Monday 2 December 2013

PERIKANAN DAN REGIONAL V (KALIMANTAN) DALAM BERITA DI BULAN JANUARI 2012

Kompas.com
 http://www.kompas.com/

Kadin: Impor Tenaga Ahli Kelautan dan Perikanan

Penulis : Ester Meryana | Kamis, 5 Januari 2012 | 11:12 WIB

http://assets.kompas.com/data/photo/2011/09/22/0930445620X310.jpg
Priyombodo/KOMPAS

Aktivitas bongkar muat ikan cakalang di ruang pendingin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta Utara, Senin (12/9/2011).

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto menyebutkan, kondisi sektor kelautan dan perikanan belum mendapatkan perhatian yang layak padahal Indonesia punya potensi yang luar biasa. Untuk itu, demi mengembangkan sektor ini, sejumlah hal perlu dilakukan, salah satunya impor tenaga ahli kelautan dan perikanan.
”Menurut hemat saya, suatu situasi yang sangat ironis yang terjadi di negara kita ini, negara kelautan, negara maritim, namun sektor ini belum pernah mendapatkan posisi yang layak. Belum pernah mendapatkan suatu dukungan yang seharusnya,” ucap Suryo dalam diskusi kelautan dan perikanan di Kantor Kadin Indonesia, Jakarta, Kamis (5/1/2012).
Padahal, kata dia, potensi perikanan nasional luar biasa. Sektor ini, kata dia, pun dapat memberikan dampak yang sangat luas kepada masyarakat, salah satunya memberikan lapangan kerja yang sangat banyak. Oleh sebab itu, ia berharap sejumlah perubahan musti dilakukan.
Suryo mengatakan, impor tenaga ahli di bidang kelautan dan perikanan kalau perlu dilakukan sekalipun Indonesia sendiri sudah punya tenaga ahli. ”Impor saja tenaga ahlinya, kita pekerjakan dan membantu di sini, misalnya dalam pembangunan kapal-kapal perikanan, cara-cara menangkap ikan yang lebih modern, lalu mengenai budidaya perikanan di laut. Itu kan bisa dengan mendatangkan ahlinya, kita bisa belilah,” tambah Suryo.
Selain itu, perubahan di sektor ini bisa juga terjadi jika ada kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung. Misalnya saja dalam fiskal, kata dia, kebijakan pajak dan bea masuk yang mendukung. Suryo menyebutkan, kalau perlu, ada bebas bea masuk untuk peralatan yang ada kaitannya dengan sektor kelautan dan perikanan. ”Kalau perlu (bea masuk), dinolkan (nol persen) di dalam kita mengembangkan industri perikanan, industri perkapalan, industri yang berkaitan dengan sektor kelautan kita,” sebutnya.
Sementara itu, di sisi moneter, ia berharap suku bunga kredit perbankan bisa turun seiring dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang kini mencapai 6 persen dan inflasi yang rendah (3,79 persen). Ia berharap suku bunga perbankan bisa di angka satu digit, yakni 8 persen. Jika hal-hal ini dilakukan, ia pun yakin di dalam sisa pemerintahan sekarang ini ekspor perikanan bisa naik 100 persen dari ekspor perikanan yang sekarang. ”Kadin mendorong agar potensi kekayanan alam perikanan ini dimanfaatkan oleh sebanyak-banyaknya pengusaha lokal dan masyarakat kita,” tegas Suryo.
Editor : Erlangga Djumena




Bom Ikan
Kompas.com
http://www.kompas.com/
Tindak Tegas Nelayan yang Pakai Bom Ikan


Penulis : | Rabu, 5 Januari 2011 | 17:15 WIB

http://assets.kompas.com/data/photo/2010/12/15/1307462620X310.jpg
               SURYA/SUGIHARTOIlustrasi

PAMEKASAN, KOMPAS.com - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, meminta aparat kepolisian setempat menindak tegas oknum nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan cara melakukan pengeboman.
Kepala DKP Pamekasan Nurul Widiastutik, Rabu (5/1/2011) menjelaskan, pihaknya telah sering melakukan sosialisasi kepada para nelayan agar sistem penangkapan ikan yang mereka lakukan ramah lingkungan, namun tidak diindahkan.
"Oleh karenanya kami berharap para penangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak ini diberi sanksi," katanya.
Selain akan merugikan diri sendiri dari sisi kesehatan karena ikan yang dikonsumsi dengan cara dibom itu berbahaya, penangkapan ikan dengan menggunakan bom juga bisa merusak lingkungan, khususnya terumbu karang yang ada di laut.
"Jadi sebenarnya dalam jangka panjang ada banyak kerugian yang akan didapat oleh pelaku sendiri dan masyarakat nelayan lainnya," kata Nurul Widiastutik menjelaskan.
Di Pamekasan sistem penangkapan ikan dengan menggunakan bakan peledak atau bondet umumnya pada nelayam bagan.
Salah satunya seperti yang dilakukan Halili (45) warga Desa Kaduara Barat, Kecamatan Larangan, Pamekasan yang ditangkap petugas kepolisian dari jajaran Polres Pamekasan pada Senin lalu.
Halili ditangkap karena terbukti melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak atau bom ikan.
"Yang bersangkutan kami tangkap di sekitar pantai Talang Siring, Desa Montok, Kecamatan Larangan," kata Kasat Reskrim Polres Pamekasan, AKP Mohammad Nur Amin.
Selain menangkap pelaku, polisi juga mengamankan perahu milik nelayan setempat yang digunakan untuk mengangkut bahan peledak tersebut, serta menyita 4 kilogram bahan peledak, 22 bom ikan yang siap diledakkan, kabel 25 meter.
Sumber  : ANT
Editor     : Benny N Joewono
Tribun Kalteng

Jumlah Nelayan Perlu Dikurangi

TRIBUN KALTENG - KAMIS, 5 JANUARI 2012 | 13:33 WIB
5cb0d4015ae77022cc1e9e8e92cd0da0.jpg
Dok  ilustrasi

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA  - Jumlah nelayan di Indonesia yang mencapai 2,5 juta orang perlu dikurangi karena sudah tidak sebanding dengan sumber daya ikan yang terus menurun.
Hal itu terungkap dalam Roundtable Diskusi Kelautan dan Perikanan di Kamar Dagang dan Industri (KADIN), di Jakarta, Kamis (5/1/2012).
Ketua Masyarakat Aquakultur Indonesia Rokhmin Dahuri, mengemukakan, estimasi jumlah optimal nelayan tahun 2002 hanya berkisar 1,96 juta orang. Namun, jumlah nelayan saat itu mencapai 2,05 juta orang. Sementara itu, saat ini jumlah nelayan sudah mencapai 2,5 juta orang.
Jumlah nelayan sudah terlalu padat terutama di Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Makassar dan Laut Flores. Ia menambahkan, kepadatan nelayan dan kapal ikan kerap memicu kekurangan bahan bakar minyak (BBM) subsidi di sejumlah wilayah.
Guna mengantisipasi kekurangan pasokan BBM subsidi, maka skema bantuan BBM subsidi perlu dibenahi dan diberikan berdasarkan ikan yang didaratkan. "Pola pemberian BBM subsidi berdasarkan ikan yang didaratkan akan mengurangi praktik penjualan di tengah laut (transhipment), mengaktifkan kembali kegiatan pelabuhan, dan pendataan yang lebih rapih," ujarnya.

EDITOR : EDINAYANTI
SUMBER : KOMPAS.COM
          (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Ekonomi Makro
Jumat, 06 Januari 2012 | 05:11:54 WIB
Realisasi KUR Melebihi Target
Realisasi KUR Melebihi Target
dok
JAKARTA - Kementerian BUMN mencatatkan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) 28,621 triliun rupiah sepanjang 2011 mencapai atau 143,1 persen dari target. 
"Angka tersebut belum final mengingat data realisasi KUR dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan 13 bank pembangunan daerah (BPD) masih merupakan data per 23 Desember 2011," kata Deputi Kementerian BUMN Bidang Jasa Parikesit Suprapto dalam pesannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/1).

KUR BRI per 23 Desember 2011 mencapai 16,5 triliun rupiah atau 165,4 persen dari target, sementara realisasi KUR untuk 13 BPD pada periode yang sama adalah 3,57 triliun rupiah atau 129,8 persen dari target.

Adapun realisasi KUR Bank Mandiri 3,396 triliun rupiah atau 113,2 persen dari target, dan BNI mencapai 3,348 triliun rupiah atau 133,9 persen dari target. Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat penyaluran KUR 933,5 miliar rupiah atau 116,7 persen dari target, sementara Bank Bukopin menyalurkan 170,2 miliar rupiah atau 48,6 persen dari target. 
Adapun Bank Syariah Mandiri membukukan realisasi KUR 660,3 miliar rupiah atau 110,1 persen dari target. Dalam kesempatan terpisah, Pemimpin Divisi Usaha Kecil BNI Ayu Sari Wulandari mengatakan swasembada garam yang direncanakan terlaksana pada 2014 sulit direalisasikan jika pemerintah tidak memiliki skim khusus untuk industri perikanan dan kelautan, khususnya garam.

"Industri kelautan dan perikanan itu butuh Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus," kata Ayu.

Menurut Ayu, di lapangan, industri perikanan dan kelautan di Indonesia masih dalam skala kecil sehingga masih susah mendapat uluran perbankan. 
"Pada kenyataannya di lapangan masih dikuasai tengkulak. Kalau garam kan harus cepat dijual sehingga mereka menjual pada tengkulak. Dan merekalah yang menentukan harga, apalagi masalah cuaca." BNI, tambah Ayu, mengusulkan agar dana KUR digabungkan dengan dana subsidi agar struktur biaya KUR lebih rapi dan jelas. "KUR di perikanan dan kelautan perlu dibuatkan cost structure yang berbeda dari KUR lainnya," tambah Ayu. n bud/E-10

http://ekbis.rmol.co/icon/header-EKBIS.jpg
  http://www.rmol.co/

Kadin Minta Pemerintah Dukung Industri Kelautan dan Perikanan

Jum'at, 06 Januari 2012 , 08:19:00 WIB

http://www.rmol.co/images/berita/normal/628890_08203706012012_ikan.jpg
ILUSTRASI/IST
  
http://www.rmol.co/banner/thumb/407874-10365801092012@RMOL-I-love-Indonesia.jpg
RMOL.Kalangan pengusaha me­minta pemerintah terus mendu­kung perkembangan sektor ke­lautan dan perikanan. Menurut mereka, yang mendesak dibenahi pemerintah adalah terkait kebija­kan fiskal dan moneter, seperti penghapusan bea masuk dan pengurangan pajak.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto (SBS) menga­takan, seba­gai negara maritim, Indonesia memiliki potensi eko­nomi yang besar. Karena itu harus diubah struktur industri maritim dari hulu sampai hilir.
“Industri itu juga memiliki trickle down effect bagi masya­rakat seperti tenaga kerja dan lain­­nya,” ujarnya di Menara Ka­din Jakarta, kemarin.
Menurut SBS, sapaannya, Ka­din akan mendorong pemerintah memberikan keleluasaan bagi pengusaha yang bergerak di bi­dang maritim. Misalnya dengan mengurangi bea masuk bagi industri maritim.
“Kalau bisa dinolkan saja (bea masuk), misalnya bagi komponen kapal. Kalau itu di­gratiskan, eks­por ikan kita bisa naik 100 persen dalam 2,5 tahun ini,” ya­kinnya. Se­ruan SBS ini terkait ke­ce­ma­sannya melihat perkem­bangan industri maritim dan ke­lautan. Apalagi, saat ini pemerintah terus melakukan ­impor ikan.
Sebagai informasi, Kadin me­netapkan target pembangunan sektor pangan dan kelautan dari 2010-2020, seperti target perika­nan di 2011 sebesar 10,3 juta ton. Konsumsi ikan di 2011 sebesar 6,8 juta ton dan surplus produksi ikan sebesar 3,5 juta ton.
Wakil Ketua Umum Kadin Bi­dang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menambahkan, dua komoditas perikanan unggu­lan ditetapkan sebagai andalan ekspor Indonesia, yaitu tuna dan udang. Diharapkan dalam 20 tahun ke depan, komoditas itu da­pat ber­swasembada pangan yang kom­petitif dan berkelanjutan serta peningkatan daya saing produk pangan Indonesia di pasar dunia.
Tahun lalu, Indonesia menda­pat 1449,5  juta dolar AS (Rp 13,2 tri­liun) dari ekspor udang. Di­perkirakan pada 2014, ekspor udang bisa men­capai 6717,3 juta dolar AS (Rp 61,5 triliun). Se­dang­kan dari ekspor tuna, Indo­ne­sia mendapatkan 415,8 juta dolar AS (Rp 3,8 triliun). Target  sampai 2014 sebesar 1888,6 juta dolar AS (Rp 17,3 triliun).
Menurut Yugi, Kadin sebelum­nya juga menargetkan pemba­ngu­nan sektor pangan kelautan dan perikanan antara tahun 2010-2014. “ Hal ini terlihat dari target produksi pangan dan konsumsi ikan pada tahun 2011 yang men­­­ca­pai 6,8 juta ton. Ditambah lagi dengan sur­plus produksi ikan di 2011 sebesar 3,5 juta ton,” tan­dasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Kompas.com
http://www.kompas.com/
'Nafas' Negara Bahari Samar Terdengar

Penulis : | Jumat, 7 Januari 2011 | 16:25 WIB
|

http://assets.kompas.com/data/photo/2010/12/15/1307462620X310.jpg
SURYA/SUGIHARTOIlustrasi
Oleh Virna Puspa Setyorini
"Duduk di pantai tanah yang permai. Tempat gelombang pecah berderai. Berbuih putih di pasir terderai. Tampaklah pulau di lautan hijau. Gunung-gunung bagus rupanya. Dilingkari air mulia tampaknya. Tumpah darahku Indonesia namanya".
Penggalan puisi berjudul "Indonesia Tumpah Darahku" karya Muhammad Yamin itu menggambarkan Indonesia sebagai negara kepulauan, yang bersahabat dengan "tanah" yang terwakili oleh pantai, pulau, dan gunung, juga dengan "air" yang terwakili oleh gelombang, buih putih, dan lautan hijau.
Sebagai negara kepulauan terbesar, bahkan pujangga besar dari Tanah Minang ini semasa hidupnya sudah sangat paham, bahwa air di antara puluhan ribu pulau adalah "nyawa" bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jauh sebelum Deklarasi Djuanda, Yamin yang terlibat aktif dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di tahun 1945 telah berpendapat bahwa "Tanah Air Indonesia" ialah terutama daerah lautan yang mempunyai pantai yang panjang dari tanah yang terbagi atas beribu-ribu pulau, maka ajaran Hugi Grotius soal "laut merdeka" (mare liberum) yang diakui oleh segala bangsa ketika itu tidak tepat dilaksanakan.
Pria yang pernah menjadi Ketua Dewan Pengawas LKBN ANTARA di tahun 1961-1962 ini juga berpendapat, karena kepulauan Indonesia tidak saja berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, tetapi juga berbatasan dengan beberapa lautan dan beribu-ribu selat yang luas maupun yang sangat sempit di bagian selat dan lautan sebelah dalam wilayah Indonesia, maka dasar "laut merdeka" tidak dapat dijalankan.
Jika ajaran tersebut dijalankan akan sangat merendahkan kedaulatan negara dan merugikan kedudukan pelayaran, perdagangan laut, dan yang terpenting melemahkan pembelaan negara.
Oleh sebab itu, Yamin menegaskan dalam menentukan batasan negara, haruslah pula ditentukan daerah, air lautan manakah yang masuk lautan lepas. Tidak menimbulkan kerugian, jika bagian Samudea Hindia Belanda, Samudera Pasifik, dan Laut China Selatan diakui menjadi laut bebas, tempat aturan "laut merdeka".
Sementara itu, ia mengatakan untuk laut di sekeliling pantai pulau yang jaraknya beberapa kilometer (km) sejak air pasang-surut dan segala selat yang jaraknya kurang dari 12 km antara kedua garis pasang-surut dapat ditutup bagi pelayaran di bawah bendera negara asing, kecuali dengan izin atau perjanjian dengan Pemerintah Indonesia.
Pria berdarah Minang ini sadar betul kondisi geografis Indonesia yang unik. Lebih banyaknya wilayah laut dibanding darat menyadarkan pemerintah kala itu bahwa persoalan wilayah laut merupakan faktor penting bagi kedaulatan negara.
Barulah 12 tahun kemudian, tepatnya 13 Desember 1957, Mochtar Kusumaatmadja dan Chaerul Saleh yang tergabung dalam tim penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda mengkonsep deklarasi yang mengabarkan pada dunia bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dimana "segala perairan di sekeliling dan di antara pulau-pulau dinyatakan sebagai bagian yang integral dari wilayah Indonesia".
Tidak ada lagi laut bebas yang dapat dilalui oleh kapal-kapal asing dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan Deklarasi Djuanda menjadi konsep sebuah negara kepulauan yang ditetapkan menjadi bagian hukum internasional dan dicantumkan dalam "United Nations Convention on the Law of The Sea" (UNCLOS) pada 1982.
Kejayaan bahari Beberapa waktu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kegembiraannya bahwa perekonomian Indonesia terus tumbuh sehingga kini dunia hampir mensejajarkan posisi Indonesia dengan China dan India.
Ironis memang jika mendengar kata "hampir disejajarkan dengan China dan India", karena Indonesia sesungguhnya pernah menjadi mitra penting bagi kedua negara tersebut dalam hal berdagang. Indonesia jugalah yang bisa dikatakan telah membantu memperkenalkan peradaban China kepada dunia, mengantarkan sutra-sutra, mutiara, keramik terbaik China hingga Timur Tengah dan Benua Eropa.
Adalah Robert Dick Read melalui bukunya "Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika" yang memaparkan bukti-bukti arkeologi baru bahwa pelaut-pelaut Nusantara menjadi tumpuan pedagang China di abad ke-5 hingga ke-7 Masehi untuk mengantarkan barang-barangnya hingga ke Eropa. Tidak ada bangsa mana pun di bumi kala itu yang mampu membuat kapal-kapal tangguh yang mampu menerobos ganasnya ombak Samudera Hindia, kecuali pelaut bahari dari Nusantara.
China justru belajar dari Indonesia bagaimana membuat kapal yang mampu menaklukan samudera sebelum akhirnya Laksamana Cheng Ho mampu mencapai Benua Amerika 70 tahun sebelum Colombus.
Suku Bajo, Bugis, Makassar diperkirakan menjadi nakhoda sekaligus pencipta dari armada-armada laut Nusantara bahkan sebelum Kerajaan Sriwijaya berdiri. Kehebatan suku-suku laut ini dalam membuat sekaligus menahkodai kapal membuat Robert merasa yakin bahwa mereka berada dibalik kebesaran Sriwijaya.
Kehebatan kapal-kapal Indonesia juga diakui oleh Gubernur Portugis Alfonso de Albuquerque ketika pertama kali bertemu dengan "Jong", kapal generasi berikutnya dari kapal bercadik yang terpahat di relief Candi Borobudur.
Alfonso menggambarkan bahwa meriam terbesar yang ditembakan anak buah kapalnya hanya mampu menembus dua lapis kayu dari badan "Jong". Ini karena badan kapal milik pelaut Nusantara ini terbuat dari empat hingga enam lapis kayu pilihan.
Gubernur Portugis ini pun mengatakan baru dapat menaklukan "Jong" dengan mematahkan dua dayung yang terletak di kedua sisi kapal sehingga tidak dapat bergerak lagi. Namun demikian, para anak buah kapal Alfonso pun masih kesulitan menaiki "Jong" yang begitu tinggi sehingga membuat kapal Portugis tampak begitu kecil.
Kapal-kapal bercadik khas buatan pelaut Nusantara pula yang diketahui berhasil mendekati perairan Benua Afrika, menembus ganasnya ombak Samudera Hindia melewati Madagaskar dan meninggalkan jejak di "Benua Hitam" tersebut bahkan jauh sebelum Sriwijaya berdiri.
Bahkan di dalam buku Robert Dick Read juga menyebutkan bahwa jejak pelaut Indonesia kuno terendus pada masa kerajaan Mesir dikuasai Firaun dinasti ke-12, dimana "Punt" yang kemudian diketahui ternyata adalah cengkih yang hanya tumbuh di Maluku pada masa 1.700 Sebelum Masehi (SM) ditemukan ada dalam wadah di Efrat Tengah.   Laut dinomorduakan Setelah 500 tahun lebih pertemuan Gubernur Portugis dengan "Jong" berlalu, Indonesia yang telah dikenal dunia sebagai negara kepulauan terbesar dengan 17.480 pulau tersebar dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas hingga Rote, tampaknya mulai kehilangan sentuhannya sebagai negara bahari. Laut, selat, teluk, samudera yang mengelilingi pulau-pulau Nusantara tidak lagi diramaikan oleh kapal-kapal buatan tanah air.
Lebih parah lagi, negeri kepulauan yang dikelilingi air ini mulai kekurangan pelaut-pelaut handal setelah "azas cabottage" berjalan. Catatan "Indonesia National Ownership Association" (INSA), Indonesia membutuhkan 3.219 nahkoda dan kepala kamar mesin, sedangkan kebutuhan anak buah kapal mencapai 46.935 orang di tahun 2009.
Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dedy Sutisna menyebutkan bahwa 90 persen armada perikanan di tanah air saat ini adalah perahu-perahu kayu tak bermotor yang menghantarkan nelayan-nelayan tradisional mencari penghidupan ke tengah laut.
Kondisi nelayan-nelayan ini semakin memprihatinkan "tergerus" oleh pengusaha perikanan tangkap besar dan pencuri-pencuri ikan asing yang menggunakan kapal dengan bobot ratusan gross ton (GT). Tidak heran kemiskinan selalu membayangi para nelayan tradisional tersebut.
Kesengsaraan nelayan-nelayan kecil ini semakin lengkap manakala jatah solar "dipangkas" dan harganya dinaikan. Belum lagi ombak dan badai yang semakin ganas dengan waktu yang semakin tidak menentu karena terpengaruh oleh perubahan iklim membuat masa paceklik para nelayan bertambah panjang.
Ironisnya ikan-ikan yang dianggap tidak sepenting sektor migas, industri, pertanian, kehutanan, maupun perkebunan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi justru dicuri dan diolah oleh negara-negara tetangga sendiri. Parahnya lagi produk olahan yang berbahan baku ilegal dari laut Indonesia masuk sebagai produk impor.
Kondisi tersebut bagi kalangan kelautan dan perikanan di negeri ini merupakan buntut dari sikap pemimpin negeri yang selalu menomorduakan laut dalam membangun bangsa. Laut benar-benar "terkubur" sejak VOC mendesak mundur masyarakat pesisir yang kala itu berjaya menguasai peradaban, sehingga kini laut "dianggap tidak mampu" membawa bangsa Indonesia berjaya.
Pada medio tahun 2010 lalu, ekonom senior Dorodjatun Kuntjorojakti dalam kuliah umum "Tragedi Bangsa: Berpikir Daratan dalam Membangun Negara Kepulauan" di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan bahwa Indonesia harus kembali berpikir sebagai orang laut dalam membangun perekonomian negara.
Ia menyayangkan pemerintah yang sibuk membangun infrastruktur transportasi dengan paradigma daratan. Padahal Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih membutuhkan banyak pelabuhan dan feri sebagai sarana transportasi.
"Kita sibuk membuat jalan tol, padahal lebih mudah mengangkut mobil dari Jakarta ke Surabaya dengan feri. Bikin saja ’feeder road’ ke pelabuhan-pelabuhan di Indonesia," ujar Dorodjatun.
Pembangunan jembatan selat sunda menjadi semacam pembenaran bahwa makna laut sebagai pemersatu, laut yang merupakan ciri negara kepulauan, laut yang merupakan "rumah" bagi negara bahari telah hilang di hati bangsa Indonesia.
Mantan Menko Perekonomian ini justru lebih menyarankan agar pemerintah membangun feri-feri berkapasitas besar yang mampu mengangkut ribuan kendaraan menyebrangi Selat Sunda dan membangun sekolah-sekolah pelayaran. Secara ekonomi, membangun kapal-kapal besar dan membangun sekolah-sekolah pelayaran jauh lebih murah dibanding menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera dengan membangun jembatan.
Ia mengingatkan kembali bahwa laut Indonesia sangat penting bagi dunia. Dari sisi ekonomi, penemuan ladang gas gorgon dengan cadangan sebesar 40 triliun kaki kubik di Australia dan cadangan batubara negeri kanguru tersebut yang cukup besar diperkirakan akan membuat "migrasi" besar-besaran energi dari Benua Australia ke Asia, khususnya China, sehingga membutuhkan armada laut yang sangat besar.
Dari sisi keamanan, perairan Indonesia menjadi lokasi strategis sebagai lintasan bagi armada-armada tempur negara-negara maju. Jika di laut Indonesia lemah maka dikhawatirkan perairan Nusantara hanya akan menjadi "korban" dari senjata-senjata nuklir yang dibawa kapal-kapal selam asing yang bisa saja tidak terdeteksi keberadaannya saat melintas di perairan Indonesia.
Tidak ada yang bisa menjamin bahwa perang dunia ketiga tidak akan terjadi. Dan apa yang mungkin terjadi jika kapal-kapal perang berbahan bakar nuklir semacam kapal induk Amerika Serikat (AS) USS George Washington yang melintas di perairan Arafura?
Seperti yang pernah diungkapkan ahli hukum laut senior yang juga staf ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Hasyim Djalal, bahwa daratan dan laut Indonesia membutuhkan Djuanda baru guna menjaga kedaulatan. Lebih dari itu, Indonesia membutuhkan pelaut-pelaut Nusantara baru, Gajah Mada baru, Muhammad Yamin baru, Gus Dur baru untuk memastikan "nafas" negara bahari ini tidak pernah terhenti.
Sumber :ANT
Editor : Jodhi Yudono





Republika Online

www.republika.co.id/berita/


http://www.ppnsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=192:dana-bencana-dihapus-nelayan-makin-terpuruk-saat-musim-paceklik&catid=15:perikanan-a-kelautan&Itemid=108

Sabtu, 07 Januari 2012 00:00 | Ditulis oleh republika.co.id
http://www.ppnsi.org/images/stories/nelayab2.jpg
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Para nelayan di berbagai daerah merindukan kebijakan strategis dalam menghadapi musim paceklik melaut. Hal ini untuk mengantisipasi dampak buruk perekonomian nelayan di Indonesia akibat pengaruh cuaca ekstrim. Sejak kecenderungan cuaca sulit diprediksi, belum muncul kebijakan pemerintah (Kementrian Kelautan dan Perikanan) yang membuat nelayan mampu menghadapi musim sulit ini. Yang terjadi nelayan kian terpuruk akibat keterbatasan akses perekonomian mereka. 
Sekjen DPP Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI), Riyono Abdullah, mengungkapkan datangnya musim barat masih menjadi masalah utama para nelayan. Cuaca ekstrim dan gelombang tinggi terus menutup kesempatan nelayan untuk melaut.
Dulu, ujarnya, Kementrian Kelautan dan Perikanan --saat masih menjadi departemen-- mempunyai alokasi dana bencana. Alokasi semacam dana sosial ini siap digelontorkan guna mengatasi paceklik nelayan, akibat musim barat.
"Sejak dihapus pada tahun 2008, pemerintah tak memiliki anggaran lagi untuk membantu nelayan dalam menghadapi masa paceklik nelayan ini," ujar Riyono yang dikonfirmasi, Sabtu (7/1).
Penghapusan ini, lanjutnya, juga berdampak pada keuangan di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Sehingga bantuan kepada nelayan dalam menghadapi musim barat ini juga tidak berjalan di daerah.
PPNSI sendiri sudah mengusulkan agar kebijakan untuk mengantisipasi musim paceklik ini dilaksanakan kembali. Namun pemerintah belum mampu mewujudkan usulan ini menjadi satu kebijakan.






YOU ARE HERE:HOME JAWA TIMUR CUACA BURUK PERSULIT NELAYAN PENUHI KEBUTUHAN

Cuaca Buruk Persulit Nelayan Penuhi Kebutuhan

on January 9, 2012 in Jawa Timur, Pantura, Tuban | 0 Comment
http://jurnalberita.com/wp-content/uploads/2012/01/Para-Nelayan-yang-menambatkan-perahunya_1.jpg
Para Nelayan terpaksa menambatkan perahunya akibat ombak besar. (foto : jbc11)

TUBAN (jurnalberita.com) – Sebuah perahu milik Ngadi (40) warga Desa Kradenan Kecamatan Palang, tenggelam diterjang ombak besar, tak jauh dari desa setempat, Minggu (8/1/12) pagi kemarin.
Kejadian ini berawal ketika dia bersama anaknya hendak merapat usai berlayar. Sekitar 500 meter dari tepi pantai, ombak setingg 3 meter menghantam laju perahu hingga tenggelam. Beruntung kejadian ini tidak memakan korban, namun kerugian yang diderita Ngadi ditaksir mencapai Rp.20 juta. Semua peralatan yang ada di perahu sebagian tidak bisa diselamatkan.
Saat kejadian, rekan Ngadi sesama nelayan sempat melihat kejadian terebut dan berusaha menolongnya. Meski perahu berhasil ditarik berkat bantuan nelayan lainnya, namun peralatan mencari ikan atau melaut seperti jaring tak dapat diselamatkan. “Lebih baik menyelamatkan nyawa dari pada alat saya,” ungkapnya.
Kejadian ini membuat miris nelayan lainnya. Puluhan nelayan Kecamatan Palang lebih memilih menambatkan perahunya, karena selama tiga hari ini, ombak mencapai 3 meter. “Mulai tahun baru kemarin, ombak sudah mulai kelihatan besar,” jelas Suto, salah satu nelayan.
Diakui Suto, ombak besar yang menghantuinya sudah terjadi sejak akhir bulan Desember lalu. Namun karena faktor kebutuhan ekonomi, ia dan nelayan lainnya tetap memaksa berlayar demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. “Kalau tidak berlayar, terus mau makan apa?” tuturnya.
Suto dan nelayan lain berharap, pemerintah membantu mereka karena diprediksinya, cuaca buruk disertai ombak besar akan terjadi sepanjang bulan Januari. “Mungkin bisa sampai satu bulan mas,” imbuhnya.
Menurut para nelayan, ombak besar akan dirasakan dan terlihat bila sudah berada di jarak 500 meter dari tepi pantai. “Kalau sudah berjarak lebih dari 1 mill, makin kelihatan besarnya,” ujarnya.
Untuk mengisi kekosongan aktifitas dan mencari ikan di laut, para nelayan memilih memperbaiki perahunya sebagai persiapan berlayar bila kondisi cuaca sudah membaik. (jbc11/jbc2)
shareshareshareshare
foto
Petani Garam di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandang Haur, Pantura, Jawa Barat, Senin (22/8). Harga garam dipasaran mengalami penurunan dari Rp 700 per kilogram menjadi Rp 500 per kilogram. Penurunan harga dikarenakan impor garam dari India dan Australia. TEMPO/Subekti
SENIN, 09 JANUARI 2012 | 18:52 WIB

Pemerintah Genjot Swasembada Garam

TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah menargetkan swasembada garam konsumsi tahun ini. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sudirman Saad mengaku sudah memetakan produsen tambak. "Ada 28 ribu pemilik tambak garam yang akan terlibat dengan target 80 ton per hektar. Itu target makro," katanya.

Untuk menggenjot produksi garam, Kementerian Kelautan sudah mengalokasikan dana Rp 107 miliar. Swasembada garam akan berlangsung 40 kabupaten dengan sasaran lahan seluas 16 ribu hektar. “Kami menerapkan metodologi yang berbeda dibanding tahun lalu,” kata Sudirman. Pada 2011, kegiatan hanya berupa pemberdayaan. Namun tahun ini, pemerintah masuk di sektor pengolahan.

Ia menjelaskan pihaknya akan membantu industri pengolahan garam skala rakyat, sehingga akan ada unit-unit pengolahan yang khusus untuk kepentingan konsumsi rakyat.
Kementerian Kelautan sudah melakukan survei ke berbagai supermarket untuk mengumpulkan informasi harga garam. “Ternyata pasarnya masih terbuka. Harga rata-rata Rp 3.000 per 500 gram, berarti konsumen membayar garam konsumsi di supermarket Rp 6.000 per kilogram. Dengan ini, saya tetap yakin harga yang dipatok pemerintah Rp 750 per kilogram itu masih affordable untuk para pebisnis,” katanya. 
Berdasarkan laporan terakhir, produksi garam sebanyak 1,5 juta ton dari empat puluh kabupaten. Berbeda dengan laporan dari Kementerian Perindustrian yang memiliki angka laporan 1,1 juta ton. “Sampling mereka 15 kabupaten, kami 40. Masih rasional,” kata Sudirman.

MUHAMAD RIZKI

http://ekbis.rmol.co/icon/header-EKBIS.jpg
  http://www.rmol.co/

Bank Ngaku Sulit Kucurkan Kredit Ke Sektor Perikanan

Senin, 09 Januari 2012 , 08:55:00 WIB

http://www.rmol.co/images/berita/normal/493256_08533009012012_Perikanan.jpg
ILUSTRASI, SEKTOR PERIKANAN
  
http://www.rmol.co/banner/thumb/407874-10365801092012@RMOL-I-love-Indonesia.jpg
RMOL. Perbankan mengaku masih kesulitan menyalurkan kredit ke sektor perikanan. Selain rendah­nya kemampuan finansial, risiko di sektor tersebut cukup besar.
“Kami masih kesulitan me­nyalurkan kredit di sektor peri­kanan, terlebih risiko yang di­tang­gung cukup besar,” kata Kepala Divisi Usaha Kecil BNI Ayu Sari Wulandari dalam di­skusi dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengenai in­dustri pe­rikanan di Jakarta.
Untuk mengatasi hal itu, BNI mengusulkan kepada peme­rintah untuk membuat terobos­an baru. Caranya, dengan meng­ga­bung­kan subsidi dan pen­jaminan di sektor perikanan.
Selain itu, tambah dia, pe­me­rintah juga perlu membuat struktur biaya Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih rapi dan jelas. Mi­salnya, KUR di perikanan perlu di­bu­at­kan struk­tur biaya yang berbeda dari KUR sektor lainnya.
“Karena bank tidak bisa mem­buat struktur biaya untuk KUR, itu domain pemerintah,” jelas Ayu.
Ayu mengatakan, penyaluran kredit di sektor peri­kanan terha­dang tingkat risiko usaha yang relatif tinggi. Hambatan lain­nya, soal bahan baku untuk in­dustri pengolahan kurang ter­jamin. Terlebih, negara im­portir mem­perketat persyaratan pro­duk eks­por perikanan dari In­donesia, yang semakin me­nam­bah risiko bisnis.
BNI telah menawarkan solusi one village one product guna menjawab permasalahan terse­but. BNI berupaya me­ningkatkan produk unggulan di masing-masing daerah. 
“Melalui program ini kami ja­lin kemitraan dengan berbagai pihak. Mulai dari perusahaan inti, mitra plasma, hingga peme­rintah daerah,” kata Ayu.
Bank Indonesia (BI) mencatat pembiayaan di sektor perikanan memang masih relatif rendah. Menurut Gu­ber­nur BI Darmin Nasution, di­bu­tuhkan perumusan metode untuk meng­hitung risiko dari pem­biayaan.
“Dengan adanya informasi mengenai risiko di sektor peri­kanan, maka pembiayaan dapat lebih efisien. Jangan sampai ka­rena tidak tahu berhitung de­ngan benar, perbankan mem­bebankan risiko (bunga) yang besar terha­dap nelayan,” warning Darmin.
Hingga Oktober 2011 data BI menyebutkan, penyaluran kredit perbankan ke sektor perikanan baru mencapai Rp 4,9 triliun.
Untuk mening­katkan pembia­yaan sektor peri­kanan, lanjut Darmin, perlu akses yang lebih luas. Harus ada edu­kasi dari se­luruh pihak terkait kepada pelaku usaha perikanan termasuk ne­layan dalam me­ngelola kredit.
“Ke depan, diharapkan per­tum­buhan kredit ke sektor kelautan dan perikanan terus tumbuh, bersama dengan kredit di sektor lain. Pasalnya, potensi di sektor tersebut cukup luar biasa,” im­buh Darmin.  [Harian Rakyat Merdeka]

SELASA, 10 JANUARI 2012 | 15:29 WIB

50 Persen Terumbu Karang di Sulawesi Selatan Rusak  

TEMPO.CO, Makassar - Sebanyak 50 persen dari terumbu karang di perairan Laut Sulawesi Selatan rusak. Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Miftahuddin mengungkapkan, kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejumlah ahli. 

“Hal ini sangat membahayakan kelangsungan biota laut ke depan,” kata Miftahuddin, Selasa, 10 Januari 2012.

Miftahuddin mengugkapkan, ada banyak faktor yang mengakibatkan semakin tingginya tingkat kerusakan karang dari tahun ke tahun. 

Namun, yang paling besar memberikan kontribusi dalam tingkat kerusakan, menurut Miftahuddin, adalah ulah manusia yang kerap melakukan penangkapan ikan dengan melakukan pengeboman, pembiusan, dan penambangan untuk bahan bangunan. 

Di antara semua daerah di Sulsel, menurut Miftahuddin, kerusakan terparah dialami wilayah Makassar dan Pangkep. Di kedua daerah ini, terumbu karang hampir benar-benar punah. 

Terumbu karang adalah rumah bagi ikan-ikan untuk bertelur dan tumbuh hingga dewasa. Kepunahan tersebut dikhawatirkan akan membuat ikan-ikan di perairan Sulsel bermigrasi ke wilayah perairan lain. 

Sedangkan untuk pemulihan secara alami, terumbu karang membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya sampai mengalami pertumbuhan hanya beberapa sentimeter saja. 

Salah satu upaya yang dilakukan untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang adalah dengan memberikan penyadaran kepada nelayan akan pentingnya terumbu karang. 

“Kami memberi penyadaran agar nelayan tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara ilegal untuk mencegah semakin besarnya kerusakan,” kata Miftahuddin. 

Di samping itu, sosialisasi juga diberikan kepada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir agar turut menjaga kelestarian terumbu karang. 

Namun, hal ini dinilai kurang efektif sebab berdasarkan laporan yang masuk ke Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, dari tahun ke tahun tingkat pengeboman dan penangkapan dengan bius terus mengalami peningkatan. 

Apalagi, tahun ini tidak ada anggaran dari APBN yang dialokasikan untuk rehabilitasi. Menurut Miftahuddin, tahun ini anggaran yang dimiliki hanya bersumber dari APBD senilai Rp 300 juta. 

“Tahun lalu anggaran kami yang sebagian dari core map mencapai Rp 1,5 miliar,” katanya.

Kepala Seksi Pengawasan dan Penegakan Hukum Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Adhy Cahya Slamet menuturkan, dalam enam tahun terakhir, kasus pelanggaran dalam bentuk pengeboman ikan terus mengalami peningkatan. 

“Pertumbuhannya mencapai 38 persen setiap tahunnya,” jelas Adhy. Sejak tahun 2005 hingga 2011, kata dia, pihaknya menemukan kasus pengeboman sebanyak 53 kasus.

ANISWATI SYAHRIR

         (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Rabu, 11 Januari 2012 | 09:29:38 WIB
Sektor Kelautan
KKP Revitalisasi Tambak
KKP Revitalisasi Tambak
dok
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana merevitalisasi tambak tradisional, untuk mendukung pasokan bahan baku industri. Saat ini kapasitas industri hanya sebesar 50 persen, akibat keterbatasan bahan baku.
"Industri mengeluh karena kekurangan pasokan bahan baku, rata-rata kapasitas produksi mereka masih dibawah 50 persen. Jadi mereka masih mencari-cari bahan baku. Ini menjadi perhatian untuk bisa kita selesaikan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo sesuai Dialog Pakar Kadin di Jakarta, Selasa (10/1)
Solusi jangka pendek untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah akan mendorong kemitraan antara perusahaan (industri) dengan petambak. Jadi keduanya bekerjasama dan pemerintah akan bertugas memfasilitasi sekaligus memberikan insentif.
Saat ini, kata Cicip, di Pantai Utara Jawa saja ada 300 ribu hektare tambak, dari jumlah tersebut sebanyak 69 ribu hektare dalam posisi nganggur atau iddle, dan sisanya dikelola secara tradisional. Akibat kondisi tersebut, produksi dan produktvitas masih rendah dan dibawah target.
KKP, kata Cicip, sudah melakukan kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki infrastruktur dan meminta dukungan BUMN, agar program CSR-nya diarahkan untuk kepentingan nelayan dan petambak.
"Pemerintah memang ada dana KUR, jumlahnya mencapai 30 triliun rupiah, tetapi kita hanya mendapat jatah 1,5 persen atau sekitar 500 miliar saja. Dalam pertemuan dengan Menko Perekonomian dan perbankan kita sudah meminta dukungan agar nilainya bisa ditingkatkan," ungkapnya.
Jika nelayan dan petambak sulit mengakes pembiayaan, maka mereka akan selalu bergantung kepada tengkulak. Jika ketergantungan ke tengkulak tidak dipangkas maka akan sulit bagi nelayan dan petambak untuk meningkatkan produksi. Kedepan KKP berharap petambak dan nelayan tidak hanya jadi objek tetapi jadi subjek.

Perbaikan Fisik 
Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ketut Sugama mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan revitalisasi fisik tambak, teknologi dan kebijakan.
"Kalau revitalisasi fisik, anggaran kita masih terbatas. Jadi yang sekarang kita fokus ke teknologi melalui pendampingan penyuluh. Jadi kita kumpulkan peneliti untuk memberikan contoh proyek yang berhasil jadi nanti itu yang akan ditiru oleh petambak tradisional," ungkapnya.
Ketut berharap dengan pendampingan penyuluh diharapkan akan ada peningkatan produktivitas. Saat ini untuk revitalisasi fisik, pihaknya masih bergantung dengan Kementerian PU.aan/E-12
foto
Sisi lain Pulau Paraty (Pulau Esme, dalam film Twilight Saga : Breaking Dawn). (twifans.com)
RABU, 11 JANUARI 2012 | 12:30 WIB

Pulau Tabuhan Banyuwangi Ditawarkan ke Investor  


TEMPO.CO, Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tahun ini akan melelang Pulau Tabuhan di Desa Bansring, Kecamatan Wongsorejo. Lelang tersebut dipastikan akan diikuti oleh investor dari Maladewa. "Lelang akan segera kami buka," kata Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten Banyuwangi, Made Mahartha, Rabu, 11 Januari 2012.

Made menjelaskan lelang pengelolaan Pulau Tabuhan termasuk lelang badan usaha yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 22/2009 tentang Teknis Kerja Sama Daerah.
Pemenang lelang nantinya harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Batas waktu pengelolaan minimal selama 35 tahun," kata Made.

Pulau Tabuhan yang berada di perairan Selat Bali selama ini merupakan pulau kosong. Pulau seluas 5 hektare ini memiliki kekayaan keindahan alam di bawah laut.
Tahun 2010 lalu PT Safari International Resort dari Maladewa mengajukan proposal ke Pemkab Banyuwangi untuk mengelola Pulau Tabuhan menjadi wisata bahari. Perusahaan itu rencananya akan menyewa selama 30 tahun dengan nilai investasi Rp 100 miliar.
Pemerintah Pusat telah memberikan rekomendasi bahwa Pulau Tabuhan bisa dikelola untuk wisata. Namun Pemerintah Pusat mensyaratkan adanya mekanisme lelang untuk menjaring investor.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banyuwangi, Pudjo Hartanto, mengatakan sesuai dengan hasil studi kelayakan yang disusun Pemerintah Kabupaten, Pulau Tabuhan tergolong wilayah dalam pengendalian ketat. Sebab di pulau tersebut terdapat beberapa tanaman langka dan terumbu karang yang masih baik.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan, kata Pudjo, pengelolaan Pulau Tabuhan dibagi dalam tiga zona, yaitu zona wisata, zona konservasi, dan zona penangkapan ikan hias bagi nelayan.
Menurut dia, bangunan di Pulau Tabuhan tidak boleh permanen dan luas bangunan seluruhnya maksimal 30 persen dari daratan. "Jumlah pengunjung nantinya juga dibatasi," kata dia. 

IKA NINGTYAS

http://ekbis.rmol.co/icon/header-EKBIS.jpg
  http://www.rmol.co/

Menteri Cicip Tegaskan 17 Ton Ikan Impor di Indramayu Legal

Rabu, 11 Januari 2012 , 08:00:00 WIB

http://www.rmol.co/images/berita/normal/680919_08035411012012_ikan.jpg
ILUSTRASI, IKAN
  
http://www.rmol.co/banner/thumb/407874-10365801092012@RMOL-I-love-Indonesia.jpg
RMOL.Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantah tudingan adanya puluhan ikan impor ilegal yang di­simpan di gudang pendingin di In­dramayu, Jawa Barat. Kementerian ini berjanji terus memperketat dan me­ngontrol masuknya ikan-ikan impor agar sesuai dengan perizinannya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sha­rif Cicip Sutardjo menegaskan hal itu menanggapi pemberitaan soal dugaan merembesnya ikan impor di gudang pendingin di Indramayu, Jawa Barat.
Cicip menjelaskan, ikan yang masuk di gudang Indramayu, Jawa Barat, berisi ikan-ikan jenis tongkol dan la­yang merupakan hasil penangkapan kawasan timur Indonesia, dan dijual oleh pedagang dari Muncar, Ba­nyu­wangi, Jawa Timur.
Diakui, memang ada ikan jenis salem yang diimpor dari China, tapi itu proses impornya legal dan digunakan untuk memenuhi industri pemindangan di kawasan tersebut. Cicip menegaskan, impor ikan salem tersebut sesuai per­izinan. “Jadi tidak ada ikan impor ilegal di gudang Indramayu. Lagi pula ikan-ikan itu diperuntukkan bagi pengusaha pindang yang mayoritas UMKM. Kita harus melindungi me­reka, karena pondasi utama ekonomi Indonesia adalah UMKM itu,” tandas Ci­cip di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya,  Him­pu­nan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mem­pertanyakan gudang pen­dingin pemerintah yang menjadi tempat pe­nam­pungan ikan impor. Di Indramayu, Jawa Barat, ikan impor mengalir ma­suk ke gudang pendingin (cold storage) Ka­rang­song, Indramayu, milik Pemerintah Provinsi Ja­wa Barat. Ikan impor itu berjenis kembung, la­yang, tengiri, dan tong­kol. Ikan impor asal China itu di­in­dikasikan masuk ke gudang pe­nyim­panan sejak bulan Juni 2011 dengan volume rata-rata 17 ton per bulan. (Rak­yat Merdeka, 10/1)          
Cicip menekankan, pemerintah ber­komitmen untuk melindungi ne­layan, dan juga pengusaha di sektor per­ikanan, terutama pengusaha UMKM yang jum­lahnya ribuan dan menyerap pu­luhan ribu tenaga kerja.
Sebagai bukti bahwa KKP beru­paya untuk mengontrol peredaran im­por ikan, KKP telah menindak tegas pe­nyim­­pangan izin im­por ikan dengan men­cabut izin sejumlah peru­sa­haan yang diduga me­nyalah­gunakan izin impor ikan. Salah satu­nya  mencabut izin pe­ma­sukan hasil per­ikanan atas nama PT KMC Indonesia setelah ins­peksi mendadak tim KKP ke Pelabuhan Mu­ara Angke, Jakarta Uta­ra, pada Desember lalu.
Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pema­saran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) meragukan te­muan 17 ton ikan yang diduga impor dari China. Ikan itu ditemukan di Gu­dang pendingin milik Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten In­dra­may­u.
“Sering ditemukan peng­usaha meng­gunakan kardus bekas ikan impor China, digunakan lagi untuk mengisi ikan-ikan tangkapan dalam negeri,” ujar Ketua AP5I Thomas Dhar­mawan di Jakarta, kemarin. [Harian Rakyat Merdeka]


foto
Petugas membersihkan patung dewa dewi di Wihara Dharma Bhakti (Wihara Petak Sembilan), Jakarta, Senin (16/1). Menyambut Imlek yang jatuh tanggal 23 Januari 2012, petugas melaksanakan tradisi bersih-bersih Wihara. Sekitar 20 patung dibersihkan atau dimandikan, termasuk meja altar dan lemari-lemari tempat patung diletakkan atau dipajang. TEMPO/Subekti. 20120116.
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 17:58 WIB

Tak Semua Ikan Impor Ditolak

TEMPO.CO, Jakarta - Ternyata tak semua ikan impor ditolak oleh pengusaha. Salah satunya, industri pengusaha pemindangan yang kekurangan bahan baku akibat musim panceklik yang diperkirakan berlangsung selama Januari-Mei tahun ini. 

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pindang Ikan Indonesia Barqil Falah menyatakan ikan salmon yang sering kali diimpor perusahaan anggota asosiasinya itu. 
“Permintaan pindang salmon di Indonesia sangat besar," ujar Barqil, Senin, 16 Januari 2012.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, mengatakan sudah ada kesepakatan mengenai impor ikan antara DPR dengan Kementerian Kelautan. Jenis ikan yang boleh diimpor adalah ikan-ikan spesifik yang tidak bisa ditangkap di Indonesia, namun permintaan cukup tinggi, dan ikan yang akan digunakan untuk industri pengolahan. 
Karena itu, ia menilai janggal bila ada ditemukan ikan yang dilarang diimpor sampai ditemukan di dalam negeri. Pemerintah juga mendasarkan pada aturan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.15 tahun 2011 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Ikan Impor.

Sementara itu, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 173 triliun untuk membangun infrastruktur di Indonesia bagian timur agar industrialisasi perikanan bisa lebih optimal. "Ini dilakukan untuk mengatasi jurang antara produsen tangkapan dengan industri pengolahan," kata Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kesenjangan antara produsen tangkapan dengan industri pengolahan terlihat dari banyaknya hasil tangkapan terbanyak di Nusa Tenggara dan daerah sekitarnya di Indonesia timur. Sementara industri pengolahan banyak berada di Sumatera dan Jawa. 

GADI MAKITAN
       
          (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Daerah
Senin, 16 Januari 2012 | 06:25:40 WIB
Mitigasi Bencana I Alat Peringatan Tsunami Dikhawatirkan Rusak
48 Desa Pesisir Siaga Tsunami
48 Desa Pesisir Siaga Tsunami
IST
PACITAN - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mengembangkan 48 kawasan pantai rawan bencana tsunami di seluruh Indonesia menjadi Desa Pesisir Tangguh. Langkah ini menciptakan desa yang siaga dan siap menghadapi gempa dan tsunami.
"Pengembangan program desa pesisir tangguh ini diprioritaskan di daerah-daerah yang dinilai rawan bencana, khususnya gempa dan tsunami," kata Direktur Pesisir dan Kelautan KKP Soebandono Diposaptono di Pacitan, Minggu, (15/1).
Penilaian atau evaluasi atas desa-desa di kawasan pesisir pantai yang dinyatakan sebagai daerah berkategori rawan bencana gempa dan tsunami itu sendiri telah dilakukan selama kurun tahun 2011. Hasilnya, 48 desa ditetapkan untuk dijadikan percontohan program Desa Pesisir Tangguh. 
"Ke-48 desa itu tersebar di berbagai provinsi, mulai dari Jatim, Yogyakarta, Banten, dan beberapa daerah di Pulau Sumatra. Saya tidak hafal jika diminta menyebut nama daerahnya satu per satu, yang pasti desa-desa itu berada di 16 kabupaten/kota," urainya.
Soebandono menjelaskan penunjukan atau penetapan Desa Pesisir Tangguh sengaja dikonsentrasikan di kawasan pesisir yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Perairan yang berada di antara lempeng benua Eurasia dan Indo Australia itu dikenal rawan gempa bumi serta tsunami karena fenomena tumbukan yang terjadi antarbatuan kerak bumi tersebut.

Soebandono menambahkan ada lima hal dalam program Desa Pesisir Tangguh yang akan mereka laksanakan, yakni bina manusia, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana. Untuk siaga bencana, lanjut dia, diharapkan di tingkat-tingkat desa segera dibentuk tim sehingga kesiapsiagaan ketika menghadapi bencana telah matang. 
Selain menggelar program Desa Pesisir Tangguh, KKP juga terus mengembangkan kawasan hutan pantai. Tujuannya hampir sama, yaitu melindungi wilayah permukiman ketika terjadi gelombang tsunami. Sementara itu, Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Klimatologi Kelas II Pulau Baai BMKG Provinsi Bengkulu Sudiyanto mengatakan Kota Bengkulu membutuhkan minimal sepuluh unit menara pemantau peringatan dini tsunami karena daerah ini sebagian besar penduduknya berada di kawasan pantai. 
Tower pemantau tsunami di Kota Bengkulu, hingga saat ini, baru ada dua unit. yaitu terletak di kantor gubernur dan sport centre Pantai Panjang, "Idealnya untuk menjangkau seluruh Kota Bengkulu dibutuhkan sepuluh unit karena wilayah pesisir Kota Bengkulu banyak ditempati permukiman penduduk, antara lain Kelurahan Lempuing dan Pasar Bengkulu," katanya.
Ia mengatakan selain kesiapan menara peringatan dini tsunami, juga kesiapsiagaan masyarakat harus terus ditingkatkan di setiap kelurahan, terutama daerah yang berbatasan langsung dengan pesisir pantai. Menyinggung kondisi peralatan peringatan dini yang dibagikan ke beberapa kelurahan oleh Pemprov Bengkulu, beberapa tahun lalu, ia mengatakan tetap dipantau keberadaaan dan lokasi penempatan alat tersebut. 
Seorang warga Sumur Melele, Haryanto, mengatakan hingga saat ini warga tidak mengetahui keberadaan peralatan peringatan tsunami tersebut, padahal informasinya pernah dibagikan pemerintah daerah, antara lain genset, sirine, dan lampu emergency. "Saya tidak pernah lihat lagi di mana peralatan itu, jangan-jangan sudah rusak karena jarang dipakai," katanya.
Dengan demikian, seluruh masyarakat dapat lebih tanggap, tidak hanya pada saat ada bencana, tapi pada penyiapan pengetahuan dan informasi tentang kesiapsiagaan. "Dulu pernah ada sosialisasi ke sekolahsekolah, tapi sekarang sudah lama tidak dilakukan lagi," ujarnya. Ant/P-5
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 11:42 WIB
 TEMPO.CO
 TEMPO.CO - Bisnis

Dana Infrastruktur Perikanan Capai Rp 173 Triliun

foto
TEMPO/NURDIANSAH
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 11:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 173 triliun untuk membangun infrastruktur di Indonesia timur dalam rangka program industrialisasi perikanan di Indonesia. "Ini dilakukan untuk mengatasi jurang antara produsen tangkapan dan industri pengolahan," kata Sharif Cicip Hidayat, Menteri Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, 16 Januari 2012.

Menurutnya, terdapat kesenjangan antara produsen tangkapan dan industri pengolahan. "Hasil tangkapan yang paling banyak ada di Nusa Tenggara dan daerah sekitarnya di Indonesia timur, sementara industri pengolahan banyak berada di Sumatera dan Jawa," katanya seusai memberikan pidato pada Seminar Pemetaan Logistik dan Distribusi Solusi Menuju Industrialisasi Perikanan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Oleh karena itu, menurutnya, infrastruktur di daerah timur perlu disiapkan dalam rangka membangun industri pengolahan ikan di daerah-daerah tersebut. "Bisa berupa jalan tol dan apa pun yang mendukung," ujarnya.

Saat ini Sharif menginformasikan bahwa di Bitung telah ada kawasan industri pengolahan yang cukup besar. "Kegiatan pengolahan sudah berjalan. Industri di sana sudah hidup," katanya. Di daerah lain, Ambon misalnya, Sharif mengatakan pemerintah masih melakukan studi.
Hal utama lainnya yang akan diatasi, ia menambahkan, adalah masalah gudang penyimpanan. Ia berujar, "Di timur banyak ikan, tapi mereka tidak memiliki cold storage."
Selain membangun infrastruktur, Sharif menambahkan, pemerintah bersama pemangku kepentingan yang lain telah menyiapkan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) untuk membenahi masalah distribusi produk perikanan ini. "Kami juga telah memfasilitasi proses distribusi ikan dari Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, ke Jakarta," katanya.

GADI MAKITAN
 TEMPO.CO
 TEMPO.CO - Bisnis

foto
Pekerja mengolah bahan baku pindang ikan tongkol di Desa Ciganitri, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. TEMPO/Prima Mulia
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 11:32 WIB

Indonesia Kekurangan Ikan Pindang

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia diperkirakan mengalami kekurangan bahan baku ikan pindang nasional sebesar 81.405 ton per bulan. Angka itu berarti 51,57 persen dari total kebutuhan ikan pindang nasional. Kebutuhan bahan baku pindang mencapai 5.261,28 ton per hari.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pindang Ikan Indonesia (APPikanDO) menjelaskan jumlah pemindang ikan di Indonesia mencapai 65.766 kepala keluarga. "Setiap kepala keluarga tersebut rata-rata memproduksi pindang ikan 80 kilogram per hari," ujar dia menjelaskan saat seminar nasional Pemetaan Logistik dan Distribusi Solusi Menuju Industrialisasi Hasil perikanan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin, 16 Januari 2012.

Penyebab kekurangan ini, menurut Barqil, adalah hasil produksi tangkap nasional untuk jenis ikan pindang yang kurang. "Hasil produksi tangkap nasional untuk jenis ikan pindang hanya 76.434 ton per bulan," katanya.

GADI MAKITAN


Kompas.com
http://www.kompas.com/
Izin Perikanan Tangkap Diskriminatif

Penulis : Hamzirwan | Senin, 17 Januari 2011 | 20:24 WIB
http://assets.kompas.com/data/photo/2011/01/17/2021055620X310.jpg
SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIANelayan memindahkan ikan tuna dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo, Banda Aceh, Rabu (14/7/2010).

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan pengusaha perikanan mengklaim pemerintah tidak adil memperlakukan pengusaha lokal dalam memberikan perizinan tangkap. Mereka menilai pemerintah lebih memihak investor asing yang memiliki sarana dan prasarana lebih lengkap dari pengusaha lokal.
Hal ini mengemuka dalam jumpa pers Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Yugi Prayanto dan pengurus Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia di Jakarta, Senin (17/1/2011). Para pengusaha meminta pemerintah menyingkat proses perizinan dan menghapus retribusi yang tumpang tindih di daerah.
"Secara angka, di atas 50 persen biaya perizinannya. Terus, Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat komunikatif dengan saya dan sekarang jauh lebih baik, antusiasme Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (membantu pengusaha). Tetapi sekarang kami ingin lihat implementasi," kata Yugi.
Pengusaha meminta pemerintah konsisten menyusun regulasi bidang perikanan dan kelautan, antara lain, meninjau klasifikasi ukuran kapal dalam perizinan sampai standar acuan penanganan kasus perikanan agar kapal dan peralatan tidak rusak. Persoalan lain yang sangat mengganggu adalah retribusi yang tidak jelas tujuannya.
Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Eksplorasi Sumber Daya Kelautan dan Maritim Kadin Indonesia, Rikardy Tito, retribusi sangat memengaruhi pengusaha. Dia mencontohkan, pasar ikan di DKI Jakarta yang memungut retribusi untuk ikan tuna.
"Kami mendorong program industri perikanan terpadu yang hasilnya diharapkan akan memangkas pungutan yang ada. Menurut data akumulasi dari pemerintah, kita mengalami kerugian 1,2 miliar dollar AS," ujarnya.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, utilitas UPI tahun 2010 hanya 57 persen dari kapasitas terpasang. Saat ini terdapat 504 UPI. Adapun jumlah kapal berbobot mati di atas 30 ton yang berizin 4.000 unit.
Dengan kapasitas produksi UPI 100 ton, diperlukan bahan baku 50.400 ton ikan. Adapun kapasitas palka kapal ikan berbobot mati di atas 30 ton rata-rata 30 ton sehingga 4.000 kapal dapat menangkap 120.000 ton ikan.
Wakil Ketua Komite Tetap Industri Akuakultur Kadin Indonesia, Benny Laos mengungkapkan, proses perizinan di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dulu sangat panjang sekarang sudah berubah.
"Tetapi di sini masih ada diskriminasi terhadap peneluaran perizinan. Salah satu contoh, termasuk izin perikanan tangkap. Itu masih banyak dominasi asing. Kadin ke depan akan mendobrak ini supaya ada aturan main yang lebih gampang sehingga pengusaha lokal itu bisa masuk di izin tangkap," ujarnya.
Kondisi ini membuat pengusaha perikanan Indonesia terbatas mengusahakan bisnis pendingin dari tangkapan lokal. Tidak seperti kapal tangkap berbendera Indonesia yang sebenarnya milik investor asing yang bisa menangkap lebih banyak jenis ikan.
Kadin Indonesia akan mendobrak masalah ini. Pengusaha berharap, pemerintah tetap memerhatikan dunia usaha lokal.
Berkait proses perizinan yang diminta Kadin Indonesia untuk disingkat, Benny menolak menjelaskan seberapa panjang prosedur yang harus ditempuh. Menurutnya, hal tersebut menjadi domain Komisi Pemberantasan Korupsi karena domain yang sangat terlalu spesifik teknis dan menyangkut regulasi yang sudah terjadi di Indonesia yang terlalu kompleks.
"Tetapi saya lebih mengarah kepada detailnya langsung. Implementasi. Karena bagi pengusaha itu bukan seberapa besar biaya yang keluar, tetapi bagi pengusaha kita ini yang lebih kita tuntut adalah bagaimana kepastian perizinan dalam implementasi yang pasti. Karena kendala terbesar di kita adalah perizinan keluar tetapi back up pemerintah itu nggak ada. Jadi kalau bagi pengusaha, tidak terlalu takut berapa banyak uang yang keluar. Tetapi yang takut itu tidak ada pemasukan," papar Benny.

Editor : I Made Asdhiana
Tribun Kalteng

Ketua Insan Minta DKP Memantau Kasus Penembakan Nelayan

TRIBUN KALTENG - SELASA, 17 JANUARI 2012 | 14:36 WIB
850efa660255a83631ac70875cbfcf391.jpg
Dok ilustrasi

TRIBUNKALTENG.COM, KOTABARU - Ketua Ikatan Nelayan Saijaan (Insan) Kotabaru Arbani, mendatangi kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Selasa (17/1), sebagai bentuk solidaritas terhadap sesama nelayan.

Arbani meminta DKP memantau perkembangan kasus penembakan dua orang nelayan oleh dua oknum Brimob Kelapa II, Jakarta beberapa waktu lalu.

"DKP harus menjalankan fungsi sebagai bapak nelayan dan melakukan advokasi terhadap kasus ini. Kita khawatir kalau kasus ini direkasaya," ucap Arbani.

Menurut Arbani, perlunya campur tangan pemerintah daerah, khususnya DKP, karena kasus tersebut menewaskan salah satu nelayan akibat  muntahan peluru dari senjata oknum brimob  tersebut.
"DKP berjanji akan berkoordinasi dengan DKP provinsi melakukan pemantauan terhadap proses pengusutan kasusnya," katanya.

PENULIS : HERLIANSYAH
EDITOR : EDINAYANTI
AntaraAntara – Rab, 18 Jan 2012
Menteri Kelautan: Industrialisasi Perikanan Berorientasi kepada Pasar
Menteri Kelautan: Industrialisasi Perikanan Berorientasi kepada Pasar

Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Cicip Sharif Sutardjo, mengatakan, konsep industrialisasi perikanan yang diusung oleh pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah yang berorientasi kepada pasar. 
"Industrialisasi kelautan dan perikanan akan dilaksanakan melalui pengembangan komoditas unggulan dan produk-produk bernilai tambah berorientasi pasar," kata Sharif Cicip Sutardjo saat membuka seminar Outlook Perikanan 2012 bertajuk "Industrialisasi Perikanan Budidaya Berkelanjutan" di Jakarta, Rabu. 

Oleh karena itu, menurut Sharif, pelaksanaan program industrialisasi perikanan dimulai dari asesmen jenis dan kapasitas industri yang dapat dikembangkan berdasarkan analisis potensi dan tren pasar. 
Selain itu, lanjutnya, pihak KKP juga akan mengukur beragam kekuatan yang dimiliki oleh sejumlah produk perikanan nasional terhadap produk yang didatangkan dari negara-negara pesaing. 
Ia juga menuturkan, sektor hulu kelautan dan perikanan akan dikembangkan sesuai dengan perhitungan pertumbuhan industri pengolahan dengan cara menggerakan semua potensi, mulai dari produksi bahan baku skala kecil sampai dengan skala besar. 
"Dalam upaya meningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berupaya untuk meningkatkan produksi perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya," kata Sharif. 

Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan, upaya peningkatan produksi perikanan itu akan ditempuh sejalan dengan upaya industrialisasi perikanan yang memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha. 
Industrialisasi perikanan tersebut, ujar dia, dilakukan dengan membenahi sektor hulu hingga hilir, diantaranya melalui peningkatan kualitas SDM atau modernisasi nelayan dan pembudidaya. 
"Dengan industrialisasi ini diharapkan mampu menciptakan mata rantai industri perikanan nasional yang kuat dan berdaya saing," katanya. 

Sebelumnya, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, Victor Nikijuluw, menyebutkan, dalam upaya mendukung industrialisasi perikanan, KKP memprioritaskan peningkatan daya saing dan nilai tambah melalui program peningkatan "supply chain and value chain management" dengan empat strategi. 

Victor memaparkan, empat strategi tersebut adalah meningkatkan produksi perikanan tangkap melalui berbagai program seperti pengadaan kapal bantuan untuk para nelayan, meningkatkan produksi perikanan budidaya, meningkatkan produksi produk olahan bernilai tambah tinggi melalui peningkatan kapasitas UKM dan industrialisasi pengolahan, serta mengembangkan industri pendukung serta industri terkait lainnya.

          (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Ekonomi Makro
Kamis, 19 Januari 2012 | 01:05:29 WIB
Sektor Kelautan I Perlunya Membangun Jaringan dari Hulu ke Hilir
Ciptakan Industrialisasi Perikanan
Ciptakan Industrialisasi Perikanan
KORAN JAKARTA
Sepertinya tidak mudah bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mewujudkan program industrialisasi perikanan nasional. Persoalan yang mendasarkan untuk mencapai tataran industrialisasi dibutuhkan perangkat konektivitas dari sisi hulu industri hingga hilir. Hal ini terungkap dalam dalam seminar industrialisasi perikanan, baru-baru ini di Jakarta.
Menurut Ketua Tim Percepatan Pulau-pulau Kecil Rokhmin Dahuri (mantan Menteri KKP), hal yang krusial dalam industrialisasi perikanan yakni perlunya link and match antara hasil tangkapan maupun budi daya, kesiapan logistik, hingga pengolahan. Rokhmin mengatakan nelayan tidak mungkin menangkap ikan setiap hari secara terus- menerus, ada masa jeda, jadi perlu ketersediaan cold storage. 
Ketika cold storage tersedia, maka saat terjadi puncak tangkapan nelayan, dan nelayan tidak mendapatkan harga yang pantas, maka cold storage menjadi kunci. "Jadi dengan dukungan teknologi pascapanen (cold storage), nelayan bisa menjaga harga lebih ekonomis. Jadi yang perlu dimainkan untuk mendukung industrialisasi itu perbaikan hulu, mulai dari perikanan tangkap dengan dukungan sistim logistik," ungkapnya. 
Menurut Rokhmin, kebijakan industrialisasi yang berkelanjutan diperlukan untuk mendorong competitive advantage sektor perikanan Indonesia dalam era globalisasi. Karenanya, saat ini, KKP jangan hanya terpaku pada sektor penangkapan dan budi daya, tetapi menuju industrialisasi. Selama ini, pelaku industri terlena dengan persoalan tangkap dan budi daya, padahal sudah saatnya melakukan penguasaan dan penerapan teknologi. 
"Jadi ide Pak Cicip (MKP) itu penerapan sains dan teknologi (industri) untuk menjadikan produksi bernilai dan kompetitif. Memang benchmarking negara maju itu industrialisasi dan penguasaan teknologi," ungkapnya. 
Untuk menuju industrialisasi juga butuh dukungan sinergi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku usaha perikanan dari hulu ke hilir. Sistem pendataan, logistik, dan transportasi juga perlu dibenahi. 

Moderenisasi Peralatan 
Guna mendorong terwujudnya industrialisasi perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo memilih melakukannya dengan membenahi sektor hulu-hilir, pembenahan SDM, dan modernisasi peralatan. 
"Kami juga memperhatikan bahan baku ikan untuk industri, yang tersebar di Jawa dan Sumatra, dan bahan baku di wilayah timur. Maka, KKP membentuk SLIN (sistim logistik ikan nasional). Upaya ini untuk menjamin kontinuitas bahan baku dan menekan harga," urainya. 
Solusi jangka pendek, lanjut Menteri Kelautan dan Perikanan ini, untuk mengatasi persoalan pasokan bahan baku pemerintah akan mendorong kemitraan antara perusahaan (industri) dengan petambak. Jadi, keduanya bekerja sama dan pemerintah akan bertugas memfasilitasi sekaligus memberikan insentif. 
Akibat keterbatasan bahan baku, saat ini di Pantai Utara Jawa saja ada 300.000 hektare tambak, dari jumlah tersebut sebanyak 69.000 hektare dalam posisi menganggur atau iddle, dan sisanya dikelola secara tradisional.
Akibat kondisi tersebut, produksi dan produktvitas masih rendah dan di bawah target. Dalam programnya KKP tercatat sudah membuat rencana kerja dalam rangka SLIN karena ketersediaan bahan baku merupakan suatu keniscayaan dalam industrialisasi. Selain itu, industrialisasi tidak akan berjalan tanpa kontinuitas bahan baku.
Industrialisasi adalah ketersediaan dan produksi ikan, tidak hanya untuk industri, tetapi juga dimanfaatkan langsung untuk konsumsi. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menambahkan secara faktual 22 persen ikan diolah, hanya empat persen yang diolah secara modern, dan sebagian besar ikan dikonsumsi tanpa melalui pengolahan maupun proses industrialisasi. 
"Bagaimana mau dikembangkan jika kapasitas produksi hanya 40-60 persen. Jadi kalau bahan baku belum dipenuhi, maka visi industrialisasi akan mubazir," tuturnya. aan/E-12
TEMPO.CO

foto
TEMPO/Pruwanto
KAMIS, 19 JANUARI 2012 | 15:51 WIB

Terumbu Karang di Pesisir Utara Jawa Timur Rusak Parah  

TEMPO.CO, Malang - Kepala Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Eriyanto, menyatakan terumbu karang di kawasan pesisir utara Jawa Timur rusak parah akibat pencemaran limbah industri. ”Banyak industri yang membuang limbah secara langsung ke laut tanpa diolah terlebih dahulu,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam lokakarya perairan di Universitas Brawijaya, Kamis, 19 Januari 2012.

Dari sisi urutan penyebab kerusakan terumbu karang di pesisir utara Jawa Timur, tutur Eriyanto, sebanyak 64 persen akibat eksploitasi berlebihan. Selebihnya karena pencemaran, sedimentasi, dan reklamasi pantai.
Saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus merehabilitasi ekosistem terumbu karang melalui program transplantasi terumbu karang. Caranya dengan menanam atau mencangkok terumbu karang. Selain itu memasang terumbu karang buatan. Hasil penangkaran kemudian dilepasliarkan ke laut agar tumbuh menjadi terumbu karang. "Dibutuhkan waktu lama untuk memulihkan terumbu karang," ujar Eriyanto.

Menurut Eriyanto, kondisi terumbu karang yang cukup bagus berada di kawasan konservasi laut di kepulauan Sumenep. Untuk melestarikan terumbu karang di kawasan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan pemerintah Prancis.
Penyelamatan terumbu karang penting dilakukan karena selain berfungsi sebagai habitat ikan laut juga berpotensi menjadi obyek wisata bawah laut. "Terumbu karang di Sumenep tak kalah indahnya dengan yang ada di Bunaken ataupun di Australia," tutur Eriyanto.
Kepala Subdirektorat Jejaring Data dan Informasi Konservasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahsanal Kakasiah, yang juga menjadi pembicara dalam acara tersebut, menjelaskan 42 persen terumbu karang di seluruh Nusantara rusak berat. Sedangkan terumbu karang yang kondisinya bagus sekitar 23 persen, dan hanya enam persen yang kondisinya sangat bagus. "Solusi penyelamatannya dengan cara transplantasi dan terumbu karang buatan," katnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini terus memperluas wilayah konservasi terumbu karang dari 8,3 juta hektare menjadi 10 juta hektare. Jika kondisi terumbu karang kembali pulih, sektor perikanan juga akan pulih. Potensi perdagangan ikan karang hidup mencapai US$ 1 miliar.

EKO WIDIANTO
         
           (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Kamis, 19 Januari 2012 | 09:52:38 WIB
Sektor Perikanan
KKP Batalkan Program Subsidi Pakan Budi Daya
KKP Batalkan Program Subsidi Pakan Budi Daya
dok
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membatalkan pemberian subsidi pakan, bagi pembudidaya ikan. Padahal pada akhir tahun 2011, KKP menjanjikan pemberian subsidi melalui dana public service obligation (PSO) yang akan digulirkan tahun ini. 
"Nggak ada subsidi pakan. Subsidi mungkin tidak diberikan, yang ada kita bisa perbaiki sarana dan prasarana agar lebih baik. Dengan perbaikan itu kita harapkan cost production akan menurun. Jadi sampai saat ini saya belum dapat laporan (dari Dirjen Budidaya) mengenai subsidi pakan itu," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo sesuai Outlook Perikanan 2012 di Jakarta, Rabu (18/1).
Dalam pembukaan Outlook Perikanan, Cicip mengatakan, dari sisi produksi terus mengalami peningkatan, tetapi saat ini pemanfaatan potensi perikanan budidaya belum optimal. Berdasarkan data, tahun 2009, produksi tercatat sebesar 4,78 juta ton dan naik menjadi 6,78 juta ton tahun 2011. Angka produksi itu, kata Cicip masih bisa ditingkatkan, karena potensi perikanan budidaya, dari sisi luas lahan tambak sebesar 9,587 juta hektare dan potensi budidaya laut sebesar 8,363 juta hektare.
Sebelumnya, akhir Oktober 2011, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Ketut Sugama mengatakan KKP bakal mengalokasikan dana subsidi benih dan pakan menggunakan dana PSO, yang akan digulirkan mulai tahun 2012.
"Subsidi itu akan memanfaatkan dana public service obligation (PSO), saat ini masih proses. Jadi subsidi itu nanti seperti subsidi benih yang diberikan pemerintah kepada petani (pembudidaya). Tetapi untuk KKP, yang diberikan ke masyarakat kan benih ikan," kata Dirjen Perikanan Budidaya Ketut Sugama.
Ketut menambahkan, dana subsidi (PSO) untuk perikanan itu sudah disetujui DPR, namun belum dibahas detail mengenai mekanisme pemberian subsidinya. Menurutnya, dana subsidi benih dan pakan itu, katanya, akan lebih banyak diberikan kepada pembudidaya, seiiring dengan target produksi yang ditetapkan KKP sebesar 11,39 juta ton ikan, sedangkan perikanan tangkap kontribusinya hanya ditargetkan 5,5 juta ton. 
Dari komposisi itu, pihaknya optimistis budidaya perikanan akan mendapatkan porsi besar dalam pemberian subsidi, dan nantinya Ditjen Perikanan Budidaya akan memprioritaskan pemberian subsidi bagi pembudidaya benih ikan tawar, dan tahap berikutnya akan diberikan ke pembudidaya benih ikan laut. 
"Selain mensubsidi benih, kita juga akan memberikan subsidi pakan, kemungkinan pemberian subsidi pakan ikan bisa direalisasikan pertengahan tahun 2012 mendatang," ungkapnya. 

Telah Disepakati 
Sementara itu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, konsep subsidi benih dan pakan murah untuk masyarakat sudah disepakati pemerintah dengan DPR. Sebelumnya Fadel mengatakan, dana subsidi melalui PSO tahun depan (2012) sebesar 1,2 triliun.
"Dengan Komisi IV DPR menyetujui PSO untuk perikanan, kita bisa langsung membuat program yang menguntungkan rakyat, tidak hanya PSO (subsidi) untuk benih dan pakan tetapi kita akan dorong untuk subsidi angkutan ikan," ujarnya. aan/E-12

SP Logo
http://www.suarapembaruan.com/

Potensi Ikan Laut Dalam Belum Dimanfaatkan

Kamis, 26 Januari 2012 | 8:33
http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20120126083610848.jpg

[JAKARTA] Sumber data hayati laut sampai saat ini merupakan sumber protein yang relatif murah dan bernilai gizi tinggi. 
Sayangnya, pemanfaatan sumber daya tersebut belum optimal. Beberapa jenis biota laut telah dieksploitasi sampai mendekati tingkat kepunahan, di lain pihak banyak jenis spesies yang tidak dimanfaatkan, karena lemahnya kajian sumber daya hayati laut. 
Pemanfaatan ikan misalnya, selama ini masih difokuskan di perairan dangkal (0-200 m) yang sudah hampir punah, sedangkan laut dalam (400-1.000 m) yang sangat besar potensinya, sama sekali belum dimanfaatkan. 
Demikian Prof Ali Suman, Kepala Balai Riset Perikanan Laut Kelautan dan Perikanan  (KKP) pada Rakornas The Census of Marine Life (CoML) yang bertajuk “Keanekaragaman Hayati Laut untuk Ketahanan Pangan”, yang digelar di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Rabu (24/1). 
Menurut Ali, sebanyak 6,4 juta ton ikan laut dangkal yang bisa dimanfaatkan, tetapi tidak menjamin  keberlanjutannya, sehingga kini telah mencapai titik kepunahan. Padahal luas wilayah laut dangkal hanya 30%,sedangkan laut dalam bahkan mencapai 70%. 
Dari penelitian yang dilakukan KKP bekerja sama dengan Jepang sejak 2005 lalu ditemukan 529 jenis biota laut  dalam yang bisa dimanfaatkan untuk ketahanan pangan dan nilai ekonomi tinggi, terdiri dari 415 jenis ikan, 68 udang atau kepiting dan 46 cumi-cumi. [D-13]


YOU ARE HERE:HOME HEADLINE PERAHU NELAYAN DIPATOK RP 600 RIBU

 

Perahu Nelayan Dipatok Rp 600 Ribu



on January 27, 2012 in Headline, Jawa Timur, Pantura, Tuban | 0 Comment
http://jurnalberita.com/wp-content/uploads/2012/01/Berkah-Nelayan_10.jpg
Cuaca buruk, nelayan sewakan perahunya. (foto:jbc11)

TUBAN (jurnalberita.com) - Daripada tidak melaut karena cuaca buruk, para nelayan di Kelurahan Karang Sari Kecamatan Kota memilih menggunakan perahunya untuk digunakan sebagai ojek oleh para ABK kapal besar yang sedang bersandar di tepian pantai laut Kelurahan Karang Sari Kecamatan Kota, Jumat (27/1/2012).
Para ABK tersebut sedianya akan berlabuh di pelabuhan khusus Semen Gresik yang berada di Desa Glondonggede Kecamatan Jenu, namun karena cuaca yang tidak mendukung akibat ombak besar, mereka lebih memilih berlindung sebelum bencana menghampirinya.

Sebanyak sembilan kapal yang bertujuan pelabuhan Semen Gresik dengan muatan yang berbeda-beda itu berlindung di perairan pantai kelurahan Karangsari yang berjarak sekitar 1 mil dari tepian pantai Karangsari.
“Kita pilih berlindung saja, karena ombaknya besar banget,” ungkap Pujo, Kapten ABK Kapal frances yang bermuatan semen.

Sementara, untuk bisa bertahan hidup para ABK ini memilih ojek perahu-perahu para nelayan seperti yang dilakukan Pujo. “Saya sewa ini untuk membeli makanan dan perbekalan di sana, sebelum kami memulai untuk berlayar kembali,” tambahnya.

Tarif yang ditentukan oleh para nelayan sendiri cukuplah fantastis, sekali ojek untuk pulang pergi ke daratan, dipatok harga Rp 600.000. “Ya lumayan lah mas, kan ya semua untuk kebutuhan kami juga, selama tidak melaut,” ungkap Tasmuri, nelayan asal kelurahan Karangsari yang sudah hampir sepekan terakhir tidak melakukan aktifitas melaut. (jbc11/jbc1)

         
         (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Jumat, 27 Januari 2012 | 16:38:45 WIB
48 Ton Ikan Berformalin Dipulangkan ke Pakistan
48 Ton Ikan Berformalin Dipulangkan ke Pakistan
dok
JAKARTA - Sebanyak 48 ton ikan berformalin akan dipulangkan ke Pakistan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Keputusan KKP tersebut sebagai sikap tegas pemerintah dalam mencegah peredaran ikan berformalin di Indonesia. 
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Syahrin Abdurrahman, Jumat (27/1) di Jakarta mengatakan, KKP akan mengekspor kembali iktan tersebut dalam 2 hingga 3 hari mendatang. 
"Ikan berformalin yang diimpor dari kawasan Asia Selatan itu sebanyak 2 kontainer atau memiliki berat sekitar 48 ton. Jenis ikan yang ditemukan mengandung zat pengawet berbahaya itu adalah jenis ikan mackarel dan kembung," katanya.
Mengenai mekanisme sanksi terhadap pihak pengimpor, ia mengatakan, hal tersebut akan diserahkan sepenuhnya kepada Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP. "Kewenangan (PSDKP) kami hanya mengamankan," katanya.
Syahrin juga menegaskan, pihaknya tidak akan lengah dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai komoditas kelautan dan perikanan yang masuk ke Tanah AIr karena hal tersebut telah diamanatkan oleh undang-Undang.
Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak awal Januari 2012 hingga kini belum mengeluarkan penambahan kuota impor ikan melalui Pelabuhan Belawan Medan, Sumatera Utara.

"Belum ada lagi tambahan kuota impor ikan melalui Pelabuhan Belawan," kata Kepala Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Stasiun Belawan Mukhtar di Medan, Rabu (25/1).
Mukhtar menyebutkan, segala ikan impor yang beredar di pasar Sumatera Utara saat ini merupakan sisa kuota 2011. ant/W-1
http://ww2.hukumonline.com/resources/images/logo_hukumonline.jpg
 http://www.hukumonline.com

Kementerian Kelautan Gagalkan Impor Ikan Formalin

Jumat, 27 January 2012
·   1
Sebanyak 48 ton ikan impor mengandung formalin asal Pakistan yang masuk melalui Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, Medan berhasil digagalkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Ikan jenis Frozen Mackerel Rastrelliger Kanagura yang dimuat dalam 2 kontainer ini, dalam satu-dua hari kedepan akan segera direekspor ke negara asalnya. Prosesnya untuk dilakukan reekspor saat ini sedang berjalan”, ujar Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP), Syahrin Abdurrahman, dalam siaran pers.

Lebih lanjut Syahrin menjelaskan bahwa ikan impor mengandung formalin yang didatangkan dari Pakistan berhasil digagalkan atas kerjasama antara Stasiun Karantina Ikan Medan dan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belawan. Ikan tersebut diimpor oleh PT Golden Cup Seafood dan mulai masuk Pelabuhan Belawan pada tanggal 3 Januari 2012.

"Langkah reekspor yang dilakukan KKP membuktikan bahwa kementerian ini bertindak tegas terhadap para pelaku impor ikan yang tidak sesuai dengan aturan berlaku dan membahayakan masyarakat", sambung Syahrin.

Sementara itu, Kepala BKIPM KKP Syamsul Maarif menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, ikan impor asal Pakistan terbukti mengandung formalin dengan kadar antara 0,25–0,8 dari seharusnya 0 (bebas formalin).

Selanjutnya sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No: 1168/MENKES/PER/X/1999, setiap hasil perikanan yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan mutu dan keamanan hasil perikanan. Berpijak pada dasar hukum tersebut, Kepala Stasiun Karantina Ikan dan Pengendali Mutu Kelas I Medan II pada tanggal 24 Januari 2012 menerbitkan surat penolakan nomor 106/46.0/KI-360/I/2012 terhadap importasi hasil perikanan FROZEN MACKEREL Rastrelliger Kanagurta tersebut dengan KI-D5 no: I/KI-D5/46.0/I/2012/00001.

Upaya mencegah masuk dan/atau beredarnya hasil perikanan impor yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang tidak aman untuk dikonsumsi akan terus dilaksanakan secara sinergi antara Badan Karantina Ikan, Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Direktorat Jenderal P2HP dan Direktorat Jenderal PSDKP KKP RI.
Penulis : red


          (DIGITAL EDITION)
KORAN  JAKARTA  ePaper
 

http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Senin, 30 Januari 2012 | 02:00:57 WIB
Nelayan Harus Dilindungi
Nelayan Harus Dilindungi
infopublik.org
JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Malaysia menyepakati nota kesepahaman terkait sengketa nelayan tradisional dua negara. Sepanjang tahun 2011, tercatat 19 kapal nelayan Indonesia ditangkap pemerintah Malaysia. 
Penandatanganan nota kesepahaman atau MoU itu dilakukan Menko Polhukam, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta perwakilan dari Kerajaan Malaysia di Bali. 
"Penandatanganan kesepahaman ini merupakan terobosan baru untuk penanganan sengketa nelayan yang sering melibatkan dua negara. Sepanjang tahun 2011 ada 19 kapal nelayan Indonesia berukuran kurang dari 10 gross tonage (GT) ditangkap Malysia. Jumlah nelayan yang ditahan ada 92, dan dari advokasi yang kita lakukan, 52 nelayan sudah dibebaskan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/1). aan/E-12

1 comment:

Situs Slot Online said...
This comment has been removed by the author.

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...