http://www.suarapembaruan.com/
Malaysia Deportasi 13 Nelayan Sumut
Sabtu, 1 September 2012 |
12:17
Ilustrasi kapal nelayan.
[Google]
[BATAM] Pemerintah
Malaysia mendeportasi 13 nelayan asal Sumatera Utara (Sumut) yang memasuki
wilayah negara jiran tanpa izin.
"Sebanyak 13 nelayan
dipulangkan melalui Tanjungpinang kemarin malam, dan hari ini kami pulangkan
kembali ke kampungnya Batu Bara Sumatera Utara," kata Kepala Satuan Kerja
KKP Batam, Yulisbar di Batam, Sabtu (1/9).
Ia mengatakan 13 nelayan
ditangkap di Pulau Jarak, Malaysia, 5 Agustus 2012.
"Itu jelas-jelas
pulau milik Malaysia," kata dia.
Menurut dia, para pencari
ikan tersesat hingga Pulau Jarak karena tidak memiliki perlengkapan navigasi
lengkap.
Para nelayan dijemput pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan di Tanjungpinang, Jumat (30/8) malam, lalu diinapkan sehari di Batam sebelum dipulangkan ke Medan.
Para nelayan dijemput pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan di Tanjungpinang, Jumat (30/8) malam, lalu diinapkan sehari di Batam sebelum dipulangkan ke Medan.
Di tempat yang sama,
Kepala Seksi Barang Bukti dan Penanganan Awak Kapal Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Salim, mengatakan awalnya Kementerian Kelautan dan Perikanan hendak
menjemput. Namun, tiba-tiba dideportasi Imigrasi Malaysia.
"Sebenarnya kami
hendak menjemput, tapi ternyata dideportasi Malaysia ke Tanjungpinang, maka
kami jemput di Tanjungpinang dan memulangkan kembali ke keluarganya," kata
dia.
Dari 13 nelayan itu, sebagian berusia di bawah 17 tahun sehingga langsung dipulangkan.
Mengenai kondisi nelayan, ia mengatakan secara fisik sehat. "Mungkin masih ada stres sedikit," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, di Batam, Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Kalakhar Bakorkamla) Laksamana Madya TNI Bambang Suwarto mengatakan penandatanganan kerjasama (MoU) antara Indonesia dengan Malaysia berdampak pada berkurangnya penangkapan nelayan oleh kedua negara.
Dari 13 nelayan itu, sebagian berusia di bawah 17 tahun sehingga langsung dipulangkan.
Mengenai kondisi nelayan, ia mengatakan secara fisik sehat. "Mungkin masih ada stres sedikit," kata dia menambahkan.
Sebelumnya, di Batam, Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Kalakhar Bakorkamla) Laksamana Madya TNI Bambang Suwarto mengatakan penandatanganan kerjasama (MoU) antara Indonesia dengan Malaysia berdampak pada berkurangnya penangkapan nelayan oleh kedua negara.
"Saat ini jika ada
nelayan dari kedua negara memasuki perairan yang belum jelas siapa pemiliknya
di perbatasan dua negara, hanya dihalau. Tidak ada penangkapan. Jadi jumlah
penangkapan nelayan kedua negara berkurang," katanya.
MoU tentang pedoman umum
penanganan masalah laut perbatasan RI-Malaysia yang dimaksud itu ditandatangani
di Nusa Dua, Bali, 27 Januari, oleh Lakma TNI Y Didik Heru Purnomo yang saat
itu menjabat Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla)
Indonesia dan Sekretaris Majelis Keselamatan Negara Malaysia Dato Mohamed
Thajudeen Abdul Wahab.
Ia berpendapat, bila dipelajari isinya, MoU tersebut merupakan upaya maju pemerintah untuk melakukan perlindungan kepada nelayan Indonesia yang beroperasi di wilayah perbatasan.
Dengan adanya MoU tersebut, maka aparat kedua negara tidak lagi melakukan penangkapan terhadap nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan dalam batas-batas wilayah kedua negara karena para nelayan tradisional tersebut dinilai hanya memiliki kapal berukuran kecil tanpa navigasi yang memadai. [AntL-8]
Ia berpendapat, bila dipelajari isinya, MoU tersebut merupakan upaya maju pemerintah untuk melakukan perlindungan kepada nelayan Indonesia yang beroperasi di wilayah perbatasan.
Dengan adanya MoU tersebut, maka aparat kedua negara tidak lagi melakukan penangkapan terhadap nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan dalam batas-batas wilayah kedua negara karena para nelayan tradisional tersebut dinilai hanya memiliki kapal berukuran kecil tanpa navigasi yang memadai. [AntL-8]
Tingkatkan Konsumsi Ikan, KKP Jalin Kerja Sama dengan MUI
http://medialiputanindonesia.com/
Senin, 03 September 2012 16:42
JAKARTA,
LINDO - Untuk meningkatkan konsumsi
ikan secara nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkuat kerja sama
dengan Majelis Ulama Indonesia melalui nota kesepahaman.
"Penguatan ini sejalan dengan upaya KKP mensosialisasikan kampanye Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) sebagai upaya menggairahkan dan mendorong akselerasi peningkatan konsumsi ikan nasional," kata Sekjen KKP Gellwynn Jusuf dalam rilis KKP di Jakarta, Senin (3/9).
"Penguatan ini sejalan dengan upaya KKP mensosialisasikan kampanye Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) sebagai upaya menggairahkan dan mendorong akselerasi peningkatan konsumsi ikan nasional," kata Sekjen KKP Gellwynn Jusuf dalam rilis KKP di Jakarta, Senin (3/9).
Menurut Gellwynn, MUI memiliki peran yang strategis dalam menyosialisasikan serta memberikan informasi pada masyarakat luas tentang manfaat ikan sebagai sumber pangan peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap ikan sebagai makanan yang beragam, bergizi, menyehatkan, mencerdaskan dan aman dikonsumsi.
Ia juga berpendapat, peningkatan konsumsi ikan akan berdampak langsung pada penyediaan lapangan kerja (padat karya), sumber devisa negara serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan, pembudidaya dan pengolah hasil perikanan.
Pasalnya, jika tingkat konsumsi ikan masyarakat tinggi akan diikuti pula dorongan produktivitas kelautan dan perikanan Indonesia.
"Penguatan kerja sama dengan MUI dapat membantu mengembangkan serta memberdayakan ekonomi umat," katanya.
Pasar dalam negeri, ujar dia, memainkan peran yang sangat penting antara lain menyerap 85% volume produksi perikanan nasional guna meningkatkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum MUI Din Syamsuddin mengatakan, sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi yang begitu besar sehingga dapat menjadi penggerak utama kebangkitan umat islam dan bangsa.
"Sektor kelautan dan Perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional serta dapat menjadi sebuah wadah kekuatan bangsa Indonesia," kata Din.
Berdasarkan data KKP, tingkat konsumsi ikan nasional pada 2011 adalah sebesar 31,64 kilogram/kapita atau mengalami peningkatan rata-rata 3,81%n dibandingkan konsumsi tahun 2010.
Adapun pada 2012, KKP menargetkan konsumsi ikan per kapita naik sebanyak 1,5 kg menjadi 33,14 kilogram/kapita, kemudian pada 2013 sebesar 35,14 kilogram/kapita/tahun dan pada 2014 diharapkan bisa mencapai sekitar 38,00 kilogram/kapita. (RITA/ANT)
www.republika.co.id/berita/
Pengusaha Perikanan dan Menteri Kelautan Diincar BPK
REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT,
NTB - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengincar pengusaha yang bergelu...
Updated: Mon, 03 Sep 2012
10:41:59 GMT
Pengusaha
Perikanan dan Menteri Kelautan Diincar BPK
REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT, NTB - Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) mengincar pengusaha yang bergelut di bidang perikanan terkait penerimaan
negara di bidang kelautan yang hendak diaudit.
"Pengusaha bidang perikanan akan menjadi objek pemeriksaan
dalam audit penerimaan negara bidang kelautan," kata Anggota BPK RI Ali
Masykur Musa, di Hotel Sheraton Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara
Barat (NTB), Senin (3/9).
BPK segera mengaudit sumber penerimaan negara bidang kelautan, guna memastikan nilai penerimaan negara yang semestinya diperoleh. Ali membenarkan kalau Menteri Keluatan dan Perikanan juga menjadi sasaran pemeriksaan, hanya saja fokusnya pada pengelolaan keuangan negara yang dialokasikan dari pos APBN.
"Kalau soal kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan hanya
pemeriksaan begitu saja, karena audit yang rencanakan mengarah kepada potensi
penerimaan negara bidang kelautan," ujarnya.
Ia mengatakan, audit penerimaan negara bidang kelautan itu akan
diawali dengan sejumlah pemeriksaan hingga penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP).
Objek pemeriksaan utama yakni kalangan pengusaha bidang perikanan,
mengingat banyak perusahaan perikanan yang leluasa menangkap ikan sebagai
bagian dari kekayaan Indonesia, namun tidak melaporkan hasil tangkapannya yang
berkaitan dengan sumber penerimaan negara.
Karena itu, perusahan yang mengantongi izin penangkapan ikan
akan diperiksa karena seringkali tidak melaporkan hasil tangkapannya.
"Kita tahu bahwa banyak juga yang menangkap ikan di wilayah
perairan Indonesia kemudian bergerak menjauh ZEE lalu menjual hasil tangkapan
itu, sehingga tidak mendatangkan penerimaan negara," ujarnya.
Dengan demikian, BPK akan menyoroti aspek regulator dan
eksekutor atau pebisnis di bidang perikanan, dalam audit penerimaan negara
bidang kelautan itu. BPK akan menjalin kerja sama dengan institusi Bea dan
Cukai, TNI Angkatan Laut, serta pemerintah daerah, dalam audit tersebut.
"Tentunya, audit paralel dengan Malaysia karena sudah ada
jalinan kerja sama sejak 2007, agar menghasilkan laporan yang
berkualitas," ujar Ali.
BPK RI sudah beberapa kali melaksanakan audit paralel dengan JAN
Malaysia, yakni audit pengelolaan hutan pada 2007-2009, audit pengelolaan
mangrove di Selat Malaka pada 2009-2011.
Berdasarkan perjanjian teknis bidang lingkungan antara BPK dan
JAN di Manado, 3 Oktober 2011, disepakati untuk melakukan audit paralel atas
Ilegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, dan pemeriksaan kinerja atas
pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar, serta perencanaan pemeriksaan
atas pengelolaan sumber daya air.
(DIGITAL EDITION)
Sektor Riil
Senin, 03 September 2012 |
00:20:31 WIB
Pasar
Ikan Dalam Negeri Diperkuat
istimewa
JAKARTA - Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai mengantisipasi krisis yang melanda Uni
Eropa. Langkah antisipasi itu di antaranya memperkuat pemasaran produk
perikanan di dalam negeri dengan mendorong pengusaha dan pelaku usaha perikanan
memperbanyak promosi.
Langkah itu perlu dilakukan karena dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk memulihkan pelemahan pasar, terutama di Uni Eropa.
Langkah itu perlu dilakukan karena dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk memulihkan pelemahan pasar, terutama di Uni Eropa.
"Sebenarnya pada bulan
Mei dan Juni masih surplus, dan ekspor masih tumbuh 18–19 persen. Setelah itu,
pasar Uni Eropa semakin melemah. Kita harus mengantisipasi dan mengambil
ancang-ancang agar pelemahan tidak terlalu berdampak," kata Dirjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, Saut Hutaggalung, di
Jakarta akhir pekan lalu.
Menurut Saut, pasar produk
perikanan di dalam negeri masih potensial, dan harga ikan cenderung lebih murah
dibandingkan harga daging sapi. Jadi, saat harga daging sapi mahal, ikan bisa
menjadi alternatif konsumsi bagi masyarakat.
"Jadi, di saat pasar
melemah di Uni Eropa, kita harus agresif memperkuat pasar di dalam negeri dan
promosi di pasar alternatif di luar. Jaringan pemasaran produk ikan olahan juga
kita perkuat, misalkan dengan me-launching cold storage masuk ke toko kelontong
dan minimarket untuk ikan olahan," ungkap dia. aan/E-3
http://www.rmol.co/
Selamatkan Petani, Impor Garam
Distop
Senin, 03 September 2012 , 08:45:00 WIB
ILUSTRASI,
PETANI GARAM
|
|
|
RMOL. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sepakat
dengan Kementerian Perdagangan untuk menyetop sementara impor garam.
Penyetopan ini dimaksudkan untuk meningkatkan harga jual garam industri
lokal guna memberikan keuntungan lebih bagi petani.
Ketua Asosiasi Petani Garam Pamekasan Madura Jakfar Sodikin
mengatakan, pada musim panen garam saat ini harga jual garam lokal masih mengecewakan.
Pasalnya, harganya masih berada di bawah harga patokan pemerintah.
“Rendahnya harga garam petani ini karena banyak perusahaan
produsen maupun importir garam belum melakukan pembelian garam petani
seperti seharusnya. Penyerapan garam saat ini masih dilakukan oleh sebagian
perusahaan saja,” kata Jakfar.
Menurut dia, saat ini harga garam kualitas atau KP II, khususnya
di Madura hanya berkisar antara Rp 490 per kilogram (kg) hingga Rp 500 per kg.
Padahal di periode yang sama tahun lalu, harga garam berkisar antara Rp 560
per kg hingga Rp 600 per kg. Harga di KP III bahkan hanya di kisaran Rp 350
per kg, turun sekitar 12,5 persen dari Rp 400 per kg.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan,
garam industri lokal sedang memasuki musim panen. Jadi tidak mungkin impor
garam dilakukan bila ingin hasil produksi garam lokal laris terjual dengan
harga tinggi.
Menurut Cicip, penyetopan impor garam industri dan konsumsi akan
dilakukan September, Oktober dan November. Penyetopan ini sekaligus menanggapi
banyaknya informasi yang simpang siur perihal pengimpor garam industri
harus membeli garam konsumi.
“Mereka sudah ada yang membuat pernyataan tertulis. Mereka ingin
garam impor yang ada di gudang tidak dijual terlebih dahulu sebelum 560 ribu
ton garam rakyat terjual,” jelasnya.
Menteri asal Partai Golkar ini menyampaikan, pemerintah telah mewajibkan
importir untuk menyerap garam lokal terlebih dahulu sebelum garam impor. Pemerintah
bahkan telah menetapkan harga garam lokal yang wajib dibeli, yakni kualitas I
(KI) seharga Rp 750 per kg dan kualitas II (KII) Rp 550 per kg. [Harian Rakyat
Merdeka]
Tawaran Kerja Kelautan dan Perikanan Turun
Penulis : Brigita Maria Lukita | Selasa, 4 September 2012 | 20:37 WIB
KOMPAS
IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
ILustrasi: Pencari kerja
memadati acara Spectacular Job Fair 2012, Job For Career di Istora Senayan,
Jakarta, Selasa (4/9/2012) ini. Berbagai lowongan pekerjaan dari ratusan
perusahaan baik perusahaan media, jasa, perbankan hingga outsourcing ditawarkan
dalam acara yang akan berlangsung hingga 5 September ini.
JAKARTA, KOMPAS.com
- Lowongan kerja untuk sektor kelautan dan
perikanan dalam bursa kerjaInternational Job Fair on Marine and Fisheries
2012, menurun dibandingkan tahun lalu. Meski demikian, tawaran kerja masih
mengalir dari luar negeri, seperti Jepang, dan Korea Selatan.
Bursa kerja yang
diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu berlangsung 4-6
September 2012 di Gedung SMESCO Tower, Jakarta.
Kepala Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief
Widjaja, di Jakarta, Selasa (4/9/2012), mengemukakan, bursa kerja itu
menawarkan 9.106 lowongan pekerjaan. Jumlah itu menurun dibandingkan tahun lalu
yakni mencapai 10.000 lowongan pekerjaan.
Beberapa perusahaan
dari luar negeri yang turut berpartisipasi, antara lain Korea Selatan dan
Jepang untuk kapal penangkapan ikan.
Penghasilan untuk anak
buah kapal ikan tuna, misalnya, mencapai 2.000 dollar AS per bulan. Beberapa
lowongan kerja yang ditawarkan, antara lain penangkapan ikan (awak kapal
perikanan), permesinan perikanan, budidaya perikanan (pengelola tambak dan
hatchery, dan laboratorium), pengolahan dan pemasaran produk hasil perikanan
(petugas quality control, pengolah ikan, marketing.
Selain itu,
pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan (pengelola kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil, pengelola kawasan konservasi, petugas AMDAL), wisata bahari,
pelayaran (nakhoda, anak buah kapal, mekanik kapal, chef), pupuk dan pakan
perikanan, packaging (petugas pengepakan/pengalengan), dan jasa angkutan
pengiriman perikanan(petugas pengiriman).
Meski demikian, kata
Sjarief, lowongan pekerjaan yang tersedia itu akan mendorong penyerapan tenaga
kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikan.
"Kami
mengharapkan penyerapan tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan yang
spesifik, sesuai bidang kerja yang ditawarkan," ujarnya.
Editor : Agus Mulyadi
Menteri
Cicip Sutardjo Buka Bursa Kerja
Penulis : Brigita
Maria Lukita | Selasa, 4
September 2012 | 11:03 WIB
KOMPAS/ADI
SUCIPTO
Menteri
Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo
JAKARTA, KOMPAS.com —
Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali menggelar International Job Fair on
Marine and Fisheries (IJO FoM) 2012, tanggal 4-6 September 2012. Sebanyak 6.000
lapangan kerja ditawarkan di dalam dan luar negeri. Pembukaan IJO FOM dilakukan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo di Gedung SMESCO Tower,
Jakarta, Selasa (4/9/2012).
Bursa
kerja sektor kelautan dan perikanan berskala internasional ini merupakan hasil
kerja sama antara KKP dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta, dan
instansi terkait lain. Sekitar 50 perusahaan kelautan dan perikanan berskala
lokal, nasional, dan internasional turut berpartisipasi dalam bursa lowongan
kerja tahun ini. Penempatan kerja di luar negeri di antaranya di Amerika,
Jepang, dan Korea.
Menurut
Cicip, bursa tenaga kerja kelautan dan perikanan dibutuhkan untuk membantu
masyarakat memiliki pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan. Selain kesempatan bekerja di dalam dan luar negeri,
bursa kerja itu juga bertujuan memfasilitasi kesempatan bekerja bagi para
lulusan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi kelautan dan perikanan serta
masyarakat.
"Langkah
ini merupakan bentuk komitmen dan dukungan nyata KKP atas kebijakan nasional,
yakni pro poor, pro growth dan pro sustainability terlebih lagi untuk pro
job," kata Cicip. Lowongan kerja yang tersedia bervariasi; di
antaranya adalah penangkapan ikan (awak kapal perikanan), permesinan perikanan,
budidaya perikanan (pengelola tambak, hatchery, dan
laboratorium), pengolahan dan pemasaran produk hasil perikanan (petugas quality
control, pengolah ikan, dan pemasaran).
Selain
itu, pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan (pengelola kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil, pengelola kawasan konservasi, petugas analisa mengenai
dampak lingkungan/AMDAL), wisata bahari, pelayaran (nakhoda, anak buah kapal,
mekanik kapal, chef), pupuk dan pakan perikanan, packaging (petugas pengepakan/pengalengan), dan
jasa angkutan pengiriman perikanan (petugas
pengiriman).
Para
pelamar dapat datang langsung ke lokasi pada saat pelaksanaan IJO FoM dengan
membawa berkas lamaran, CV, dan pass foto atau bisa pula mendaftar online melalui website www.jobskelautanperikanan.com.
Kegiatan ini tidak dipungut biaya, baik bagi pelamar kerja maupun perusahaan
yang menyediakan lowongan kerja. Selain bursa tenaga kerja, para peserta juga
dibekali dengan seminar pengembangan karier, presentasi profil perusahaan,
konsultasi pekerjaan serta wirausaha, talk show, dan bimbingan
konseling.
Editor :Tjahja
Gunawan Diredja
Gelombang Perairan Membalong Capai 2,09 Meter
http://medialiputanindonesia.com/
Selasa,
04 September 2012 04:43
PANGKALPINANG, LINDO - Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, memprakirakan tinggi gelombang perairan Membalong, Kabupaten
Belitung mencapai 2,09 meter.
"Gelombang perairan tersebut mencapai ketinggian maksimum, sehingga kami mengimbau kepada seluruh nelayan dan kapal pelayaran untuk selalu meningkatkan kewaspadaanya ketika melintas di parairan itu," kataKoordinator Unit Analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Pangkalpinang Slamet Supriyadi, Senin (3/9).
"Gelombang perairan tersebut mencapai ketinggian maksimum, sehingga kami mengimbau kepada seluruh nelayan dan kapal pelayaran untuk selalu meningkatkan kewaspadaanya ketika melintas di parairan itu," kataKoordinator Unit Analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Pangkalpinang Slamet Supriyadi, Senin (3/9).
Di samping itu, kata dia, para
nelayan juga harus waspada terhadap adanya awan gelap atau awan Cumolonimbus
karena dapat menimbulkan angin kencang dan menambah tinggi gelombang di
perairan tersebut.
Ia mengatakan, tinggi gelombang perairan Membalong, Kabupaten Belitung, mencapai ketinggian maksimum berkisar 2,09 meter, tinggi pasang air laut maksimum di perairan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, berkisar 1,00 meter, perairan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan 1,75 meter dan perairan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur, berkisar 1,41 meter.
Ia mengatakan, tinggi gelombang perairan Membalong, Kabupaten Belitung, mencapai ketinggian maksimum berkisar 2,09 meter, tinggi pasang air laut maksimum di perairan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, berkisar 1,00 meter, perairan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan 1,75 meter dan perairan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur, berkisar 1,41 meter.
Selanjutnya tinggi pasang air
laut Sungailiat, Kabupaten Bangka, mencapai 1,86 meter dan perairan Tanjung
Pandan, Kabupaten Belitung, berkisar 1,12 meter dan tinggi pasang air laut di
perairan Belinyu, Kabupaten Bangka, berkisar 0,95 meter.
Sementara itu, tinggi gelombang
di perairan Selat Gelasa mencapai ketinggian maksimum yaitu berkisar 1,0-2,0
meter dengan arah kecepatan angin dari timur hingga selatan berkisar 15 hingga
30 kilometer per jam dan tinggi gelombang di perairan Selat Bangka mencapai 0,5
- 1,5 dengan arah kecepatan angin dari timur hingga selatan mencapai 10 hingga
30 kilometer per jam.
Prakiraan tinggi gelombang di
perairan Selat Bangka bagian selatan rata-rata 1,0 hingga 2,0 meter, arah dan
kecepatan angin dari timur hingga selatan berkisar 15 hingga 30 kilometer per
jam.
Selanjutnya tinggi gelombang di perairan Selat Bangka bagian utara diprakirakan mencapai tinggi maksimum 1,0 hingga 2,0 meter dengan arah angin dari timur hingga selatan dengan kecepatan berkisar 20 hingga 40 kilometer per jam.
Selanjutnya tinggi gelombang di perairan Selat Bangka bagian utara diprakirakan mencapai tinggi maksimum 1,0 hingga 2,0 meter dengan arah angin dari timur hingga selatan dengan kecepatan berkisar 20 hingga 40 kilometer per jam.
Prakiraan tinggi gelombang Selat
Karimata rata-rata berkisar 1,5 - 2,5 meter, arah dan kecepatan angin dari
timur hingga selatan berkisar 20-40 kilometer per jam. (ANT/EKO)
http://www.rmol.co/
Pengusaha Manipulasi Izin
Penangkapan Ikan
Illegal Fishing Membuat Negara Rugi, BPK Mau Audit Budget APBN KKP
Illegal Fishing Membuat Negara Rugi, BPK Mau Audit Budget APBN KKP
Selasa, 04 September 2012 , 08:06:00 WIB
ILUSTRASI,
IKAN
|
|
|
RMOL.Praktek
pencurian ikan atau illegal
fishing menyebabkan
penerimaan negara berkurang. Oleh sebab itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
berencana mengaudit sektor perikanan.
Anggota BPK Ali Masykur Musa
mengatakan, pihaknya akan mengawali pemeriksaan pada potensi penerimaan di sektor
kelautan dan perikanan.
“Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) akan diperiksa pada sisi budgetAPBN.
Audit kinerjanya juga akan kita lakukan kemudian hari,” kata Ali di
Jakarta, kemarin.
Menurutnya, rencana pengauditan
ini didasari kecilnya penerimaan negara saat ini. Padahal, potensi
penerimaan negara bisa lebih dari Rp 30 triliun.
Dia mengakui, selama ini
BPK belum menjamah atau mengaudit bidang pengelolaan sumber penerimaan
negara dari sektor kelautan. Karena itu, BPK berpikir selama pengelolaan
alam dan lingkungan itu ada potensi penerimaan negara, maka lem-baganya berwenang
mengaudit.
Ali juga menjelaskan, pada
2011 penanganan illegal
fishing di Indonesia
tercatat 104 kapal yang ditangkap dengan jumlah ABK sebayak 1.004 orang,
terdiri dari 41 kapal Vietnam, 12 kapal Filipina dan 11 kapal Malaysia. Sisanya
kapal Thailand dan Taiwan.
Adapun pelanggaran tersebut
meliputi kapal yang tidak memiliki izin, alat tangkap terlarang, dokumen
palsu, pelanggaran kepabeanan dan tindak pidana perikanan lainnya.
Dari 98 kapal, 28 kapal di
antaranya sudah diputus pengadilan, 14 kapal dalam proses banding dan
kasasi, 3 kapal dideportasi dan 25 kapal dikenakan sanksi administrasi.
Sisanya 28 kasus dalam penanganan proses hukum oleh instansi berwajib.
“Program pemeriksaan sampai
laporan yang penting obyek menyangkut para pelaku bisnis. Mereka bisa
menangkap ikan tetapi tidak dilaporkan, ini cukup merugikan dalam penerimaan
negara,” tutur Ali.
Selain itu, BPK juga akan memeriksa
kegiatan yang berbau pidana di bidang kelautan. Sesuai data Badan Pangan
Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia mengalami kerugian
akibat penjarahan ikan oleh nelayan asing senilai 3,125 miliar dolar AS
atau sekitar Rp 30 triliun pada 2011. Kasus pencurian ikan oleh nelayan asing
diduga terjadi di Laut Natuna, Selat Malaka, Laut Sulawesi, Laut Aru, dan
Laut Arafuru.
Menyangkut hal itu, BPK
akan mengeluarkan rekomendasi terkait pengawasan, peran aparat seperti TNI
AL, Kepolisian hingga Bea Cukai, dengan sasaran akhir meningkatkan penerimaan
negara.
Direktur Jenderal Perikanan
Tangkap KKP Marwoto yang dikonfirmasi mengaku setuju dengan recana BPK
mengaudit sektor perikanan. Dengan dilakukannya audit, pihaknya akan
lebih mengetahui sektor mana yang mengalami kekurangan.
“Kalau soal penanganan illegal fishing, tentu kami akan lebih meningkatkan
pengawasan,” kata Marwoto kepada Rakyat
Merdeka.
Sekjen Koalisi Rakyat untuk
Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik juga mendukung rencana BPK mengaudit
sektor perikanan. Mestinya audit itu sudah dilakukan sejak 2004.
“Pengauditan ini sebenarnya
terlambat. Sebab, FAO sudah mengingatkan kita jauh hari sebelum meningkatnya
praktek kejahatan di sektor perikanan saat ini,” kata Damanik kepadaRakyat
Merdeka, kemarin.
Damanik mengatakan, selama
ini pengawasan dari KKP terhadap para pengusaha penangkapan ikan terlalu
lemah. Seharusnya sejak awal KKP sudah mencabut izin perusahaan-perusahaan
yang tidak mengelola dan membangun Unit Pengelolaan Ikan (UPI) di Indonesia.
Apalagi sudah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun
2008 pasal 51 mengatur tentang itu.
Oleh sebab itu, dia menyarankan
pemerintah dalam hal ini KKP mengevaluasi izin usaha penangkapan ikan dalam
rangka penertiban dan penerapan peraturan hukum.
“Selama ini banyak izin penangkapan
ikan yang bermasalah. Bahkan dalam banyak kasus para pengusaha kerap memanipulasi
izin penangkapan, seperti memanipulasi bobot kapal yang mereka miliki,”
tandas Damanik. [Harian Rakyat Merdeka]
Potensi Kelautan Indonesia Mencapai Rp1.140 triliun per Tahun
Warta Ekonomi Flash News
Potensi Kelautan Indonesia Mencapai Rp1.140 triliun per Tahun
Warta Ekonomi Online
PERSPEKTIF BARU BISNIS DAN EKONOMI
Rini - Ekonomi Bisnis
Kamis, 06 September 2012 12:30 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo hari ini (6/9)
membuka Indonesia Marine and Fishery
Industries Expo & Forum 2012. Acara ini dilakukan sebagai cara
MenKP mendorong perencanaan pembangunan Indonesia untuk memprioritaskan
pembangunan laut dan pesisir mengadopsi pembangunan yang berbasiskan Ekonomi
Biru (Blue Economy).
Ekonomi Biru dapat menjadi tumpuan perekonomian dengan cara
mengurangi perusakan jangka pendek dan tetap mempertahankan ekosistem bawah
laut. “Jika potensi kelautan dapat digali dan dikelola dengan baik, maka akan
menghasilkan pendapatan negara sebesar 1.2 triliun dollar AS (Rp1,140 triliun)
per tahun,” tegas Sharif C. Sutadjo, MenKP.
MenKP yang juga sebagai Ketua Harian Dewaqn Kelautan Indonesia
menjelaskan bahwa sektor kelautan dan perikanan telah memberikan kontribusi
bagi pembangunan di tanah air, baik dalam bentuk pengembangan ekonomi sosial
secara umum maupun dalam peningkatan kesejahteraan masyarakan nelayan,
pembudidaya ikan akan masyarakat pesisir lainnya.
Namun demikian, masih terdapat ragam tantangan yang dihadapi
sektor ini, baik dari sisi pengelolaan sumber daya, kemiskinan nelayan dan
pembudidaya ikan maupun kontribusi sektor ini terhadap pembangunan nasional.
Foto:
Sufri Yuliardi
'Tidak Ada Praktik
Jual-Beli Pulau'
Kamis, 06 September
2012, 16:14 WIB
Dermaga kecil di Pulau
Gili Nanggu
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) membantah praktik jual beli Pulau Gili Nanggu dan Pulau Gambar yang
terdapat dalam wilayah Indonesia seperti tercatat dalam situs komersial www.privateislandsonline.com.
"KKP tidak membenarkan adanya praktik jual beli pulau. Dalam UU No 27/2007, pemerintah tidak mengenal istilah penjualan pulau," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, di Jakarta, Kamis (6/8).
Menurut Sharif, pihaknya sedang melakukan verifikasi dan klarifikasi atas proses sewa-menyewa terhadap Pulau Gili sebagaimana yang terdapat dalam salah satu situs di dunia maya tersebut.
Terkait mekanisme izin pemanfaatan dan pengelolaan pulau-pulau kecil dan perairan, lanjutnya, izin tersebut dapat diberikan kepada perseorangan, atau badan hukum yang berdasarkan hukum Indonesia serta masyarakat adat setempat.
"Tentunya, perizinan yang diberikan kepada pihak swasta terhadap pengelolaan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menggandeng masyarakat setempat dalam melakukan pengelolaan perairan pesisir secara arif," kata Menteri Kelautan dan Perikanan.
Dengan demikian, ujar dia, wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil tetap dapat dikelola secara terintegrasi dan bersinergi terhadap berbagai perencanaan sektoral. Tujuannya demi mencegah pengelolaan tumpang tindih, konflik pemanfaatan dan kewenangan.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara
KKP Tegaskan tidak Ada Penjualan Pulau
http://medialiputanindonesia.com/
Kamis, 06 September 2012 09:41
JAKARTA, LINDO - Ketua Tim Percepatan Investasi Pulau-Pulau
Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rokhmin Dahuri menegaskan tidak
ada penjualan pulau di Indonesia.
"Kita tidak mengenal mekanisme penjualan pulau. Di seluruh aturan yang ada di Indonesi itu tidak ada aturan yang memperbolehkan penjualan pulau. Yang ada hanya Hak Pakai dan Hak Guna Usaha, itupun ada batas waktunya," tutur Rokhmin ketika dihubungi, di Jakarta, Rabu (5/9).
Rokhmin menuturkan, pihaknya belum menerima laporan terkait dengan adanya iklan di suatu laman daring yang memasang iklan penjualan dua pulau di Indonesia yakni Pulau Gambar di Laut Jawa dan Pulau Gili Nanggu di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Rokhmin mengungkapkan, investasi yang bisa dilakukan pihak luar terhadap pulau-pulau kecil diIndonesia adalah dengan menyewa hak pakai atau hak guna usaha seperti yang diatur dalam Undang-Undang Agraria. Untuk menyewa dua hak itu pun ada jangka waktu yang tergantung kegiatan penyewaan, ditambah ketentuan lainnya seperti benefit untuk masyarakat lokal.
"Untuk kegiatan energi itu bisa sampai 50 tahun. Untuk perikanan dan perkebunan itu bisa sampai 25 tahun. Kalau performance si penyewa bagus, itu bisa diperpanjang. Tapi untuk memperpanjang ini ada ketentuan yang harus dipenuhi seperti menjaga kelestarian alam dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat," tandasnya. (MI/RITA)
"Kita tidak mengenal mekanisme penjualan pulau. Di seluruh aturan yang ada di Indonesi itu tidak ada aturan yang memperbolehkan penjualan pulau. Yang ada hanya Hak Pakai dan Hak Guna Usaha, itupun ada batas waktunya," tutur Rokhmin ketika dihubungi, di Jakarta, Rabu (5/9).
Rokhmin menuturkan, pihaknya belum menerima laporan terkait dengan adanya iklan di suatu laman daring yang memasang iklan penjualan dua pulau di Indonesia yakni Pulau Gambar di Laut Jawa dan Pulau Gili Nanggu di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Rokhmin mengungkapkan, investasi yang bisa dilakukan pihak luar terhadap pulau-pulau kecil diIndonesia adalah dengan menyewa hak pakai atau hak guna usaha seperti yang diatur dalam Undang-Undang Agraria. Untuk menyewa dua hak itu pun ada jangka waktu yang tergantung kegiatan penyewaan, ditambah ketentuan lainnya seperti benefit untuk masyarakat lokal.
"Untuk kegiatan energi itu bisa sampai 50 tahun. Untuk perikanan dan perkebunan itu bisa sampai 25 tahun. Kalau performance si penyewa bagus, itu bisa diperpanjang. Tapi untuk memperpanjang ini ada ketentuan yang harus dipenuhi seperti menjaga kelestarian alam dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat," tandasnya. (MI/RITA)
www.republika.co.id/berita/
Pemerintah tidak Toleransi Penjualan Pulau
Kamis, 06 September 2012, 16:21 WIB
http://dini-nurfalahaslami.blogspot.com
Pemandangan di
Pulau Gili Nanggu, Lombok.
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID,
PEKANBARU--Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak memberikan toleransi kepada
pemerintah daerah dalam praktik jual-beli pulau.
"Dalam
UU No.27/2007, Pemerintah tidak mengenal istilah penjualan pulau, sehingga
verifikasi dan klarifikasi terus digiatkan atas proses sewa-menyewa terhadap
Pulau Gili Nangu dan Pulau Gambar," kata Menteri Kelautan dan Perikanan,
Sharif C.Sutardjo dalam surat elektroniknya disampaikan Kapusdatin KKP Indra
Sakti, Kamis (6/9).
Ia
mengatakan mekanisme izin pemanfaatan serta pengelolaan pulau-pulau kecil dan
perairan, dapat diberikan pada perseorangan, atau badan hukum yang berdasarkan
hukum Indonesia serta masyarakat adat setempat.
Tentunya,
perizinan yang diberikan kepada pihak swasta terhadap pengelolaan wilayah
perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menggandeng masyarakat adat
setempat dan mengelola perairan pesisir secara arif.
"Wilayah
perairan pesisir dan pulau-pulau kecil tetap dapat dikelola secara terintegrasi
dan bersinergi terhadap berbagai perencanaan sektoral agar tumpang tindihnya
pengelolaan, konflik pemanfaatan dan kewenangan pun dapat terhindari," katanya.
Sementara
itu, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Sudirman Saad
menambahkan bahwa pemanfaatan pulau kecil dan perairan sekitarnya harus
dikelola secara berkelanjutan dan melibatkan masyarakat dengan memperhatikan
keterkaitan ekosistem, tetap menjaga keanekaragaman hayati, kekhasan dan
keaslian nilai budaya, dan berfungsi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pengembangan wilayah.
Pemanfaatan
pulau-pulau kecil, katanya lagi, memiliki nilai strategis sebagai sabuk ekonomi
dan sabuk pengaman. Pemanfaatan pulau, menurut menteri, lebih
diprioritaskan untuk kegiatan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian,
budidaya, pariwisata, usaha perikanan lestari, peternakan dan perkebunan.
"Karenanya
tidak ada jual-beli yang dibolehkan atas pulau-pulau kecil itu sesuai UU 27 No.
2007 sebagai dasar dari pengelolaan pesisir kemudian ada regulasi Peraturan
Pemerintah (PP) No 62 tahun 2010, Peraturan Menteri (Permen) 20 tahun 2008
terkait pemanfataan dan pengelolaan pulau-pulau kecil," katanya.
Redaktur: Ajeng
Ritzki Pitakasari
Sumber: ANTARA
www.republika.co.id/berita/
Menteri Kelautan Tegaskan tidak Ada Penjualan Pulau
Jumat, 07
September 2012, 23:59 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN - Menteri
Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo, menegaskan tidak ada penjualan pulau
termasuk di Nias seperti isu yang beredar. Sehingga, masyarakat diminta tidak
resah dengan isu itu.
"Kepastian tidak ada penjualan pulau
di Indonesia itu dinyatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo,
dalam pertemuan dengan Komite II DPD RI di Jakarta pada Jumat," kata Wakil
Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba, melalui telepon selular dari
Jakarta, Jumat malam.
Dengan pernyataan Menteri Kelautan dan
Perikanan itu, Parlindungan berharap masyarakat Indonesia khususnya di Sumut
yang dilanda isu bahwa salah satu pulau yang akan dijual ada di Nias itu tidak
lagi was-was.
Indonesia memiliki banyak pulau yakni
sebanyak 13.640 pulau. Terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar yang tersebar dari
barat hingga ke timur Indonesia.
Dari 92 pulau itu, sebanyak 61 pulau yang
berpenduduk. Sisanya tidak berpenghuni.
Redaktur: Didi Purwadi
Sumber: Antara
Ekonomi
Menteri Kelautan Bantah Penjualan Pulau
Jumat, 07
September 2012 21:06 WIB
ANTARA/Ujang Zaelani/zn
MEDAN--MICOM: Menteri
Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo menegaskan tidak ada penjualan pulau
termasuk di Nias seperti isu yang beredar sehingga masyarakat diminta tidak
resah dengan isu itu.
"Kepastian tidak ada penjualan pulau di Indonesia itu
dinyatakan Menteri Kelautan dan Perikanan,Sharif C Sutardjo dalam pertemuan
dengan Komite II DPD RI di Jakarta, Jumat," kata Wakil Ketua Komite II DPD
RI Parlindungan Purba melalui telepon selular dari Jakarta, Jumat (7/9)
malam.
Dengan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan itu,
Parlindungan berharap, masyarakat Indonesia khususnya di Sumut yang dilanda isu
bahwa salah satu pulau yang akan dijual ada di Nias, tidak lagi was-was.
Mengutip pernyataan Menteri, Parlindungan yang merupakan anggota
DPD RI utusan Sumut, menyebutkan, izin kepemilikan atas pulau-pulau di
Indonesia berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan dan hingga kini tidak
ada pelepasan atau jual-beli pulau-pulau di Indonesia baik kepada pengusaha
lokal dan asing.
Menteri menegaskan, apabila terjadi transaksi jual-beli pulau di
masyarakat antara lain rumor penjualan pulau di Nias, dipastikan ilegal dan
tentunya dikenakan tindakan hukum.
Diakui Indonesia memiliki banyak pulau yakni sebanyak 13.640 pulau dan terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar yang tersebar dari barat hingga ke timur Indonesia.
Diakui Indonesia memiliki banyak pulau yakni sebanyak 13.640 pulau dan terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar yang tersebar dari barat hingga ke timur Indonesia.
Dari 92 pulau itu, sebanyak 61 pulau yang berpenduduk dan
sisanya tidak berpenghuni.
"Saat ini, Kementerian Kelautan semakin meningkatkan pengawasan atas pulau-pulau kecil terluar tersebut agar tidak terjadi kembali pencaplokan oleh negara asing. Yang pasti tidak ada penjualan pulau," tandas Parlindungan. (Ant/OL-2)
"Saat ini, Kementerian Kelautan semakin meningkatkan pengawasan atas pulau-pulau kecil terluar tersebut agar tidak terjadi kembali pencaplokan oleh negara asing. Yang pasti tidak ada penjualan pulau," tandas Parlindungan. (Ant/OL-2)
Pengawasan Perikanan Diperlemah
Penulis : Brigita Maria Lukita | Jumat, 7 September 2012 | 20:22 WIB
shutterstockIlustrasi
JAKARTA,
KOMPAS.com - Kementerian Kelautan
dan Perikanan mengurangi operasional pengawasan perikanan di perairan
Indonesia. Waktu operasional kapal pengawas perikanan pada tahun 2013 dikurangi
menjadi 115 hari.
Penurunan pengawasan
itu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani maraknya pencurian
ikan di Indonesia.
-- Abdul Halim
Waktu operasional kapal pengawas perikanan itu menurun
dibandingkan tahun 2012 sebanyak 120 hari, dan tahun lalu 180 hari. Jumlah
kapal pengawas perikanan saat ini sebanyak 25 unit, sejumlah 12 unit di
antaranya sudah berumur 8-10 tahun.
Fungsi kementerian kelautan dan perikanan (KKP) dalam pengawasan
perikanan telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan.
Menurut Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan, Abdul Halim, di Jakarta, Jumat (7/9/2012), penurunan pengawasan itu
menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani maraknya pencurian ikan
di Indonesia. Apalagi, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia merilis potensi
pencurian ikan di Indonesia mencapai Rp 30 triliun.
Ia mengingatkan, kebijakan pengawasan perikanan bukan saja
menyangkut upaya terbebasnya Indonesia dari penangkapan ikan illegal, tetapi terkait
persoalan pangan dan kesinambungan rakyat dalam memperoleh gizi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo
menyatakan bahwa pihaknya tidak terlalu berambisi dalam pengawasan perikanan
karena pengawasan sudah dikoordinasi oleh kementerian koordinator politik hukum
dan keamanan.
"Kami lebih pasif, tetapi pengawasan tetap menggunakan alat
surveilance untuk melihat lebih detail. Jika ditemukan indikasi pencurian ikan,
kami akan kirim pasukan gabungan," ujarnya.
Editor : Robert Adhi Ksp
Gunakan Pendekatan Ekonomi
Biru, Industri Kelautan dan Perikanan Bakal Jaya
Sabtu, 08 September 2012 , 13:01:00 WIB
Laporan: Oddy Karamoy
SHARIF
CICIP/IST
|
|
|
RMOL. Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) kembali menegaskan komitmennya dalam mengusung paradigma
ekonomi biru (blue economy) yang diyakini mampu mengakselerasi industrialisasi
kelautan dan perikanan sehingga sektor ini menjadi penggerak pembangunan
ekonomi nasional.
Komitmen tersebut
disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip.Sutardjo, saat
memberikan kuliah umum di SUPM Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (8/9), seperti
diberitakan dalam rilis yang diterima redaksi beberapa saat
lalu.
Sharif memaparkan bahwa blue economy merupakan sebuah konsep baru yang bertujuan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya serta lingkungan pesisir dan lautan. a menilai, jika pembangunan sektor kelautan dan perikanan diselaraskan dengan pendekatan blue economy, maka pembangunan industrialisasi di sektor kelautan dan perikanan akan berlangsung secara berkelanjutan.
Sharif memaparkan bahwa blue economy merupakan sebuah konsep baru yang bertujuan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya serta lingkungan pesisir dan lautan. a menilai, jika pembangunan sektor kelautan dan perikanan diselaraskan dengan pendekatan blue economy, maka pembangunan industrialisasi di sektor kelautan dan perikanan akan berlangsung secara berkelanjutan.
Pendekatan pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan melalui blue economy merupakan model pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan. Namun, merupakan suatu lompatan besar dalam pembangunan, dengan meninggalkan praktek ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek serta menggerakkan perekonomian yang rendah karbon (low carbon economy).
"Model pendekatan blue economy diharapkan mampu menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pamanasan global," ungkapnya di depan taruna-taruni SUPM Tegal.
Menurutnya, di samping konsep blue economy, keberhasilan industrialisasi kelautan dan perikanan membutuhkan tenaga, aksi dan terobosan-terobosan seperti perbaikan rantai hulu hingga hilir, guna meningkatkan daya saing produk perikanan. Terkait hal itu, dibutuhkan sinergitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat, termasuk dunia pendidikan.
"Dengan kata lain,
daya saing harus dibangun berdasarkan atas keterpaduan," jelasnya.
Program industrialisasi kelautan dan perikanan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan, sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Setidaknya ada tujuh hal yang ingin dicapai dalam industrialisasi perikanan seperti peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku industri perikanan, berbasis komoditas, wilayah dan sistem manajemen, berkelanjutan serta transformasi sosial.
Maka itu, guna mendorong percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, pemerintah melalui KKP memandang perlu untuk melakukan terobosan, melalui program industrialisasi kelautan dan perikanan. Industrialisasi kelautan dan perikanan sendiri merupakan proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan skala produksi sumberdaya Kelautan dan Perikanan, melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi serta IPTEK dan SDM untuk kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain, lanjutnya, persoalan penting yang harus diperhatikan terjaminnya pembangunan sektor kelautan dan perikanan akan berlangsung secara berkelanjutan. Sebagaimana kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro (Brazilia) tahun 1992. World Commision on Enviromental and Development (WCED) memberikan pengertian bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
"Disinilah relevansi pendekatan blue economy dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan menjadi sangat penting," tuturnya.
Data United Environmental Programme (UNEP, 2009) menyebutkan bahwa terdapat 64 wilayah perairan yang merupakan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas dan pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME. Terkait hal itu, Indonesia memiliki akses langsung kepada enam wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup besar, yakni LME 34 �" Teluk Bengala; LME 36 �" Laut China Selatan; LME 37 �" Sulu Celebes;LME 38 �" Laut-laut Indonesia; LME 39 �" Arafura �" Gulf Carpentaria; LME 45 �" Laut Australia Utara.
"Apabila potensi sumberdaya kelautan dan perikanan tersebut dimanfaatkan secara optimal, maka sektor kelautan dan perikanan akan mampu menjadi penggerak pembangunan ekonomi nasional," ungkapnya.
Bahkan International Monetary Fund (IMF) melalui World Economic Outlook Database, mengemukakan bahwa Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat di antara 18 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2009-2015. Kondisi ini sekaligus mengungguli negara-negara seperti Rusia, China, India, Brazil, Turki, Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Untuk itu, dia menginginkan agar sektor kelautan dan perikanan, khususnya perikanan mampu memberikan kontribusi nyata dalam PDB.
Ia pun menyampaikan harapannya, pada 2014 kontribusi kelautan dan perikanan dapat mencapai angka Rp 65,84 triliun atau mengalami peningkatan sekitar 6,75 persen dari PDB perikanan pada 2010 yang besarnya Rp 50,70 triliun. [ald]
Kemiskinan Sektor
Kelautan Masih Tinggi
Penulis : Brigita
Maria Lukita | Sabtu, 8
September 2012 | 18:47 WIB
KOMPAS/PRIYOMBODO
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip
Sutardjo
JAKARTA, KOMPAS.com - Kemiskinan penduduk pesisir dan
masyarakat yang bergantung pada sektor kelautan dan perikanan masih tinggi. Hal
itu diakui Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, dalam siaran
pers, Sabtu (8/9/2012).
Dalam kuliah umum di kuliah umum di SUPM
Tegal, Jawa Tengah, Cicip menilai, sebagai penggerak ekonomi nasional, sektor
kelautan dan perikanan masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan itu di antaranya
jumlah penduduk miskin di sektor kelautan dan perikanan mencapai 2.132.152
rumah tangga miskin atau 12,29 persen dari rumah tangga miskin nasional.
Adapun
penduduk miskin di pesisir sebesar 7.879.468 orang (13,05 persen dari
jumlah penduduk miskin nasional) yang tersebar di 10.639 desa pesisir. Ia
menyoroti masih kurangnya armada perikanan tangkap yang masih didominasi kapal
berukuran kurang dari 5 GT yang berjumlah 958.499 buah. Kemudian masih lemahnya
pemanfaatan potensi tambak, baik luasan maupun teknologi budidaya, yaitu
sekitar 50,04 persen dari 1.224.076 hektar dari potensi yang ada.
Editor :
Menteri Kelautan Tegaskan Pemerintah Ketat Awasi Pulau
http:// Rusdi Amral
medialiputanindonesia.com/
Sabtu,
08 September 2012 16:56
JAKARTA, LINDO - Menteri
Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan pemerintah menerapkan
sistem pengawasan ketat terhadap seluruh pulau yang ada di wilayah Indonesia.
"Selama ini pengawasannya ketat karena tidak bisa orang kerja tanpa izin dari kami," kata Cicip di Jakarta, Jumat (7/9).
"Selama ini pengawasannya ketat karena tidak bisa orang kerja tanpa izin dari kami," kata Cicip di Jakarta, Jumat (7/9).
Terkait dua pulau yang
diisukan dibeli pihak asing yaitu Pulau Gambar di Laut Jawa dan Pulau Gili
Nanggu di Lombok (Nusa Tenggara Barat), Cicip mengatakan belum ditemukan adanya
pelanggaran untuk Pulau Dili Nangu. Menurut dia, pengusaha yang memiliki
sertifikat ada dua orang dan ditempati 18 kepala keluarga yang bekerja untuk
membangun fasilitas wisata.
Dia mengatakan, pengusaha
tersebut memiliki cara pemasaran dengan mengubah dari sertifikat hak milik
menjadi sertifikat hak guna bangunan melalui perusahaan. Menurut dia, dengan
menggunakan perusahaan, mereka bisa dapat izin usaha dan membangun.
"Mungkin ini strategi
marketing di Gili Nangu saja agar apa yang mereka buat bisa dipasarkan,"
katanya.
Cicip mengatakan, jika benar ada transaksi seperti itu, yang bersalah adalah pemerintah daerah dan pejabat notaris. Karena menurut dia, transaksi mengubah status tanah dari sertifikat hak milik menjadi sertifikat hak guna bangunan itu harus diketahui notaris.
Cicip mengatakan, jika benar ada transaksi seperti itu, yang bersalah adalah pemerintah daerah dan pejabat notaris. Karena menurut dia, transaksi mengubah status tanah dari sertifikat hak milik menjadi sertifikat hak guna bangunan itu harus diketahui notaris.
Menurut dia, selama ini jika
ada investor yang ingin memanfaatkan pulau di wilayah Indonesia harus ijin dan
lapor ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Namun menurut dia, jika ada
pihak yang bekerja sama dengan pihak asing, itu bukan menjadi yurisdiksi KKP
menangani hal tersebut.
Sebelumnya, media
memberitakan bahwa dua pulau Indonesia dijual secara online melalui situs
www.privateislandonline.com, yaitu Pulau Gambar yang terletak di Laut Jawa dan
Pulau Gili Nanggu di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pulau Gambar dengan luas
sekitar 2,2 hektare ditawarkan dengan harga 725.000 dolar Amerika atau sekitar
Rp6,8 miliar. Sementara Pulau Gili Nanggu dengan luas 4,99 hektare ditawarkan
seharga Rp9,9 miliar.
Berdasarkan situs tersebut,
pemilik pulau menawarkan Gili Nanggu dengan sejumlah fasilitas, diantaranya 10
cottage, 7 bungalo, 1 restoran, minibar, kamar, serta area pengembangbiakan
kura-kura. (ANT/YUDHA)
http://www.watnyus.com/
Kementerian Kelautan Kembangkan 400 Pelabuhan Perikanan
SABTU, 8 SEPTEMBER 2012 - 23:31 | 17 PEMBACA
ATNYUS.COM Brebes,
(tvOne)Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2012 mengembangkan
400 unit pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan (PPI) sebagai upaya
meningkatkan distribusi ikan.Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo
di Brebes, Jawa Tengah, Sabtu (8/9), mengatakan bahwa pemerintah menaruh
perhatian besar untuk mengembangkan pelabuhan penghubung antara sentra produksi
dengan sentra pasar perikanan pada 2012. "Pengembangan pelabuhan perikanan
merupakan implementasi dari Peraturan Presiden No.26/2012 terkait cetak biru
pengembangan sistem logistik nasional serta wujud dari program peningkatan
kehidupan nelayan yang sebelumnya telah ditetapkan pada Keppres Nomor
10/2011," katanya.Ia menjelaskan bahwa revitalisasi sarana dan prasarana penunjang
pelabuhan perikanan yang memadai ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas
rantai pasokan ikan dan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar domestik
serta ekspor. Revitalisasi pelabuhan perikanan tersebut, katanya, diyakini akan
mampu menjamin pasokan ikan dan peningkatan kapasitas industri pengolahan hasil
perikanan. "Revitalisasi pelabuhan merupakan salah satu arah kebijakan KKP
pada 2013, yaitu pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan
"traceability" (ketelusuran) produk hasil perikanan serta jaminan
ketersediaan bahan baku industri," katanya.Ia mengatakan bahwa sehubungan
dengan hal itu, KKP juga berencana membangun sistem rantai dingin dan
ketersediaan "cold storage" dalam menjamin ketersediaan pasokan bahan
baku bagi industri pengolahan ikan. Saat ini, katanya, keberadaan "cold
storage" pun sudah tersedia di seluruh pelabuhan perikanan samudera (PPS),
seperti PPS Bungus, PPS Nizam Zaman, PPN Pelabuhan Ratu, PPS Bitung, PPN Ambon
dan sejumlah pelabuhan perikanan nusantara (PPN), pelabuhan perikanan pantai,
serta di beberapa pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan sentra-sentra pengolahan.
"Kami berkeyakinan hal itu mampu menunjang sistem logisitik ikan nasional.
Karena itu, KKP akan terus menggiatkan pembangunan "cold storage" di
berbagai daerah setiap tahunnya," katanya.Menurut dia, sejak 2010 sampai
2011 tercatat sebanyak 55 unit "cold storage" telah dibangun.
"Sedangkan pada 2012, kami menargetkan mampu membangun lagi sebanyak 28
"cold storage". Selain itu, ada "cold storage" yang
dibangun langsung oleh daerah di kabupaten dan kota melalui dana alokasi
khusus," katanya.Ia menyebutkan rata-rata anggaran yang dibutuhkan
membangun sebuah unit "cold storage" berkapasitas 30 ton itu mampu
mencapai sebesar sebesar Rp1,5 miliar--Rp2 miliar. "Pada 2013, KKP
menargetkan membangun 20 unit pabrik es, 10 unit cold storage, lima unit rumah
kemasan, tiga unit "miniplant" pengolahan tuna, delapan unit sentra
pengolahan, dan 100 paket sarana sistem rantai dingin," katanya. (Ant)
nelayan (Antara)
Brebes,
(tvOne)
Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2012 mengembangkan 400 unit pelabuhan
perikanan dan pangkalan pendaratan ikan (PPI) sebagai upaya meningkatkan
distribusi ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo di Brebes, Jawa Tengah, Sabtu (8/9), mengatakan bahwa pemerintah menaruh perhatian besar untuk mengembangkan pelabuhan penghubung antara sentra produksi dengan sentra pasar perikanan pada 2012. "Pengembangan pelabuhan perikanan merupakan implementasi dari Peraturan Presiden No.26/2012 terkait cetak biru pengembangan sistem logistik nasional serta wujud dari program peningkatan kehidupan nelayan yang sebelumnya telah ditetapkan pada Keppres Nomor 10/2011," katanya.
Ia menjelaskan bahwa revitalisasi sarana dan prasarana penunjang pelabuhan perikanan yang memadai ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas rantai pasokan ikan dan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar domestik serta ekspor. Revitalisasi pelabuhan perikanan tersebut, katanya, diyakini akan mampu menjamin pasokan ikan dan peningkatan kapasitas industri pengolahan hasil perikanan. "Revitalisasi pelabuhan merupakan salah satu arah kebijakan KKP pada 2013, yaitu pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan "traceability" (ketelusuran) produk hasil perikanan serta jaminan ketersediaan bahan baku industri," katanya.
Ia mengatakan bahwa sehubungan dengan hal itu, KKP juga berencana membangun sistem rantai dingin dan ketersediaan "cold storage" dalam menjamin ketersediaan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan ikan. Saat ini, katanya, keberadaan "cold storage" pun sudah tersedia di seluruh pelabuhan perikanan samudera (PPS), seperti PPS Bungus, PPS Nizam Zaman, PPN Pelabuhan Ratu, PPS Bitung, PPN Ambon dan sejumlah pelabuhan perikanan nusantara (PPN), pelabuhan perikanan pantai, serta di beberapa pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan sentra-sentra pengolahan. "Kami berkeyakinan hal itu mampu menunjang sistem logisitik ikan nasional. Karena itu, KKP akan terus menggiatkan pembangunan "cold storage" di berbagai daerah setiap tahunnya," katanya.
Menurut dia, sejak 2010 sampai 2011 tercatat sebanyak 55 unit "cold storage" telah dibangun. "Sedangkan pada 2012, kami menargetkan mampu membangun lagi sebanyak 28 "cold storage". Selain itu, ada "cold storage" yang dibangun langsung oleh daerah di kabupaten dan kota melalui dana alokasi khusus," katanya.
Ia menyebutkan rata-rata anggaran yang dibutuhkan membangun sebuah unit "cold storage" berkapasitas 30 ton itu mampu mencapai sebesar sebesar Rp1,5 miliar--Rp2 miliar. "Pada 2013, KKP menargetkan membangun 20 unit pabrik es, 10 unit cold storage, lima unit rumah kemasan, tiga unit "miniplant" pengolahan tuna, delapan unit sentra pengolahan, dan 100 paket sarana sistem rantai dingin," katanya. (Ant)
+ai
http://www.suarapembaruan.com/
Harga Ikan Air Tawar Turun
Senin, 10 September 2012 |
13:41
Harga ikan air tawar turun.
[Google]
[PANDEGLANG]
Harga ikan air tawar di pasar tradisional di Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten, pekan ini, mengalami penurunan dibandingkan minggu lalu.
Pantauan
di Pasar Badak Pandeglang, Senin, menunjukkan para pedagang pengecer menjual
ikan mas hidup Rp20 ribu/kg, atau turun dari sebelumnya Rp23 ribu/kg dan ikan
mas mati Rp12 ribu/kg sebelumnya Rp15 ribu/kg.
Kemudian
untuk harga ikan lele hidup Rp15 ribu/kg sebelumnya Rp18 ribu/kg, lele mati
Rp10 ribu/kg sebelumnya Rp12 ribu/kg, mujahir hidup Rp14 ribu/kg dan belut Rp35
ribu/kg.
"Dalam sepekan terakhir ini pasokan cukup banyak dan harga dari pemasok juga turun, jadi eceran pun mengalami penurunan," kata Sam'un, pedagang ikan air tawar di Pasar Badak, Senin (10/9).
Aceng, pedagang ikan air tawar lainnya juga mengaku turunnya harga ikan tersebut, akibat banyaknya pasokan.
Ia juga menjelaskan, sebagian besar kebutuhan ikan mas Pandeglang masih didatangkan dari luar daerah, terutama Provinsi Jawa Barat.
"Dalam sepekan terakhir ini pasokan cukup banyak dan harga dari pemasok juga turun, jadi eceran pun mengalami penurunan," kata Sam'un, pedagang ikan air tawar di Pasar Badak, Senin (10/9).
Aceng, pedagang ikan air tawar lainnya juga mengaku turunnya harga ikan tersebut, akibat banyaknya pasokan.
Ia juga menjelaskan, sebagian besar kebutuhan ikan mas Pandeglang masih didatangkan dari luar daerah, terutama Provinsi Jawa Barat.
Sekretaris
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang Bedjo menjelaskan, kebutuhan
ikan bagi masyarakat Pandeglang sebagian besar di pasok dari luar daerah,
terutama untuk jenis ikan mas dan lele.
"Produksi
ikan kita sangat terbatas, karena itu para pedagang mendatangkan dari luar
daerah, terutama Provinsi Jawa Barat," katanya.
Ia juga
menjelaskan, pengembangan ikan air tawar menjadi program prioritas pada 2012,
sehingga diharapkan ke depan Pandeglang bisa swasembada ikan air tawar.
"Minimal
kita bisa mencukupi kebutuhan lokal, kalau mungkin dapat memasok ke luar
daerah, terutama yang dekat, seperti Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kota
Serang," katanya. [Ant/L-8]
http://www.rmol.co/
Kembangkan Industri Perikanan, Kadin Gandeng USAID
Rabu, 12 September 2012, 21:59 WIB
www.pipimm.or.id
Kadin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kamar dagang dan industri (Kadin)
menggandeng lembaga dari Amerika Serikat untuk pembangunan internasional
(USAID) guna mengembangkan industri kelautan dan perikanan dengan bantuan yang
disiapkan oleh pihak asing itu sekitar Rp1 miliar per proyek.
"Selain sistem perikanan Amerika yang canggih. Mereka mungkin bisa menyiapkan dana Rp 1 miliar per proyek, misalnya untuk program CSR, pemberdayaan dan lainnya," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perikanan dan Kelautan Yugi Prayanto saat ditemui ANTARA di Jakarta, Rabu (12/9).
Langkah kerja sama itu juga, menurut Yugi, merupakan upaya untuk segera merealisasikan Ekonomi Biru ('Blue Economy') guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah kelautan.
Ekonomi Biru merupakan konsep yang sedang diusung Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan tujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya serta lingkungan pesisir dan lautan.
Yugi mengatakan sudah ada komitmen antara KADIN dan USAID. "Kerjasamanya dipertegas pada 3-4 bulan Oktober, sedangkan dananya relatif per proyek. Bisa CSR, atau pemberdayaan lainnya," katanya.
Lebih lanjut, Yugi mengatakan USAID bisa memberi transfer ilmu mengenai industri perikanan yang diharapkan mampu mendorong kerja sama berkelanjutan. Dia mengatakan industri perikanan di Amerika sudah canggih dan lebih maju.
Dengan begitu pertukaran ilmu dan proses adaptasi teknologi yang bermanfaat bisa terjadi. "USAID juga bisa menyiapkan sumber daya manusia. Dengan begitu program mereka harus dimanfaatkan, daripada bantuannya lari ke LSM," ujarnya.
Yugi juga mengungkapkan harapan mengenai terbukanya akses produk-produk kelautan dan perikanan ke Amerika Serikat serta pasar internasional lainnya. Selain kerja sama dengan USAID, Kadin juga mengupayakan pengembangan industri perikanan dan kelautan dengan mendirikan sekolah khusus perikanan yang pada tahap pertama akan dibangun di Maluku.
Redaktur: Djibril Muhammad
http://www.rmol.co/
Selain Ekonomi Biru, KKP Juga
Dorong Mitigasi Bencana dalam Mengelola Lalut
Rabu, 12 September 2012 , 09:19:00 WIB
Laporan: Ruslan Tambak
ILUSTRASI/IST
|
|
|
RMOL. Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia menyimpan potensi
kekayaan dan keanegaragaman sumberdaya alam.
Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menaruh perhatian tinggi terhadap pembangunan di wiliyah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil dengan memperhitungkan aspek mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara arif dan terarah merupakan investigasi jangka panjang untuk mensejahterahkan rakyat.
"Percepatan pembangunan ekonomi indonesia menuju industrialisasi kelautan dan perikanan berkelanjutan," kata Seketaris Jendral KKP, Gellwynn Jusuf yang mewakili Menteri KKP, Sharif C Sutardjo di Hotel Bella Internasional, Ternate, Maluku Utara (Rabu, 12/9)
Menurut Gellwynn, dengan konsep blue economy diharapkan dapat mendukung pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan secara berkelanjutan dan seimbang. Perubahan orientasi kebijakan dan keseimbangan antara teknologi dan inovasi ini juga diharapkan tidak merusak lingkungan.
"Penerapan bleu economy secara utuh dapan memainkan peranan penting, sehingga dampak bencana benar-benar diminimalkan," ujar Gellwynn
Indonesia yang memiliki potensi bencana yang besar, seperti gempa bumi, tsunami, erosi, banjir, gelombang ekstri dan kenaikan paras muka air laut. Untuk itu, Gellwynn menjelaskan, KPP senantiasa mendorong upaya-upaya pemerintah daerah dan mayarakat dalam mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Sinergi dan pengutan kelembagaan, baik pemerintah maupun masyarakat merupakan faktor kunci dalam upaya mitigasi bencana," punkasnya. [ysa]
Diduga Salahi Bestek, Pembangunan Dermaga Diprotes
TUBAN (jurnalberita.com) – Diduga material atau bahan bangunan
kurang berkualitas dan tak sesuai bestek, pembangunan dermaga tambat labuh yang
menelan biaya Rp. 3,5 M di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Palang, Kecamatan
Palang, Kabupaten Tuban menuai protes dari rukun nelayan (RN) desa setempat,
Selasa (11/9/12).
“Tambat labuh
itu untuk jangka panjang, jadi kalau bahan bangunannya tidak berkualitas, maka
akan cepat rusak dan malah menimbulkan masalah baru,” ujar Khoirul Kirom, Ketua
rukun nelayan Desa Palang, saat dihubungi via ponselnya.
Khoirul
menyatakan, bahan bangunan atau material yang akan dibuat membangun tambat
labuh itu benar-benar tidak sesuai dengan standart pembangunan pada umumnya.
Material yang digunakan layaknya membangun sebuah rumah seperti batu yang
digunakan adalah batu kumbung.
menurutnya,
untuk membangun dermaga diperlukan bahan yang tidak lembek dan mudah hancur.
Untuk itu, kata Khoirul, nelayan menginginkan agar batu tersebut diganti dengan
batu yang lebih besar dan keras, agar mampu menahan terjangan ombak.
“Sebelum
terlambat, agar secepatnya batu-batu yang tidak layak pakai untuk membuat
tambat labuh itu diganti dengan bahan-bahan yang berkualitas,” tandasnya.
Lebih lanjut
Khoirul menegaskan, warga tidak bisa dibohongi. Pasalnya, saat tes bahan
material yang dipresentasikan sangat memenuhi standart pembangunan tambat
labuh. Namun, saat pengerjaannya, bahan yang dipakai tidak sesuai dengan
bahan yang dipresentasikan.
“Ini merupakan pembodohan bagi nelayan. Maka dari itu, kami
minta keseriusan Pemkab untuk melakukan pengawasan pengerjaan proyek tambat
labuh nelayan ini,” tegasnya. (jbc18/jbc2)
Nelayan di Cilacap dan Kebumen Panen Ubur-ubur
Kamis, 13 September 2012 01:49
CILACAP, LINDO - Nelayan di pesisir selatan Jawa Tengah
khususnya di Kabupaten Cilacap dan Kebumen memanen ubur-ubur yang mulai
bermunculan di perairan selatan Jateng sejak tiga hari terakhir.
"Lokasi yang paling banyak ubur-uburnya di sekitar perairan
selatan Gombong, Kabupaten Kebumen, atau sekitar tiga jam perjalanan
menggunakan perahu compreng dari Cilacap," kata seorang nelayan, Sujono,
50, di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap, Rabu (12/9).
Menurut dia, nelayan bisa mendapatkan minimal 1 ton ubur-ubur setiap kali melaut. "Bahkan, ada nelayan yang mampu mendapatkan 5 ton ubur-ubur dalam satu kali melaut," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan, harga ubur-ubur saat ini masih murah, yakni sebesar Rp700 per kilogram.
Menurut dia, nelayan bisa mendapatkan minimal 1 ton ubur-ubur setiap kali melaut. "Bahkan, ada nelayan yang mampu mendapatkan 5 ton ubur-ubur dalam satu kali melaut," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan, harga ubur-ubur saat ini masih murah, yakni sebesar Rp700 per kilogram.
Nelayan lainnya, Siman, 30, mengatakan, ubur-ubur hasil
tangkapan nelayan selanjutnya dijual kepada para pengepul yang banyak dijumpai
di sekitar Kali Yasa maupun kolam II PPS Cilacap.
"Setelah ditimbang, ubur-ubur ditampung di dalam bak penampungan darurat milik para pengepul sebelum dijual kepada eksportir di Cilacap, salah satunya PT Suisan Jaya yang berkapasitas produksi hingga 80 ton per hari," katanya.
"Setelah ditimbang, ubur-ubur ditampung di dalam bak penampungan darurat milik para pengepul sebelum dijual kepada eksportir di Cilacap, salah satunya PT Suisan Jaya yang berkapasitas produksi hingga 80 ton per hari," katanya.
Salah seorang pengepul, Kasriyah, 50, mengaku dalam satu hari
mampu menampung 20 ton ubur-ubur hasil tangkapan nelayan Cilacap.
Menurut dia, ubur-ubur tersebut selanjutnya dikirim ke eksportir
untuk diekspor ke Jepang, Korea, dan China dalam keadaan segar maupun telah
diolah secara sederhana melalui proses penggaraman guna meningkatkan keawetan
dan mempermudah pengolahan di pabrik.
"Informasi yang kami peroleh, ubur-ubur tersebut akan dijadikan bahan baku kosmetik di negara tujuan ekspor," katanya.
"Informasi yang kami peroleh, ubur-ubur tersebut akan dijadikan bahan baku kosmetik di negara tujuan ekspor," katanya.
Ubur-ubur merupakan sejenis binatang laut yang berbentuk payung
berumbai, dapat membuat gatal pada kulit bila tersentuh, dan termasuk dalam
kelas Scyphozoa.
Selain dijadikan bahan baku kosmetik, ubur-ubur dimanfaatkan
juga untuk mendeteksi kanker pada tubuh manusia. (ANT/EKO)
http://www.kompas.com/
KEUANGAN
Kadin Jadi Penjamin KUR Perikanan
Kamis, 13 September 2012 | 02:43 WIB
Jakarta,
Kompas - Mulai tahun 2012, Kamar
Dagang dan Industri menjadi penjamin bagi kelompok usaha atau koperasi
perikanan untuk mengakses kredit usaha rakyat. Selama ini, usaha mikro, kecil,
dan menengah sektor perikanan kesulitan mengakses kredit perbankan.
Wakil Ketua
Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan
Yugi Prayanto, di Jakarta, Rabu (12/9), mengemukakan, Kadin mulai menjadi
penjamin kredit usaha rakyat (KUR) bagi kelompok usaha perikanan di Sulawesi
Selatan dan Bali. Lewat penjaminan kredit, kelompok usaha atau koperasi
perikanan diharapkan mengakses KUR senilai maksimum Rp 500 juta.
”Selama ini,
kelompok usaha perikanan masih kesulitan mengakses kredit perbankan akibat
persyaratan agunan,” ujarnya.
Yugi
menambahkan, program penjaminan KUR bagi kelompok atau koperasi perikanan akan
dilaksanakan oleh Kadin daerah. Nota kesepahaman terkait dengan penjaminan KUR
akan dilaksanakan pada rapat kerja nasional (rakernas) Kadin, 28-29 September
2012.
Seleksi
kelompok atau koperasi dilakukan oleh Kadin daerah. Persyaratan untuk kelompok
adalah beranggotakan 10 orang. Tenor pinjaman KUR itu selama 4-5 tahun.
Di Sulawesi
Selatan, penjaminan KUR diberikan kepada kelompok nelayan untuk pembelian kapal
senilai Rp 400 juta.
Berdasarkan
data dari Bank Indonesia, sampai Februari 2012, penyaluran kredit usaha mikro,
kecil, dan menengah di sektor kelautan serta perikanan baru mencapai Rp 2,6
triliun atau 0,7 persen dari total alokasi kredit bagi usaha mikro, kecil, dan
menengah sebesar Rp 471 triliun.
Wakil Ketua
Komite Tetap Kadin Bidang Pengembangan Usaha dan Teknologi Hari Rukminto
mengemukakan, perbankan masih alergi membiayai usaha sektor kelautan dan
perikanan karena dianggap berisiko tinggi. Perbankan juga mensyaratkan agunan
yang sulit dipenuhi oleh pelaku usaha perikanan. Akibatnya, dana KUR minim
terserap oleh UKM sektor kelautan dan perikanan.
Ia menilai,
besaran pinjaman KUR senilai Rp 500 juta per kelompok atau koperasi tidak akan
cukup untuk modal usaha tambak udang. Hal ini karena usaha tambak udang
membutuhkan investasi besar.
Sementara itu,
Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto menilai, Indonesia menyimpan
potensi besar di sektor perikanan. (LKT)
Editor :
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor
Riil
Kamis, 13 September 2012 |
00:06:18 WIB
Usaha Kecil
Kadin Menjadi Penjamin
KUR untuk Nelayan
istimewa
JAKARTA -
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menjajaki pengembangan kredit usaha
rakyat (KUR), khusus untuk nelayan. Kadin bersedia menjadi pihak penjamin
pinjaman dengan dana maksimal 500 juta rupiah, sekaligus menyeleksi nelayan
yang mendapat dana KUR tersebut.
"Saat
ini, kita sudah kembangkan program percontohan KUR di Bali, Sulawesi Selatan,
dan Bengkulu. Kadin Sulawesi Selatan sudah kita minta mengirim surat ke bank
untuk menjamin pencairan cepat dan tanpa agunan. Kadin yang akan menjadi
penjamin dan penyeleksi dengan bantuan maksimal sebesar 500 juta rupiah,"
kata Wakil Ketua Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto, di
Jakarta, Rabu (12/9).
Dalam
pengembangan KUR untuk nelayan tersebut, Kadin mengikuti aturan pemerintah
dengan mengucurkan pinjaman hanya untuk kelompok nelayan atau koperasi, dengan
masa jatuh tempo hingga lima tahun. Dengan bunga cicilan terjangkau, Kadin
optimistis program tersebut akan berjalan dan bermanfaat bagi nelayan.
Yugi menyebutkan dalam pengembangan KUR tersebut, Kadin juga memberikan pendampingan mulai dari pembuatan proposal, pendampingan, penyediaan peralatan sekaligus modal kerja. Syaratnya, kelompok nelayan tersebut keberadaan dan unit usahanya jelas serta berkomitmen untuk melakukan pengembalian sesuai kesepakatan.
Lebih lanjut, Yugi menyatakan nota kesepahaman untuk penyaluran KUR akan di launching pada rakernas Kadin akhir bulan ini. Diharapkan dengan memberikan jaminan terhadap bank dan memercayai kelompok nelayan, pengembangan usaha perikanan diharapkan bisa berkembang.
Yugi menyebutkan dalam pengembangan KUR tersebut, Kadin juga memberikan pendampingan mulai dari pembuatan proposal, pendampingan, penyediaan peralatan sekaligus modal kerja. Syaratnya, kelompok nelayan tersebut keberadaan dan unit usahanya jelas serta berkomitmen untuk melakukan pengembalian sesuai kesepakatan.
Lebih lanjut, Yugi menyatakan nota kesepahaman untuk penyaluran KUR akan di launching pada rakernas Kadin akhir bulan ini. Diharapkan dengan memberikan jaminan terhadap bank dan memercayai kelompok nelayan, pengembangan usaha perikanan diharapkan bisa berkembang.
"Di
Sulawesi Selatan misalnya, ada kelompok yang meminta kredit 400 juta rupiah
untuk beli kapal, dan selebihnya mereka yakin bisa jalan. Memang trust jadi
basis utama, Kadin daerah pun percaya lantaran mereka juga kan yang memilih 10
orang itu," papar dia.
Selama
ini, kata Yugi, persoalan akses nelayan untuk memperoleh pinjaman di bank masih
terkendala masalah agunan. Untuk itu, dengan menyediakan diri sebagai penjamin,
Kadin berharap akses nelayan mendapatkan pinjaman menjadi lebih besar. Ia
mencontohkan di Bali, perusahaan anggota Kadin juga menjadi penjamin untuk
program KUR tersebut.
Terkendala Jaminan
Deputy
Head of Permanen Commiter for Technology and Business Development Marine and
Fisheries Sector Kadin, Hari Lukmito, mengakui selama ini program KUR
terkendala di pihak yang memberikan jaminan, termasuk di sektor perikanan.
"Nelayan
dan petambak diminta agunan oleh bank, itu sulit, makanya butuh penjamin.
Misalkan kita temukan, ada petambak yang menyewa lahan dan lahan tambak itu
tidak bisa dijadikan agunan ke bank. Akhirnya, petambak itu tidak bisa
memperoleh pinjaman," ujar dia.
Lebih
lanjut, Hari mengatakan saat ini platfon pinjaman KUR sebaiknya ditingkatkan
hingga sebesar 1 miliar rupiah sebab kebutuhan untuk platfon pembangunan
tambak, ataupun konstruksi tambak membutuhkan dana yang relatif besar. Misalkan
untuk tambak udang, yang rata-rata di pinggir laut, posisi tambaknya rawan
rusak karena tanggulnya tidak lebih tinggi dari permukaan laut sehingga
diperlukan peninggian tanggul. Artinya, biaya untuk itu memang cukup besar.
aan/E-3
No comments:
Post a Comment