(DIGITAL EDITION)
Sektor Riil
Rabu, 01 Februari 2012 |
21:38:39 WIB
Sektor Kelautan |
Cuara Buruk Ancam Kehidupan Nelayan
ilustrasi
JAKARTA - Koalisi Rakyat
Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menngakui sekitar 500 ribu nelayan tidak bisa
melaut akibat tingginya gelombang pasang yang terjadi sejak sebulan yang lalu.
Hal tersebut diyakini Kiara membawa dampak melonjaknya pengangguran dan
kemiskinan.
"Ada 500 ribu nelayan tidak bisa melaut karena gelombang tinggi, bahkan jumlahnya bisa lebih karena cuaca semakin ekstrem. Prediksi kita, minimal 20 persen dari total 2,7 juta nelayan tangkap tidak bisa melaut," kata Sekjen Kiara Riza Damanik di Jakarta, Rabu (1/2).
Hasil identifikasi Kiara, menunjukkan ada 53 Kabupaten/Kota yang terdampak cuaca ekstrem yang mengakibatkan gelombang tinggi di laut. Lokasinya tersebar di Sumatera Utara, Nanggro Aceh Darusalam, Banten, Kepulauan Seribu, Jakarta, Pantai Utara Jawa hingga Maluku.
Lebih lanjut Riza menambahkan gelombang tinggi di laut, dalam sebulan terakhir melanda beberapa daerah secara bergantian. Akibatnya nelayan menganggur, dan banyak yang beralih profesi menjadi buruh dan pemulung. Tingkat kerugian diproyeksi mencapai miliaran rupiah, dengan asumsi pendapatan harian nelayan sebesar 50 ribu rupiah dan lama melaut 30 hari (pendapatan satu bulan satu juta rupiah) maka tingkat kerugian kolektif nelayan bisa mencapai 500 miliar rupiah.
Ironisnya dari kondisi tersebut, kata Riza, pemerintah tidak memberikan respon untuk meminimalisir dampak ekonomi dan sosial dari kondisi cuaca buruk tersebut. Jika kondisi itu dibiarkan dan nelayan tidak memperoleh penghasilan, maka tingkat pengangguran dan kemiskinan bakal bertambah. Dua juta nelayan tangkap termasuk keluarganya terancam menjadi warga miskin.
"Persoalan nelayan tidak melaut itu bukan persoalan baru, Januari-Maret 2011 juga terjadi hal serupa, dan pemerintah seharusnya sudah berpengalaman untuk mengatasi itu. Seharusnya pemerintah sudah menetapkan ini, sebagai kondisi darurat bencana nasional," ungkapnya.
Secara nasional, Presiden perlu mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membantu nelayan tersebut, dan Menteri Kelautan dan Perikanan harus ikut bertanggung jawab untuk memobilisasi sumber daya manusia-nya untuk membantu. Jadi tidak hanya memberikan bantuan langsung masyarakat (BLM), akan tetapi dari sisi kebijakan juga perlu mendorong penerbitan undang-undang perlindungan nelayan maupun memberikan asuransi.
Respon Cepat
Dihubungi terpisah, Mantan Menteri KKP Rohkmin Dahuri mengatakan, dampak perubahan iklim lima tahun terakhir memicu dampak yang dahsyat terhadap cuaca dan gelombang tinggi di laut, untuk itu pemerintah memang perlu memberikan respon yang cepat untuk menolong nelayan.
"Jadi tidak hanya memberikan beras, tetapi juga memberikan pekerjaan alternatif misalkan menyediakan paket bagi nelayan untuk berbudidaya ikan maupun rumput laut di darat," ungkapnya.
Sementara itu Direktur Pelabuhan Ditjen Perikanan Tangkap Haryanto Marwoto mengatakan, banyaknya nelayan yang tidak melaut, juga karena adanya himbauan dari kepala daerah yang melarang nelayan melaut saat cuaca buruk.
"Tetapi Pemda yang melarang nelayan melaut juga memberikan bantuan berupa beras. Pemda itu punya cadangan beras yang bisa digunakan untuk itu, satu keluarga bisa dapat jatah 28 kilogram beras. Di setiap kabupaten/kota sudah ada cadangan berasnya, tinggal Gubernur dan Bupati yang instruksikan untuk pengeluaran beras itu," paparnya.
"Ada 500 ribu nelayan tidak bisa melaut karena gelombang tinggi, bahkan jumlahnya bisa lebih karena cuaca semakin ekstrem. Prediksi kita, minimal 20 persen dari total 2,7 juta nelayan tangkap tidak bisa melaut," kata Sekjen Kiara Riza Damanik di Jakarta, Rabu (1/2).
Hasil identifikasi Kiara, menunjukkan ada 53 Kabupaten/Kota yang terdampak cuaca ekstrem yang mengakibatkan gelombang tinggi di laut. Lokasinya tersebar di Sumatera Utara, Nanggro Aceh Darusalam, Banten, Kepulauan Seribu, Jakarta, Pantai Utara Jawa hingga Maluku.
Lebih lanjut Riza menambahkan gelombang tinggi di laut, dalam sebulan terakhir melanda beberapa daerah secara bergantian. Akibatnya nelayan menganggur, dan banyak yang beralih profesi menjadi buruh dan pemulung. Tingkat kerugian diproyeksi mencapai miliaran rupiah, dengan asumsi pendapatan harian nelayan sebesar 50 ribu rupiah dan lama melaut 30 hari (pendapatan satu bulan satu juta rupiah) maka tingkat kerugian kolektif nelayan bisa mencapai 500 miliar rupiah.
Ironisnya dari kondisi tersebut, kata Riza, pemerintah tidak memberikan respon untuk meminimalisir dampak ekonomi dan sosial dari kondisi cuaca buruk tersebut. Jika kondisi itu dibiarkan dan nelayan tidak memperoleh penghasilan, maka tingkat pengangguran dan kemiskinan bakal bertambah. Dua juta nelayan tangkap termasuk keluarganya terancam menjadi warga miskin.
"Persoalan nelayan tidak melaut itu bukan persoalan baru, Januari-Maret 2011 juga terjadi hal serupa, dan pemerintah seharusnya sudah berpengalaman untuk mengatasi itu. Seharusnya pemerintah sudah menetapkan ini, sebagai kondisi darurat bencana nasional," ungkapnya.
Secara nasional, Presiden perlu mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membantu nelayan tersebut, dan Menteri Kelautan dan Perikanan harus ikut bertanggung jawab untuk memobilisasi sumber daya manusia-nya untuk membantu. Jadi tidak hanya memberikan bantuan langsung masyarakat (BLM), akan tetapi dari sisi kebijakan juga perlu mendorong penerbitan undang-undang perlindungan nelayan maupun memberikan asuransi.
Respon Cepat
Dihubungi terpisah, Mantan Menteri KKP Rohkmin Dahuri mengatakan, dampak perubahan iklim lima tahun terakhir memicu dampak yang dahsyat terhadap cuaca dan gelombang tinggi di laut, untuk itu pemerintah memang perlu memberikan respon yang cepat untuk menolong nelayan.
"Jadi tidak hanya memberikan beras, tetapi juga memberikan pekerjaan alternatif misalkan menyediakan paket bagi nelayan untuk berbudidaya ikan maupun rumput laut di darat," ungkapnya.
Sementara itu Direktur Pelabuhan Ditjen Perikanan Tangkap Haryanto Marwoto mengatakan, banyaknya nelayan yang tidak melaut, juga karena adanya himbauan dari kepala daerah yang melarang nelayan melaut saat cuaca buruk.
"Tetapi Pemda yang melarang nelayan melaut juga memberikan bantuan berupa beras. Pemda itu punya cadangan beras yang bisa digunakan untuk itu, satu keluarga bisa dapat jatah 28 kilogram beras. Di setiap kabupaten/kota sudah ada cadangan berasnya, tinggal Gubernur dan Bupati yang instruksikan untuk pengeluaran beras itu," paparnya.
aan/E-12
http://www.kompas.com/
Teripang Tingkatkan Libido tanpa Efek
Negatif
Penulis : Ichwan Susanto | Rabu, 1 Februari 2012 | 21:25 WIB
SHUTTERSTOCK Ilustrasi
KOMPAS.com - Sudah beberapa tahun
diketahui teripang atau dikenal pula dengan nama timun laut, mengandung steroid
yang dapat meningkatkan vitalitas kaum pria. Penelitian terbaru dari Fakultas
Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan hal itu
betul-betul terbukti.
Teripang yang dapat ditemukan di alam dan telah dapat
dibudidayakan, ternyata mengandung bahan pembangkit vitalitas (aprodisiak) secara alami, yang
bisa membantu masalah kejantanan pria tanpa menimbulkan efek negatif.
Peneliti Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr.Etty Riani,
Rabu (1/2/12), menyatakan, teripang mengandung hormon steroid yang berfungsi
sebagai aprodisiaka (peningkat libido) alami.
Penelitian ini bermula dari dari kepercayaan masyarakat
Gorontalo.
Di wilayah titu, penduduk setempat percaya bahwa konsumsi
teripang bisa meningkatkan libido. Berawal dari sinilah Etty bersama Prof
Khaswar Syamsu, dan beberapa mahasiswanya melakukan penelitian demi membuktikan
mitos itu.
Pada dasarnya semua jenis teripang mengandung hormon steroid.
"Pemanfaatan senyawa steroid teripang penting untuk manusia untuk
menggantikan senyawa-senyawa steroid sintetis yang digunakan oleh
masyarakat," ujarnya. Para peneliti ini lebih fokus meneliti steroid teripang
jenis pasir (Holothuria scabria). Teripang ini lebih banyak mengandung steroid dibanding jenis
lain.
Hormon steroid ini menurut Etty tak harus diperoleh dari
dagingnya, tetapi juga bisa diperoleh dari lumban jeroan yang selama ini lebih
banyak terbuang tak termanfaatkan.
Bahkan dari penelitian terbukti, jeroan teripang mengandung
ekstrak steroid yang lebih banyak daripada dagingnya. Artinya hal ini akan
menjadi solusi atas pemanfaatan lumban sebagai produk olahan teripang kering.
Meski belum diujicobakan pada manusia, tapi Etty yakin bahwa
teripang bisa jadi solusi atas masalah gangguan seksual pada pria. Ini
didasarkan dari ujicoba antara lain pada ayam umur sehari.
Begitu diberi produk teripang, anak ayam langsung
menunjukkan sifat kejantanannya. Sementara pada mencit jantan yang diberi
produk hormon steroid dari teripang, juga langsung menunjukkan sifat lebih
agresif. Hal ini ditunjukkan langsung mengejar-ngejar tikus betina dan
melakukan making love.
Yang paling penting lagi, dari penelitian ini hasil uji
praklinis memperlihatkan, penggunaan teripang sebagai aprodisiaka ini tidak
menimbulkan efek negatif seperti aprodisiaka sintetis yang ada di pasaran. Ini
berarti kabar gembira bagi kaum adam yang sering mengkonsumsi viagra, untuk
mengembalikan keperkasaannya.
Selama ini viagra yang dikonsumsi terus menerus seringkali malah
menimbulkan gangguan kesehatan pria seperti penyakit jantung, pusing kepala,
penglihatan kabur dan sakit perut, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Keuntungan lain, pemanfaatan hormon steroid dari teripang akan
lebih murah dibandingkan dengan obat-obat sintetis. "Tidak perlu kuatir
menimbulkan kanker seperti hormon sintetis," ujar Etty.
Untuk penelitian selanjutnya, Etty akan mengujicobakan
penggunaan hormon steroid teripang pada manusia, dan melakukan upaya
kapsulisasi produk tersebut.
"Hanya sayang pada saat diajukan proposalnya, tidak dapat
didanani oleh pemerintah, sehingga mandeg sampai di situ saja," tandas
Etty.
Editor : Agus Mulyadi
(DIGITAL EDITION)
Sektor Riil
Kamis, 02 Februari 2012 |
23:47:28 WIB
KKP
Lelang 50 SPBU Nelayan
beritadaerah.com
JAKARTA - Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) melakukan lelang pembangunan 50 stasiun pengisian bahan
bakar solar untuk nelayan atau Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN). "Kita
sudah membuka lelang untuk umum pembangunan 50 SPDN, biaya investasi untuk
pembangunan satu SPDN sebesar 800 juta rupiah, total kebutuhan investasinya
mencapai 45 miliar rupiah," kata Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil (KP3K) Sudirman Saad di Jakarta, Kamis (2/2).
Lokasi pembangunan SPDN akan berada di sekitar lokasi Pelabuhan Pelelangan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tersebar di 50 kabupaten/kota. Lokasi pembangunan SPDN di antaranya di Sumatra Utara, Sorong- Papua, Gresik-Jawa Timur, Serang-Banten, Tanjung Pasir-Tangerang, Karawang, Palu-Sulawesi. Jadi pembangunan SPDN tersebut sudah dilelang untuk umum.
Menurut Sudirman, pemenang lelang akan diumumkan pada bulan Maret dan mulai pembangunan konstruksi SPDN akan dimulai April 2012. Nantinya BPH Migas akan memberikan jatah untuk setiap SPDN berupa delapan kiloliter solar dari kapasitas maksimal pertangki SPDN sebesar 24 kiloliter. aan/E-12
Jangan Hapus Subsidi BBM untuk Nelayan
http://www.ppnsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=180:jangan-hapus-subsidi-bbm-untuk-nelayan-&catid=15:perikanan-a-kelautan&Itemid=108
Kamis, 02 Pebruari 2012
05:50 |
Rencana
Pemerintah untuk membatasi BBM menuai pro kontra. Beberapa politisi senayan
juga menolak opsi untuk membatasi subsidi BBM dengan beragam alasan, mulai
melanggar konstitusi dan menambah beban rakyat kecil.
"Pro
kontra ini menjadi tidak produktif dan membuat rakyat tambah binggung dengan
kebijakan yang akan diambil pemerintah," terang Riyono Sekjen DPP
Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI).
Saat ini
subsidi BBM banyak dinikmati oleh pejabat dan orang kaya dengan mobil mewahnya
yg memakai BBM subsidi, sehingga anggaran subsidi minim untuk kepentingan
rakyat kecil, khususnya nelayan.
"Kalau
untuk melaut nelayan harus beli 4500/liter solar harusnya bisa dijual
6000/liter kepada industri sehingga bisa menambah anggaran subsidi untuk
nelayan, bukan membatasi atau bahkan akan menghapusnya," kata Riyono.
Sampai
sekarang pemerintah dan DPR masih bingung dengan besarnya anggaran subsidi yg
harus ditanggung negara. PLN saja menghabiskan subsidi BBM bisa 50
Trilyun/tahun, belum untuk subsidi yang lain.
"Kami
tetap meminta agar pemerintah tidak mengurangi subsidi untuk nelayan dan
menolak kenaikan harga BBM yang akan menyusahkan nelayan, tragedi kenaikan BBM
tahun 2005 yg dilakukan sampai 3 kali dalam setahun membuat nelayan
"terkapar" karena tingginya biaya BBM saat melaut tidak imbang dengan
hasil tangkapan mengakibatkan nelayan terperangkap dalam jeratan
rentenir," keluh Riyono.
Menurut PPNSI
idealnya pemerintah mengurangi biaya operasional negara yg tidak penting
seperti perjalanan dinas, bonus - bonus di BUMN yang nilainya bisa mencapai 20%
dari APBN.
"Lebih
baik kiranya jika aparat pemerintah dan presiden memberikan contoh efisensi
keuangan negara dengan mengalokasikan untuk menambah subsidi bagi rakyat kecil,
jangan sebaliknya biaya untuk aparat dan politisi tambah namun biaya untuk
subsidi dikurangi atau malah menaikkan harga BBM, ini bukan kebijakan yang
populer dan pro kaum miskin, " tutup Riyono
Diskriminasi Kelautan
http://www.ppnsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=179:diskriminasi-kelautan&catid=29:perikanan-a-kelautan&Itemid=116
Kamis, 02 Pebruari 2012
05:44 |
Kelautan
sebelum Indonesia lahir menjadi kekuatan raksasa yang berkembang di kawasan
ASEAN. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit membuktikan akan kehebatannya secara
ekonomi dan politik dengan mengoptimalkan potensi maritim yang memang menjadi
kekuatan paling signifikan dalam membangun kesejahteraan rakyat dan membangun
kekuasaan melalui angkatan laut yang kuat. Adanya Sumpah Palapa mahapatih Gajah
Mada yang menyatukan nusantara menjadi inspirator wawasan kebangsaan sampai
saat ini.
Sejak
abad ke-5 jauh sebelum kedatangan orang-orang eropa di perairan nusantara,
pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut internasional dan tampil sebagai
penjelajah samudra. Kronik China serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia
menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang bangsa
Indonesia, (Dick, 2008). Bukti di atas sebenarnya sudah cukup untuk menjadikan
Indonesia sebagai raksasa Asia dengan potensi kelautannya.
Pemimpin
negeri ini sejak Soekarno sampai Soeharto ternyata “lupa” dengan kekayaan alam
laut yang mempesona, walaupun Soekarno memberikan perhatian serius melalui
Deklarasi Juanda 1957 yang telah menjadi perkembangan signifikan dalam
pengelolaan wilayah laut dan kemaritiman nampaknya situasi saat itu belum
memberikan ruang yang luas untuk sektor perikanan kelautan menjadi
tulangpunggung ekonomi negeri ini.
Zaman
Soeharto lebih menyedihkan di mana konsentrasi pembangunan menjadi daratan
sebagai orientasi utama melalui berbagai kebijakan yang menganaktirikan potensi
perikanan kelautan nasional. Soeharto menjadikan kekayaan laut sebagai santapan
pemodal dan kapitalis dengan kebijakan Blue revolution dengan beroperasinya
alat penangkap Trawl yang mengakibatkan nelayan sengsara, bahkan timbul konflik
berkepanjangan. Kasus konflik nelayan Cilacap menjadi bukti laut hanya sebagai
the sleeping giant (raksasa yang tidur).
Tahun
2000 Gus Dur memberikan gebrakan serius dalam pengelolaan potensi kelautan dan
perikanan dengan mendirikan Departemen Perikanan Kelautan yang sempat terjadi
pro kontra tentang fungsi dan urgensinya karena pengelolaan laut sebelumnya
hanya ditangani sekelas dirjen yang bersifat sangat teknis di Kementrian
Pertanian. Akhirnya sampai sekarang KKP menjadi sangat penting bagi seluruh
upaya negeri ini untuk menjadikan kelautan perikanan sebagai motor utama dalam
membangun ekonomi nasional.
Bias Kebijakan
Rokhmin
Dahuri (2010) menyampaikan bahwa kontribusi sektor kelautan perikanan dengan
jumlah nelayan mencapai 2,2 juta orang, luas perairan laut 580 juta ha dan
potensi perikanan tangkap 6,5 juta ton per tahun sangat signifikan. Dia
memperkirakan penangkapan ikan di dalam negeri baru mencapai 5,1 juta ton per
tahun atau 77,8% dari potensi yang ada. Luas perairan umum saat ini mencapai 54
juta ha dengan potensi perikanan 0,9 juta ton. Namun, potensi baru
sekitar 0,45 juta ton atau 80%. Perikanan budi daya laut yang mencapai 24 juta
ha berpotensi menghasilkan 42 juta ton, tetapi pemanfaatan hanya 8%.
Adapun,
perikanan budi daya tambak memiliki potensi 1,2 juta ha dengan produksi 10 juta
ton. tetapi baru dimanfaatkan 9,9%. Kondisi di atas lahir secara alami
tanpa campur tangan pemerintah secara optimal, keberadaan pemerintah masih
sebatas “pencatat” transaksi yang dilakukan oleh pihak swasta dan pengusaha
multinasional
Menurut
Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Hasil kajian PKSPL IPB (2000),
Kusumastanto (2003) menggambarkan perbandingan kontribusi PDB, lapangan usaha
kelautan dibandingkan lapangan usaha lainnya, pada tahun 1998 adalah pertanian
12,62 %, pertambangan dan penggalian 4,21 %, industri manufaktur 19,92 %,
jasa-jasa 41,12 % dan kelautan 20,06 %. Nilai tersebut
ternyata masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki laut
lebih sempit dibanding Indonesia, misalnya saja Cina yang hanya memiliki luas
laut kurang dari separo Indonesia bidang kelautannya memiliki kontribusi
48,40%, Korea 37% dan Jepang 54%, sehingga Indonesia yang memiliki laut lebih
luas mempunyai peluang lebih besar untuk meningkatkan peran ekonomi kelautannya
mengingat potensi serta posisi geopolitis Indonesia yang sangat
strategis.
Potensi
di atas saat ini masih menunggu kebijakan pemerintah yang nampaknya semakin
tidak jelas. Adanya impor ikan dan garam yang saat ini menyerbu Indonesia
semakin membuktikan bahwa adanya bias kebijakan dalam pengelolaan laut
nasional. Bukannya mencari alternatif kebijakan serta terobosan pembangunan,
birokrasi kita terjebak dalam pragmatism pembangunan dengan orientasi jangka
pendek yang menguntungkan. Sampai saat ini kita belum punya kebijakan yang utuh
dalam pengelolaan kelautan, road map pembangunan nasional kelautan kita belum
ada. Bagaimana mengoptimalkan potensi dan menambah kontribusi PDB menjadi 30%
juga belum jelas bagaimana langkahnya.
Bias
kebijakan ini memang “wajar” terjadi karena mainstream pembangunan nasional
belum mengarah ke laut, namun masih berorientasi kepad daratan. Buktinya UU
Kelautan yang sudah 3 kali ganti presiden sejak Megawati sampai SBY menjabat
dua kali juga belum disahkan oleh DPR dan pemerintah. Belum adanya Ocean Policy
menjadikan nelayan dan negara menjadi korbannya. Kesejahteraan nelayan tidak
bergerak pada level 100 – 1005, kerugian illegal fishing mencapai sekitar 1/2
(setengah) milyar dollar sampai 4 (empat) milyar dollar per tahun akibat
pencurian ikan oleh orang asing.
Setidaknya
dari fakta minimnya kebijakan dilingkup kelautan bisa disimpulkan dalam dua
kerangka makro. Pertama, minimnya legeslasi kelautan perikanan yang dihasilkan
oleh pemerintah. Lemahnya legeslasi ini mengakibatkan rendahnya produktivitas
kebijakan sehingga peluang kerusakan dan pembajakan potensi laut oleh pihak
luar sangat terbuka. Kedua, kecilnya dukungan sector fiscal dengan anggaran
yang memadai untuk pembangunan kelautan khususnya untuk optimalisasi potensi
perikanan melalui pembangunan industri perikanan nasional yang tangguh.
Industri perikanan berjalan dan dikuasi oleh swasta dengan misi utama
keuntungan dengan mengabaikan faktor nelayan sebagai pemilik sah laut.
Langkah ke Depan
Pertama,
kebijaksaan makro yang lebih memihak pembangunan kelautan perikanan, khususnya
nelayan. Langkah ini bisa dilakukan dengan kebijaksanaan moneter dan fiscal.
Kebijaksanaan fiskal anggaran untuk usaha kreatif nelayan serta pengembangan
industry perikanan harus diprioritaskan. Insentif bagi pelaku usaha perikanan
serta usaha kecil nelayan diharapkan bisa mengangkat nilai tambah produk
perikanan serta kesejahteraan nelayan. Kebijaksanaan moneter ditempuh melalui
penyedian kredit yang mudah bagi nelayan, Jepang dan Australia bisa menjadi
contoh negeri kita. Bank didorong untuk menurunkan suku bunga bagi kredit
nelayan dan menambah plafon alokasi kreditnya, terbukti kalangan petani dan
nelayan memiliki kredit macet yang sedikit dibanding dengan konglomerat.
Kedua,
pembuatan road map pembangunan kelautan nasional. Pemerintah harus mengubah
orientasi darat menuju orientasi laut. Ocean Policy adalah pilihan tepat bagi
perubahan strategi tersebut, karena majunya Thailand, Cina, Philipina dalam
produksi perikanan di kawasan Asia didukung oleh kebijakan pembangunan kelautan
perikanan yang sudah berorientasi kepada kelautan perikanan. Langkah cepat saat
ini adalah pengesahan RUU Kelautan yang sudah terkatung – katung sejak jaman
Megawati.
Ketiga,
kebijakan perdagangan harus dibuat menguntungkan sektor perikanan dan nelayan.
Pajak ekspor ditekan sekecil mungkin agar hasil produk perikanan lebih
kompetitif dan menguntungkan nelayan. Pelarangan hasil laut impor menjadi bukti
keseriusan pemerintah dalam melindungi nelayan dan mengelola potensi laut.
Imporlah selama ini yang membuat bangsa ini menjadi “sampah” dunia produk
impor. Khalil Gibran memberikan ilustrasi menyedihkan bangsa yang makanannya
didapat bukan dari hasil menanam sendiri.
Rasanya
diskriminasi kelautan akan terus terjadi jika negeri ini “ingkar” dengan nenek
moyang mereka yang merupakan cikal bakal negeri ini. Mari kita bertindak
sebelum laut kita semakin sempit dan kekayaan laut kita
tinggal cerita.
Riyono
Pemerhati masalah Pertanian dan Kelautan
Sekjen DPP Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia
(PPNSI)
http://tribunnews.com/
Bom Ikan
Tindak
Tegas Nelayan yang Pakai Bom Ikan
Nelayan Takut Melaut
TRIBUN KALTENG - KAMIS, 2 FEBRUARI 2012 | 16:03
WIB
Dok
ilustrasi
TRIBUNKALTENG.COM, KUALAKAPUAS - Gelombang laut yang akhir-akhir ini cukup besar, disertai
tiupan angin, membuat sebagian nelayan Kapuas tak berani melaut.
Ibuh, salah satu nelayan
yang tinggal di pesisir Pantai Palampai Kapuas mengaku sudah seminggu tidak
bisa melaut.
Selain besarnya ombak dan cuaca buruk, ia hanya memiliki perahu
nelayan yang kecil. Untuk mengisi kekosongan itu, Ibah pun memilih berkebun dan
berharap cuaca maupun gelombang akan normal seperti sebelumnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kapuas, M
Chalinja, Kamis (2/2/2012) mengatakan, sebagian kecil nelayan Kapuas hanya
berani melaut sekitar empat mil dari pantai.
Dia mengakui besarnya ombak yang terjadi hampir di seluruh
Indonesia. "Sebenarnya kalau cuaca buruk seperti ini, nelayan justru
mendapatkan ikan yang lebih banyak. Namun resikonya juga sangat besar."
Menurutnya, dari ratusan nelayan yang ada, hanya 50 persen
nelayan yang berani melaut karena kapal mereka besar.
Chalinja mengatakan, tahun ini direncanakan nelayan yang tidak
mampu akan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat.
"Rencananya satu kepala keluarga akan mendapatkan bantuan
Rp4 juta. Bantuan ini merupakan program pengembangan usaha perikanan
pusat," jelasnya.
PENULIS : JUMADI
EDITOR : EDINAYANTI
(DIGITAL EDITION)
Sektor Riil
Sabtu, 04 Februari 2012 |
09:17:47 WIB
Pemda
Harus Berdayakan Nelayan
ANTARA
JAKARTA - Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), meminta pemerintah daerah mencarikan alternatif
pemberdayaan nelayan yang menganggur akibat tidak bisa melaut. KKP berharap
Pemda juga diminta mengeluarkan cadangan beras pemerintah (CBP), untuk bantuan
sementara bagi nelayan.
"Kita akan panggil kepala dinas perikanan seluruh Indonesia pekan depan untuk membicarakan masalah nelayan. Kita minta laporan kerugian dan jumlah nelayan yang tidak bisa melaut akibat gangguan cuaca. Pemda juga harus menyiapkan alternatif pekerjaan bagi nelayan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo di Jakarta, Jumat (3/2).
Cicip mengaku hingga sekarang belum mengetahui jumlah nelayan yang tidak bisa melaut akibat cuaca buruk, karena memang belum ada laporan dari dinas di daerah. "Jumlahnya 500 ribu nelayan yang tidak bisa melaut, dan kerugian yang dipublikasikan media saat ini," kata Cicip.
Meskipun belum mengetahui jumlah pasti nelayan yang "menganggur", Cicip mengakui pendapatan nelayan menurun drastis akibat cuaca buruk. Untuk itu, Pemda harus berinisiatif untuk membantu agar nelayan bisa bertahan hidup dan tetap mendapatkan pendapatan. aan/E-12
http://www.suarapembaruan.com/
KKP Bantu Nelayan Maluku Rp 32,2 Miliar
Minggu, 5 Februari 2012 |
22:05
Menteri
Negara Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo (kiri) bersama Ketua DPRD
Maluku Fatany Sohilauw (tengah), dan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahallu
(kanan) meninjau Balai Budidaya Laut Ambon di Waiheru, Minggu (5/2). [SP/Vony]
Menteri Negara Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia (RI) Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, bantuan
ini sebagai bentuk wujud nyata KKP dalam mendukung Provinsi Maluku sebagai
lumbung ikan nasional, dan upaya untuk mengoptimalkan industri perikanan di
Maluku.
Bantuan itu merupakan
kontibusi banyak pihak untuk memajukan sektor kelautan dan perikanan di
Provinsi Maluku.
Dijelaskan, dalam rangka mengembangkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional, KKP mensinergikan empat pihak yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), swasta, dan masyarakat.
Pemerintah Pusat yang dimotori KKP akan menempatkan diri sebagai pihak pengambil kebijakan dan regulasi dengan didukung anggaran, zonasi, tata ruang, infrastruktur dan program pemberdayaan.
“Sementara itu, Pemda akan mengambil peran dalam hal penyediaan lahan, penyusunan master plan, penyediaan tenaga kerja, kemudahan perizinan dan penciptaan iklim kondusif. Untuk swasta dan masyarakat masing-masing akan menempatkan diri dalam hal industri dari hulu dan hilir, perbankan, kegiatan usaha perikanan, enterpreneurship dan keamanan serta ketertiban,” katanya dalam siaran pers KKP yang diterima SP, di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tantui Ambon, Minggu (5/2).
Bantuan KKP berupa 9 unit kapal Inka Mina, 20 paket sarana perikanan tangkap rumah ikan, 10.000 kartu nelayan, sertifikat hak atas tanah (SEHAT) nelayan, 4 unit depo rumput laut, 50 unit cool box 400 kilogram, bantuan belajar anak pelaku utama, 1 unit kapal penangkap ikan berbobot 30 GT dan keramba jaring apung. [156]
Menteri Mengaku Belum
Ada Data Akurat di Perikanan
Senin, 06 Pebruari
2012, 18:22 WIB
http://www.ekobiz-parepare.com
Ikan tuna, salah satu
andalan ekspor hasil laut Indonesia.
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
- Berbagai data di sektor perikanan hingga kini masih tidak akurat sehingga
dibutuhkan sekitar 8.000 penyuluh yang antara lain bertugas memperbaiki
data-data tersebut. Kondisi itu diakui langsung oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo
"Data yang ada
sekarang ini, khususnya data untuk perikanan budidaya dan tangkap termasuk
garam tidak mempunyai pencatatan yang saya anggap akurat," kata Sharif
saat memberikan sambutan dalam Apel Siaga Penyuluh Perikanan di Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Senin (6/2). Padahal, ujar dia, dalam
mengambil kebijakan yang tepat adalah dengan menggunakan pencatatan data yang
akurat.
Untuk itu, KKP juga
telah menyiapkan hingga sebanyak 8.000 penyuluh perikanan yang juga dinilai
merupakan bagian penting dalam mendukung kebijakan industrialisasi kelautan dan
perikanan. "Diharapkan mereka (para penyuluh) bisa mendata produksi yang
akurat dan pasti," katanya.
Terkait dengan data
garam yang tidak akurat, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K)
KKP Sudirman Saad sebelumnya mengatakan KKP akan menghitung secara pasti
produksi kebutuhan garam nasional sebagai perbandingan data dari berbagai
pihak, termasuk hasil audit Sucofindo yang dikemukakan Kementerian Perdagangan.
"Kami juga
memiliki data hasil dari pendataan yang dilakukan oleh dinas-dinas kelautan dan
perikanan di daerah," kata Sudirman Saad dalam acara diskusi tentang
Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) di Jakarta, Kamis (2/2).
Sudirman memaparkan,
pihaknya akan menghitung berapa produksi garam tahun 2011, berapa jumlah impor
yang dibutuhkan, serta berapa target produksi tahun 2012.Dirjen KP3K KKP juga
mengemukakan, pihaknya akan menggelar rapat koordinasi garam dengan berbagai
instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian
pada tanggal 9 Februari 2012.
Sebagaimana telah
diberitakan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan,
Deddy Saleh mengatakan stok garam pada awal tahun ini hanya sebanyak 310.000
ton, dan diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi
sampai pertengahan bulan Februari 2012.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara
http://www.suarapembaruan.com/
Maluku Jadi Lumbung Ikan Nasional
Senin, 6 Februari 2012 |
11:01
Menteri Kelautan dan
Perikanan Sharif Cicip Sutardjo (kanan) memberi bantuan kepada Walikota Ambon
Richard Louhenapessy,SH (kiri), Minggu (5/2). [SP/Vonny Litamahuputty]
[AMBON] Menteri
Negara Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serius menyikapi ditetapkannya Maluku
sebagai lumbung ikan nasional (LIN).
Oleh Karenanya, berbagai pelabuhan perikanan ekspor telah disiapkan dan ini merupakan komitmen sejak tahun 2006 lalu. Dari 12 Pelabuhan Perikanan yang ada di Maluku, lima di antaranya sudah dibangun.
“Salah satu dari kelima pelabuhan perikanan yang dibangun itu adalah pelabuhan untuk ekspor sekaligus dijadikan sebagai pelabuhan untuk industri,” kata Menteri di sela-sela acara penyerahan paket bantuan kapal perikanan Inka Mina secara simbolis dari KKP kepada nelayan di Aula Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tantui Ambon, Minggu (5/2) siang.
Sementara it,u Gubernur Maluku Karel Ralahallu mengatakan, sembilan unit bantuan kapal ini sangat mendukung perikanan tangkap di Maluku. Dengan demikian armada tangkap harus semakin diperkuat sehingga bisa menghasilkan produkperikanan bernilai jual tinggi dengan standar ekspor. Bila ini dipenuhi maka peningkatakn kualitas harus dilakukan. [156]
www.republika.co.id/berita/
Wapres : Nelayan Kita Memprihatinkan
Rabu, 08
Pebruari 2012, 10:10 WIB
Antara/Anis
Efizudin
Wapres Boediono
(tengah)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wapres Boediono meminta
adanya perhatian terhadap nelayan yang rata-rata nasibnya masih memprihatinkan.
Peningkatan kesejahteraan komunitas nelayan, kata dia, harus menjadi program
yang diprioritaskan.
"Saya kira dalam merumuskan program-program aspek membangun komunitas nelayan yang tertinggal menjadi prioritas," ujar Boediono saat saat membuka Rakornas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2012, semalam.
Boediono mengaku miris ketika melakukan kunjungan beberapa waktu lalu di suatu pemukiman nelayan dimana seorang kepala keluarga hanya memiliki penghasilan per hari Rp 30 ribu padahal yang bersangkutan memiliki enam orang anak.
"Pemukiman nelayan yang tertinggal jumlahnya banyak. Saya kira kalau itu situasinya maka harus diberikan perhatian yang lebih khusus lagi," ujar Boediono.
KKP, kata dia, harus memberikan fokus pada masalah khusus dan umum yang terjadi pada dunia keluatan dan perikanan di Indonesia. "Penting bagi kita untuk menjangkau komunitas-komunitas nelayan yang tertinggal tersebut," ujarnya.
Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Fernan
Rahadi
SENIN, 08 FEBRUARI 2010 | 18:11
WIB
Program Budidaya Perikanan Terancam Mampet
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Perhubungan, Kelautan, dan
Pertanian, memprediksi permintaan realokasi anggaran Rp 184,45 miliar untuk
program budidaya perikanan rakyat tidak dapat disetujui. Pasalnya, realokasi
anggaran lintas direktorat jenderal saat ini sudah tidak bisa berubah.
Namun, peluang untuk menambah anggaran program tersebut tetap masih terbuka. “Kalau mau, baru bisa dibahas sekitar Maret atau April di APBN Perubahan 2010,” kata anggota Komisi, Herman Khairon, dalam rapat Komisi dengan Kementerian Perikanan dan kelautan, Senin (8/2).
Namun, peluang untuk menambah anggaran program tersebut tetap masih terbuka. “Kalau mau, baru bisa dibahas sekitar Maret atau April di APBN Perubahan 2010,” kata anggota Komisi, Herman Khairon, dalam rapat Komisi dengan Kementerian Perikanan dan kelautan, Senin (8/2).
Sebelumnya, Kementerian Kelautan meminta realokasi anggaran sebesar Rp 184,457 miliar. Anggaran program empat direktorat jenderal dan satu badan akan dipindahkan untuk menambah anggaran Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Komoditas yang akan dibudidayakan dalam proyek tersebut adalah rumput laut, patin kolam, patin KJA, lele, polikultur, ikan nila, dan maggot. Kementerian Kelautan menyatakan, program ini bisa menambah lebih dari 15 ribu wirausaha pemula di bidang perikanan budidaya.
Dalam rapat yang sama, Kementerian Kelautan juga mengusulkan anggaran belanja tambahan dalam APBN Perubahan sebesar Rp 1,6 triliun. Herman mengatakan, pihaknya bisa memperjuangkan di APBN Perubahan kalau memang untuk kebutuhan rakyat. “Jangankan Rp 1,6 triliun, Rp 3-4 triliun juga kami perjuangkan. Indonesia kan negara kelautan,” ucap dia.
Namun Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad masih optimistis realokasi anggaran disetujui. “Saya sedang melobi ke berbagai fraksi. Lihat dulu falsafah dasarnya: untuk kebutuhan rakyat,” tutur dia. Menurut Fadel, saat ini dia hanya menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
”Yang berhak mengubah anggaran adalah DPR, setelah itu Menteri Keuangan,” kata dia. Kalau tidak disetujui, Kementerian Kelautan akan melanjutkan program sesuai anggaran yang ada dan kembali mengajukan anggaran tahun depan. “Tapi kita sudah rugi setahun,” ucapnya.
ARYANI KRISTANTI
(
DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Rabu, 08 Februari 2012 |
09:12:49 WIB
KKP
Siapkan Penyuluh Pertanian
dok
JAKARTA - Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan 25 penyuluh perikanan di setiap
kabupaten, penyuluh ini disiapkan untuk mendukung program industrialisasi
perikanan.
"Kita siapkan delapan ribu penyuluh dengan komposisi 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK dan 3.312 penyuluh swadaya. Dengan jumlah tersebut di masing-masing kabupaten akan ada 20-25 penyuluh," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo seusai apel siaga penyuluh perikanan di Jakarta, kemarin.
"Kita siapkan delapan ribu penyuluh dengan komposisi 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK dan 3.312 penyuluh swadaya. Dengan jumlah tersebut di masing-masing kabupaten akan ada 20-25 penyuluh," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo seusai apel siaga penyuluh perikanan di Jakarta, kemarin.
Cicip menyatakan, penyuluh
tersebut akan menjadi pendamping pembudidaya dan masyarakat terkait proyek bantuan
yang diberikan KKP, maupun program industrialisasi yang diusung kementerian.
Jadi, kata Cicip, dengan pendampingan tersebut diharapkan bantuan maupun
program pemerintah bisa dikontrol dan berjalan sesuai target.
Untuk mendukung program
tersebut, KKP, kata Cicip sudah mengalokasikan anggaran sebesar 72 miliar
rupiah, termasuk didalamnya honor untuk pegawai penyuluh tenaga kontrak (PPTK)
sebesar 1,8 juta rupiah per penyuluh. Dengan pendampingan dari penyuluh, Cicip
juga berharap, pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya dan masyarakat nelayan
bisa ditingkatkan.
aan/E-12
aan/E-12
Berita Kebumen On Line
.:: T h e - I n d e p e n d e n t - N e w s ::.
http://www.beritakebumen.info/
SUMBER: http://www.beritakebumen.info/2012/02/25-kub-di-kebumen-peroleh-bantuan.html#ixzz286xNo7xW
SUMBER: http://www.beritakebumen.info/2012/02/25-kub-di-kebumen-peroleh-bantuan.html#ixzz286xNo7xW
25 KUB di Kebumen Peroleh Bantuan
Written By berita kebumen on 08 February 2012 | 7:50 PM
KEBUMEN (The Independent News) - Sebanyak 25 kelompok usaha
bersama (KUB) di Kabupaten Kebumen bakal menerima bantuan dana pengembangan
usaha mina pedesaan (PUMP) perikanan tangkap dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP). Besarnya bantuan, Rp 100 juta untuk setiap kelompok.
Rencana pengucuran bantuan langsung masyarakat dari KKP diungkapkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, Hj Suhartilah Jumaryanti, Selasa (7/2). Menurutnya, KKP juga akan mengucurkan bantuan PUMP pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebesar Rp 50 juta untuk setiap kelompok, serta PUMP perikanan budidaya sebesar Rp 100 juta untuk setiap kelompok.
"Bantuan PUMP pengolahan dan pemasaran hasil perikanan akan diterima oleh 24 KUB," jelas Jumaryanti seraya mengatakan, sasaran penerima bantuan PUMP perikanan budidaya hingga kini masih dalam proses verifikasi.
Rencana pengucuran bantuan langsung masyarakat dari KKP diungkapkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, Hj Suhartilah Jumaryanti, Selasa (7/2). Menurutnya, KKP juga akan mengucurkan bantuan PUMP pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebesar Rp 50 juta untuk setiap kelompok, serta PUMP perikanan budidaya sebesar Rp 100 juta untuk setiap kelompok.
"Bantuan PUMP pengolahan dan pemasaran hasil perikanan akan diterima oleh 24 KUB," jelas Jumaryanti seraya mengatakan, sasaran penerima bantuan PUMP perikanan budidaya hingga kini masih dalam proses verifikasi.
Sementara dari APBD serta DAK tahun 2012, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen akan melakukan penataan kawasan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangduwur Kecamatan Ayah. Di TPI itu juga akan dibangun gudang, kedai pesisir, penyempurnaan tempat tambat labuh, pembangunan talud, dan gedung pertemuan.
Modernisasi alat tangkap juga dilakukan dengan meluncurkan bantuan 2 kapal berbobot 5 gross ton (GT) di tahun 2012. Dua kapal itu akan dioperasikan oleh kelompok nelayan TPI Tegalretno Petanahan dan TPI Pasir Ayah. (Suk/krjgj)
Dinas Kelautan dan Perikanan Menerima 2 Paket Kapal 5 Grass Ton
Di tahun 2012 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen menerima alokasi dana untuk pengembangan alat tangkap berupa 2 paket kapal berbobot 5 grass ton. Disamping itu rencananya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen juga akan menerima alokasi 3 unit kapal tankgap berbobot 30 grass ton.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen drh. Suhartilah Jumaryanti saat digelar jumpa pers di Gedung Presscenter Kebumen (7/2) tahun 2012 ini, prioritas kegiatan pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen yang menggunakan dana APBD dan DAK antara lain akan digunakan untuk pendampingan pada kelompok tani pembudidaya ikan, Pembangunan TPI, Pembinaan dan Pengembangan Perikanan, juga pengembangan bibit ikan unggul. Dalam jumpa pers ini pula drh. Suhartilah Jumaryanti juga menyampaikan prioritas di tahun 2013 juga pencapaian Dinas Peperla di tahun 2011. (Ratih Tv)
BRI Salurkan Rp 1,5 Triliun untuk Perikanan
TRIBUN KALTENG
- RABU, 8 FEBRUARI 2012 | 15:19 WIB
web
TRIBUNKALTENG.COM
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk bekerja
sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serius menggarap industri
perikanan dan kelautan dalam hal pendanaan. Ini ditandai dengan penandatanganan
nota kesepahaman oleh kedua pihak.
"Sebagai langkah konkrit dukungan BRI terhadap komitmen tersebut, maka sampai dengan September 2011, BRI telah menyalurkan kredit di sektor perikanan sejumlah Rp 1,5 triliun kepada lebih dari 30.500 debitur dalam bentuk kredit komersial, kredit usaha rakyat, kredit ketahanan pangan perikanan, serta kredit program lainnya," sebut Direktur Utama BRI, Sofyan Basir, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (8/2/2012).
Bentuk keseriusan BRI membantu industri perikanan dalam hal dana ini dituangkan dalam penandatanganan naskah kesepahaman bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta kemarin.
Sofjan bilang, kesepakatan bersama ini menandakan komitmen BRI untuk memberikan layanan optimal dalam mendukung seluruh program kerja kementerian. Seperti diketahui, kementerian menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada 2015. " Ini harus didukung oleh semua pihak termasuk oleh Bank Rakyat Indonesia sebagai bank yang memiliki jaringan kerja terbesar dan tersebar di Indonesia," pungkas Sofyan.
EDITOR : EDINAYANTI
http://www.lensaindonesia.com/
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Dituntut Transparan
Cegah Mafia Proyek, Kementerian Kelautan dan Perikanan Terapkan LPSE
KAMIS, 09 FEBRUARI 2012 22:55 WIB
Proses tender secara online.
LENSAINDONESIA.COM: Pelayanan publik sebagai ujung
tombak reformasi birokrasi merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu
instansi menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sebagai
bagian dari pelayanan publik, pengadaan barang dan jasa pemerintah dituntut
berlangsung secara transparan, terbuka, akuntabel, tidak diskriminatif, cepat,
tepat, murah, mudah, efisien, efektif dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai
perkembangan teknologi informasi.
Oleh
karena itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Gellwynn Jusuf secara resmi meluncurkan menerapkan Pengadaan Barang dan Jasa
Secara Elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
disela-sela pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (9/02).
“Langkah
ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan inefisiensi pengelolaan keuangan
negara,” ujar Gellwynn disaat yang sama.
Sementara
itu, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Yulistyo Mudho mengatakan
bahwa, pelayanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-Procurement)
bagi KKP diharapkan tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga
memberikan efisiensi yaitu dalam harga yang lebih rendah, biaya transaksi yang
lebih murah, layanan publik yang lebih baik, siklus pengadaan yang lebih
pendek, dan mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme serta mafia proyek.
“Dengan
maksimalnya penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) ini, tidak
ada lagi mafia proyek yang bermain dalam berbagai lelang proyek di lingkup
KKP,” terangnya.
“Melalui
LPSE si calon tender tidak dapat bertemu dengan panitia hanya melalui sistem
jaringan, sehingga membatasi ruang gerak terjadinya KKN, dan mafia proyek
tentunya, “imbuhnya.
Awalnya,
konsep ini dikembangkan pada tahun 2006 oleh Bappenas (sebelum LKPP terbentuk).
Sistem ini memakai aplikasi open source, free license, free of charge dan full
support. Kementerian/Lembaga/Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) wajib
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh
paket pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012.
Lebih
lanjut Yulistyo mengatakan bahwa, dengan adanya pengadaan barang/jasa secara
elektronik (e-Procurement) akan mempermudah penyedia barang/jasa dalam hal
waktu sehingga tidak menimbulkan antrian yang dipandang menyia-nyiakan waktu.
“Melalui e-procurement maka kontraktor dapat menghemat waktu, seperti
kita saat menggunakan jasa layanan e-toll sehingga tidak membuang-buang waktu,”
ungkapnya.
Hal
ini sejalan dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Dalam regulasi tersebut pasal 155 ayat 5, diamanatkan
bahwa “LPSE wajib menyusun dan melaksanakan standar prosedur operasioal serta
menandatangani kesepakatan tingkat pelayanan (Service Level Agreement)”, dan
juga didukung oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Permen no. 1 tahun
2012 tentang pengadaan barang dan jasa dilingkungan Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP).
LPSE
merupakan unit kerja penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa yang
di dirikan oleh Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN dan Pemerintah Daerah
untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan
barang/jasa pemerintah secara elektronik. Terhadap ULP/Pejabat Pengadaan pada
Kementerian /Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN dan Pemerintah Daerah yang belum
membentuk LPSE, dapat melaksanakan pengadaan secara elektronik di LPSE
terdekat. LPSE Kementerian Kelautan dan Perikanan terbentuk dengan dukungan
dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Potensi
tindak pidana korupsi dalam pengadaan pemerintah dapat dikurangi karena
karena minimnya kesempatan untuk bertatap muka antara Panitia Pengadaan
dengan Penyedia/Rekanan, sehingga kesempatan bersekongkol dalam pengaturan
tender pemerintah dapat dicegah, “sehingga apabila si penyedia barang/ jasa
memiliki catatan kinerja (track record) yang buruk, maka akan terdata oleh
sistem sehingga perusahaan pailit/blacklist tersebut tidak bisa masuk karena
sudah terdata di sistem LPSE,” katanya.
Progres
penerapan e-Procurement Nasional menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal
ini terbukti dengan jumlah LPSE yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Awalnya di tahun 2008 hanya terdapat 11 LPSE, 2009 terdapat 33 LPSE, dan untuk
2010 telah berdiri 137 LPSE. Jumlah LPSE sampai dengan akhir Mei 2011 sebanyak
238 LPSE yang telah diimplementasikan pada 344 instansi pemerintah, dan sampai
dengan awal 2012 ini, tercatat sebanyak 311 LPSE telah secara resmi ada
di 646 Instansi yang tersebar di 32 Provinsi, mulai dari Sabang sampai
Merauke hingga Halmahera Utara sampai Ende.
Sementara
itu, capaian kinerja e-procurement yang dilaksanakan selama tahun anggaran 2011
sebanyak 116 paket pekerjaan, dimana 89 paket pekerjaan telah selesai
dilaksanakan dengan efisiensi sebesar Rp. 48,9 miliar. Sementara itu, 5 paket
pekerjaan masih sedang dalam proses pelelangan dimana proses pelelangan baru
ditandatangani bulan lalu (Januari). Sedangkan, 22 paket pekerjaan sisanya,
telah selesai dilaksanakan , namun belum ada pemenang dan nilai hasil lelang
yang dimasukkan panitia dalam sistem pengadaan scara elektronik (SPSE). Untuk
tahun 2012 sampai dengan bulan Februari 2012 tercatat sebanyak 99 paket dengan
nilai Rp 130 miliar.
Ditambahkannya pula, penerapan LPSE di daerah akan lebih
menguntungkan baik penyedia yaitu pemerintah dan juga rekanan. Diantaranya,
pagu anggaran akan dihemat di atas 15 persen, juga rekanan tidak perlu lagi
mengantarkan berkas persyaratan pelelalangna di kantor panitia penyedia.
Fasilitas Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang dilakukan
oleh KKP, diproyeksikan bisa menghemat anggaran hingga Rp 19,5 miliar
atau setara dengan 15 persen dari total Rp 130 miliar anggaran hingga pertengahan
Februari 2012.hidayat
Sejumlah
perahu nelayan diparkir di dermaga Paotere, Makassar, Selasa (10/1).
TEMPO/Muhtar
SENIN, 13 FEBRUARI 2012 | 11:57
WIB
DPR Minta Pemerintah Perhatikan Nelayan
TEMPO.CO, Jakarta - Cuaca ekstrem yang akhir-akhir ini
melanda Indonesia secara menyeluruh telah memaksa ribuan nelayan gagal melaut.
Anggota Komisi IV DPR yang membidangi masalah kelautan dan perikanan, Ma''mur
Hasanuddin, meminta Kementerian Kelautan lebih memperhatikan nelayan, khususnya
nelayan tradisional yang berada di sepanjang pesisir lautan Indonesia.
Selama ini jangkauan nelayan tradisional hanya mampu melaut
sejauh 1 mil dengan tangkapan ikan 10 kilogram. "Untuk mendapatkan uang Rp
50 ribu mereka sangat sulit," kata Ma''mur, Senin, 13 Februari 2012.
Dengan biaya operasional melaut yang tinggi, nelayan akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. "Ditambah lagi mereka terpaksa cuti melaut akibat cuaca buruk," ujarnya.
Dia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperhatikan nasib nelayan tradisional, terutama melalui akses permodalan. Selama ini perhatian negara terhadap nelayan kecil dinilai sangat kurang. Banyak program kementerian diberikan melalui dinas pemerintah daerah, tapi kurang menjangkau hingga ke nelayan tradisional.
Dengan biaya operasional melaut yang tinggi, nelayan akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. "Ditambah lagi mereka terpaksa cuti melaut akibat cuaca buruk," ujarnya.
Dia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperhatikan nasib nelayan tradisional, terutama melalui akses permodalan. Selama ini perhatian negara terhadap nelayan kecil dinilai sangat kurang. Banyak program kementerian diberikan melalui dinas pemerintah daerah, tapi kurang menjangkau hingga ke nelayan tradisional.
"Nelayan tradisional selama ini berusaha sendiri untuk mewujudkan permodalan hingga mereka dapat melaut," ujarnya. Kemudian, ketika nelayan ingin meningkatkan ke level industri perikanan, banyak yang terbentur dengan masalah kredit perikanan akibat beban bunga yang tinggi sekitar 12-16 persen.
Dia menambahkan KKP juga harus lebih menertibkan aksi tangkap ikan menggunakan Pukat Trawl dan Pukat Harimau. Aksi penangkapan ikan dengan dukungan armada kapal yang cukup besar ini sangat merugikan nelayan tradisional karena nelayan sulit bersaing.
"Perhatian yang paling dibutuhkan saat ini adalah bagaimana KKP dapat menanggulangi dampak cuaca buruk yang berakibat pada 1.429.703 nelayan di 33 provinsi. Cuaca buruk kali ini bisa membuat mereka berhenti melaut hingga satu bulan penuh," kata dia.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh KKP, misalnya bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, kementerian lain dan pihak-pihak swasta yang memiliki dana CSR. "Dengan inisiatif dari KKP untuk nelayan tradisional, kami berharap dampak cuaca buruk yang mengenai jutaan nelayan dapat diatasi, sehingga kelangsungan kehidupan para nelayan terutama nelayan tradisional dapat tetap berjalan," ujarnya.
ROSALINA
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Senin, 13 Februari 2012 |
03:18:07 WIB
Sektor Kelautan
KKP
Tawarkan Investasi "Cold Storage"
ANTARA
JAKARTA -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menawarkan pembangunan lima cold
storage berkapasitas 30 ribu ton di lima wilayah kepada swasta. Nilai investasi
untuk pembangunan cold storage tersebut diperkirakan mencapai 600 miliar rupiah
per unit. "Kita membuka peluang kepada swasta untuk menanamkan investasi
pembangunan cold storage di Jakarta, Ambon, Bitung-Sulawesi, Medan, dan
Pelabuhan Ratu. Saat ini, sudah ada dua investor yang berminat untuk membangun
cold storage di Jakarta," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan KKP Victor PH Nijikuluw di Serang, Provinsi Banten, Sabtu
(11/2).
Menurut Victor, nilai investasi untuk membangun cold storage atau mesin pendingin ikan tersebut rata-rata 20 juta rupiah per ton. Jadi, untuk membangun cold storage berkapasitas 30 ribu ton dibutuhkan investasi 600 miliar rupiah. Nantinya, swasta yang membangun cold storage akan mendapatkan insentif dari KKP berupa kemudahan mendapatkan pasokan bahan baku ikan. Untuk memudahkan pembangunan cold storage dan memasukkannya dalam Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah dan ditargetkan pertengahan tahun ini aturanya akan diterbitkan.
Menurut Victor, nilai investasi untuk membangun cold storage atau mesin pendingin ikan tersebut rata-rata 20 juta rupiah per ton. Jadi, untuk membangun cold storage berkapasitas 30 ribu ton dibutuhkan investasi 600 miliar rupiah. Nantinya, swasta yang membangun cold storage akan mendapatkan insentif dari KKP berupa kemudahan mendapatkan pasokan bahan baku ikan. Untuk memudahkan pembangunan cold storage dan memasukkannya dalam Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah dan ditargetkan pertengahan tahun ini aturanya akan diterbitkan.
"Pemerintah
juga akan ikut membangun cold storage tetapi dengan skala kecil, sebesar 30 ton
dengan menggunakan dana APBN. Selain itu, kita juga membagikan cold storage
mini berbentuk motor roda tiga, berpendingin dengan kapasitas 200 kilogram di
setiap kabupaten," ungkapnya.
Lebih
lanjut, Victor mengatakan cold storage mini berkapasitas 200 kilogram tersebut
diharapkan memudahkan pengolah skala UKM dan penjual produk ikan untuk menjaga
mutu produknya. Jadi ikan segar hasil tangkapan dan budi daya dapat dijaga
kualitasnya saat dipasarkan ke pasar swalayan dan supermarket. Saat ini, KKP,
kata Victor, sudah mulai membagikan bantuan cold storage mini tersebut di
beberapa wilayah di Provinsi Banten.
KKP membagikan empat cold storage mini seharga 40 juta rupiah di Kabupaten Lebak, empat cold storage mini di Kabupaten Serang, dan empat cold storage mini di Kabupaten Tangerang. "Jadi ikan segar bisa dimasukkan ke dalam cold storage mini tersebut. Kita juga membagikan mobil boks berpendingin. Dengan bantuan itu akan membantu pengolah memasarkan produk ikan segar ke supermarket dan swalayan," imbuhnya.
Di tempat yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan KKP akan mendorong swasta untuk pembangunan cold storage. "Yang mampu membangun cold storage dengan nilai investasi di atas 50 miliar itu swasta. Jadi kita tawarkan kepada mereka untuk membangunnya, terutama di Kawasan Indonesia Timur," ujarnya.
Sementara itu, dalam kunjunganya ke Provinsi Banten, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menyerahkan bantuan 33,2 miliar rupiah kepada para nelayan yang diserahkan secara simbolis kepada Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Bantuan tersebut berupa lima unit kapal Inka mina, dua unit ekskavator, satu unit mobil ATI-Gemarikan, satu unit mobil dengan boks berpendingin, 12 unit freezer, 12 unit cold storage mini roda tiga, empat unit spinner pengolahan abon, dan paket lainnya. aan/E-12
KKP membagikan empat cold storage mini seharga 40 juta rupiah di Kabupaten Lebak, empat cold storage mini di Kabupaten Serang, dan empat cold storage mini di Kabupaten Tangerang. "Jadi ikan segar bisa dimasukkan ke dalam cold storage mini tersebut. Kita juga membagikan mobil boks berpendingin. Dengan bantuan itu akan membantu pengolah memasarkan produk ikan segar ke supermarket dan swalayan," imbuhnya.
Di tempat yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan KKP akan mendorong swasta untuk pembangunan cold storage. "Yang mampu membangun cold storage dengan nilai investasi di atas 50 miliar itu swasta. Jadi kita tawarkan kepada mereka untuk membangunnya, terutama di Kawasan Indonesia Timur," ujarnya.
Sementara itu, dalam kunjunganya ke Provinsi Banten, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menyerahkan bantuan 33,2 miliar rupiah kepada para nelayan yang diserahkan secara simbolis kepada Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Bantuan tersebut berupa lima unit kapal Inka mina, dua unit ekskavator, satu unit mobil ATI-Gemarikan, satu unit mobil dengan boks berpendingin, 12 unit freezer, 12 unit cold storage mini roda tiga, empat unit spinner pengolahan abon, dan paket lainnya. aan/E-12
http://www.bisnis-kti.com/
PERIKANAN: Kalimantan Timur butuh 4 miliar benih ikan
ANTARA
ilustrasionline casino
“Terkait dengan kebutuhan
benih yang besar di Kaltim ini sehingga ada peluang besar untuk usaha
pengembangan benih ikan sehingga tidak perlu memasok dari luar daerah agar
harganya lebih murah,” tutur Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim, Iwan
Mulyana di Samarinda, Selasa.
Iwan yang didampingi Kepala Bidang Pembudidayaan Perikanan Rusdi
Supangat melanjutkan bahwa guna menutupi kekurangan berbagai jenis benih ikan
tersebut, Kaltim harus mendatangkan 90% lebih benih ikan dari daerah lain,
seperti dari Pulau Sulawesi dan Jawa.
Kendala yang dihadapi jika harus mendatang benih dari luar
daerah adalah, belum tentu semua benih yang diangkut dalam kondisi hidup ketika
tiba di tujuan.
Biasanya dari total jumlah yang dikirim itu, hanya sekitar 50%
yang dapat bertahan hidup dan sehat.
Benih yang dibutuhkan Kaltim itu antara lain untuk pengembangan
berbagai jenis perikanan baik kolam, keramba, tambak dan lainnya. Sedangkan
hasil target produksi Kaltim untuk keramba paling tidak 10 ton dalam satu
tahun.
Apabila benihnya ada 90 juta dan yang mampu hidup hanya 50%,
berarti hanya 45 juta benih yang hidup sehingga hasilnya hanya 5 ton. Terkait
dengan itu, maka target yang diinginkan tidak tercapai karena masih kurang 5
ton.
Minimnya produktivitas ikan di Kaltim juga terkait beberapa
faktor, antara lain masalah sumber daya manusia (SDM), bahan keramba, benih
serta pakannya. Namun sebagian besar disebabkan oleh minimnya pengetahuan
petani keramba tentang pembudidayaan benih ikan.
Kelemahan pada sektor SDM itu setidaknya bisa dilihat pada
pembenihan ikan di Loa Kulu, Samarinda. Untuk budidaya di kawasan itu, paling
tidak diperlukan 100 juta benih ikan, namun karena SDM yang kurang, maka benih
yang diperlukan tidak pernah bisa dicapai.
Terkait dengan itu, pihaknya berupaya untuk mengatasinya dengan
melakukan pengiriman SDM melalui sistem magang, pelatihan dan belajar di tempat
yang sudah maju dalam pengembangan benih dan keramba.
Pengiriman dan kerja sama pemagangan itu tersebar di sejumlah
daerah, yakni disesuaikan dengan kondisi dan potensi di masing-masing daerah
pengembangannya, misalnya untuk benih ikan air tawar belajar di Suka Bumi, Jawa
Barat, sedangkan pengembangan Bandeng dilakukan di Bali. [antara/roy]online casino
Kapal Nelayan Indonesia Harus Dimodernisasi
web
ilustrasi
BANJARMASINPOST.CO.ID,
JAKARTA - Sebagian besar kapal nelayan di kawasan perairan
Indonesia harus dimodernisasi karena hampir seluruh kapal nelayan berukuran
kecil atau di bawah 30 gross ton (GT).
"Kurang dari lima persen dari jumlah armada yang berukuran lebih dari 30 GT," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, saat membuka acara peluncuran dan bedah buku "Modernisasi Armada Perikanan" yang digelar di Jakarta, Selasa.
Menurut
Sharif, hal tersebut juga mengakibatkan rendahnya produktivitas perikanan
tangkap di Indonesia sehingga jumlahnya dinilai hanya sekitar sepertiga dari
produktivitas yang dilakukan oleh China.
Apalagi, ujar dia, pendataan yang dilakukan oleh sejumlah instansi terkait di Indonesia kerap bertentangan satu sama lain sehingga tidak mudah didapatkan data yang jelas dan pasti.
Senada dengan Sharif, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Deddy Sutisna mengatakan, hampir seluruh kapal perikanan tangkap berukuran di bawah 30 GT.
Apalagi, ujar dia, pendataan yang dilakukan oleh sejumlah instansi terkait di Indonesia kerap bertentangan satu sama lain sehingga tidak mudah didapatkan data yang jelas dan pasti.
Senada dengan Sharif, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Deddy Sutisna mengatakan, hampir seluruh kapal perikanan tangkap berukuran di bawah 30 GT.
"Dari hampir 500.000 armada kapal perikanan tangkap, kapal yang berada di bawah 30 GT hampir 98 persen," kata Deddy.
Dengan demikian, ujar dia, hanya sekitar 2 persen dari armada kapal yang dapat beroperasi di lautan 12 mil ke atas atau dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Karenanya, ia mengemukakan hal yang harus diperhatikan selain rasionalisasi adalah melakukan modernisasi kapal, bukan hanya ukuran tetapi juga dalam teknologi atau alat penangkapan ikan.
Deddy memaparkan, teknologi atau alat penangkapan ikan yang paling baik adalah perangkat yang tidak hanya produktif tetapi juga dapat ramah kepada lingkungan di sekitar.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, di samping memberikan bantuan kapal, KKP seharusnya juga memberikan perangkat penunjang agar kapal tersebut dapat lebih berdaya guna di masyarakat.
Media Berita Baru | 2012
Update Berita Terbaru Semua Media
http://mediaberitabaru.blogspot.com/
INDONESIA
PULANGKAN IKAN BERFORMALIN DARI MALAYSIA, PAKISTAN | Sebanyak 103 Ton Ikan
Impor Yang Positif Mengandung Formalin. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembalikan 103 ton ikan
impor yang positif mengandung formalin—zat kimia pengawet jenazah—ke Malaysia
dan Pakistan, Selasa (14/2/2012). Ikan berformalin tersebut masuk ke Medan,
Sumatera Utara. Lihat INDONESIA SEMESTINYA MENDUDUKI PERINGKAT SINGLE A | Tarif
Pajak di Indonesia Masih Terbilang Rendah. dan AWAS MODUS TUKAR PELAT DI PARKIRAN TERBARU 2012 Tips
Menjaga Pelat Nomor Motor Dari Pencurian.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) M Syamsul Maarif yang hadir di Medan, menjelaskan, ikan impor tersebut mereka kembalikan karena terbukti mengandung formalin. ”Kita tak ingin warga kita mengonsumsi ikan yang tak layak konsumsi,” ujar Syamsul.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) M Syamsul Maarif yang hadir di Medan, menjelaskan, ikan impor tersebut mereka kembalikan karena terbukti mengandung formalin. ”Kita tak ingin warga kita mengonsumsi ikan yang tak layak konsumsi,” ujar Syamsul.
Ikan
tersebut akan dikirim balik secara bertahap. Kepala Balai Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil (BKIPM) Kelas I Medan II Felix Lumban
Tobing mengatakan, BKIPM mengirim balik ikan berformalin tersebut dalam dua
tahap. Tahap pertama pada Selasa kemarin dan sisanya pada pekan depan.
Secara nasional, pada tahun 2011 BKIPM menolak ikan impor sebanyak 6.554 ton jenis udang, makarel, patin, teri kering, salmon, lele, bawal, tongkol, dan kembung. Penyebabnya, antara lain, ikan mengandung formalin dan tidak layak konsumsi. Ada kalanya ikan tersebut tidak dilengkapi izin.
Secara nasional, pada tahun 2011 BKIPM menolak ikan impor sebanyak 6.554 ton jenis udang, makarel, patin, teri kering, salmon, lele, bawal, tongkol, dan kembung. Penyebabnya, antara lain, ikan mengandung formalin dan tidak layak konsumsi. Ada kalanya ikan tersebut tidak dilengkapi izin.
Pada
kurun Januari-pertengahan Februari 2012 ini, sudah 103 ton ikan yang ditolak
BKIPM Kelas I Medan II karena mengandung formalin atau terkontaminasi penyakit
ikan.
Selain
mengirim balik ikan bermasalah tersebut, BKIPM Kelas I Medan II memusnahkan
impor tidak layak konsumsi. Pada Maret 2011, BKIPM Kelas I Medan II memusnahkan
28 ton ikan makarel. ”Saat itu ikan tersebut tak dilengkapi izin,” kata Felix.
Impor
ikan berformalin itu merugikan importir. Pemilik perusahaan importir ikan CV
Soon Ho, Ka ho, mengatakan, di antara 103 ton ikan berformalin tersebut,
sebanyak 28 ton merupakan ikan yang dia impor. Saat itu, ikan impor dari
Malaysia tersebut tidak dilengkapi dengan surat hasil uji laboratorium.
Sesuai
ketentuan, Ka Ho kemudian memeriksakan ikan impornya ke BKIPM Kelas I Medan II.
Ternyata, ikan tersebut berformalin. Ka Ho terpaksa merelakan ikan jenis
makarel itu dikirim balik ke Malaysia.
Dia mengaku merugi hingga Rp 50 juta untuk ongkos pengiriman. Perusahaan pemasok ikan di Malaysia berjanji akan mengganti dengan ikan yang baru. ”Saya akan membuat perjanjian baru dengan eksportir ikan di Malaysia, jika nanti mereka kirim ikan tak layak konsumsi, mereka mengganti semua kerugian,” ujar Ka Ho.
Dia mengaku merugi hingga Rp 50 juta untuk ongkos pengiriman. Perusahaan pemasok ikan di Malaysia berjanji akan mengganti dengan ikan yang baru. ”Saya akan membuat perjanjian baru dengan eksportir ikan di Malaysia, jika nanti mereka kirim ikan tak layak konsumsi, mereka mengganti semua kerugian,” ujar Ka Ho.
Kompas.com
INDONESIA PULANGKAN IKAN BERFORMALIN DARI MALAYSIA, PAKISTAN , Sebanyak 103 Ton Ikan Impor Yang Positif Mengandung Formalin, Bahaya Formalin Bagi Kesehatan, Jenis Ikan Yang Mengandung Formalin, Perjanjian Baru Dengan Eksportir Ikan di Malaysia, Ciri Ciri Ikan Formalin, Video Ikan Mengandung Formalin
INDONESIA PULANGKAN IKAN BERFORMALIN DARI MALAYSIA, PAKISTAN , Sebanyak 103 Ton Ikan Impor Yang Positif Mengandung Formalin, Bahaya Formalin Bagi Kesehatan, Jenis Ikan Yang Mengandung Formalin, Perjanjian Baru Dengan Eksportir Ikan di Malaysia, Ciri Ciri Ikan Formalin, Video Ikan Mengandung Formalin
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Jumat, 17 Februari 2012 |
01:26:25 WIB
Petambak
Minta Pasokan Listrik
for-mass.blogspot.com
JAKARTA - Puluhan petambak
udang eks Dipasena-Lampung melakukan demonstrasi di gedung Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), kemarin. Dalam tuntutannya, petambak meminta pemerintah
memberi kepastian mengenai pasokan listrik ke pemukiman petambak.
"Kita meminta Menteri Kelautan dan Perikanan ikut membantu petambak terkait pasokan listrik di permukiman petambak. Jadi petambak tadi mendesak agar menteri ikut bersikap dan mengeluarkan langkah konkret," kata Staf Advokasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) A Martin Hadiwinata saat demo di Jakarta, Kamis (16/2).
"Kita meminta Menteri Kelautan dan Perikanan ikut membantu petambak terkait pasokan listrik di permukiman petambak. Jadi petambak tadi mendesak agar menteri ikut bersikap dan mengeluarkan langkah konkret," kata Staf Advokasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) A Martin Hadiwinata saat demo di Jakarta, Kamis (16/2).
Sebenarnya, kata Martin,
PLN dan Menteri Kelautan dan Perikanan yang lama sudah menjanjikan aliran
listrik ke pemukiman petambak, hingga saat ini belum terealisasi. Dirjen
Perikanan Budidaya KKP Ketut Sugama seusai menemui pendemo mengatakan persoalan
listrik masih diusahakan oleh pemerintah bekerja sama dengan PLN.
"Saya mau melaporkan
persoalan ini ke menteri dahulu, dulu memang Dirut PLN (Dahlan Iskan)
menjanjikan pasokan listrik, tetapi sekarang kan sudah menjadi Menteri
BUMN," ujarnya. aan/E-12
Fadel Muhammad (tengah)
mencicipi garam. ANTARA/Saiful Bahri
SABTU, 18 FEBRUARI 2012 | 17:54
WIB
Pemerintah Buka Lagi Keran Impor Garam Tahun Ini
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
mengaku ikut menyetujui rencana impor garam tahun ini sebesar 500 ribu ton.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, keputusan
impor itu diambil setelah melalui rapat di bawah Menteri Koordinator bidang
Perekonomian bersama dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Perindustrian.
Pertimbangannya menurut Sharif dari perhitungan hasil
produksi yang ada,dan hasil yang disimpan di gudang-gudang. “ Sisanya berapa
dikurangi dengan kebutuhan akhirnya didapati angka 500 ribu ton. Itu untuk
memenuhi kebutuhan sampai Juni tahun ini,” kata Sharif ketika dihubungi Tempo,
Sabtu, 18 Februari 2012. Angka impor itu seluruhnya untuk kebutuhan garam
konsumsi yang setiap bulannya membutuhkan 120 ribu ton.
Keputusan terpaksa diambil karena menurut perhitungan stok
garam yang pada Desember 2011 hanya 306.000 ton. Jumlah ini dianggap tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi sampai musim panen garam tiba dan
hanya memenuhi kebutuhan hingga pertengahan bulan depan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan Deddy Saleh mengatakan, perlu adanya impor garam konsumsi untuk
mengisi kekurangan stok nasional sebelum Agustus, saat musim panen. Dia
menjelaskan, produksi garam tahun lalu sebanyak 1,1 juta ton dengan volume
impor 900 ribu ton, sehingga total stok sekitar 2 juta ton.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan
Pulau-Pulai Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan,
pada 2012 Kementerian tetap berupaya meningkatkan produksi garam petani.
Beberapa langkah yang dilakukan yaitu melalui pemberdayaan petani garam yang
akan dimulai tahun ini. “Tahun ini Kementerian akan memberdayakan 29 ribu
petani garam,” kata dia kepada Tempo hari ini. Para petani akan menggarap 16.500
hektar
Dia memperkirakan, setiap petani akan menggarap rata-rata 0,6
hektare dengan target produktivitas 80 ton per hektare. Pemberdayaan ini, kata
Sudirman, akan dilakukan mulai masa produksi tahun ini pada Juli hingga
November. Sehingga total produksi dari program usaha garam rakyat itu
ditargetkan 1,3 juta ton dengan total luas lahan garam hasil survei
Bakosurtanal sebesar 29 ribu hektar.
Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya, Fadel Muhammad
menegaskan, pihaknya menolak masuknya garam impor, karena keyakinan pada
kemampuan petani garam dalam negeri untuk memproduksi sesuai kebutuhan. “Selama
rakyat mampu memproduksi kami tidak izinkan perusahaan impor,” ujarnya.
Fadel juga melakukan beberapa kali penolakan terhadap garam
impor milik perusahaan swasta karena melanggar izin pemasukan impor garam, atau
masuknya impor berdekatan dengan waktu panen raya petani garam. Sebab
dampak negatif yang dirasakan petambak garam atas garam impor yang datangnya
bersamaan dengan panen raya adalah jatuhnya harga garam di dalam negeri. “
Sehingga akan mengganggu kesejahteraan petambak garam secara keseluruhan,” ujar
dia menerangkan alasannya.
Salah satu contoh penolakan oleh Kementerian terjadi pada Agustus
2011 lalu. Awal Agustus lalu, Kementerian menyegel garam impor dari India yang
didatangkan oleh PT Sumatraco Langgeng Makmur sebanyak 11.800 ton karena
melewati batas waktu perizinan masuknya impor.
ROSALINA
KAMIS, 19 FEBRUARI 2009 | 20:49 WIB
Departemen Kelautan Dan Perikanan Selidiki Kerusakan Hutan Bakau
TEMPO Interaktif, Batam:Departemen Kelautan dan Priknanan ( DKP ) mengirim tim pecari
fakta berkaitan dengan pengrusakan hutan bakau mangrove dan dijadikan kawasan
perumahan di Batam Center Batam.
Tim yang dipimpin Direktur Sumber Daya Kelautan, Ansyori ini
melakukan pengecekan langsung ke lokasi perumahan Coastarina. Yaitu meneliti
luas lahan yang direklamasi sehingga merusak hutan lindung mangrove dan terumbu
karang yang menimbulkan
pencemaran. Akibatnya nelayan setempat tidak bisa lagi mencari nafkah di sekitar perairan seluas 1.400 hektar yang ditimbun itu.
pencemaran. Akibatnya nelayan setempat tidak bisa lagi mencari nafkah di sekitar perairan seluas 1.400 hektar yang ditimbun itu.
Humas Direktur Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan,
Hartono mengatakan ada lima perusahaan yang dituduh mematikan usaha nelayan
yakni PT. Arsikon, PT.Golden Prawn, PT.Jababa Group, T.Harmoni Mas dan
PT.Batamas Puri Permain.
Diduga kerugian masyarakat hingga Rp 12,6 miliar dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir. Yaitu berdasarkan jumlah tangkapan nelayan yang
terus menyusut. Panjang pantai yang direklamasi mencapai 14
kilometer.
RUMBADI DALLE
SELASA, 19 FEBRUARI 2008 | 16:50 WIB
Pemerintah Revisi Peraturan Usaha Perikanan Tangkap
TEMPO Interaktif, Jakarta:
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 17/MEN/2006 menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 5/MEN/2008.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 17/MEN/2006 menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 5/MEN/2008.
Hal ini dilakukan untuk mempercepat pengembangan industri
pengolahan hasil perikanan di Indonesia. "Kita harus kembangkan industri
dalam negeri, karena negara kita punya bahan baku yang besar," ujar
Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, pada sosialisasi revisi
peraturan tersebut, Selasa (19/2).
Freddy mengatakan selama ini Indonesia selalu menjadi negara
produsen dan pemasok bahan baku perikanan. "Kita juga didikte oleh negara
lain yang bahan bakunya diperoleh dari Indonesia. Itu harus diubah," ujar
Freddy.
Menurut Freddy, sebagai negara dengan bahan baku perikanan yang
besar, Indonesia bisa mengatur sendiri produksi dan pendistribusian hasil perikanan.
"Sekarang kita buat aturan yang mendukung hal tersebut untuk pengembangan
industri dan investasi," ujar Freddy.
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Jumat, 24 Februari 2012 |
10:09:13 WIB
Tujuh Pejabat Eselon I KKP Diganti
dok
JAKARTA - Menteri Kelautan
dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo telah merombak jajaran tujuh pejabat eselon
I di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pergantian tersebut
diharapkan mampu mempercepat pencapaian target industrialisasi perikanan
nasional.
"Pergantian itu hal biasa, pejabat lama punya dedikasi dan rajin bekerja tetapi kita butuh penyegaran dan terobosan untuk mendukung industrialisasi. Pergantian juga tidak ada kaitanya dengan kasus impor dan izin kapal," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo di seusai pelantikan, Kamis (23/2).
"Pergantian itu hal biasa, pejabat lama punya dedikasi dan rajin bekerja tetapi kita butuh penyegaran dan terobosan untuk mendukung industrialisasi. Pergantian juga tidak ada kaitanya dengan kasus impor dan izin kapal," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo di seusai pelantikan, Kamis (23/2).
Apabila ditemukan pelanggaran terkait kasus impor, kata Cicip, maka pihaknya mempersilahkan KPK, kepolisian maupun kejaksaan untuk masuk melakukan pemeriksaan. Jadi, pergantian sebenarnya dilakukan untuk penyegaran
Cicip mengaku membutuhkan waktu empat bulan untuk menyiapkan pergantian. Ia menilai kinerja calon pejabat baru setelah melakukan 14 kali rapat pimpinan. "Pergantian ini sudah melalui proses yang panjang, secara emosional saya sudah dekat dengan mereka. Tetapi untuk kepentingan organisasi perlu ada penyegaran." aan/E-12
http://www.rmol.co/
Menteri Cicip Kok Nggak Berani
Cabut Izin Importir Ikan Nakal
Jum'at, 24 Februari 2012 , 08:12:00 WIB
ILUSTRASI,
IKAN
|
|
|
RMOL.Tanda
tanya besar ketika KKP mendiamkan saja importir ikan dari Pakistan dan
Malaysia. Soalnya, kedunya telah mengimpor 25 ton ikan berformalin ke
Indonesia.
Sekretaris Jenderal Koalisi
Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik menegaskan, keberanian
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menindak importir ikan nakal merupakan
kewajiban mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Dia menjelaskan, dalam Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2011 tanggal 20 Juni 2011 disebutkan,
setiap hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia
wajib memenuhi persyaratan mutu dan keamanan hasil perikanan.
“Karenanya bagi yang tidak
sesuai mutu, apalagi sampai berformalin dan membahayakan kesehatan manusia,
harus diambil sikap tegas, yaitu mencabut izin importir nakal itu,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia sangat heran dengan
sikap KKP yang hanya mengembalikan (re-ekspor) 25 ton ikan berformalin
tersebut ke Pakistan dan Malaysia. Dia mempertanyakan kenapa kementerian
yang dipimpin Sharif Cicip Sutardjo tidak mencabut izin importir nakal
tersebut.
“Hal ini diperparah lagi
dengan lambatnya proses pengembalian 25 ton ikan berformalin itu. Padahal, KKP
telah menyita ikan berformalin itu sejak 14 Februari lalu. Tapi kok baru
dikembalikan sekitar tanggal dua puluhan. Ada apa ini?” tanya Riza.
Riza melihat ada indikasi pengabaian
hukum dan aturan main para oknum KKP sendiri. Saat ini, kata dia, peraturan
yang telah dibuat tinggal namanya saja dan tidak memberi efek apapun kepada
para pihak yang melanggar peraturan itu.
“Buktinya, para impor nakal
belum juga dicabut izin impornya. Padahal, formalin itu sangat berbahaya bagi
manusia,” ujarnya.
Seperti diketahui, Kepala
Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas
I Batam Ashari Syarief telah mengamankan 25 ton ikan impor berformalin dari
Pakistan pada Selasa (14/2). Hasil uji laboratorium di instalasi karantina
memastikan ikan impor milik PT Bintang Nusantara Mulia itu mengandung
formalin.
Direktur Jenderal
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Syahrin Abdurrahman menegaskan,
pihaknya mengawal ketat proses re-ekspor ikan impor asal Pakistan dan Malaysia.
Sesuai amanat UU, KKP akan memastikan re-ekspor berjalan dengan baik. Rencananya,
KKP akan mereekspor 33.780 ton ikan berformalin asal pakistan melalui Pelabuhan
Belawan International Container Terminal (BICT).
“Iya, ada yang kita
kembalikan ke Pakistan. Dari Malaysia ada juga yang kita bakar, karena memang
aturannya begitu. Selama ini kita terus lakukan pengawasan. Kalau terbukti,
izinnya akan kita tutup,” tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.
Sutardjo kepada Rakyat
Merdekasaat kunjungan Kerja di Kabupaten Kendal, Semarang, Rabu
(22/2).
Syahrin menegaskan, yang
terpenting adalah memastikan bahwa ikan berformalin tersebut benar-benar keluar
dari wilayah Indonesia. Dia bilang, perjalanan kapal re-ekspor akan dikawal
Kapal Pengawas Perikanan Hiu-05 sampai dengan perbatasan laut negara tetangga.
“Sesuai amanat Undang-Undang
Perikanan, kami harus memastikan bahwa tertib pelaksanaan perundang-undangan
dipatuhi. Oleh sebab itu, terhadap ikan-ikan yang jelas-jelas mengandung
formalin sehingga dilarang diedarkan di Indonesia ini, kami akan kawal sejak
proses pemuatan di pelabuhan, dalam perjalanan sampai benar-benar keluar dari
wilayah Indonesia. Jangan sampai ada penyalahgunaan lagi ditengah jalan,”
tegas Syahrin. [Harian Rakyat Merdeka]
TEMPO/Fully Syafi
JUM''AT, 24 FEBRUARI 2012 | 17:57
WIB
Sumenep Uji Coba Lahan Garam Sistem Polybag
TEMPO.CO, Sumenep - Pemerintah Kabupaten Sumenep melakukan
uji coba lahan garam dengan sistem polybag sebagai upaya untuk terus meningkatkan
produksi garam demi mencapai swasembada garam pada 2014 mendatang.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumenep Muhammad Jakfar mengatakan uji coba bertani garam dengan sistem polybag diproyeksikan di tiga desa penghasil garam di Sumenep, yaitu Desa Pinggir Papas, Karang Anyar, dan Desa Gersik Putih. Program ini melibatkan 20 kelompok tani. "Kalau sukses akan diperluas ke desa lainnya yang juga merupakan penghasil garam," kata Jakfar, Jumat, 24 Februari 2012.
Jakfar menjelaskan bertani garam dengan sistem polybag, ladang garam terlebih dahulu dilapisi plastik biomembran sebelum dialiri air asin. Jakfar optimistis, dengan sistem polybag, produksi garam rakyat akan meningkat 66 persen dibanding cara berladang konvensional.
Menurut Jakfar, dengan
menggunakan sistem polybag,
produksi garam petani akan meningkat 66 persen. Kadar garam pun meningkat mencapai
99 persen, butir garam lebih jernih dan keras. "Garam seperti ini paling
diminati industri. Dengan demikian, kesejahteraan petani juga meningkat,"
ujarnya.
Sementara, untuk garam konsumsi, Jakfar mengatakan pemerintah pusat melalui program usaha garam rakyat (pugar) mengucurkan dana pemberdayaan senilai Rp 9,9 miliar. "Dana ini untuk 170 kelompok petani garam," ucap Jakfar.
Sementara, untuk garam konsumsi, Jakfar mengatakan pemerintah pusat melalui program usaha garam rakyat (pugar) mengucurkan dana pemberdayaan senilai Rp 9,9 miliar. "Dana ini untuk 170 kelompok petani garam," ucap Jakfar.
Ketua Paguyuban Petani
Garam Rakyat Sumenep Hasan Basri mendukung upaya peningkatan kualitas dan
produksi garam yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Data Paguyuban Petani
Garam Rakyat Sumenep menyebutkan produksi garam di Sumenep selama 2011 mencapai
64 ribu ton dari total lahan seluas 2.100 hektare. Ini merupakan produksi
tertinggi dalam tiga tahun terakhir. "Selama cuaca bagus, produksi garam
pasti bagus," tuturnya.
MUSTHOFA BISRI
Jumat, 24 Februari 2012 – 12:47 WITATelah dibaca 289 kali
Humiang Pimpin Rapat Sosialisasi Minapolitan
Sekretaris
daerah kota Bitung Drs. Edison Humiang, MSi, Jumat (24/2) memimpin rapat
sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan minapolitan di kota Bitung yang
dilaksanakan di ruang rapat lantai 4 kantor walikota.
Humiang
yang juga sebagai ketua pokja Minapolitan menjelaskan secara terperinci tentang
pengembangan kawasan minapolitan termasuk dana pengembangan. menurut Humiang
bahwa Minapolitan merupakan pembangunan ekonomi berbasis kawasan yang bertumpu
pada sektor perikanan dan berbias pada berbagai sektor terkait. Kaitannya
dengan penggunaan anggaran pembangunan kawasan, maka dana APBN yang masuk ke
beberapa instansi teknis pusat departemen kelautan dan perikanan seperti UPT
pusat pelabuhan perikanan samudera, sebesar 13.8 milyar.
“Demikian
pula berbagai pelatihan dan penyuluhan serta rehabilitasi dan penyebaran benih
ikan yang dilaksanakan dirjen tangkap departemen kelautan dan perikanan, serta
pemerintah provinsi melalui dinas kelautan dan perikanan SULUT, sedangkan dinas
kelautan dan perikanan kota Bitung sebesar 4,8 milyar yang digunakan untuk
pembuatan 4 unit kapal lebih dari 30 GT”, ujar Humiang.
Lebih
lanjut Humiang mengatakan bahwa untuk mengoptimalkan percepatan kawasan
minapolitan pemerintah kota Bitung melalui instansi terkait telah melaksanakan
berbagai kegiatan, seperti pelatihan KUBE, Jamkesda, dan pembangunan jalan
lingkar Lembeh yang bersumber dari dana APBD yang dikeroyok bersama-sama oleh
instansi untuk melakukan intervensi di tiga wilayah minapolitan yakni kecamatan
Aertembaga zona inti dan kecamatan Lembeh Utara dan Lembeh Selatan zona
penunjang/pendukung.
Hadir
dalam pertemuan ini kepala dinas kelautan dan perikanan Ir. Hengky Wowor,
kepala dinas PU dan kimpraswil Ir. Max Tambuwun, MSi, Kepala Dinas Kesehatan
Dr. Vonny Dumingan, Kepala Dinas (Kadis) Perindag, Ferry Bororing, SE, MSi,
Kadis Tataruang, Ir. Alex Watimena, MSi, Kadis Pasar, Drs. Arnold Karamoy,
Kadis Koperasi Dra. Vera Manoppo, Kadis Pariwisata, Drs. Benny Lontoh, MA dan
Kaban KB dan PP, Dr. Ellen Wuisan.M.Kes.
(red)
Penulis: Redaksi SuaraManado.com
Penulis: Redaksi SuaraManado.com
Kementrian Kelautan Kembangkan Pabrik
Pakan Ikan
SABTU, 25 FEBRUARI 2012 | 15:52 WITADIBACA: 107
BANJARMASINPOST.CO.ID,
KARAWANG - Kementerian Kelautan
dan Perikanan menggandeng pihak swasta, untuk pengembangan pabrik pakan dan
unit pengolahan ikan di Karawang, Jawa Barat. Itu dilakukan untuk mengatasi
kebutuhan pakan yang bermutu dan harga terjangkau. Pabrik pakan dibangun di
Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.
"Pengembangan
pabrik pakan ikan merupakan salah satu strategi revitalisasi perikanan
budidaya, sehingga menunjang industrialisasi perikanan berbasis budidaya,"
kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, Sabtu (25/2/2012) di
Karawang.
Kapasitas produksi
pabrik pakan ikan berkisar 15-20 ton per hari. Produk pakan itu dipasok ke
BLUPPB Karawang, untuk usaha budidaya ikan, serta masyarakat sekitar. Sementara
pengolahan ikan patin saat ini berkapasitas 1 ton per hari.
Luas kawasan BLUPPB
Karawang 390 hektar (ha), terdiri atas 149 ha tambak inti, 151 ha untuk plasma.
Selebihnya, lahan untuk fasilitas.
Bupati Karawang, Ade
Swara, mengemukakan pula, untuk peningkatan nilai tambah perikanan dibutuhkan
penambahan sarana produksi, teknologi produksi, pengolahan dan pemasaran hasil.
"Karawang punya
potensi besar perikanan. Perlu peningkatan pemberdayaan masyarakat dan ekonomi
daerah," ujar Ade Swara.
EDITOR : EDIBPOST,
SUMBER : KOMPAS.COM
PPI Sungai paring Tak Sediakan Es untuk
Nelayan
SELASA, 28 FEBRUARI 2012 | 12:11 WITADIBACA: 184
Web.nelayan
BANJARMASINPOST.CO.ID,
KOTABARU - Pabrik Es batu yang
rencana dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) di lokasi Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Sungaiparing, Kotabaru sehari hanya bisa memproduksi 10
ton. Dengan jumlah itu mampukah bisa memenuhi kebutuhan nelayan?
Tak terkecuali nelayan
memerlukan es batu setiap melaut. Namun, setiap nelayan membongkar hasil
tangkapan yang dibeli pengumpul, satu mobil pikup memerlukan 25 sampai 30 balok
atau sekitar 1,5 ton. Sedangkan seratus kilogram/satu pikul es batu sebanyak
empat balok.
Sementara es dibeli
dari salah satu pabrik es yang ada di daerah ini, karena pabrik es rencana
dikelola DKP hingga sekarang belum beroperasi lantaran terkendala listrik.
"Satu setengah ton es batu, diperlukan satu mobil pikup setiap hendak membawa ikan ke Banjarmasin. Sedangkan mobil yang membawa ikan dari PPI lebih dari satu," kata Ibrahim salah seorang penumpul ikan.
(helriansyah/www.banjarmasinpost.co.id).
EDITOR : DIDIK
SUMBER :
Puluhan Ribu Keluarga Nelayan di Kalsel Miskin
TRIBUN
KALTENG - MINGGU, 5 FEBRUARI 2012 | 05:59 WIB
Dok. ilustrasi
TRIBUNKALTENG.COM, BANJARMASIN -
Puluhan ribu keluarga nelayan di lima kabupaten Kalimantan Selatan hidup dalam
kemiskinan. Penghasilan rata-rata nelayan cuma Rp250 ribu per bulan.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Perikanan
dan Kelautan Kalsel, Muhammad Isra, Jumat (3/2) di Banjarmasin. "Mayoritas
nelayan kita hidup dalam kemiskinan," tuturnya.
Menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan
Kalsel, jumlah nelayan miskin mencapai 36.422 keluarga atau lebih 70 persen
dari total keluarga nelayan yang berjumlah 49.142 KK.
Para nelayan ini bermukim di lima kabupaten
meliputi Barito Kuala, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru dan Banjar. Cuaca
buruk dan minimnya permodalan menjadi penyebab utama kemiskinan yang terjadi.
"Hasil tangkapan juga terus menurun
karena faktor cuaca. Sebagian besar nelayan juga hanya mengandalkan kapal-kapal
berukuran kecil dan alat tangkap sederhana," tambahnya.
Hanya nelayan bermodal besar yang memiliki alat tangkap modern dapat berlayar ke laut lepas, sehingga mendapatkan hasil banyak. Pemerintah sendiri, jelasnya, telah mengucurkan program PNPM bagi nelayan dimana para nelayan mendapat bantuan berupa permodalan. Namun diakuinya, program pemerintah ini masih terbatas.
Hanya nelayan bermodal besar yang memiliki alat tangkap modern dapat berlayar ke laut lepas, sehingga mendapatkan hasil banyak. Pemerintah sendiri, jelasnya, telah mengucurkan program PNPM bagi nelayan dimana para nelayan mendapat bantuan berupa permodalan. Namun diakuinya, program pemerintah ini masih terbatas.
EDITOR : EDINAYANTI
YOU ARE HERE:HOME JAWA TIMUR INVESTOR HARUS BERI KOMPENSASI BAGI NELAYAN
Investor Harus Beri Kompensasi Bagi Nelayan
TUBAN
(jurnalberita.com) – Penambahan wahana
permainan di lokasi Terminal Wisata Tuban (TWT) oleh Dinas terkait, terlihat
sangat minim. Rencana Pemkab Tuban untuk menyerahkan kepada investor
sebagai pengelola TWT tersebut, dengan syarat harus bisa memberi kompensasi
terhadap nelayan sekitarnya.
Tempat
Wisata TWT yang ada di desa Sugiwaras kecamatan Jenu, konsep awalnya perpaduan
terminal angkutan kota dan tempat wisata bagi masyarakat. Sayangnya konsep
tersebut hingga kini kurang berjalan sesuai rencana, terutama tempat wisata.
Kalau kita melihat ke dalam lokasi wisata disebelah utara,
sangat minimnya wahana permainan sebagai penunjang hiburan bagi para
pengunjung, membuat masyarakat enggan berkunjung.
Dengan keterbatasan anggaran yang dialokasikan oleh Dinas
terkait untuk penambahan wahana permainan, berdampak nasib wisata Tuban hidup
enggan mati pun tak mau.
Disela-sela acara ramah tamah Bupati Tuban, Fathul Huda
didampingi Kapolres Tuban, Dandim dan Kepala Pengadilan Negeri ditemui jurnalberita.com (Rabu 8/2) mengatakan, “Seandainya nanti tempat Wisata Tuban
tersebut dikelola oleh pihak investor, harus ada kesediaan dan kesanggupan untuk
memberi kompensasi dan melibatkan para nelayan di sekitar,” ungkap Bupati
Tuban.
Lanjutnya,
Kalau investor melibatkan para nelayan sekitar, akan berdampak meningkatkan
ekonomi para nelayan di sekitar. Kalau investor tidak mau melibatkan para
nelayan ya tunggu dulu!
Di
tempat berbeda Warno, salah satu nelayan Sidomulyo yang tergabung di Paguyuban
Nelayan dan Perahu Wisata Tuban saat ditemui jurnalberita.com. “Kami berharap kalau Wisata Boom dan Wisata Tuban sudah
berjalan supaya para nelayan diberi ruang untuk mengais rejeki lewat penjualan
jasa perahu wisata di Boom maupun Terminal Wisata bagi pengunjung” harap Warno. (jbc3/jbc1)
DKP Kotabaru Janji Bantu
Biaya Operasional
Jumat, 17 Februari
2012 14:10 wita
BANJARMASINPOST.CO.ID,
KOTABARU - Kebingungan
kelompok usaha bersama nelayan mengoperasikan kapal bantuan dari pemerintah
pusat, terjawab sudah.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kotabaru berjanji memberikan bantuan modal untuk operasional kapal canggih tersebut sebesar Rp100 juta yang akan dikelola sendiri oleh kelompok penerima bantuan.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kotabaru berjanji memberikan bantuan modal untuk operasional kapal canggih tersebut sebesar Rp100 juta yang akan dikelola sendiri oleh kelompok penerima bantuan.
Kepala DKD Kotabaru, Talib, Jumat (17/2), mengatakan bantuan dana biaya operasional itu menggunakan anggaran Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMD) yang juga digelantorkan oleh pemerintah pusat.
"Memang kita akui, operasional kapal cukup besar mencapai Rp30 jutaan. Tapi dengan dengan dana bantuan PUMD kita berharap kelompok penerima bantuan bisa mengoperasikan kapal tersebut," katanya.
Editor : Edinayanti
Dibaca: 225 kali
Mayoritas
Hutan Mangrove Sudah Rusak
RABU,
22 FEBRUARI 2012 | 16:32 WITADIBACA: 121
Web.mangrove
BANJARMASINPOST.CO.ID -
Menteri Kelautan dan Perikanan, Syarif Cicip Sutardjo, mengatakan mayoritas
hutan mangrove di Indonesia sudah rusak sehingga perlu penanaman kembali supaya
tetap terjaga.
Syarif Cicip Sutardjo pada Penyerahan Simbolis Bantuan Kementrian Kelautan dan Perikanan, Penanaman Mangrove, dan Penyadaran Masyarakat di Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, Jateng, Rabu, mengatakan Indonesia memiliki 43 juta hektar hutan mangrove.
Tetapi, kata dia, dari jumlah tersebut mayoritas sudah rusak. "Kita ketahui tambak-tambak dan juga hutan ini sudah mulai merusak tanaman mangrove sehingga harus kita kembalikan untuk menjaga unsur penjaga supaya tidak ada abrasi lagi," katanya.
Menurut dia, tanaman mangrove ini harus dipelihara supaya bisa menyelamatkan daratan.
"Kita berharap peran masyarakat untuk memelihara hutan mangrove karena ini semuanya demi masa depan anak cucu kita supaya daratan tetap terjaga," katanya.
YOU ARE HERE:HOME JAWA TIMUR SIDOMOJOK GRESIK KEMBALIKAN KEJAYAAN PERIKANAN GRESIK, BUPATI TAWARKAN TANAH 3,2 HA
Kembalikan Kejayaan Perikanan Gresik, Bupati Tawarkan Tanah 3,2 Ha
YOU ARE HERE:HOME JAWA TIMUR SPBN DIBANGUN DI DESA KARANGAGUNG
GRESIK (jurnalberita.com) - Bupati Gresik, Dr Sambari Halim Radianto tawarkan tanah seluas
3,2 ha kepada DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HINSI) Gresik. Tawaran
Bupati ini disampaikan saat membuka rapat Kerja DPC HINSI Gresik yang
berlangsung di gedung SBK Jalan Wachid Hasyim Gresik, Kamis (23/2/2012).
Tawaran ini terkait keinginan Bupati Gresik mengembalikan
kejayaan nelayan Gresik seperti dimasa lalu. “Dengan potensi perikanan Gresik
yang sangat besar, kami ingin Gresik ini menjadi kiblat bagi nelayan Kabupaten
lain seperti Gresik masa lalu,” kata Bupati.
“Silahkan anda segera membuat rencana tentang tanah itu. Entah
anda jadikan depo perikanan, pasar induk ikan, kargo ikan dan pelabuhan ikan
atau gudang perikanan yang dilengkapi dengan cold storage,”
ujar Bupati di hadapan sekitar 100 orang undangan.
Turut hadir Wakil Ketua DPRD Gresik, Ahmad Nurhamim para Kepala
Dinas dan Camat terkait, perusahaan di sekitar pantai serta para nelayan se
Kabupaten Gresik.
Sehubungan tanah yang kami tawarkan ini juga berkaitan dengan
pihak lain untuk pemanfaatannya, kami mohon pihak HINSI Gresik untuk
berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, yaitu Dinas Kelautan Perikanan dan
Peternakan Gresik untuk membuat rencana peruntukan tanah tersebut.
Potensi perikanan di Gresik sangat bagus, hal inilah yang
mendorong kami agar perikanan di Gresik bisa jaya seperti dulu. Hal ini
bisa dilihat dari potensi pantai Gresik yang mempunyai garis pantai sepanjang
69 km di daratan Jawa dan 54 km di sekeliling pulau Bawean.
Selain nelayan pantai yang berderet mulai dari Campurejo
Panceng, Ujungpangkah, Bungah, Mengare, Manyar, Lumpur Gresik sampai
Karangkiring Kebomas. Gresik juga punya potensi perikanan budidaya seluas
32.000 ha.
Bupati juga menyarankan agar HINSI Gresik lebih menitikberatkan
pada peningkatan pemasaran. “Kewajiban pengurus HINSI untuk melobi
pengusaha ikan agar pemasaran ikan oleh nelayan lebih mempunyai nilai ekonomi,”
kata Bupati.
Sementara Sekretaris DPW HNSI Jawa Timur, Kamis Annajib yang
hadir mewakili Ketuanya berharap, agar Nelayan Gresik khususnya yang tergabung
dalam DPC HINSI Gresik untuk mensinergikan seluruh program HINSI dengan
Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan. “Kalau anda selalu
berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan pasti HINSI banyak kegiatan,”
katanya. (jbc6/sdm/jbc1)
Usai Ditangkap, Nelayan Indonesia
Dipulangkan
JUMAT, 24 FEBRUARI 2012 | 21:10 WITA
BANJARMASINPOST.CO.ID,
JAKARTA - Enam nelayan asal Kabupaten Sinjai,
Sulawesi Selatan, dan Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, yang ditangkap aparat
Angkatan Laut Timor Leste sejak Desember 2011 dipulangkan ke Tanah Air, Jumat
(24/2/2012).
Enam nelayan tersebut antara lain Kaharudin (28 tahun) sebagai nahkoda kapal, beserta nak buah kapal, yakni Ambotan (46), Seita (57), Bahtiar (35), dan Ramsa (27) asal Kecamatan Pulau Sembilan, Sinjai. Selain itu, Lagi (27) dari Alor.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Syahrin Abdurrahman, saat dihubungi dari Jakarta, mengemukakan, keenam nelayan itu ditangkap karena memasuki wilayah perairan Timor Leste dan dituduh mencuri ikan. Namun, mereka terbukti tidak bersalah, karena kapal terbawa arus akibat cuaca buruk perairan dan hujan deras.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarief Widjaja, mengemukakan, mayoritas nelayan Indonesia merupakan nelayan pesisir yang melaut harian (one day fishing). Mereka melaut tanpa dibekali peralatan tangkap, navigasi, dan kapal yang memadai.
Untuk menjadi nelayan di laut lepas butuh keterampilan mengoperasikan kapal besar, dan ketahanan mental melaut berbulan-bulan. Penguatan nelayan harus disesuaikan dengan kultur melaut. "Nelayan yang tidak memiliki kultur melaut hingga ke laut lepas perlu diarahkan untuk mencari mata pencarian alternatif," ujarnya.
www.republika.co.id/berita/
Kenaikan BBM Subsidi Bagi Nelayan Ditangguhkan
Minggu, 26
Pebruari 2012, 01:14 WIB
Kapal-kapal
milik nelayan bersandar di kampung nelayan Cilincing, Jakarta Uara, Jumat
(10/2). (Republika/Prayogi)
REPUBLIKA.CO.ID,
INDRAMAYU -- Para nelayan yang biasa melaut menggunakan kapal berbobot di atas
30 (Gros Ton) (GT), dapat bernafas lega. Pasalnya, pemerintah menangguhkan
pemberlakukan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi bagi kapal mereka.
‘’BBM
bersubsidi akan tetap diberikan kepada nelayan (di atas 30 GT),’’ ujar Menteri
Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, saat melakukan kunjungan kerja
di tempat pelelangan ikan (TPI) Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur,
Kabupaten Indramayu, Sabtu (25/2).
Sharif
mengungkapkan, keputusan tersebut diperoleh dari hasil rapat sejumlah menteri
yang terkait pada Jumat (24/2). Dalam rapat tersebut, ditetapkan bahwa harga
BBM bersubsidi bagi para nelayan akan diberlakukan seperti sedia kala.
Pernyataan
yang disampaikan menteri itu merupakan jawaban dari permintaan yang disampaikan
Bupati Indramayu, Anna Sophanah. Dalam kesempatan yang sama, bupati meminta
agar kapal-kapal nelayan yang berbobot di atas 30 GT dapat tetap menikmati BBM
bersubsidi.
Seperti
diketahui, presiden sebelumnya telah menetapkan Perpres Nomor 15 Tahun 2012
tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak
Tertentu. Dalam lampiran peraturan yang ditandatangani presiden pada 7 Februari
2012 itu, disebutkan bahwa nelayan yang menggunakan kapal di atas 30 GT, akan
dikenakan tarif BBM non subsidi.
Menanggapi
perpres tersebut, ribuan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indramayu
berunjuk rasa di Pendopo, DPRD, dan Terminal Bahan bakar Minyak (TBBM)
Pertamina Balongan, Senin (20/2). Dalam aksinya, mereka menolak pemberlakuan
harga BBM non subsidi bagi kapal di atas 30 GT.
Dalam
orasinya, Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten
Indramayu, Ono Surono, mengungkapkan, kebijakan pemerintah mengenai
pemberlakukan harga BBM non subsidi, sangat memberatkan nelayan. Pasalnya,
penggunaan BBM non subsidi akan membuat biaya melaut naik dua kali lipat.
‘’Padahal
harga ikan dan penghasilan nelayan tidak naik,’’ kata Ono.
Ono
menyebutkan, biaya melaut kapal berbobot di atas 30 GT selama ini kurang lebih
Rp 60 juta. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 40 juta atau sekitar 70 persen di
antaranya digunakan untuk membeli solar.
Hal senada diungkapkan Ketua Presidium Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin. Dia mengungkapkan, BBM subsidi merupakan hak rakyat, termasuk nelayan.
Hal senada diungkapkan Ketua Presidium Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin. Dia mengungkapkan, BBM subsidi merupakan hak rakyat, termasuk nelayan.
‘’Nelayan berhak mendapatkan BBM subsidi tanpa ada pembatasan sekecil apapun,’’ tegas Kajidin.
http://www.antaranews.com/
Industrialisasi perikanan Indonesia butuh terobosan
Rabu, 29
Februari 2012 14:51 WIB | 4009 Views
Perbaikan
hulu hingga hilir dilakukan untuk meningkatan daya saing produk perikanan.
Sinergitas pemerintah pusat, pemda, swasta maupun masyarakat menjadi kunci
sukses dalam upaya peningkatan daya saing tersebut.
Jakarta (ANTARA News) - Menteri
Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) memerlukan terobosan dalam mengoptimalkan realisasi konsep
industrialisasi perikanan di Indonesia.
"Dengan konsep baru
industrialisasi perikanan kita memerlukan tenaga, aksi, dan
terobosan-terobosan," kata Sharif Cicip Sutardjo seusai acara pelantikan
jabatan struktural eselon satu KKP di Jakarta, Kamis (23/2).
Sharif dalam berbagai kesempatan kerap memperkenalkan konsep industrialisasi perikanan yang menjadi konsep utama yang dikemukakannya setelah menggantikan posisi Fadel Muhammad.
Sharif dalam berbagai kesempatan kerap memperkenalkan konsep industrialisasi perikanan yang menjadi konsep utama yang dikemukakannya setelah menggantikan posisi Fadel Muhammad.
Menurut dia, dalam industrialisasi
kelautan dan perikanan, keterkaitan antara hulu tidak berjalan baik bila tidak
ada daya tarik dari industri di hilir, yaitu di pengolahan dan pemasaran.
"Perbaikan hulu hingga
hilir dilakukan untuk meningkatan daya saing produk perikanan. Sinergitas pemerintah
pusat, pemda, swasta maupun masyarakat menjadi kunci sukses dalam upaya
peningkatan daya saing tersebut," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional
KKP di Jakarta, 7 Februari.
Selain itu, ia juga
mengemukakan bahwa KKP ingin meletakkan para pelaku usaha bidang kelautan dan
perikanan sebagai subjek yang memberdayakan komoditas kelautan dan perikanan
dan bukannya sebagai objek.
Menurut Sharif, konsep industrialisasi perikanan yang dia lontarkan bertujuan untuk menciptakan nilai tambah sehingga bisa mengakselerasi peningkatan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya.
Bila dikelola dengan tepat dan baik, lanjutnya, maka dipastikan terdapat potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat melimpah yang juga dapat digunakan sebagai motor penggerak roda perekonomian daerah maupun nasional.
Menurut Sharif, konsep industrialisasi perikanan yang dia lontarkan bertujuan untuk menciptakan nilai tambah sehingga bisa mengakselerasi peningkatan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya.
Bila dikelola dengan tepat dan baik, lanjutnya, maka dipastikan terdapat potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat melimpah yang juga dapat digunakan sebagai motor penggerak roda perekonomian daerah maupun nasional.
Untuk itu, Menteri Kelautan dan
Perikanan juga memandang perlunya upaya terpadu berbagai pihak baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah, sektor swasta maupun masyarakat.
"Dengan kata lain, daya
saing harus dibangun berdasarkan atas keterpaduan dan keterlibatan semua `stakeholder`
(pemangku kepentingan)," katanya.
Belum optimal
Namun, Sharif juga mengungkapkan bahwa pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan saat ini belum optimal dan masih banyak kendala yang ditemukan, baik di hulu maupun di hilir.
Karena itu, kebijakan dan strategi KKP dalam pembangunan industrialisasi diarahkan antara lain untuk mendorong percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan melalui program peningkatan kehidupan nelayan.
Selain itu, KKP juga akan mendorong perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan kelautan dan perikanan di tiga koridor ekonomi (Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku-Papua) serta merumuskan perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan pada tahun 2013 yang dititikberatkan pada industrialisasi kelautan dan perikanan.
Sharif juga merombak sejumlah
pejabat eselon satu untuk dapat mengoptimalkan kinerja kementerian yang
dipimpinnya dalam merealisasikan konsep industrialisasi perikanan tersebut.
Menurut dia, "tour of
duty" atau pemindahan posisi seseorang di dalam jabatan struktural
dengan alasan lebih dibutuhkan di tempat yang lain dinilai merupakan hal yang
biasa di dalam pemerintahan.
Terdapat tujuh pejabat baru yang dilantik di KKP, antara lain Heriyanto Marwoto sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap menggantikan Dedy Heryadi Sutisna yang menjadi Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, dan Saut Parulian Hutagalung sebagai Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menggantikan Victor PH Nikijuluw yang menjadi Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik.
Terdapat tujuh pejabat baru yang dilantik di KKP, antara lain Heriyanto Marwoto sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap menggantikan Dedy Heryadi Sutisna yang menjadi Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, dan Saut Parulian Hutagalung sebagai Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menggantikan Victor PH Nikijuluw yang menjadi Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik.
Selain itu, terdapat pula
Slamet Soebjakto sebagai Dirjen Perikanan Budidaya menggantikan Ketut Sugama,
dan Rizal Max Rompas sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan menggantikan Endhay Kusnendar.
Prioritaskan enam komoditi
Ketika ditemui seusai pelantikan, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP yang baru, Saut Hutagalung, mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan sebanyak enam komoditas hasil kelautan dan perikanan untuk didahulukan pada tahun 2012 ini.
Saut mengatakan penetapan
sebanyak enam komoditas unggulan itu bukan berarti bahwa komoditas lain tidak
diperhatikan tetapi hal tersebut juga diakibatkan faktor keterbatasan anggaran.
Selain itu, lanjutnya,
penetapan enam komoditas unggulan pada tahun 2012 juga dinilai akan membuat
pihak KKP akan lebih fokus dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada
KKP.
Sebanyak enam komoditas
unggulan yang diprioritaskan oleh KKP tersebut adalah udang, tuna, rumput laut,
lele, bandeng, dan patin.
Sedangkan secara keseluruhan,
ujar dia, pihaknya akan memperkuat kemitraan dengan "stakeholder"
atau pemangku kepentingan dan dengan berbagai kementerian terkait seperti
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Perbaikan sistem logistic
Saut memaparkan, pihaknya sedang melakukan akselerasi industrialisasi perikanan sehingga tidak hanya di sektor hilir atau pengolahan tetapi juga di sektor hulu yaitu dengan memperbaiki sistem produksi ikan.
Sementara salah satu hal yang termasuk dalam akselerasi perikanan, lanjutnya, adalah dengan mendorong perbaikan sistem logistik yang berkaitan erat dengan masalah jaminan ketersediaan bahan baku.
Untuk saat ini, KKP telah membangun sejumlah sarana untuk memperbaiki sistem logistik itu di beberapa titik seperti "cold storage" atau tempat penyimpanan dingin.
Selain itu, Saut juga
mengemukakan bahwa terdapat juga upaya untuk memperbaiki jalur transportasi
atau seperti dengan menggunakan kapal atau pelayaran atau dengan menggunakan
pesawat.
Ia mencontohkan, pengangkutan yang mesti menggunakan jalur udara adalah seperti pengangkutan ikan tuna segar yang ditangkap dari daerah pesisir Sumatera Barat yang akan dipasarkan ke wilayah DKI Jakarta.
Saut juga menegaskan bahwa pihaknya juga tidak hanya memperkuat sistem logistik nasional tetapi juga dalam melakukan harmonisasi dengan berbagai daerah di kawasan ASEAN atau Asia Tenggara apalagi mengingat adanya program Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara 2015.
Ia mencontohkan, pengangkutan yang mesti menggunakan jalur udara adalah seperti pengangkutan ikan tuna segar yang ditangkap dari daerah pesisir Sumatera Barat yang akan dipasarkan ke wilayah DKI Jakarta.
Saut juga menegaskan bahwa pihaknya juga tidak hanya memperkuat sistem logistik nasional tetapi juga dalam melakukan harmonisasi dengan berbagai daerah di kawasan ASEAN atau Asia Tenggara apalagi mengingat adanya program Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara 2015.
Dirjen P2HP berpendapat,
masalah utama di sektor perikanan yang mengakibatkan munculnya wacana
kontroversi terkait impor perikanan dinilai lebih terletak pada permasalahan
distribusi dari daerah surplus ke minus dan bukan terkait jumlah tangkapan.
"Masalah utama itu bukan
ikan yang kurang, tapi distribusi yang tidak merata," katanya.
Saut mencontohkan, daerah yang
dinilai surplus produksi antara lain terdapat di daerah perairan kawasan
Indonesia bagian timur tetapi kebanyakan daerah pengolahan dan pasar sasaran
terletak di Indonesia bagian barat.
Namun, menurut dia, membutuhkan banyak waktu untuk dapat menemukan berbagai solusi terkait persoalan hal tersebut seperti melakukan perbaikan infrastruktur jalur pelayaran dari timur ke barat.
Namun, menurut dia, membutuhkan banyak waktu untuk dapat menemukan berbagai solusi terkait persoalan hal tersebut seperti melakukan perbaikan infrastruktur jalur pelayaran dari timur ke barat.
"Mungkin untuk penumpang
ada pelayaran reguler, tetapi untuk barang-barang masih susah," katanya.
Untuk itu, ia juga mengemukakan
bahwa pihaknya juga sedang mengembangkan sistem logistik ikan nasional yang
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan agar distribusi dari produksi
perikanan di Indonesia dapat lebih merata dengan mengangkut ikan dari
sentra-sentra penangkapan perikanan yang surplus.
Importasi dan armada
Mengenai kontroversi permasalahan importasi ikan, Saut mengatakan bahwa hal tersebut merupakan upaya terakhir bila jumlah produksi ikan nasional tidak mencukupi pada periode waktu tertentu yang paceklik seperti pada berbagai musim yang minim terjadi penangkapan.
"Kementerian harus
membantu ketersediaan bahan baku (perikanan) ini," katanya.
Ia mencontohkan, pada bulan
Januari-Februari ini terdapat gelombang besar yang mengakibatkan banyak kapal
nelayan yang tidak melaut atau tidak melakukan penangkapan seperti biasanya.
Karena itu, ujar dia, KKP juga
harus memikirkan tentang ketersediaan pasokan bahan baku agar operasionalisasi
berbagai industri di sektor perikanan juga masih dapat berjalan dengan baik.
Sementara itu, terkait masalah
armada kapal, Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Sjarief
Widjaja mengungkapkan, hanya sekitar 0,6 persen dari armada kapal nelayan di
seluruh Indonesia yang memiliki bobot di atas 30 grosston (GT) atau memiliki
potensi dan kapabilitas berlayar hingga ke lautan lepas.
"Dari sebanyak 590 ribu kapal di Indonesia, hanya sekitar 4.000 kapal yang berbobot di atas 30 GT," kata Sjarief Widjaja, dalam acara bedah buku "Transformasi Nelayan: Formula Membangun SDM Kelautan dan Perikanan" di Jakarta, Jumat (24/2).
"Dari sebanyak 590 ribu kapal di Indonesia, hanya sekitar 4.000 kapal yang berbobot di atas 30 GT," kata Sjarief Widjaja, dalam acara bedah buku "Transformasi Nelayan: Formula Membangun SDM Kelautan dan Perikanan" di Jakarta, Jumat (24/2).
Sebagai perbandingan, ujar
Sjarief Widjaja, Vietnam memiliki jumlah armada kapal sebanyak 35.000 unit
kapal. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 24.000 unit kapal yang berbobot
di atas 30 GT.
Menurut Sjarief, hanya kapal
berbobot 30 GT yang memiliki kemampuan untuk menangkap hasil perikanan hingga
ke laut lepas sedangkan kapal di bawah itu lebih sesuai di daerah pesisir.
Ia menyayangkan mengenai hal
ini karena sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya nelayan yang merupakan
salah satu yang terbesar di dunia yaitu sebanyak 2,7 juta orang.
Namun, ujar dia, dari sebanyak
2,7 juta nelayan itu sebagian besar hanya mampu melaut di daerah pesisir tetapi
hanya sedikit sekali nelayan yang memiliki kapal yang mampu menangkap ikan
hingga ke laut lepas.
"Pengalaman negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China adalah jumlah nelayan dan armada mereka tidak besar tetapi mereka mempunyai kapasitas `sailormanship` (kepelautan) yang lebih tinggi dari kita," katanya.
Bahkan, masih menurut Sjarief, negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam juga memiliki jiwa kepelautan yang lebih tinggi meski jumlah nelayan yang mereka miliki lebih sedikit tetapi banyak dari mereka yang "bertanding" dalam mencari ikan hingga ke daerah laut lepas.
"Pengalaman negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China adalah jumlah nelayan dan armada mereka tidak besar tetapi mereka mempunyai kapasitas `sailormanship` (kepelautan) yang lebih tinggi dari kita," katanya.
Bahkan, masih menurut Sjarief, negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam juga memiliki jiwa kepelautan yang lebih tinggi meski jumlah nelayan yang mereka miliki lebih sedikit tetapi banyak dari mereka yang "bertanding" dalam mencari ikan hingga ke daerah laut lepas.
Untuk itu, ia mengemukakan
bahwa pihaknya akan mengembangkan dua strategi yaitu meningkatkan kemampuan
sumber daya nelayan agar tidak hanya dapat lebih trampil dalam mengoperasikan
kapal berbobot besar tetapi juga agar memiliki jiwa kepelautan yang tinggi
antara lain agar dapat tahan tinggal di laut lepas hingga selama periode jangka
waktu berbulan-bulan.
Selain itu, strategi lainnya
mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan agar mereka juga dapat
memiliki penghasilan saat paceklik.
(M040)
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2012
http://banjarmasin.tribunnews.com/
Larangan
Pemkab Bikin Nelayan Kotabaru Menderita
RABU, 29 FEBRUARI 2012 | 09:43 WITA
kcm
Alat tangkap bagan
BANJARMASINPOST.CO.ID,
KOTABARU - Persoalan tak henti-hentinya mendera
nelayan di Kotabaru. Sebelumnya nelayan tradisional menggunakan alat tangkap
Lampar Dasar Mini di Desa Rampa Lama, kesulitan mendapatkan bahan bakar jenis
solar sehingga menggantikan dengan minyak tanah dicampur oli bekas.
Persoalan lain dialami nelayan Bagan di Desa Sarangtiung, Kecamatan Pulaulaut Utara. Masalahnya, sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap bagan tancap itu tidak bisa membangun bagan, setelah ada larangan tak boleh menebang kayu bakau apalagi di kawasan cagar alam.
Sementara semenjak adanya larangan itu, Pemkab Kotabaru melalui Dinas Kelautan dan Perikanan tak pernah memberikan solusi, bagaimana mereka bisa membangun bagan yang ambruk akibat gelombang dan angin kencang terjadi setiap tahun.
Tahar, seorang nelayan mengatakan, kendati ada solusi Pemkab Kotabaru melalui Dinas Kehutanan. Namun ia menilai, solusi tersebut dirasa tambah membebani. Karena solusi diberikan Dinas Kehutanan, agar nelayan bisa membangun bagan tanpa harus menebang bakau. Mereka diminta membeli kayu pengganti bakau kepada Inhutani.
(helriansyah/www.banjarmasinpost.co.id)
No comments:
Post a Comment