemerintah daerah telah melakukan hal tersebut dimana berbagai kemudahan termasuk bea pun dibebaskan. tujuannya guna meningkatkan hasil tangkapan dan kesejahteraan para nelayan, sebab ada puluhan ribu warga Bitung yang tergantung dengan hasil tangkapan belum lagi yang memiliki hubungan mata rantai dengan industri pengolahan dimana puluhan industri pengolahan di kota Bitung memperkerjakan puluhan ribu tenaga kerja”, ujar Sondakh.

Sondakh juga menyoroti soal adanya perbedaan dalam pelayanan BBM bagi kapal lokal dan ex asing diatas 30 GT yang telah berbendera Indonesia dimana adanya perbedaan padahal telah menjadi milik warga Bitung seharusnya mereka pun mendapatkan 25 kilo liter/bulan sebagaimana kapal lokal yang lain. Begitupun menyangkut perpres nomor 15 tahun 2012 tentang harga jual eceran dan konsumen pengguna jenis bahan bakar tertentu. Perpres ini menyengsarakan para nelayan. Karena salah satu klausul menyebut, perahu di atas 30 GT harus membeli bahan bakar dengan harga nonsubsidi”, tegas Sondakh.

Mendengar keluhan tersebut Yusuf pun menyampaikan terima kasih atas masukan yang sangat bijaksanan ini, ia pun berjanji untuk mempelajari aturan tersebut dan berjuang bersama nelayan Bitung agar aturan tersebut dapat
memberikan iklim yang kondusif bagi sektor perikanan di Indonesai termasuk di Bitung, demi kesejahteraan masyarakat.
(red) 
Penulis: Redaksi SuaraManado.com


nelayan
JUM''AT, 09 MARET 2012 | 14:08 WIB

Rp 1,6 Triliun untuk Perumahan Nelayan  


TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera mengucurkan dana bantuan untuk perumahan khusus nelayan. Dana senilai Rp 1,6 triliun itu dikucurkan sebagai respons atas kenaikan harga bahan bakar minyak April mendatang.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, bantuan ini diharapkan bisa mengurangi beban nelayan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Pasalnya, 70 persen biaya produksi dan operasional mereka habis untuk membeli bahan bakar solar. “Ini salah satu jalan keluar untuk membantu para nelayan,” kata dia di kantornya, Jumat, 9 Maret 2012.

Dana sebesar Rp 1,6 triliun itu diambil dari anggaran belanja Kementerian. Sharif mengatakan perumahan khusus itu akan didirikan di 22 kabupaten di seluruh Indonesia mulai tahun ini. “Kami masih menghitung jumlah rumah yang akan dibangun nantinya," ujarnya.

Selain rumah, kawasan permukiman nelayan ini akan dilengkapi tempat ibadah, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menyediakan listrik dan air sehingga rumah itu bisa segera ditempati.

ROSALINA



Dinas Perikanan dan Kelautan Banjar Diminta Aktif

TRIBUN KALTENG - SENIN, 12 MARET 2012 | 18:39 WIB
Web
patin
TRIBUNKALTENG.COM,  MARTAPURA - Tuntutan agar hasil perikanan khususnya jenis patin di Kabupaten Banjar meningkat, terus dilakukan oleh pemerintah pusat.
 Ke depannya, hasil budidaya patin itu untuk memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi mengimpor ikan patin tersebut dari Thailand.
 "Kami mengharapkan agar pihak pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banjar agar terus menerus melakukan tinjauan ke lokasi tambak. Dengan begitu, para petani dapat terus dibimbing dan dapat meningkatkan kualitas petani maupun hasil tambak," ucap Supervisor Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan RI, Ir Panca Waluyo dihadapan para petani tambak yang ikut dalam pelatihan di tambak agrowisata Bincau, Kabupaten Banjar, Senin (12/3).
 

PENULIS : RENDY NICKO, EDITOR : EDINAYANTI

03-16-2012 01:36 AM

Eksportir Rumput Laut Keluhkan PUNGLI

Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengeluhkan biaya ekspor yang semakin tinggi dengan panjangnya perizinan dan proses ekspor rumput laut ke negara tujuan ekspor.

Ketua ARLI Safari Azis keberatan dengan proses pengurusan Certificate of Legal Origin (CoLO), yakni sertifikat yang menjamin tentang asal usul rumput laut tersebut dari hasil budi daya atau panenan dari alam yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Setiap proses perizinan membutuhkan biaya. Dengan adanya persayaratan tambahan CoLO ini semakin mempertinggi beban pengusaha rumput laut untuk melakukan ekspor ke negara tujuan," kata Safari Azis dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/3/2012)

Safari memaparkan, untuk mendapatkan CoLO eksportir diwajibkan memiliki tiga dokumen persyaratan antara lain Izin Usaha Perikanan (IUP), Health Certificate (HC) dan Surat Kelayakan Pengolahan (SKP).

"Yang terjadi di lapangan dengan adanya permintaan CoLO dari negara tujuan seolah-olah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mengeluarkan perizinan untuk memperpanjang rantai birokrasi dengan biaya-biayanya," keluhnya.

Saat ini birokrasi untuk ekspor dan impor rumput laut belum terintegrasi dengan baik dan mempersulit pelaku usaha. Safari mencontohkan, pengusaha yang mengolah rumput laut sudah memiliki izin usaha perindustrian, akan tetapi mereka tetap harus pula memiliki SKP yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"SKP ini tumpang tindih dengan Izin Usaha Perindustrian yang telah dimiliki oleh prosesor. Sehingga penerbitan izin yang sama dari dua Kementerian yakni KKP dan Perindustrian membuat bingung para prosesor rumput laut," ungkapnya.
Ia mengusulkan pemerintah untuk mempertimbangkan agar SKP ini ditinjau kembali dengan kondisi yang sebenarnya atau dihapuskan sekaligus. "Jika ada negara tujuan ekspor yang mempersyaratkan CoLO seperti Chile, maka pemerintah seyogianya membuat CoLO tersebut tanpa harus memperpanjang rentetan persyaratan lainnya," katanya.

Menurut Edaran yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menginformasikan bahwa hingga saat ini kewenangan penerbitan sertifikat CoLO belum diatur oleh KKP dengan alasan akan segera didukung dengan penerbitan Peraturan Menteri KKP. Namun, sebelum kewenangan penerbitan CoLO ditetapkan, untuk sementara CoLO diterbitkan oleh LPPMHP untuk produk olahan rumput laut yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia, dan oleh Balai Karantina ikan produk rumput laut kering sebagai bahan baku.
"Di lapangan, petugas birokrasi KKP tidak paham betul dengan tata aturan penerbitannya, bahkan tidak ada pedoman atau rujukannya. Jika pemerintah tidak siap, lebih baik CoLO tidak diberlakukan lagi karena asumsinya perizinan baru berarti biaya bertambah," ungkap Safari.


Pembelian Solar Dibatasi, Nelayan Adu Mulut


Jumat, 16 Maret 2012 15:33 wita
BANJARMASINPOST.CO.ID, BONE - Puluhan nelayan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan terlibat adu mulut dengan aparat kepolisian di salah satu SPBU di kota itu, Jumat (16/3/2012). Puluhan nelayan keberatan dengan pembatasan pembelian solar hanya 50 liter yang dinilai mengganggu pekerjaan mereka. "Kami mau makan apa kalau Pak kalau cuma 50 liter saja yang bisa kami beli. Kita ini mau keluar melaut selama 1 minggu cukup tidak itu solar selama 1 minggu," ujar Anshar salah seorang nelayan dengan nada tinggi kepada polisi. 

Sebelumnya beredar imbaun kepada sejumlah SPBU di Kabupaten Bone bahwa bagi masyarakat yang membeli BBM dengan menggunakan jeriken hanya diperbolehkan membeli maksimal 50 liter. Itupun harus dengan rekomendasi dari Kelurahan atau Desa. Aparat kepolisian yang melakukan penjagaan tetap ngotot melarang para nelayan melakakukan pembelian melebihi 50 liter dengan alasan tugas.
 

"Saya ini hanya menjalankan tugas Pak, kalau saya biarkan, kemudian ada apa apa kan saya yang disalahkan. Saya mengerti kalau 50 liter untuk satu perahu itu tidak cukup tapi mau diapakan, karena ini tugas," ujar salah seorang.
 

Ketegangan ini akhirnya reda setelah salah seorang anggoat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bone Andi Alfian yang kebetulan berada di lokasi dan menengahi permasalahan. Anggota dewan ini menilai, tidak ada pembatasan bagi para nelayan. "Tidak boleh nelayan dibatasi karena ini kebutuhan pekerjaannya. Kalau nelayan tidak melaut bisa bisa kita ini tidak makan ikan, apalagi surat imbauan pembatasan itu belum sampai di DPRD. Harusnya kan dimusyawarahkan dulu," tutur Andi Alfian.
Setelah melalui negosiasi, antara anggota dewan dan pinpinan kepolisian setempat, para nelayan akhirnya bisa membeli BBM melebihi kapasitas 50 liter dengan alasan satu perahu maksimal menggunakan BBM sebanyak 300 liter selama seminggu melaut.

Copyright © 2012
Editor : Edinayanti
Source : Kompas.com

         (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  

Sektor Riil
Jumat, 16 Maret 2012 | 01:57:35 WIB
KKP Siapkan Tiga Opsi
antara
JAKARTA - Guna membantu para nelayan yang akan terkena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menawarkan tiga opsi skema insentif bagi para nelayan.

Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan KKP, Muhammad Zaini Hanafi, mengatakan opsi tersebut, seperti pemberian cash back atau bantuan langsung secara tunai kepada para nelayan, pemberian es gratis hingga penghapusan berbagai jenis retribusi.

Ia memaparkan, bentuk pemberian bantuan secara tunai maksudnya adalah kenaikan harga sebesar 1.500 rupiah per liter menjadi 6.000 rupiah per liter diganti dengan kompensasi dalam bentuk tunai pula kepada para nelayan yang dinilai membutuhkannya.

Selain itu, lanjutnya, terdapat pula opsi subsidi dalam pemberian es balok secara gratis kepada para nelayan di pelabuhan sehingga mutu ikan yang ditangkap oleh nelayan akan lebih baik saat berada di pendaratan.

Penghapusan berbagai jenis retribusi yang memberatkan nelayan juga dibicarakan sebagai opsi tetapi untuk detailnya masih dalam bentuk pengkajian.

Ketua I Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), Edy, mengatakan pihaknya setuju terhadap kenaikan BBM bersubsidi, asal tidak ada pembatasan terhadap jenis kapal yang akan menerima BBM bersubsidi tersebut.

"Jangan sampai ada pembatasan terhadap kapal di atas 30 GT karena banyak kapal penangkap ikan tuna Indonesia berbobot di atas 30 GT yang beroperasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE)," kata dia. aan/E-3



Tahun Depan, SPBN Dibangun di Kotabaru

Minggu, 18 Maret 2012 20:28 wita.

BANJARMASINPOST.CO.ID, KOTABARU - Kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang selama ini dialami nelayan tradisional, khususnya di Desa Rampa Lama dan Rampa Baru akan segera berakhir. Walaupun kenyamanan yang akan dirasakan nelayan itu masih cukup lama atau sembilan bulan lagi.

Ini menyusul rencana pemerintah daerah Kotabaru mendirikan stasiun pengisian bahan bakar nelayan ( SPBN) di lokasi pendaratan pelelangan ikan (PPI) Sungaiparin, Kecamatan Pulaulaut Utara pada tahun ini.

Hal itu dikemukakan Ketua DPRD Kotabaru Alfidri Supiannoor. Selain pengadaan SPBN, di lokasi PPI tersebut juga akan difungsikan pabrik es untuk memberikan kemudahakan kepada nelayan di daerah ini yang jumlahnya mencapai ribuan.

"Awal tahun ini kita upayan SPBN di PPI sudah terbangun sekaligus operasional pabrik es," kata Alfidri.

Menurut Alfidri, pembangunan SPBN dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Dirjen Kelautan dan Perikanan.
Copyright © 2012
Editor : Edibpost
Source : Banjarmasin Post




http://banjarmasin.tribunnews.com/

 

Berikan Bantuan Kepada Nelayan di Kapuas

MINGGU, 18 MARET 2012 | 14:40 WITA
BANJARMASINPOST.CO.ID, KUALAKAPUAS - Untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan di Kabupaten Kapuas, rencananya Kementrian Perikanan dan Kelautan pusat, melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kapuas, sebagai perantara akan memberikan bantuan dana kepada dua kelompok nelayan.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kapuas Ir Moch Chalinja, Sabtu (17/3/2012), membenarkan adanya rencana tersebut. Menurut Chalinja, ratusan nelayan itu sudah membuat proposal apa yang mereka inginkan. 

Jadi, ujar Chalinja masing-masing kelompon keinginnannya berbeda. Ada yang rencana membeli jaring, kapal maupun mesin kapal.

Disinggung kapan bantuan itu akan diberikan, menurutnya dalam bulan-bulan ini juga. Diharapkan dengan adanya rencana bantuan tersebut semua nelayan akan sejahtera.

Pantauan, dalam beberapa tahun terahir, Kabupaten Kapuas sebagai percontohan minapolitan budidaya se Kalteng. Selain memproduksi ikan tangkapan dari nelayan, Kapuas juga memiliki ikan kolam maupun danau dan rawa serta hasil budidaya. Produksi ikan tahun 2011 sekitar 10.205,14 ton setahun. Tahun sebelumnya 2010 sekitar 10.023,35 ton setahun.






Senin, 19 Maret 2012 - 16:20:30 WIB
http://www.kedaipesisir.com

Tingkatkan kesejahteraan nelayan dengan Kedai Pesisir


Diposting oleh : Administrator
Kategori: 
Teknologi - Dibaca: 154 kali
Keberaadan para Nelayan di Kota Denpasar terus mendapat perhatian dari Pemkot Denpasar, kehidupannya yang masih jauh dari sejahtera terus diberdayakan dengan memberikan sejumlah bantuan, salah satunya adalah pembangunan Kedai Pesisir yang peresmiannya dilakukan oleh Sekkot Denpasar Drs. Nyoman Aryana, Msi. Mewakili Walikota Puspayoga Sabtu (12/12) di pantai Matahari Terbit Desa Sanur Kaja. Peresmian Kedai Pesisir ini juga dihadiri Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Bali Ir. IB. Wisnawa Manuaba Msi., Kadis Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar Ir. Nengah Udiarsa, Msi. serta para Nelayan di Desa Sanur Kaja. Kedai yang dikelola Kelompok Nelayan Mina Sari Asih menyediakan berbagai keperluan nelayan untuk penangkapan ikan serta kebutuhan sembako.

Sekkot Aryana mengatakan dengan dibangunnya kedai pesisir akan menjamin ketersediaan kebutuhan pokok dan melaut bagi masyarakat pesisir dengan harga yang relatif murah. Dia mengatakan Pemkot Denpasar melalui Dinas Pertanian dan Kelautan telah mengambil berbagai kebijakan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, diantaranya melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). “Program ini telah berjalan sejak tahun 2001, dan tahun ini sudah memasuki periode ketiga, dimana periode ini merupakan periode diversifikasi usaha dari program PEMP,” kata Aryana. Program Kedai Pesisir lanjut Aryana diimplementasikan untuk menjawab permasalahan masyarakat pesisir seperti sulitnya mendapatkan alat-alat penangkapan ikan, disamping jarak yang cukup jauh juga harga yang relatif lebih mahal. “Dengan adanya kedai pesisir ini yang dikelola oleh kelompok nelayan tentu tidak terlalu sulit untuk mendapatkan alat-alat melaut disamping dari segi harga juga dapat ditekan,” ujarnya. Ia mengharapkan dengan Kedai ini kehidupan para nelayan dapat berkembang sehingga memotivasi semangat kerja nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Sementara itu Kadis Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar Ir. Nengah Udiarsha mengatakan pengadaan pembangunan kedai pesisir beserta kelengkapannya ini merupakan sinergi antara pemerintah pusat melaui Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Pemkot Denpasar. Pembangunan kedai pesisir ini kata Udiarsha menghabiskan biaya sebesar 350 juta rupiah. Untuk Kota Denpasar demikian Udiarsha sudah dibangun dua kedai pesisir, satunya lagi di Kelurahan Serangan yang dibangun tahun 2005 lalu. Manjer Kedai Pesisir Made Ade mengaku bersyukur atas bantuan yang diberikan oleh pemerintah, “Dengan adanya kedai ini akan sangat membantu masyarakat nelayan dalam memenuhi kebutuhanya. Kami berharap mudah-mudahan dengan kedai ini kehidupan para nelayan dapat lebih sejahtera,” katanya. (Dw) 


Sejumlah nelayan menaikkan hasil tangkapan ikan tuna ke atas Dermaga Pelelangan Ikan Tappa, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Minggu (24/9). Produksi ikan tuna Sulawesi Selatan rata-rata pertahun mencapai 50 ribu ton. TEMPO/Fahmi Ali
RABU, 21 MARET 2012 | 19:25 WIB

Pemkab Malang Beri Bantuan Beras untuk Nelayan

TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, menyalurkan bantuan beras kepada nelayan di kawasan pantai Sendangbiru, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Setiap nelayan mendapatkan 10 kilogram. “Mudah-mudahan bantuan tersebut bisa meringankan beban para nelayan,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang, Endang Retnowati, Rabu, 21 Maret 2012.
Menurut Endang, bantuan diberikan karena nelayan tidak bisa melaut setelah gelombang tinggi menerjang perairan selatan Jawa. Ketinggian gelombang mencapai empat meter. Bantuan diambil dari beras cadangan bencana alam yang disimpan di Bulog Malang sebanyak 100 ton. 
Ketua kelompok nelayan Sendangbiru, Umar Hasan, menjelaskan saat ini nelayan memilih berdiam di rumah. Ada pula yang mengisi waktu dengan memperbaiki kapal dan alat tangkap. 
Bagi nelayan yang memiliki lahan sawah dan kebun, untuk sementara beralih untuk bertani. Mereka menanam aneka jenis tanaman, seperti singkong, pisang dan jagung. "Angin kencang, jika memaksakan diri melaut bisa tenggelam atau terdampar di daerah lain," ujar Umar.
Umar menyatakan terima kasihnya atas bantuan beras tersebut. Apalagi sejak tidak bisa melaut, masing-masing pengurus kapal bertanggungjawab memenuhi kebutuhan hidup keluarga nelayan yang bekerja di kapalnya.
Umar mengatakan bertanggungjawab memberi bantuan bahan pangan bagi awak 25 kapal. Masing-masing kapal diawaki lima orang. Bantuan yang diberikan berupa beras dan bahan pangan lainnya. Umar mengaku terpaksa mengajukan kredit ke perbankan untuk memenuhi kehidupan nelayan. ”Sudah setahun cuaca tak bersahabat," ucapnya. 
Umar memaparkan pernah mencoba melaut. Setiap melaut selama sepekan Umar menyediakan modal Rp 6 juta. Namun hasil tangkapan tak lebih dari Rp 2 juta, sehingga setiap melaut harus menanggung kerugian sekitar Rp 4 juta. 
Akibatnya harga ikan terus melonjak. Harga ikan tuna semula Rp 10 ribu per kilogram naik menjadi Rp 18 ribu. Hasil tangkapan nelayan berupa ikan tuna untuk memenuhi pasar Jawa Timur. Sebagian dikemas dalam kaleng diekspor ke Jepang.
Tahun lalu dari target tangkapan sebanyak 12 ribu ton, namun hanya terpenuhi sembilan ribu ton atau sekitar 75 persen.
Kawasan Sendang Biru merupakan sentra nelayan terbanyak di Kabupaten Malang. Di kawasan ini, terutama di Desa Tambakrejo, terdapat sekitar tiga ribu nelayan.

EKO WIDIANTO

Air Tercemar, Ikan Terpapar

Jumat, 25 Maret 2011 - 23:44 Wita
Oleh: Dr Ir M Ahsin Rifa’i MSi

SAYA terperanjat ketika membaca pernyataan Manajer Kampanye Walhi Kalsel, Dwito Frasetiandy pada Harian Banjarmasin Post, edisi Rabu, 23 Maret 2011 yang berjudul ‘Sungai Martapura pun Tercemar’.
Menurutnya, Sungai Martapura dan Sungai Barito di Kalsel terbukti telah tercemar logam berat dan semuanya sudah melampau ambang batas. 
Sebagai contoh dijelaskan Sungai Martapura telah tercemar merkuri mencapai 5,876, pertambangan batu bara dan besi (Fe) telah mencapai 16,209 yang semestinya hanya 0,3.  Timbal telah mencapai 0,125 yang semestinya hanya 0,3, total suspenden solid (TTS) telah mencapai 182-567 mg/l yang semestinya hanya 50 mg/l, dan seterusnya dijelaskan beberapa parameter lainnya.  

Pada bagian lain di harian ini dimuat pula opini dari staf khusus Kementerian Lingkungan Hidup, Gusti Nurpansyah yang menyatakan berdasarkan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Kalsel berada di urutan ketiga terburuk (di Indonesia) tentang indeks kualitas air dan tutupan lahan bekas pertambangan. 
Berita dan tulisan tersebut jelas menggambarkan betapa buruknya wajah pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengelolaan lingkungan perairan di Kalimantan Selatan. 

Seusai membaca berita tersebut, serta merta muncul beberapa pertanyaan di benak saya. Apakah benar pernyataan yang disampaikan oleh Walhi tersebut? Jika benar, apakah pernyataan tersebut merupakan hasil penelitian ilmiah?  Siapa yang melakukan? Apakah Walhi?, Perguruan Tinggi?, Instansi terkait?, atau perorangan? Bagaimana metodologinya?, Dimana saja sampel penelitian diambil?  Tahun berapa dilaksanakan? dan sederet pertanyaan lainnya.  
Fakta yang terungkap itu menurut hemat saya bukan perkara sepele, karena jika berita itu benar adanya maka bencana kemanusiaan di Banua kita ini tinggal menunggu waktu.

Sejarah membuktikan, bagaimana dahsyatnya bencana minimata yang terjadi di Jepang akibat pencemaran limbah logam berat air rakasa atau merkuri (Hg).  

Pada 1930-an, perusahaan baterai Chisso Corporation di Jepang mendirikan pabrik di pantai Teluk Minimata untuk memproduksi klorida vinil formaldehida. 
Hasil sampingan dari produk tersebut mengandung logam berat Hg (merkuri) yang dibuang ke dalam teluk.  Selanjutnya melalui proses biomagnification, ikan-ikan laut dan kerang-kerangan yang terpapar merkuri mengakumulasi senyawa majemuk klorida metil-merkuri beracun dengan konsentrasi tinggi. 
Ikan dan kerang tersebut kemudian dikonsumsi penduduk di sekitar Teluk Minimata. Lima belas tahun kemudian, pasca-pembuangan limbah merkuri, keanehan mental dan kelainan fungsi saraf mulai diderita oleh penduduk setempat terutama anak-anak. Keanehan-keanehan mental dan kelainan fungsi saraf tersebut dinamakan penyakit minimata yang didiagnosis sebagai akibat keracunan logam berat merkuri.  
Pada 1959, penyakit itu mulai mewabah, ratusan orang mati akitbat penyakit yang aneh dengan gejala kesemutan pada kaki dan tangan, lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran. Pada tingkatan akut, gejala itu biasanya memburuk disertai dengan kelumpuhan saraf permanen, kegilaan, jatuh koma dan akhirnya mati.  

Akibat kasus tersebut, akhirnya pabrik Chisso ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang lebih 26,6 juta dolar Amerika.  
Pada 1970-an, pemerintah Jepang resmi menghentikan pembuangan logam berat merkuri ke laut dan menetapkan tingkat konsentrasi baku atau ambang batas yang diboleh terkandung di dalam makanan, khususnya yang berasal dari ikan dan kerang-kerangan.
Bagamana pencemaran logam berat merkuri di perairan bisa menimbulkan penyakit ganas bagi kehidupan umat manusia seperti yang terjadi di Teluk Minimata Jepang? Jawabannya adalah adanya proses biological magnification di perairan. 
Ketika logam berat memasuki ekosistem perairan, ia akan masuk ke dalam sistem rantai makanan.  Ikan-ikan yang telah terpapar logam berat secara biologis tidak mampu melakukan proses metabolisme melainkan akan mengakumulasi zat tersebut di tubuhnya jauh di atas dari yang terkandung di perairan sekitarnya.  
Dengan adanya proses biological magnification, konsentrasi logam berat di tubuh ikan terus meningkat seiring dengan proses pemangsaan dari satu level ke level tropik di atas.  Semakin panjang level tropik semakin tinggi akumalasi logam beratnya, dan pada ikan level tropik paling atas itulah yang sering dikonsumsi oleh manusia.   
Jika sejarah  itu terjadi di Jepang pada 1950-an, apakah mungkin terjadi pula di Banua kita ini di masa yang akan datang? Jika menyimak hasil laporan yang disampaikan oleh Walhi Kalsel dan beberapa opini yang telah ditulis di Harian ini, maka jawabannya kemungkinan itu bisa terjadi.  
Berapa banyak industri besar di pinggiran Sungai Barito yang membuang limbah ke sungai. Berapa banyak perusahaan batu bara yang menjadikan sungai sebagai sarana pengangkutan produknya yang akan dikapalkan atau dibawa ke pelsus. 
Berapa banyak pelsus batu bara yang dibangun pesisir pantai. Berapa banyak run off limbah batu bara yang mengalir ke sungai yang disebabkan oleh pertambangan batu bara dan limbah pertanian di hulu sungai. Betapa banyak limbah air raksa (merkuri dari hasil penambangan emas yang di buang ke sungai. 
Masih banyak bukti lainnya yang kasat mata yang sangat potensial mencemari perairan sungai, rawa dan pesisir di Banua kita ini. 

Kita patut bangga sebagai urang Banjar terkenal suka makan ikan terutama ikan-ikan lokal seperti haruan, papuyu, sapat, dan lain-lain. Kesukaan itu sampai pada taraf fanatisme.
Namun semua jenis ikan tersebut secara ekologis dan biologis seluruh siklus hidupnya berada di perairan sungai dan rawa. Jika perairan kita telah tercemar logam berat benar adanya, kemungkinan besar ikan-ikan pun ikut terpapar. Jika itu terjadi, bagaimana nasib anak cucu kita dikemudian hari. 

* Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unlam
Dapatkan artikel ini di Banjarmasinpost.co.id




Lagoon 500
JUM''AT, 26 MARET 2010 | 11:18 WIB

Kapal Kontroversial Lagoon 500 Tiba Jakarta Awal April

TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Direktur PT Carita Boat Indonesia Budi Suchaeri mengatakan, kapal jenis Katamaran tipe Lagoon 500 akan diberangkatkan dari labuhannya di Batam, Kepulauan Riau, Ahad (28/3) sore. "Jadi kapal tiba di Jakarta sekitar Rabu atau Kamis (1 atau 2 April) depan," tutur Budi kepada Tempo, Jumat (26/3).
Budi menambahkan, kapal Katamaran milik Kementerian Kelautan dan Perikanan ini sudah diberi nama M Akar Bahar. "Pak Menteri (Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad) sendiri yang memberi nama," ujar Budi.
Kapal yang dibeli oleh Kementerian Kelautan melalui tender pada November 2009 ini sudah berada di Batam sejak Januari 2010. Laporan pembelian kapal seharga Rp 14,4 miliar ini juga sedang diproses di Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemeriksaan dilakukan oleh BPK seiring sorotan yang melilit pembelian kapal oleh Komisi IV DPR dan media. Beberapa waktu lalu, sumber Tempodari BPK menyebutkan laporan pembelian kapal telah selesai Proses Pemeriksaan Pendahuluan.

ARYANI KRISTANTI


Behau Bisa Jadi Ikon Kalteng

TRIBUN KALTENG - SENIN, 26 MARET 2012 | 11:30 WIB
TRIBUN KALTENG.COM, PALANGKARAYA - Siapa yang tak kenal ikan gabus? Ikan yang dalam bahasa daerah Kalteng disebut Behau itu kini dicanangkan sebagai ikon kebanggaan provinsi tersebut. 

"Saya melihat Behau sebagai potensi yang belum dikembangkan. Kenapa tidak kita kembangkan budi daya dan mengolah Behau untuk berbagai produk sehingga jadi ikon Kalteng," ujar Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang. 

Hal ini disampaikan ketika gubernur membuka Rapat Koordinasi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Kalteng di Palangkaraya, Senin (26/3/2012). Kegiatan ini diikuti oleh para kepala dinas dari seluruh kabupaten se-Kalteng. 

"Seyogianya saya berangkat ke Jakarta pagi ini. Tapi saya tunda karena saya lihat Kalteng punya potensi perikanan yang masih perlu ditingkatkan," timpal Teras. 

Kepala Diskanlaut Kalteng Darmawan menyebut rakor digelar untuk menyeleraskan program dan target kegiatan untuk menyusun dokumen rencana kerja 2013. Tujuannya antara lain mempertajam indikator kinerja utama dan program prioritas kerja.

EDITOR : EDI_NUGROHO
SUMBER : KOMPAS.COM




Universitas Muhammadiyah Malang

http://www.umm.ac.id/

Diskriminasi Kelautan

» Rabu, 28 Maret 2012 | 09:42:48 | Hit: 311

      Kelautan sebelum Indonesia lahir menjadi kekuatan raksasa yang berkembang di kawasan ASEAN. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit membuktikan akan kehebatannya secara ekonomi dan politik dengan mengoptimalkan potensi maritim yang memang menjadi kekuatan paling signifikan dalam membangun kesejahteraan rakyat dan membangun kekuasaan melalui angkatan laut yang kuat. Adanya Sumpah Palapa mahapatih Gajah Mada yang menyatukan nusantara menjadi inspirator wawasan kebangsaan sampai saat ini. 
Sejak abad ke-5 jauh sebelum kedatangan orang-orang eropa di perairan nusantara, pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut internasional dan tampil sebagai penjelajah samudra. Kronik China serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang bangsa Indonesia, (Dick, 2008). Bukti di atas sebenarnya sudah cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai raksasa Asia dengan potensi kelautannya.
Pemimpin negeri ini sejak Soekarno sampai Soeharto ternyata “lupa” dengan kekayaan alam laut yang mempesona, walaupun Soekarno memberikan perhatian serius melalui Deklarasi Juanda 1957 yang telah menjadi perkembangan signifikan dalam pengelolaan wilayah laut dan kemaritiman nampaknya situasi saat itu belum memberikan ruang yang luas untuk sektor perikanan kelautan menjadi tulangpunggung ekonomi negeri ini.

Zaman Soeharto lebih menyedihkan di mana konsentrasi pembangunan menjadi daratan sebagai orientasi utama melalui berbagai kebijakan yang menganaktirikan potensi perikanan kelautan nasional. Soeharto menjadikan kekayaan laut sebagai santapan pemodal dan kapitalis dengan kebijakan Blue revolution dengan beroperasinya alat penangkap Trawl yang mengakibatkan nelayan sengsara, bahkan timbul konflik berkepanjangan. Kasus konflik nelayan Cilacap menjadi bukti laut hanya sebagai the sleeping giant (raksasa yang tidur).
Tahun 2000 Gus Dur memberikan gebrakan serius dalam pengelolaan potensi kelautan dan perikanan dengan mendirikan Departemen Perikanan Kelautan yang sempat terjadi pro kontra tentang fungsi dan urgensinya karena pengelolaan laut sebelumnya hanya ditangani sekelas dirjen yang bersifat sangat teknis di Kementrian Pertanian. Akhirnya sampai sekarang KKP menjadi sangat penting bagi seluruh upaya negeri ini untuk menjadikan kelautan perikanan sebagai motor utama dalam membangun ekonomi nasional.
 Bias Kebijakan
 Rokhmin Dahuri (2010) menyampaikan bahwa kontribusi sektor kelautan perikanan dengan jumlah nelayan mencapai 2,2 juta orang, luas perairan laut 580 juta ha dan potensi perikanan tangkap 6,5 juta ton per tahun sangat signifikan. Dia memperkirakan penangkapan ikan di dalam negeri baru mencapai 5,1 juta ton per tahun atau 77,8% dari potensi yang ada. Luas perairan umum saat ini mencapai 54 juta ha dengan potensi perikanan 0,9 juta ton. Namun, potensi  baru sekitar 0,45 juta ton atau 80%. Perikanan budi daya laut yang mencapai 24 juta ha berpotensi menghasilkan 42 juta ton, tetapi pemanfaatan hanya 8%.
Adapun, perikanan budi daya tambak memiliki potensi 1,2 juta ha dengan produksi 10 juta ton. tetapi baru dimanfaatkan 9,9%.  Kondisi di atas lahir secara alami tanpa campur tangan pemerintah secara optimal, keberadaan pemerintah masih sebatas “pencatat” transaksi yang dilakukan oleh pihak swasta dan pengusaha multinasional.
Menurut Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Hasil kajian PKSPL IPB (2000), Kusumastanto (2003) menggambarkan perbandingan kontribusi PDB, lapangan usaha kelautan dibandingkan lapangan usaha lainnya, pada tahun 1998 adalah pertanian 12,62 %, pertambangan dan penggalian 4,21 %, industri manufaktur 19,92 %, jasa-jasa   41,12 % dan kelautan 20,06 %.  Nilai tersebut ternyata masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki laut lebih sempit dibanding Indonesia, misalnya saja Cina yang hanya memiliki luas laut kurang dari separo Indonesia bidang kelautannya memiliki kontribusi 48,40%, Korea 37% dan Jepang 54%, sehingga Indonesia yang memiliki laut lebih luas mempunyai peluang lebih besar untuk meningkatkan peran ekonomi kelautannya mengingat  potensi serta posisi geopolitis Indonesia yang sangat strategis. 
Potensi di atas saat ini masih menunggu kebijakan pemerintah yang nampaknya semakin tidak jelas. Adanya impor ikan dan garam yang saat ini menyerbu Indonesia semakin membuktikan bahwa adanya bias kebijakan dalam pengelolaan laut nasional. Bukannya mencari alternatif kebijakan serta terobosan pembangunan, birokrasi kita terjebak dalam pragmatism pembangunan dengan orientasi jangka pendek yang menguntungkan. Sampai saat ini kita belum punya kebijakan yang utuh dalam pengelolaan kelautan, road map pembangunan nasional kelautan kita belum ada. Bagaimana mengoptimalkan potensi dan menambah kontribusi PDB menjadi 30% juga belum jelas bagaimana langkahnya.
Bias kebijakan ini memang “wajar” terjadi karena mainstream pembangunan nasional belum mengarah ke laut, namun masih berorientasi kepad daratan. Buktinya UU Kelautan yang sudah 3 kali ganti presiden sejak Megawati sampai SBY menjabat dua kali juga belum disahkan oleh DPR dan pemerintah. Belum adanya Ocean Policy menjadikan nelayan dan negara menjadi korbannya. Kesejahteraan nelayan tidak bergerak pada level 100 – 1005, kerugian illegal fishing mencapai sekitar 1/2 (setengah) milyar dollar sampai 4 (empat) milyar dollar per tahun akibat pencurian ikan oleh orang asing.
Setidaknya dari fakta minimnya kebijakan dilingkup kelautan bisa disimpulkan dalam dua kerangka makro. Pertama, minimnya legeslasi kelautan perikanan yang dihasilkan oleh pemerintah. Lemahnya legeslasi ini mengakibatkan rendahnya produktivitas kebijakan sehingga peluang kerusakan dan pembajakan potensi laut oleh pihak luar sangat terbuka. Kedua, kecilnya dukungan sector fiscal dengan anggaran yang memadai untuk pembangunan kelautan khususnya untuk optimalisasi potensi perikanan melalui pembangunan industri perikanan nasional yang tangguh. Industri perikanan berjalan dan dikuasi oleh swasta dengan misi utama keuntungan dengan mengabaikan faktor nelayan sebagai pemilik sah laut.
  
Langkah ke Depan
 Pertama, kebijaksaan makro yang lebih memihak pembangunan kelautan perikanan, khususnya nelayan. Langkah ini bisa dilakukan dengan kebijaksanaan moneter dan fiscal. Kebijaksanaan fiskal anggaran untuk usaha kreatif nelayan serta pengembangan industry perikanan harus diprioritaskan. Insentif bagi pelaku usaha perikanan serta usaha kecil nelayan diharapkan bisa mengangkat nilai tambah produk perikanan serta kesejahteraan nelayan. Kebijaksanaan moneter ditempuh melalui penyedian kredit yang mudah bagi nelayan, Jepang dan Australia bisa menjadi contoh negeri kita. Bank didorong untuk menurunkan suku bunga bagi kredit nelayan dan menambah plafon alokasi kreditnya, terbukti kalangan petani dan nelayan memiliki kredit macet yang sedikit dibanding dengan konglomerat.
Kedua, pembuatan road map pembangunan kelautan nasional. Pemerintah harus mengubah orientasi darat menuju orientasi laut. Ocean Policy adalah pilihan tepat bagi perubahan strategi tersebut, karena majunya Thailand, Cina, Philipina dalam produksi perikanan di kawasan Asia didukung oleh kebijakan pembangunan kelautan perikanan yang sudah berorientasi kepada kelautan perikanan. Langkah cepat saat ini adalah pengesahan RUU Kelautan yang sudah terkatung – katung sejak jaman Megawati.
Ketiga, kebijakan perdagangan harus dibuat menguntungkan sektor perikanan dan nelayan. Pajak ekspor ditekan sekecil mungkin agar hasil produk perikanan lebih kompetitif dan menguntungkan nelayan. Pelarangan hasil laut impor menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam melindungi nelayan dan mengelola potensi laut. Imporlah selama ini yang membuat bangsa ini menjadi “sampah” dunia produk impor. Khalil Gibran memberikan ilustrasi menyedihkan bangsa yang makanannya didapat bukan dari hasil menanam sendiri.
Rasanya diskriminasi kelautan akan terus terjadi jika negeri ini “ingkar” dengan nenek moyang mereka yang merupakan cikal bakal negeri ini. Mari kita bertindak sebelum laut kita semakin sempit dan kekayaan  laut kita tinggal cerita.

Oleh: Riyono
Pemerhati masalah Pertanian dan Kelautan
Sekjen DPP Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI)
 sumber:http://ppnsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=179:diskriminasi-kelautan&catid=29:perikanan-a-kelautan&Itemid=116
          (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper


http://koran-jakarta.com/

Sektor Riil
Jumat, 30 Maret 2012 | 03:11:14 WIB

Sektor Perikanan I Kenaikan Harga BBM Sengsarakan Rakyat Kecil
Nelayan Harus Diberi Kompensasi
jurnalberita.com
JAKARTA _ Pemerintah diminta tetap memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) kepada para nelayan jika harga BBM jenis premium dan solar benar naik. Hal itu disebabkan kenaikan BBM akan semakin menyengsarakan para nelayan. "Nelayan tetap perlu disubsidi karena dua alasan," kata mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, Kamis (29/3). 
Ia menjelaskan alasan pertama adalah dengan harga solar saat ini yang 4.500 per rupiah liter saja masih banyak nelayan yang hidup dalam keadaan tidak sejahtera, apalagi jika solar akan dinaikkan menjadi sekitar 6.000 rupiah per liter.
Alasan kedua, kata dia, sejumlah negara tetangga seperti Malaysia tetap memberikan harga subsidi kepada para nelayannya meski harga BBM di negara tersebut juga mengalami kenaikan.
Menurut dia, terdapat sejumlah bahaya bila nelayan tidak disubsidi dan banyak yang berhenti beroperasi dalam melaut. Bahaya itu antara lain semakin maraknya illegal fishing (pencurian ikan) yang dilakukan oleh nelayan dari negara lain dan berpotensi menambah jumlah impor.
Padahal, ujar Rokhmin, sebagian dari ikan impor tersebut sebenarnya juga merupakan komoditas yang ditangkap dari wilayah penangkapan perikanan di Indonesia.
Ke depan, Rokhmin berharap pemerintah, melalui KKP, mendorong penggunaan bahan bakar gas untuk kapal nelayan karena harganya masih lebih murah dibandingkan BBM. Saat ini, harga gas masih di kisaran 3.000 rupiah setara liter. Penggunaan gas untuk kapal nelayan sudah dikembangkan di Kalimantan Barat. 
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa harga solar untuk nelayan telah mengalami kenaikan sebelum pemerintah menaikkan harga BBM. Berdasarkan temuan Kiara, harga solar di sejumlah daerah telah meningkat dari 4.500 rupiah per liter menjadi sekitar 6.000-7.000 rupiah per liter.

Dana Kompensasi
Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Heriyanto Marwoto, mengatakan bahwa KKP mengusulkan dana kompensasi kenaikan BBM sebesar 1,2 triliun rupiah untuk nelayan kepada Kementerian Perekonomian. Dana tersebut salah satunya disiapkan untuk cash back atau uang pengembalian sebesar 1.500 rupiah dari setiap liter pembelian solar.Ia menjelaskan ada beberapa opsi untuk kompensasinya, salah satunya pemberian cash back atau uang kembali. 
"Jadi, kalau nelayan beli solar seharga 6.000 rupiah, dapat uang kembali 1.500 rupiah per liter," kata dia.
Usulan dana kompensasi sebesar 1,2 triliun itu, kata Marwoto, berdasarkan realisasi konsumsi BBM para nelayan sebesar 800 ribu kiloliter tahun lalu dikalikan besaran kenaikan BBM 1.500 rupiah per liter. 
"Jadi, nantinya, seluruh kapal nelayan akan mendapatkan cash back. Khusus untuk kapal nelayan berukuran di atas 60 gross ton, meskipun mendapatkan dana cash back, konsumsi solar untuk kapal ukuran tersebut dibatasi maksimal 25 kiloliter," papar dia.
Menurut Marwoto, dengan kenaikan harga BBM, nelayan layak diberikan kompensasi khusus karena selama ini 70 persen pengeluaran nelayan digunakan untuk biaya operasional kapal. Selain kompensasi berupa cash back, nelayan yang masuk kategori miskin berhak mendapatkan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).
Dihubungi terpisah, Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanik, mengingatkan bahwa pemberian cash back tidak menyelesaikan masalah. Alasannya, persoalan dan dampak kenaikan BBM tidak hanya urusan kenaikan solar 1.500 rupiah.
"Kenaikan BBM, selain berdampak pada meningkatnya biaya operasional, harga kebutuhan pangan dan kehidupan sehari-hari juga meningkat," ujar dia.
Kalaupun ditambah dengan BLSM bagi nelayan miskin, kata Riza, tetap akan sulit mengangkat kesejahteraan nelayan. Menurut dia, pemberian BLSM sebesar 150 ribu itu tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan sehari-hari yang sudah sulit. aan/E-2

Bottom of Form

Perikanan
Penangkapan Tuna Dibatasi Sampai 2015

Penulis : Kris R Mada | Jumat, 30 Maret 2012 | 15:56 WIB

KOMPAS/ARIS PRASETYO
Penjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Perikanan Leato, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, pada Minggu (20/3/2011). Banyaknya tangkapan ikan oleh nelayan membuat jumlah ikan di pelalangan tersebut melimpah. Ikan yang paling banyak dijual adalah jenis tuna sirip kuning.
NATUNA, KOMPAS.com- Penangkapan ikan tuna di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia hanya boleh sampai 2015. Setelah itu, penangkapan harus pindah ke belahan dunia lain.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Syahrin Abdurrahman mengatakan, pembatasan itu atas kesepakatan internasional. Kebijakan itu untuk menjaga keberlanjutan populasi tuna.
"Kalau tidak dibatasi, populasi tuna di suatu wilayah akan habis," ujarnya, Jumat (30/3/2012) di Natuna, Kepulauan Riau (Kepri).
Karena hanya tersisa tiga tahun, nelayan Indonesia diminta memanfaatkan peluang itu seoptimal mungkin. Sebab, kedua samudera itu berbatasan dengan Indonesia.
"Setelah tiga tahun, harus lebih jauh kalau mau tangkap tuna. Wilayah tangkap ada di samudera lain," ujarnya.
Namun, Syahrin mengingatkan agar proses penangkapan tetap memerhatikan keberlangsungan lingkungan. Jangan sampai nelayan menggunakan pukat harimau, bom ikan, atau racun dalam proses penangkapan. "Beberapa negara menolak hasil tangkapan yang tidak memerhatikan keberlangsungan lingkungan," tuturnya.
Editor : Marcus Suprihadi


Di Pedalaman Papua Akan Digalakkan Budidaya Ikan Air Tawar
http://www.dkp-papua.info/#

Jumat, 30 Maret 2012, 09:05 WIB  Dikirim oleh:wawan pada ( 99 kali dibaca )
Jayapura ,
Untuk meningkatkan tingkat konsumsi daging ikan di wilayah pedalaman Papua, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Tahun 2012 berencana menggalakkan pembudidayaan ikan air tawar di wilayah pedalaman Papua. Hal itu salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam rangka memacu tingkat konsumsi ikan di Papua, selain itu karena di pedalaman tidak memiliki laut.
“Konsumsi ikan sebenarnya untuk daerah pesisir sudah mencukupi dengan jumlah 37 Kg perkapita selama setahun, yang paling sulit adalah daerah pedalaman. Kita hitung baru 7 Kg/kapita/tahun untuk pedalaman, maka akan dikembangkan juga budidaya di pedalaman,”  ujar Kadis Kelautan dan Perikanan Papua, Ir. Astiler Maharaja.
Namun, menurutnya masalah transportasi menjadi kendala dalam menyalurkan bibit ikan ke daerah, karena memerlukan biaya yang banyak.
“Persoalan yang kita hadapi adalah mentransfer bibit ke sana karena biaya mahal, maka kita buat solusi lain dengan mengembangkan balai benih ikan lokal di beberapa kabupaten agar bisa menyuplai daerah lainnya,” jelasnya.
Sejauh ini, menurutnya sudah ada 4 balai pembibitan di beberapa daerah, yaitu di Nabire, Wamena, Jayapura, dan Merauke.
Tidak selesai disitu, Astiler juga mengungkapkan bahwa hambatan lainnya adalah masalah pengairan. “Namun kita harapkan mereka tidak membuka lahan yang terlalu luas, sehingga tidak butuh pengairan yang banyak karena airnya disana ada dibawah, sehingga paling bagus adalah dengan budidaya lele dengan terpal, karena bisa bertahan dengan jumlah air yang terbatas,” katanya.
Angka produksi per tahun saat ini sendiri, menurutnya berkisar 13 ribu ton untuk Papua dari budi daya ikan, dan didominasi oleh ikan nila, emas, dan lele. Untuk wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura sendiri, pihaknya sudah mulai mengembangkan budidaya ikan tawar.
“Ada 400 hektar yang bisa dimanfaatkan karena ada aktifitas lainnya, Untuk tambak sudah ada 300 hektar sudah berjalan dan bisa dikembangkan menjadi 600 hektar , ini baru Koya saja, sementara di Kerom ada 50 Hektar yang bisa dimanfaatkan dan telah disiapkan. Danau Sentani bisa dikembangkan kerambah, lalu Demta juga untuk pengembangan tambak,” sebutnya.
Hambatan yang sering ada dijelaskan Astil;er sebenarnya adalah system irigasi yang tidak berjalan lancar, karena bila tidak ada air ia menilai maka kolam budidaya tidak bisa berjalan, oleh karena itu ia harapkan agar irigasi itu bisa mengaliri sawah maupun Kolam.
“Kemudian hambatan lainnya adalah seerti pakan Ikan yang selama ini didatangkan dari Jawa, dan harganya saat ini Rp. 7 ribu samapai Rp. 8 ribu/Kg, tapi saat ini masih untung walau masih tipis,” ungkapnya yang ditemui wartawan di gedung BI pada 13 Maret 2012 lalu.
[Bintang Papua]



4 comments:

zalinah aruf said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Unknown said...

Halo,
Apakah Anda secara finansial turun? mendapatkan pinjaman sekarang dan bisnis Anda menghidupkan kembali, Kami adalah pemberi pinjaman dapat diandalkan dan kami memulai program pinjaman ini untuk memberantas kemiskinan dan menciptakan kesempatan bagi yang kurang istimewa untuk memungkinkan mereka membangun sendiri dan menghidupkan kembali bisnis mereka. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi kami melalui email: (gloryloanfirm@gmail.com). mengisi formulir Informasi Debitur berikut:

Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________

silahkan mengajukan permohonan perusahaan yang sah.

Unknown said...

Halo,
Apakah Anda secara finansial turun? mendapatkan pinjaman sekarang dan bisnis Anda menghidupkan kembali, Kami adalah pemberi pinjaman dapat diandalkan dan kami memulai program pinjaman ini untuk memberantas kemiskinan dan menciptakan kesempatan bagi yang kurang istimewa untuk memungkinkan mereka membangun sendiri dan menghidupkan kembali bisnis mereka. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi kami melalui email: (gloryloanfirm@gmail.com). mengisi formulir Informasi Debitur berikut:

Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________

silahkan mengajukan permohonan perusahaan yang sah.

Mohammad Ismali said...

kesaksian nyata dan kabar baik !!!

Nama saya mohammad, saya baru saja menerima pinjaman saya dan telah dipindahkan ke rekening bank saya, beberapa hari yang lalu saya melamar ke Perusahaan Pinjaman Dangote melalui Lady Jane (Ladyjanealice@gmail.com), saya bertanya kepada Lady jane tentang persyaratan Dangote Loan Perusahaan dan wanita jane mengatakan kepada saya bahwa jika saya memiliki semua persyaratan bahwa pinjaman saya akan ditransfer kepada saya tanpa penundaan

Dan percayalah sekarang karena pinjaman rp11millar saya dengan tingkat bunga 2% untuk bisnis Tambang Batubara saya baru saja disetujui dan dipindahkan ke akun saya, ini adalah mimpi yang akan datang, saya berjanji kepada Lady jane bahwa saya akan mengatakan kepada dunia apakah ini benar? dan saya akan memberitahu dunia sekarang karena ini benar

Anda tidak perlu membayar biaya pendaftaran, biaya lisensi, mematuhi Perusahaan Pinjaman Dangote dan Anda akan mendapatkan pinjaman Anda

untuk lebih jelasnya hubungi saya via email: mahammadismali234@gmail.com
dan hubungi Dangote Loan Company untuk pinjaman Anda sekarang melalui email Dangotegrouploandepartment@gmail.com

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...