http://www.kompas.com/
Kadin: Impor Tenaga Ahli
Kelautan dan Perikanan
Penulis : Ester Meryana | Kamis, 5 Januari 2012 | 11:12 WIB
Priyombodo/KOMPAS
Aktivitas bongkar muat ikan cakalang di ruang pendingin di Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta Utara, Senin (12/9/2011).
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo
Bambang Sulisto menyebutkan, kondisi sektor kelautan dan perikanan belum
mendapatkan perhatian yang layak padahal Indonesia punya potensi yang luar
biasa. Untuk itu, demi mengembangkan sektor ini, sejumlah hal perlu dilakukan,
salah satunya impor tenaga ahli kelautan dan perikanan.
”Menurut hemat saya, suatu situasi yang sangat ironis yang
terjadi di negara kita ini, negara kelautan, negara maritim, namun sektor ini
belum pernah mendapatkan posisi yang layak. Belum pernah mendapatkan suatu
dukungan yang seharusnya,” ucap Suryo dalam diskusi kelautan dan perikanan di
Kantor Kadin Indonesia, Jakarta, Kamis (5/1/2012).
Padahal, kata dia, potensi perikanan nasional luar biasa. Sektor
ini, kata dia, pun dapat memberikan dampak yang sangat luas kepada masyarakat,
salah satunya memberikan lapangan kerja yang sangat banyak. Oleh sebab itu, ia
berharap sejumlah perubahan musti dilakukan.
Suryo mengatakan, impor tenaga ahli di bidang kelautan dan
perikanan kalau perlu dilakukan sekalipun Indonesia sendiri sudah punya tenaga
ahli. ”Impor saja tenaga ahlinya, kita pekerjakan dan membantu di sini,
misalnya dalam pembangunan kapal-kapal perikanan, cara-cara menangkap ikan yang
lebih modern, lalu mengenai budidaya perikanan di laut. Itu kan bisa dengan
mendatangkan ahlinya, kita bisa belilah,” tambah Suryo.
Selain itu, perubahan di sektor ini bisa juga terjadi jika ada
kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung. Misalnya saja dalam fiskal, kata
dia, kebijakan pajak dan bea masuk yang mendukung. Suryo menyebutkan, kalau
perlu, ada bebas bea masuk untuk peralatan yang ada kaitannya dengan sektor
kelautan dan perikanan. ”Kalau perlu (bea masuk), dinolkan (nol persen) di
dalam kita mengembangkan industri perikanan, industri perkapalan, industri yang
berkaitan dengan sektor kelautan kita,” sebutnya.
Sementara itu, di sisi moneter, ia berharap suku bunga kredit
perbankan bisa turun seiring dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia
yang kini mencapai 6 persen dan inflasi yang rendah (3,79 persen). Ia berharap
suku bunga perbankan bisa di angka satu digit, yakni 8 persen. Jika hal-hal ini
dilakukan, ia pun yakin di dalam sisa pemerintahan sekarang ini ekspor
perikanan bisa naik 100 persen dari ekspor perikanan yang sekarang. ”Kadin
mendorong agar potensi kekayanan alam perikanan ini dimanfaatkan oleh
sebanyak-banyaknya pengusaha lokal dan masyarakat kita,” tegas Suryo.
Editor : Erlangga Djumena
Bom Ikan
http://www.kompas.com/
Tindak Tegas Nelayan yang Pakai Bom Ikan
Penulis : | Rabu, 5 Januari 2011 | 17:15 WIB
SURYA/SUGIHARTOIlustrasi
PAMEKASAN, KOMPAS.com - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pamekasan, Madura, Jawa
Timur, meminta aparat kepolisian setempat menindak tegas oknum nelayan yang
melakukan penangkapan ikan dengan cara melakukan pengeboman.
Kepala DKP Pamekasan Nurul Widiastutik, Rabu (5/1/2011)
menjelaskan, pihaknya telah sering melakukan sosialisasi kepada para nelayan
agar sistem penangkapan ikan yang mereka lakukan ramah lingkungan, namun tidak
diindahkan.
"Oleh karenanya kami berharap para penangkap ikan dengan
menggunakan bahan peledak ini diberi sanksi," katanya.
Selain akan merugikan diri sendiri dari sisi kesehatan karena
ikan yang dikonsumsi dengan cara dibom itu berbahaya, penangkapan ikan dengan
menggunakan bom juga bisa merusak lingkungan, khususnya terumbu karang yang ada
di laut.
"Jadi sebenarnya dalam jangka panjang ada banyak kerugian
yang akan didapat oleh pelaku sendiri dan masyarakat nelayan lainnya,"
kata Nurul Widiastutik menjelaskan.
Di Pamekasan sistem penangkapan ikan dengan menggunakan bakan
peledak atau bondet umumnya pada nelayam bagan.
Salah satunya seperti yang dilakukan Halili (45) warga Desa
Kaduara Barat, Kecamatan Larangan, Pamekasan yang ditangkap petugas kepolisian
dari jajaran Polres Pamekasan pada Senin lalu.
Halili ditangkap karena terbukti melakukan penangkapan ikan
dengan menggunakan bahan peledak atau bom ikan.
"Yang bersangkutan kami tangkap di sekitar pantai Talang
Siring, Desa Montok, Kecamatan Larangan," kata Kasat Reskrim Polres
Pamekasan, AKP Mohammad Nur Amin.
Selain menangkap pelaku, polisi juga mengamankan perahu milik
nelayan setempat yang digunakan untuk mengangkut bahan peledak tersebut, serta
menyita 4 kilogram bahan peledak, 22 bom ikan yang siap diledakkan, kabel 25
meter.
Sumber : ANT
Editor : Benny N Joewono
Jumlah Nelayan Perlu Dikurangi
TRIBUN KALTENG - KAMIS, 5 JANUARI
2012 | 13:33 WIB
Dok ilustrasi
TRIBUNKALTENG.COM,
JAKARTA - Jumlah nelayan di Indonesia yang mencapai 2,5 juta orang perlu
dikurangi karena sudah tidak sebanding dengan sumber daya ikan yang terus
menurun.
Hal itu terungkap dalam Roundtable Diskusi
Kelautan dan Perikanan di Kamar Dagang dan Industri (KADIN), di Jakarta, Kamis
(5/1/2012).
Ketua Masyarakat Aquakultur Indonesia Rokhmin
Dahuri, mengemukakan, estimasi jumlah optimal nelayan tahun 2002 hanya berkisar
1,96 juta orang. Namun, jumlah nelayan saat itu mencapai 2,05 juta orang.
Sementara itu, saat ini jumlah nelayan sudah mencapai 2,5 juta orang.
Jumlah nelayan sudah terlalu padat terutama di
Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Makassar dan Laut Flores. Ia menambahkan,
kepadatan nelayan dan kapal ikan kerap memicu kekurangan bahan bakar minyak
(BBM) subsidi di sejumlah wilayah.
Guna mengantisipasi kekurangan pasokan BBM subsidi, maka skema bantuan BBM subsidi perlu dibenahi dan diberikan berdasarkan ikan yang didaratkan. "Pola pemberian BBM subsidi berdasarkan ikan yang didaratkan akan mengurangi praktik penjualan di tengah laut (transhipment), mengaktifkan kembali kegiatan pelabuhan, dan pendataan yang lebih rapih," ujarnya.
Guna mengantisipasi kekurangan pasokan BBM subsidi, maka skema bantuan BBM subsidi perlu dibenahi dan diberikan berdasarkan ikan yang didaratkan. "Pola pemberian BBM subsidi berdasarkan ikan yang didaratkan akan mengurangi praktik penjualan di tengah laut (transhipment), mengaktifkan kembali kegiatan pelabuhan, dan pendataan yang lebih rapih," ujarnya.
EDITOR : EDINAYANTI
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Ekonomi Makro
Jumat, 06 Januari 2012 |
05:11:54 WIB
Realisasi
KUR Melebihi Target
dok
JAKARTA - Kementerian BUMN
mencatatkan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) 28,621 triliun rupiah sepanjang
2011 mencapai atau 143,1 persen dari target.
"Angka tersebut belum
final mengingat data realisasi KUR dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan 13 bank
pembangunan daerah (BPD) masih merupakan data per 23 Desember 2011," kata
Deputi Kementerian BUMN Bidang Jasa Parikesit Suprapto dalam pesannya kepada
wartawan di Jakarta, Kamis (5/1).
KUR BRI per 23 Desember 2011 mencapai 16,5 triliun rupiah atau 165,4 persen dari target, sementara realisasi KUR untuk 13 BPD pada periode yang sama adalah 3,57 triliun rupiah atau 129,8 persen dari target.
Adapun realisasi KUR Bank Mandiri 3,396 triliun rupiah atau 113,2 persen dari target, dan BNI mencapai 3,348 triliun rupiah atau 133,9 persen dari target. Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat penyaluran KUR 933,5 miliar rupiah atau 116,7 persen dari target, sementara Bank Bukopin menyalurkan 170,2 miliar rupiah atau 48,6 persen dari target.
KUR BRI per 23 Desember 2011 mencapai 16,5 triliun rupiah atau 165,4 persen dari target, sementara realisasi KUR untuk 13 BPD pada periode yang sama adalah 3,57 triliun rupiah atau 129,8 persen dari target.
Adapun realisasi KUR Bank Mandiri 3,396 triliun rupiah atau 113,2 persen dari target, dan BNI mencapai 3,348 triliun rupiah atau 133,9 persen dari target. Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat penyaluran KUR 933,5 miliar rupiah atau 116,7 persen dari target, sementara Bank Bukopin menyalurkan 170,2 miliar rupiah atau 48,6 persen dari target.
Adapun Bank Syariah Mandiri
membukukan realisasi KUR 660,3 miliar rupiah atau 110,1 persen dari target.
Dalam kesempatan terpisah, Pemimpin Divisi Usaha Kecil BNI Ayu Sari Wulandari
mengatakan swasembada garam yang direncanakan terlaksana pada 2014 sulit
direalisasikan jika pemerintah tidak memiliki skim khusus untuk industri
perikanan dan kelautan, khususnya garam.
"Industri kelautan dan perikanan itu butuh Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus," kata Ayu.
Menurut Ayu, di lapangan, industri perikanan dan kelautan di Indonesia masih dalam skala kecil sehingga masih susah mendapat uluran perbankan.
"Industri kelautan dan perikanan itu butuh Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus," kata Ayu.
Menurut Ayu, di lapangan, industri perikanan dan kelautan di Indonesia masih dalam skala kecil sehingga masih susah mendapat uluran perbankan.
"Pada kenyataannya di
lapangan masih dikuasai tengkulak. Kalau garam kan harus cepat dijual sehingga
mereka menjual pada tengkulak. Dan merekalah yang menentukan harga, apalagi
masalah cuaca." BNI, tambah Ayu, mengusulkan agar dana KUR digabungkan
dengan dana subsidi agar struktur biaya KUR lebih rapi dan jelas. "KUR di
perikanan dan kelautan perlu dibuatkan cost structure yang berbeda dari KUR lainnya,"
tambah Ayu. n bud/E-10
http://www.rmol.co/
Kadin Minta Pemerintah Dukung
Industri Kelautan dan Perikanan
Jum'at, 06 Januari 2012 , 08:19:00 WIB
ILUSTRASI/IST
|
|
|
RMOL.Kalangan pengusaha meminta pemerintah terus mendukung
perkembangan sektor kelautan dan perikanan. Menurut mereka, yang mendesak
dibenahi pemerintah adalah terkait kebijakan fiskal dan moneter, seperti
penghapusan bea masuk dan pengurangan pajak.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang
Sulisto (SBS) mengatakan, sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi
ekonomi yang besar. Karena itu harus diubah struktur industri maritim dari
hulu sampai hilir.
“Industri itu juga memiliki trickle
down effect bagi
masyarakat seperti tenaga kerja dan lainnya,” ujarnya di Menara Kadin
Jakarta, kemarin.
Menurut SBS, sapaannya, Kadin akan mendorong pemerintah
memberikan keleluasaan bagi pengusaha yang bergerak di bidang maritim.
Misalnya dengan mengurangi bea masuk bagi industri maritim.
“Kalau bisa dinolkan saja (bea masuk), misalnya bagi komponen
kapal. Kalau itu digratiskan, ekspor ikan kita bisa naik 100 persen dalam 2,5
tahun ini,” yakinnya. Seruan SBS ini terkait kecemasannya melihat perkembangan
industri maritim dan kelautan. Apalagi, saat ini pemerintah terus melakukan impor
ikan.
Sebagai informasi, Kadin menetapkan target pembangunan sektor
pangan dan kelautan dari 2010-2020, seperti target perikanan di 2011 sebesar
10,3 juta ton. Konsumsi ikan di 2011 sebesar 6,8 juta ton dan surplus produksi ikan
sebesar 3,5 juta ton.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi
Prayanto menambahkan, dua komoditas perikanan unggulan ditetapkan sebagai
andalan ekspor Indonesia, yaitu tuna dan udang. Diharapkan dalam 20 tahun ke
depan, komoditas itu dapat berswasembada pangan yang kompetitif dan
berkelanjutan serta peningkatan daya saing produk pangan Indonesia di pasar
dunia.
Tahun lalu, Indonesia mendapat 1449,5 juta dolar AS (Rp
13,2 triliun) dari ekspor udang. Diperkirakan pada 2014, ekspor udang bisa
mencapai 6717,3 juta dolar AS (Rp 61,5 triliun). Sedangkan dari ekspor tuna,
Indonesia mendapatkan 415,8 juta dolar AS (Rp 3,8 triliun). Target
sampai 2014 sebesar 1888,6 juta dolar AS (Rp 17,3 triliun).
Menurut Yugi, Kadin sebelumnya juga menargetkan pembangunan
sektor pangan kelautan dan perikanan antara tahun 2010-2014. “ Hal ini terlihat
dari target produksi pangan dan konsumsi ikan pada tahun 2011 yang mencapai
6,8 juta ton. Ditambah lagi dengan surplus produksi ikan di 2011 sebesar 3,5
juta ton,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
http://www.kompas.com/
'Nafas' Negara Bahari Samar Terdengar
Penulis : | Jumat, 7 Januari 2011 | 16:25 WIB
|
SURYA/SUGIHARTOIlustrasi
Oleh Virna Puspa
Setyorini
"Duduk di pantai
tanah yang permai. Tempat gelombang pecah berderai. Berbuih putih di pasir
terderai. Tampaklah pulau di lautan hijau. Gunung-gunung bagus rupanya.
Dilingkari air mulia tampaknya. Tumpah darahku Indonesia namanya".
Penggalan puisi
berjudul "Indonesia Tumpah Darahku" karya Muhammad Yamin itu
menggambarkan Indonesia sebagai negara kepulauan, yang bersahabat dengan
"tanah" yang terwakili oleh pantai, pulau, dan gunung, juga dengan
"air" yang terwakili oleh gelombang, buih putih, dan lautan hijau.
Sebagai negara
kepulauan terbesar, bahkan pujangga besar dari Tanah Minang ini semasa hidupnya
sudah sangat paham, bahwa air di antara puluhan ribu pulau adalah
"nyawa" bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jauh sebelum Deklarasi
Djuanda, Yamin yang terlibat aktif dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di tahun 1945 telah berpendapat bahwa
"Tanah Air Indonesia" ialah terutama daerah lautan yang mempunyai
pantai yang panjang dari tanah yang terbagi atas beribu-ribu pulau, maka ajaran
Hugi Grotius soal "laut merdeka" (mare liberum) yang diakui oleh
segala bangsa ketika itu tidak tepat dilaksanakan.
Pria yang pernah
menjadi Ketua Dewan Pengawas LKBN ANTARA di tahun 1961-1962 ini juga
berpendapat, karena kepulauan Indonesia tidak saja berbatasan dengan Samudera
Pasifik dan Samudera Hindia, tetapi juga berbatasan dengan beberapa lautan dan
beribu-ribu selat yang luas maupun yang sangat sempit di bagian selat dan
lautan sebelah dalam wilayah Indonesia, maka dasar "laut merdeka"
tidak dapat dijalankan.
Jika ajaran tersebut
dijalankan akan sangat merendahkan kedaulatan negara dan merugikan kedudukan
pelayaran, perdagangan laut, dan yang terpenting melemahkan pembelaan negara.
Oleh sebab itu, Yamin
menegaskan dalam menentukan batasan negara, haruslah pula ditentukan daerah,
air lautan manakah yang masuk lautan lepas. Tidak menimbulkan kerugian, jika
bagian Samudea Hindia Belanda, Samudera Pasifik, dan Laut China Selatan diakui
menjadi laut bebas, tempat aturan "laut merdeka".
Sementara itu, ia
mengatakan untuk laut di sekeliling pantai pulau yang jaraknya beberapa
kilometer (km) sejak air pasang-surut dan segala selat yang jaraknya kurang
dari 12 km antara kedua garis pasang-surut dapat ditutup bagi pelayaran di
bawah bendera negara asing, kecuali dengan izin atau perjanjian dengan
Pemerintah Indonesia.
Pria berdarah Minang
ini sadar betul kondisi geografis Indonesia yang unik. Lebih banyaknya wilayah
laut dibanding darat menyadarkan pemerintah kala itu bahwa persoalan wilayah
laut merupakan faktor penting bagi kedaulatan negara.
Barulah 12 tahun
kemudian, tepatnya 13 Desember 1957, Mochtar Kusumaatmadja dan Chaerul Saleh
yang tergabung dalam tim penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Laut Teritorial
dan Lingkungan Maritim di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda mengkonsep
deklarasi yang mengabarkan pada dunia bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan dimana "segala perairan di sekeliling dan di antara pulau-pulau
dinyatakan sebagai bagian yang integral dari wilayah Indonesia".
Tidak ada lagi laut
bebas yang dapat dilalui oleh kapal-kapal asing dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dan Deklarasi Djuanda menjadi konsep sebuah negara
kepulauan yang ditetapkan menjadi bagian hukum internasional dan dicantumkan
dalam "United Nations Convention on the Law of The Sea" (UNCLOS) pada
1982.
Kejayaan bahari Beberapa waktu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyatakan kegembiraannya bahwa perekonomian Indonesia terus tumbuh sehingga
kini dunia hampir mensejajarkan posisi Indonesia dengan China dan India.
Ironis memang jika
mendengar kata "hampir disejajarkan dengan China dan India", karena
Indonesia sesungguhnya pernah menjadi mitra penting bagi kedua negara tersebut
dalam hal berdagang. Indonesia jugalah yang bisa dikatakan telah membantu memperkenalkan
peradaban China kepada dunia, mengantarkan sutra-sutra, mutiara, keramik
terbaik China hingga Timur Tengah dan Benua Eropa.
Adalah Robert Dick
Read melalui bukunya "Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di
Afrika" yang memaparkan bukti-bukti arkeologi baru bahwa pelaut-pelaut
Nusantara menjadi tumpuan pedagang China di abad ke-5 hingga ke-7 Masehi untuk
mengantarkan barang-barangnya hingga ke Eropa. Tidak ada bangsa mana pun di
bumi kala itu yang mampu membuat kapal-kapal tangguh yang mampu menerobos
ganasnya ombak Samudera Hindia, kecuali pelaut bahari dari Nusantara.
China justru belajar
dari Indonesia bagaimana membuat kapal yang mampu menaklukan samudera sebelum
akhirnya Laksamana Cheng Ho mampu mencapai Benua Amerika 70 tahun sebelum
Colombus.
Suku Bajo, Bugis,
Makassar diperkirakan menjadi nakhoda sekaligus pencipta dari armada-armada
laut Nusantara bahkan sebelum Kerajaan Sriwijaya berdiri. Kehebatan suku-suku
laut ini dalam membuat sekaligus menahkodai kapal membuat Robert merasa yakin
bahwa mereka berada dibalik kebesaran Sriwijaya.
Kehebatan kapal-kapal
Indonesia juga diakui oleh Gubernur Portugis Alfonso de Albuquerque ketika
pertama kali bertemu dengan "Jong", kapal generasi berikutnya dari
kapal bercadik yang terpahat di relief Candi Borobudur.
Alfonso menggambarkan
bahwa meriam terbesar yang ditembakan anak buah kapalnya hanya mampu menembus
dua lapis kayu dari badan "Jong". Ini karena badan kapal milik pelaut
Nusantara ini terbuat dari empat hingga enam lapis kayu pilihan.
Gubernur Portugis ini
pun mengatakan baru dapat menaklukan "Jong" dengan mematahkan dua
dayung yang terletak di kedua sisi kapal sehingga tidak dapat bergerak lagi.
Namun demikian, para anak buah kapal Alfonso pun masih kesulitan menaiki
"Jong" yang begitu tinggi sehingga membuat kapal Portugis tampak
begitu kecil.
Kapal-kapal bercadik
khas buatan pelaut Nusantara pula yang diketahui berhasil mendekati perairan
Benua Afrika, menembus ganasnya ombak Samudera Hindia melewati Madagaskar dan
meninggalkan jejak di "Benua Hitam" tersebut bahkan jauh sebelum
Sriwijaya berdiri.
Bahkan di dalam buku Robert Dick Read juga menyebutkan bahwa jejak pelaut Indonesia
kuno terendus pada masa kerajaan Mesir dikuasai Firaun dinasti ke-12, dimana
"Punt" yang kemudian diketahui ternyata adalah cengkih yang hanya
tumbuh di Maluku pada masa 1.700 Sebelum Masehi (SM) ditemukan ada dalam wadah
di Efrat Tengah. Laut dinomorduakan Setelah 500 tahun
lebih pertemuan Gubernur Portugis dengan "Jong" berlalu, Indonesia
yang telah dikenal dunia sebagai negara kepulauan terbesar dengan 17.480 pulau
tersebar dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas hingga Rote, tampaknya
mulai kehilangan sentuhannya sebagai negara bahari. Laut, selat, teluk,
samudera yang mengelilingi pulau-pulau Nusantara tidak lagi diramaikan oleh
kapal-kapal buatan tanah air.
Lebih parah lagi,
negeri kepulauan yang dikelilingi air ini mulai kekurangan pelaut-pelaut handal
setelah "azas cabottage" berjalan. Catatan "Indonesia National
Ownership Association" (INSA), Indonesia membutuhkan 3.219 nahkoda dan
kepala kamar mesin, sedangkan kebutuhan anak buah kapal mencapai 46.935 orang
di tahun 2009.
Dirjen Perikanan
Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dedy Sutisna menyebutkan
bahwa 90 persen armada perikanan di tanah air saat ini adalah perahu-perahu
kayu tak bermotor yang menghantarkan nelayan-nelayan tradisional mencari
penghidupan ke tengah laut.
Kondisi
nelayan-nelayan ini semakin memprihatinkan "tergerus" oleh pengusaha
perikanan tangkap besar dan pencuri-pencuri ikan asing yang menggunakan kapal
dengan bobot ratusan gross ton (GT). Tidak heran kemiskinan selalu membayangi
para nelayan tradisional tersebut.
Kesengsaraan
nelayan-nelayan kecil ini semakin lengkap manakala jatah solar
"dipangkas" dan harganya dinaikan. Belum lagi ombak dan badai yang
semakin ganas dengan waktu yang semakin tidak menentu karena terpengaruh oleh
perubahan iklim membuat masa paceklik para nelayan bertambah panjang.
Ironisnya ikan-ikan
yang dianggap tidak sepenting sektor migas, industri, pertanian, kehutanan,
maupun perkebunan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi justru dicuri dan diolah
oleh negara-negara tetangga sendiri. Parahnya lagi produk olahan yang berbahan
baku ilegal dari laut Indonesia masuk sebagai produk impor.
Kondisi tersebut bagi
kalangan kelautan dan perikanan di negeri ini merupakan buntut dari sikap
pemimpin negeri yang selalu menomorduakan laut dalam membangun bangsa. Laut
benar-benar "terkubur" sejak VOC mendesak mundur masyarakat pesisir
yang kala itu berjaya menguasai peradaban, sehingga kini laut "dianggap
tidak mampu" membawa bangsa Indonesia berjaya.
Pada medio tahun 2010
lalu, ekonom senior Dorodjatun Kuntjorojakti dalam kuliah umum "Tragedi
Bangsa: Berpikir Daratan dalam Membangun Negara Kepulauan" di Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan bahwa Indonesia harus kembali berpikir
sebagai orang laut dalam membangun perekonomian negara.
Ia menyayangkan
pemerintah yang sibuk membangun infrastruktur transportasi dengan paradigma
daratan. Padahal Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih membutuhkan
banyak pelabuhan dan feri sebagai sarana transportasi.
"Kita sibuk
membuat jalan tol, padahal lebih mudah mengangkut mobil dari Jakarta ke
Surabaya dengan feri. Bikin saja ’feeder road’ ke pelabuhan-pelabuhan di
Indonesia," ujar Dorodjatun.
Pembangunan jembatan
selat sunda menjadi semacam pembenaran bahwa makna laut sebagai pemersatu, laut
yang merupakan ciri negara kepulauan, laut yang merupakan "rumah"
bagi negara bahari telah hilang di hati bangsa Indonesia.
Mantan Menko
Perekonomian ini justru lebih menyarankan agar pemerintah membangun feri-feri berkapasitas
besar yang mampu mengangkut ribuan kendaraan menyebrangi Selat Sunda dan
membangun sekolah-sekolah pelayaran. Secara ekonomi, membangun kapal-kapal
besar dan membangun sekolah-sekolah pelayaran jauh lebih murah dibanding
menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera dengan membangun jembatan.
Ia mengingatkan
kembali bahwa laut Indonesia sangat penting bagi dunia. Dari sisi ekonomi,
penemuan ladang gas gorgon dengan cadangan sebesar 40 triliun kaki kubik di
Australia dan cadangan batubara negeri kanguru tersebut yang cukup besar
diperkirakan akan membuat "migrasi" besar-besaran energi dari Benua
Australia ke Asia, khususnya China, sehingga membutuhkan armada laut yang
sangat besar.
Dari sisi keamanan,
perairan Indonesia menjadi lokasi strategis sebagai lintasan bagi armada-armada
tempur negara-negara maju. Jika di laut Indonesia lemah maka dikhawatirkan
perairan Nusantara hanya akan menjadi "korban" dari senjata-senjata
nuklir yang dibawa kapal-kapal selam asing yang bisa saja tidak terdeteksi
keberadaannya saat melintas di perairan Indonesia.
Tidak ada yang bisa
menjamin bahwa perang dunia ketiga tidak akan terjadi. Dan apa yang mungkin
terjadi jika kapal-kapal perang berbahan bakar nuklir semacam kapal induk
Amerika Serikat (AS) USS George Washington yang melintas di perairan Arafura?
Seperti yang pernah
diungkapkan ahli hukum laut senior yang juga staf ahli Menteri Kelautan dan
Perikanan, Hasyim Djalal, bahwa daratan dan laut Indonesia membutuhkan Djuanda
baru guna menjaga kedaulatan. Lebih dari itu, Indonesia membutuhkan
pelaut-pelaut Nusantara baru, Gajah Mada baru, Muhammad Yamin baru, Gus Dur
baru untuk memastikan "nafas" negara bahari ini tidak pernah
terhenti.
Sumber :ANT
Editor : Jodhi
Yudono
www.republika.co.id/berita/
http://www.ppnsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=192:dana-bencana-dihapus-nelayan-makin-terpuruk-saat-musim-paceklik&catid=15:perikanan-a-kelautan&Itemid=108
Sabtu, 07 Januari 2012 00:00 | Ditulis oleh republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Para
nelayan di berbagai daerah merindukan kebijakan strategis dalam menghadapi
musim paceklik melaut. Hal ini untuk mengantisipasi dampak buruk perekonomian
nelayan di Indonesia akibat pengaruh cuaca ekstrim. Sejak kecenderungan cuaca
sulit diprediksi, belum muncul kebijakan pemerintah (Kementrian Kelautan dan
Perikanan) yang membuat nelayan mampu menghadapi musim sulit ini. Yang terjadi
nelayan kian terpuruk akibat keterbatasan akses perekonomian mereka.
Sekjen DPP Perhimpunan
Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI), Riyono Abdullah, mengungkapkan
datangnya musim barat masih menjadi masalah utama para nelayan. Cuaca ekstrim
dan gelombang tinggi terus menutup kesempatan nelayan untuk melaut.
Dulu, ujarnya,
Kementrian Kelautan dan Perikanan --saat masih menjadi departemen-- mempunyai
alokasi dana bencana. Alokasi semacam dana sosial ini siap digelontorkan guna
mengatasi paceklik nelayan, akibat musim barat.
"Sejak dihapus
pada tahun 2008, pemerintah tak memiliki anggaran lagi untuk membantu nelayan
dalam menghadapi masa paceklik nelayan ini," ujar Riyono yang
dikonfirmasi, Sabtu (7/1).
Penghapusan ini,
lanjutnya, juga berdampak pada keuangan di tingkat Provinsi, Kabupaten dan
Kota. Sehingga bantuan kepada nelayan dalam menghadapi musim barat ini juga
tidak berjalan di daerah.
PPNSI sendiri sudah
mengusulkan agar kebijakan untuk mengantisipasi musim paceklik ini dilaksanakan
kembali. Namun pemerintah belum mampu mewujudkan usulan ini menjadi satu
kebijakan.
Cuaca Buruk Persulit Nelayan Penuhi Kebutuhan
TUBAN
(jurnalberita.com) – Sebuah perahu milik Ngadi (40) warga Desa Kradenan Kecamatan
Palang, tenggelam diterjang ombak besar, tak jauh dari desa setempat, Minggu
(8/1/12) pagi kemarin.
Kejadian ini
berawal ketika dia bersama anaknya hendak merapat usai berlayar. Sekitar 500
meter dari tepi pantai, ombak setingg 3 meter menghantam laju perahu hingga
tenggelam. Beruntung kejadian ini tidak memakan korban, namun kerugian yang
diderita Ngadi ditaksir mencapai Rp.20 juta. Semua peralatan yang ada di perahu
sebagian tidak bisa diselamatkan.
Saat kejadian,
rekan Ngadi sesama nelayan sempat melihat kejadian terebut dan berusaha
menolongnya. Meski perahu berhasil ditarik berkat bantuan nelayan lainnya,
namun peralatan mencari ikan atau melaut seperti jaring tak dapat diselamatkan.
“Lebih baik menyelamatkan nyawa dari pada alat saya,” ungkapnya.
Kejadian ini
membuat miris nelayan lainnya. Puluhan nelayan Kecamatan Palang lebih memilih
menambatkan perahunya, karena selama tiga hari ini, ombak mencapai 3 meter. “Mulai
tahun baru kemarin, ombak sudah mulai kelihatan besar,” jelas Suto, salah satu
nelayan.
Diakui Suto,
ombak besar yang menghantuinya sudah terjadi sejak akhir bulan Desember lalu.
Namun karena faktor kebutuhan ekonomi, ia dan nelayan lainnya tetap memaksa
berlayar demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. “Kalau tidak berlayar,
terus mau makan apa?” tuturnya.
Suto dan
nelayan lain berharap, pemerintah membantu mereka karena diprediksinya, cuaca
buruk disertai ombak besar akan terjadi sepanjang bulan Januari. “Mungkin bisa
sampai satu bulan mas,” imbuhnya.
Menurut para
nelayan, ombak besar akan dirasakan dan terlihat bila sudah berada di jarak 500
meter dari tepi pantai. “Kalau sudah berjarak lebih dari 1 mill, makin
kelihatan besarnya,” ujarnya.
Untuk mengisi
kekosongan aktifitas dan mencari ikan di laut, para nelayan memilih memperbaiki
perahunya sebagai persiapan berlayar bila kondisi cuaca sudah membaik. (jbc11/jbc2)
shareshareshareshare
Petani Garam di Desa
Eretan Kulon, Kecamatan Kandang Haur, Pantura, Jawa Barat, Senin (22/8). Harga
garam dipasaran mengalami penurunan dari Rp 700 per kilogram menjadi Rp 500 per
kilogram. Penurunan harga dikarenakan impor garam dari India dan Australia.
TEMPO/Subekti
SENIN, 09 JANUARI 2012 | 18:52
WIB
Pemerintah Genjot Swasembada Garam
TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah menargetkan
swasembada garam konsumsi tahun ini. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sudirman
Saad mengaku sudah memetakan produsen tambak. "Ada 28 ribu pemilik tambak
garam yang akan terlibat dengan target 80 ton per hektar. Itu target
makro," katanya.
Untuk menggenjot produksi garam, Kementerian Kelautan sudah mengalokasikan dana Rp 107 miliar. Swasembada garam akan berlangsung 40 kabupaten dengan sasaran lahan seluas 16 ribu hektar. “Kami menerapkan metodologi yang berbeda dibanding tahun lalu,” kata Sudirman. Pada 2011, kegiatan hanya berupa pemberdayaan. Namun tahun ini, pemerintah masuk di sektor pengolahan.
Ia menjelaskan pihaknya akan membantu industri pengolahan garam skala rakyat, sehingga akan ada unit-unit pengolahan yang khusus untuk kepentingan konsumsi rakyat.
Kementerian Kelautan sudah
melakukan survei ke berbagai supermarket untuk mengumpulkan informasi harga
garam. “Ternyata pasarnya masih terbuka. Harga rata-rata Rp 3.000 per 500 gram,
berarti konsumen membayar garam konsumsi di supermarket Rp 6.000 per kilogram.
Dengan ini, saya tetap yakin harga yang dipatok pemerintah Rp 750 per kilogram
itu masih affordable untuk para pebisnis,” katanya.
Berdasarkan laporan terakhir, produksi garam sebanyak 1,5 juta ton dari empat puluh kabupaten. Berbeda dengan laporan dari Kementerian Perindustrian yang memiliki angka laporan 1,1 juta ton. “Sampling mereka 15 kabupaten, kami 40. Masih rasional,” kata Sudirman.
Berdasarkan laporan terakhir, produksi garam sebanyak 1,5 juta ton dari empat puluh kabupaten. Berbeda dengan laporan dari Kementerian Perindustrian yang memiliki angka laporan 1,1 juta ton. “Sampling mereka 15 kabupaten, kami 40. Masih rasional,” kata Sudirman.
MUHAMAD RIZKI
http://www.rmol.co/
Bank Ngaku Sulit Kucurkan
Kredit Ke Sektor Perikanan
Senin, 09 Januari 2012 , 08:55:00 WIB
ILUSTRASI,
SEKTOR PERIKANAN
|
|
|
RMOL. Perbankan mengaku masih kesulitan menyalurkan kredit ke sektor
perikanan. Selain rendahnya kemampuan finansial, risiko di sektor tersebut
cukup besar.
“Kami masih kesulitan menyalurkan
kredit di sektor perikanan, terlebih risiko yang ditanggung cukup besar,”
kata Kepala Divisi Usaha Kecil BNI Ayu Sari Wulandari dalam diskusi dengan
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengenai industri perikanan di Jakarta.
Untuk mengatasi hal itu,
BNI mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat terobosan baru. Caranya,
dengan menggabungkan subsidi dan penjaminan di sektor perikanan.
Selain itu, tambah dia, pemerintah
juga perlu membuat struktur biaya Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih rapi dan
jelas. Misalnya, KUR di perikanan perlu dibuatkan struktur biaya yang
berbeda dari KUR sektor lainnya.
“Karena bank tidak bisa membuat struktur
biaya untuk KUR, itu domain pemerintah,” jelas Ayu.
Ayu mengatakan, penyaluran
kredit di sektor perikanan terhadang tingkat risiko usaha yang relatif
tinggi. Hambatan lainnya, soal bahan baku untuk industri pengolahan kurang
terjamin. Terlebih, negara importir memperketat persyaratan produk ekspor
perikanan dari Indonesia, yang semakin menambah risiko bisnis.
BNI telah menawarkan solusi one village one product guna
menjawab permasalahan tersebut. BNI berupaya meningkatkan produk unggulan di
masing-masing daerah.
“Melalui program ini kami
jalin kemitraan dengan berbagai pihak. Mulai dari perusahaan inti, mitra
plasma, hingga pemerintah daerah,” kata Ayu.
Bank Indonesia (BI)
mencatat pembiayaan di sektor perikanan memang masih relatif rendah. Menurut Gubernur
BI Darmin Nasution, dibutuhkan perumusan metode untuk menghitung risiko dari
pembiayaan.
“Dengan adanya informasi
mengenai risiko di sektor perikanan, maka pembiayaan dapat lebih efisien.
Jangan sampai karena tidak tahu berhitung dengan benar, perbankan membebankan
risiko (bunga) yang besar terhadap nelayan,” warning Darmin.
Hingga Oktober 2011 data BI
menyebutkan, penyaluran kredit perbankan ke sektor perikanan baru mencapai Rp
4,9 triliun.
Untuk meningkatkan pembiayaan
sektor perikanan, lanjut Darmin, perlu akses yang lebih luas. Harus ada edukasi
dari seluruh pihak terkait kepada pelaku usaha perikanan termasuk nelayan
dalam mengelola kredit.
“Ke depan, diharapkan pertumbuhan
kredit ke sektor kelautan dan perikanan terus tumbuh, bersama dengan kredit di
sektor lain. Pasalnya, potensi di sektor tersebut cukup luar biasa,” imbuh
Darmin. [Harian Rakyat Merdeka]
SELASA, 10 JANUARI 2012 | 15:29 WIB
50 Persen Terumbu Karang di Sulawesi Selatan Rusak
TEMPO.CO, Makassar - Sebanyak 50 persen
dari terumbu karang di perairan Laut Sulawesi Selatan rusak. Kepala Bidang
Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Miftahuddin
mengungkapkan, kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan sejumlah ahli.
“Hal ini sangat membahayakan kelangsungan biota laut ke depan,” kata Miftahuddin, Selasa, 10 Januari 2012.
“Hal ini sangat membahayakan kelangsungan biota laut ke depan,” kata Miftahuddin, Selasa, 10 Januari 2012.
Miftahuddin mengugkapkan, ada banyak faktor yang mengakibatkan semakin tingginya tingkat kerusakan karang dari tahun ke tahun.
Namun, yang paling besar memberikan kontribusi dalam tingkat kerusakan, menurut Miftahuddin, adalah ulah manusia yang kerap melakukan penangkapan ikan dengan melakukan pengeboman, pembiusan, dan penambangan untuk bahan bangunan.
Di antara semua daerah di Sulsel, menurut Miftahuddin, kerusakan terparah dialami wilayah Makassar dan Pangkep. Di kedua daerah ini, terumbu karang hampir benar-benar punah.
Terumbu karang adalah rumah bagi ikan-ikan untuk bertelur dan tumbuh hingga dewasa. Kepunahan tersebut dikhawatirkan akan membuat ikan-ikan di perairan Sulsel bermigrasi ke wilayah perairan lain.
Sedangkan untuk pemulihan secara alami, terumbu karang membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya sampai mengalami pertumbuhan hanya beberapa sentimeter saja.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang adalah dengan memberikan penyadaran kepada nelayan akan pentingnya terumbu karang.
“Kami memberi penyadaran agar nelayan tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara ilegal untuk mencegah semakin besarnya kerusakan,” kata Miftahuddin.
Di samping itu, sosialisasi juga diberikan kepada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir agar turut menjaga kelestarian terumbu karang.
Namun, hal ini dinilai kurang efektif sebab berdasarkan laporan yang masuk ke Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, dari tahun ke tahun tingkat pengeboman dan penangkapan dengan bius terus mengalami peningkatan.
Apalagi, tahun ini tidak ada anggaran dari APBN yang dialokasikan untuk rehabilitasi. Menurut Miftahuddin, tahun ini anggaran yang dimiliki hanya bersumber dari APBD senilai Rp 300 juta.
“Tahun lalu anggaran kami yang sebagian dari core map mencapai Rp 1,5 miliar,” katanya.
Kepala Seksi Pengawasan dan Penegakan Hukum Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Adhy Cahya Slamet menuturkan, dalam enam tahun terakhir, kasus pelanggaran dalam bentuk pengeboman ikan terus mengalami peningkatan.
“Pertumbuhannya mencapai 38 persen setiap tahunnya,” jelas Adhy. Sejak tahun 2005 hingga 2011, kata dia, pihaknya menemukan kasus pengeboman sebanyak 53 kasus.
ANISWATI SYAHRIR
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Rabu, 11 Januari 2012 |
09:29:38 WIB
Sektor Kelautan
KKP
Revitalisasi Tambak
dok
JAKARTA -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana merevitalisasi tambak
tradisional, untuk mendukung pasokan bahan baku industri. Saat ini kapasitas
industri hanya sebesar 50 persen, akibat keterbatasan bahan baku.
"Industri
mengeluh karena kekurangan pasokan bahan baku, rata-rata kapasitas produksi
mereka masih dibawah 50 persen. Jadi mereka masih mencari-cari bahan baku. Ini
menjadi perhatian untuk bisa kita selesaikan," kata Menteri Kelautan dan
Perikanan Sharif Cicip Sutardjo sesuai Dialog Pakar Kadin di Jakarta, Selasa
(10/1)
Solusi
jangka pendek untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah akan mendorong
kemitraan antara perusahaan (industri) dengan petambak. Jadi keduanya
bekerjasama dan pemerintah akan bertugas memfasilitasi sekaligus memberikan
insentif.
Saat ini,
kata Cicip, di Pantai Utara Jawa saja ada 300 ribu hektare tambak, dari jumlah
tersebut sebanyak 69 ribu hektare dalam posisi nganggur atau iddle, dan sisanya
dikelola secara tradisional. Akibat kondisi tersebut, produksi dan produktvitas
masih rendah dan dibawah target.
KKP, kata
Cicip, sudah melakukan kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk
memperbaiki infrastruktur dan meminta dukungan BUMN, agar program CSR-nya
diarahkan untuk kepentingan nelayan dan petambak.
"Pemerintah
memang ada dana KUR, jumlahnya mencapai 30 triliun rupiah, tetapi kita hanya
mendapat jatah 1,5 persen atau sekitar 500 miliar saja. Dalam pertemuan dengan
Menko Perekonomian dan perbankan kita sudah meminta dukungan agar nilainya bisa
ditingkatkan," ungkapnya.
Jika
nelayan dan petambak sulit mengakes pembiayaan, maka mereka akan selalu
bergantung kepada tengkulak. Jika ketergantungan ke tengkulak tidak dipangkas
maka akan sulit bagi nelayan dan petambak untuk meningkatkan produksi. Kedepan
KKP berharap petambak dan nelayan tidak hanya jadi objek tetapi jadi subjek.
Perbaikan Fisik
Perbaikan Fisik
Dirjen
Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ketut Sugama
mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan revitalisasi fisik tambak, teknologi dan
kebijakan.
"Kalau
revitalisasi fisik, anggaran kita masih terbatas. Jadi yang sekarang kita fokus
ke teknologi melalui pendampingan penyuluh. Jadi kita kumpulkan peneliti untuk
memberikan contoh proyek yang berhasil jadi nanti itu yang akan ditiru oleh
petambak tradisional," ungkapnya.
Ketut
berharap dengan pendampingan penyuluh diharapkan akan ada peningkatan
produktivitas. Saat ini untuk revitalisasi fisik, pihaknya masih bergantung
dengan Kementerian PU.aan/E-12
Sisi lain Pulau Paraty
(Pulau Esme, dalam film Twilight Saga : Breaking Dawn). (twifans.com)
RABU, 11 JANUARI 2012 | 12:30 WIB
Pulau Tabuhan Banyuwangi Ditawarkan ke Investor
TEMPO.CO, Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur, tahun ini akan melelang Pulau Tabuhan di Desa Bansring,
Kecamatan Wongsorejo. Lelang tersebut dipastikan akan diikuti oleh investor
dari Maladewa. "Lelang akan segera kami buka," kata Kepala Bidang
Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten
Banyuwangi, Made Mahartha, Rabu, 11 Januari 2012.
Made menjelaskan lelang pengelolaan Pulau Tabuhan termasuk lelang badan usaha yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 22/2009 tentang Teknis Kerja Sama Daerah.
Pemenang lelang nantinya harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Batas waktu pengelolaan minimal selama 35 tahun," kata Made.
Pulau Tabuhan yang berada di perairan Selat Bali selama ini merupakan pulau kosong. Pulau seluas 5 hektare ini memiliki kekayaan keindahan alam di bawah laut.
Tahun 2010 lalu PT Safari International Resort dari Maladewa
mengajukan proposal ke Pemkab Banyuwangi untuk mengelola Pulau Tabuhan menjadi
wisata bahari. Perusahaan itu rencananya akan menyewa selama 30 tahun dengan
nilai investasi Rp 100 miliar.
Pemerintah Pusat telah memberikan rekomendasi bahwa Pulau
Tabuhan bisa dikelola untuk wisata. Namun Pemerintah Pusat mensyaratkan adanya
mekanisme lelang untuk menjaring investor.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banyuwangi, Pudjo Hartanto, mengatakan sesuai dengan hasil studi kelayakan yang disusun Pemerintah Kabupaten, Pulau Tabuhan tergolong wilayah dalam pengendalian ketat. Sebab di pulau tersebut terdapat beberapa tanaman langka dan terumbu karang yang masih baik.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banyuwangi, Pudjo Hartanto, mengatakan sesuai dengan hasil studi kelayakan yang disusun Pemerintah Kabupaten, Pulau Tabuhan tergolong wilayah dalam pengendalian ketat. Sebab di pulau tersebut terdapat beberapa tanaman langka dan terumbu karang yang masih baik.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan, kata Pudjo, pengelolaan
Pulau Tabuhan dibagi dalam tiga zona, yaitu zona wisata, zona konservasi, dan
zona penangkapan ikan hias bagi nelayan.
Menurut dia, bangunan di Pulau Tabuhan tidak boleh permanen dan luas bangunan seluruhnya maksimal 30 persen dari daratan. "Jumlah pengunjung nantinya juga dibatasi," kata dia.
Menurut dia, bangunan di Pulau Tabuhan tidak boleh permanen dan luas bangunan seluruhnya maksimal 30 persen dari daratan. "Jumlah pengunjung nantinya juga dibatasi," kata dia.
IKA NINGTYAS
http://www.rmol.co/
Menteri Cicip Tegaskan 17 Ton
Ikan Impor di Indramayu Legal
Rabu, 11 Januari 2012 , 08:00:00 WIB
ILUSTRASI,
IKAN
|
|
|
RMOL.Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
membantah tudingan adanya puluhan ikan impor ilegal yang disimpan di gudang
pendingin di Indramayu, Jawa Barat. Kementerian ini berjanji terus memperketat
dan mengontrol masuknya ikan-ikan impor agar sesuai dengan perizinannya.
Menteri
Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menegaskan hal itu menanggapi
pemberitaan soal dugaan merembesnya ikan impor di gudang pendingin di
Indramayu, Jawa Barat.
Cicip
menjelaskan, ikan yang masuk di gudang Indramayu, Jawa Barat, berisi ikan-ikan
jenis tongkol dan layang merupakan hasil penangkapan kawasan timur Indonesia,
dan dijual oleh pedagang dari Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Diakui,
memang ada ikan jenis salem yang diimpor dari China, tapi itu proses impornya
legal dan digunakan untuk memenuhi industri pemindangan di kawasan tersebut.
Cicip menegaskan, impor ikan salem tersebut sesuai perizinan. “Jadi tidak ada
ikan impor ilegal di gudang Indramayu. Lagi pula ikan-ikan itu diperuntukkan
bagi pengusaha pindang yang mayoritas UMKM. Kita harus melindungi mereka,
karena pondasi utama ekonomi Indonesia adalah UMKM itu,” tandas Cicip di
Jakarta, kemarin.
Sebelumnya,
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mempertanyakan gudang pendingin
pemerintah yang menjadi tempat penampungan ikan impor. Di Indramayu, Jawa
Barat, ikan impor mengalir masuk ke gudang pendingin (cold storage) Karangsong,
Indramayu, milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ikan impor itu berjenis
kembung, layang, tengiri, dan tongkol. Ikan impor asal China itu diindikasikan
masuk ke gudang penyimpanan sejak bulan Juni 2011 dengan volume rata-rata 17
ton per bulan. (Rakyat Merdeka,
10/1)
Cicip
menekankan, pemerintah berkomitmen untuk melindungi nelayan, dan juga
pengusaha di sektor perikanan, terutama pengusaha UMKM yang jumlahnya ribuan
dan menyerap puluhan ribu tenaga kerja.
Sebagai
bukti bahwa KKP berupaya untuk mengontrol peredaran impor ikan, KKP telah
menindak tegas penyimpangan izin impor ikan dengan mencabut izin sejumlah
perusahaan yang diduga menyalahgunakan izin impor ikan. Salah satunya
mencabut izin pemasukan hasil perikanan atas nama PT KMC Indonesia setelah
inspeksi mendadak tim KKP ke Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, pada
Desember lalu.
Asosiasi
Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) meragukan
temuan 17 ton ikan yang diduga impor dari China. Ikan itu ditemukan di Gudang
pendingin milik Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Indramayu.
“Sering
ditemukan pengusaha menggunakan kardus bekas ikan impor China, digunakan lagi
untuk mengisi ikan-ikan tangkapan dalam negeri,” ujar Ketua AP5I Thomas Dharmawan
di Jakarta, kemarin. [Harian Rakyat Merdeka]
Petugas membersihkan patung
dewa dewi di Wihara Dharma Bhakti (Wihara Petak Sembilan), Jakarta, Senin (16/1).
Menyambut Imlek yang jatuh tanggal 23 Januari 2012, petugas melaksanakan
tradisi bersih-bersih Wihara. Sekitar 20 patung dibersihkan atau dimandikan,
termasuk meja altar dan lemari-lemari tempat patung diletakkan atau dipajang.
TEMPO/Subekti. 20120116.
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 17:58
WIB
Tak Semua Ikan Impor Ditolak
TEMPO.CO, Jakarta - Ternyata tak semua ikan impor
ditolak oleh pengusaha. Salah satunya, industri pengusaha pemindangan yang
kekurangan bahan baku akibat musim panceklik yang diperkirakan berlangsung
selama Januari-Mei tahun ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pindang Ikan Indonesia Barqil Falah menyatakan ikan salmon yang sering kali diimpor perusahaan anggota asosiasinya itu.
“Permintaan pindang salmon di Indonesia sangat besar," ujar
Barqil, Senin, 16 Januari 2012.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, mengatakan sudah ada kesepakatan mengenai impor ikan antara DPR dengan Kementerian Kelautan. Jenis ikan yang boleh diimpor adalah ikan-ikan spesifik yang tidak bisa ditangkap di Indonesia, namun permintaan cukup tinggi, dan ikan yang akan digunakan untuk industri pengolahan.
Karena itu, ia menilai janggal bila ada ditemukan ikan yang
dilarang diimpor sampai ditemukan di dalam negeri. Pemerintah juga mendasarkan
pada aturan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.15 tahun 2011 tentang
Pengendalian Mutu dan Keamanan Ikan Impor.
Sementara itu, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 173 triliun untuk membangun infrastruktur di Indonesia bagian timur agar industrialisasi perikanan bisa lebih optimal. "Ini dilakukan untuk mengatasi jurang antara produsen tangkapan dengan industri pengolahan," kata Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan.
Kesenjangan antara produsen tangkapan dengan industri pengolahan terlihat dari banyaknya hasil tangkapan terbanyak di Nusa Tenggara dan daerah sekitarnya di Indonesia timur. Sementara industri pengolahan banyak berada di Sumatera dan Jawa.
GADI MAKITAN
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Daerah
Senin, 16 Januari 2012 |
06:25:40 WIB
Mitigasi Bencana I Alat Peringatan Tsunami
Dikhawatirkan Rusak
48 Desa
Pesisir Siaga Tsunami
IST
PACITAN -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mengembangkan 48 kawasan pantai
rawan bencana tsunami di seluruh Indonesia menjadi Desa Pesisir Tangguh.
Langkah ini menciptakan desa yang siaga dan siap menghadapi gempa dan tsunami.
"Pengembangan program desa pesisir tangguh ini diprioritaskan di daerah-daerah yang dinilai rawan bencana, khususnya gempa dan tsunami," kata Direktur Pesisir dan Kelautan KKP Soebandono Diposaptono di Pacitan, Minggu, (15/1).
"Pengembangan program desa pesisir tangguh ini diprioritaskan di daerah-daerah yang dinilai rawan bencana, khususnya gempa dan tsunami," kata Direktur Pesisir dan Kelautan KKP Soebandono Diposaptono di Pacitan, Minggu, (15/1).
Penilaian
atau evaluasi atas desa-desa di kawasan pesisir pantai yang dinyatakan sebagai
daerah berkategori rawan bencana gempa dan tsunami itu sendiri telah dilakukan
selama kurun tahun 2011. Hasilnya, 48 desa ditetapkan untuk dijadikan
percontohan program Desa Pesisir Tangguh.
"Ke-48
desa itu tersebar di berbagai provinsi, mulai dari Jatim, Yogyakarta, Banten,
dan beberapa daerah di Pulau Sumatra. Saya tidak hafal jika diminta menyebut
nama daerahnya satu per satu, yang pasti desa-desa itu berada di 16
kabupaten/kota," urainya.
Soebandono menjelaskan penunjukan atau penetapan Desa Pesisir Tangguh sengaja dikonsentrasikan di kawasan pesisir yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Perairan yang berada di antara lempeng benua Eurasia dan Indo Australia itu dikenal rawan gempa bumi serta tsunami karena fenomena tumbukan yang terjadi antarbatuan kerak bumi tersebut.
Soebandono menambahkan ada lima hal dalam program Desa Pesisir Tangguh yang akan mereka laksanakan, yakni bina manusia, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana. Untuk siaga bencana, lanjut dia, diharapkan di tingkat-tingkat desa segera dibentuk tim sehingga kesiapsiagaan ketika menghadapi bencana telah matang.
Soebandono menjelaskan penunjukan atau penetapan Desa Pesisir Tangguh sengaja dikonsentrasikan di kawasan pesisir yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Perairan yang berada di antara lempeng benua Eurasia dan Indo Australia itu dikenal rawan gempa bumi serta tsunami karena fenomena tumbukan yang terjadi antarbatuan kerak bumi tersebut.
Soebandono menambahkan ada lima hal dalam program Desa Pesisir Tangguh yang akan mereka laksanakan, yakni bina manusia, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana. Untuk siaga bencana, lanjut dia, diharapkan di tingkat-tingkat desa segera dibentuk tim sehingga kesiapsiagaan ketika menghadapi bencana telah matang.
Selain
menggelar program Desa Pesisir Tangguh, KKP juga terus mengembangkan kawasan
hutan pantai. Tujuannya hampir sama, yaitu melindungi wilayah permukiman ketika
terjadi gelombang tsunami. Sementara itu, Kepala Seksi Observasi dan Informasi
Stasiun Klimatologi Kelas II Pulau Baai BMKG Provinsi Bengkulu Sudiyanto
mengatakan Kota Bengkulu membutuhkan minimal sepuluh unit menara pemantau
peringatan dini tsunami karena daerah ini sebagian besar penduduknya berada di
kawasan pantai.
Tower
pemantau tsunami di Kota Bengkulu, hingga saat ini, baru ada dua unit. yaitu
terletak di kantor gubernur dan sport centre Pantai Panjang, "Idealnya
untuk menjangkau seluruh Kota Bengkulu dibutuhkan sepuluh unit karena wilayah
pesisir Kota Bengkulu banyak ditempati permukiman penduduk, antara lain
Kelurahan Lempuing dan Pasar Bengkulu," katanya.
Ia mengatakan selain kesiapan menara peringatan dini tsunami, juga kesiapsiagaan masyarakat harus terus ditingkatkan di setiap kelurahan, terutama daerah yang berbatasan langsung dengan pesisir pantai. Menyinggung kondisi peralatan peringatan dini yang dibagikan ke beberapa kelurahan oleh Pemprov Bengkulu, beberapa tahun lalu, ia mengatakan tetap dipantau keberadaaan dan lokasi penempatan alat tersebut.
Ia mengatakan selain kesiapan menara peringatan dini tsunami, juga kesiapsiagaan masyarakat harus terus ditingkatkan di setiap kelurahan, terutama daerah yang berbatasan langsung dengan pesisir pantai. Menyinggung kondisi peralatan peringatan dini yang dibagikan ke beberapa kelurahan oleh Pemprov Bengkulu, beberapa tahun lalu, ia mengatakan tetap dipantau keberadaaan dan lokasi penempatan alat tersebut.
Seorang
warga Sumur Melele, Haryanto, mengatakan hingga saat ini warga tidak mengetahui
keberadaan peralatan peringatan tsunami tersebut, padahal informasinya pernah
dibagikan pemerintah daerah, antara lain genset, sirine, dan lampu emergency.
"Saya tidak pernah lihat lagi di mana peralatan itu, jangan-jangan sudah
rusak karena jarang dipakai," katanya.
Dengan demikian, seluruh masyarakat dapat lebih tanggap, tidak hanya pada saat ada bencana, tapi pada penyiapan pengetahuan dan informasi tentang kesiapsiagaan. "Dulu pernah ada sosialisasi ke sekolahsekolah, tapi sekarang sudah lama tidak dilakukan lagi," ujarnya. Ant/P-5
Dengan demikian, seluruh masyarakat dapat lebih tanggap, tidak hanya pada saat ada bencana, tapi pada penyiapan pengetahuan dan informasi tentang kesiapsiagaan. "Dulu pernah ada sosialisasi ke sekolahsekolah, tapi sekarang sudah lama tidak dilakukan lagi," ujarnya. Ant/P-5
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 11:42 WIB
Dana Infrastruktur Perikanan Capai Rp 173 Triliun
TEMPO/NURDIANSAH
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 11:42
WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah mengalokasikan dana
sebesar Rp 173 triliun untuk membangun infrastruktur di Indonesia timur dalam
rangka program industrialisasi perikanan di Indonesia. "Ini dilakukan
untuk mengatasi jurang antara produsen tangkapan dan industri pengolahan,"
kata Sharif Cicip Hidayat, Menteri Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, 16
Januari 2012.
Menurutnya, terdapat kesenjangan antara produsen tangkapan dan industri pengolahan. "Hasil tangkapan yang paling banyak ada di Nusa Tenggara dan daerah sekitarnya di Indonesia timur, sementara industri pengolahan banyak berada di Sumatera dan Jawa," katanya seusai memberikan pidato pada Seminar Pemetaan Logistik dan Distribusi Solusi Menuju Industrialisasi Perikanan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Oleh karena itu, menurutnya, infrastruktur di daerah timur perlu disiapkan dalam rangka membangun industri pengolahan ikan di daerah-daerah tersebut. "Bisa berupa jalan tol dan apa pun yang mendukung," ujarnya.
Saat ini Sharif menginformasikan bahwa di Bitung telah ada kawasan industri pengolahan yang cukup besar. "Kegiatan pengolahan sudah berjalan. Industri di sana sudah hidup," katanya. Di daerah lain, Ambon misalnya, Sharif mengatakan pemerintah masih melakukan studi.
Hal utama lainnya yang akan diatasi, ia menambahkan, adalah
masalah gudang penyimpanan. Ia berujar, "Di timur banyak ikan, tapi mereka
tidak memiliki cold storage."
Selain membangun infrastruktur, Sharif menambahkan, pemerintah
bersama pemangku kepentingan yang lain telah menyiapkan Sistem Logistik Ikan
Nasional (SLIN) untuk membenahi masalah distribusi produk perikanan ini.
"Kami juga telah memfasilitasi proses distribusi ikan dari Maluku,
Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, ke Jakarta," katanya.
GADI
MAKITAN
Pekerja mengolah bahan baku pindang ikan
tongkol di Desa Ciganitri, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
TEMPO/Prima Mulia
SENIN, 16 JANUARI 2012 | 11:32
WIB
Indonesia Kekurangan Ikan Pindang
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia diperkirakan mengalami
kekurangan bahan baku ikan pindang nasional sebesar 81.405 ton per bulan. Angka
itu berarti 51,57 persen dari total kebutuhan ikan pindang nasional. Kebutuhan
bahan baku pindang mencapai 5.261,28 ton per hari.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pindang Ikan Indonesia (APPikanDO) menjelaskan jumlah pemindang ikan di Indonesia mencapai 65.766 kepala keluarga. "Setiap kepala keluarga tersebut rata-rata memproduksi pindang ikan 80 kilogram per hari," ujar dia menjelaskan saat seminar nasional Pemetaan Logistik dan Distribusi Solusi Menuju Industrialisasi Hasil perikanan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin, 16 Januari 2012.
Penyebab kekurangan ini, menurut Barqil, adalah hasil produksi tangkap nasional untuk jenis ikan pindang yang kurang. "Hasil produksi tangkap nasional untuk jenis ikan pindang hanya 76.434 ton per bulan," katanya.
GADI MAKITAN
http://www.kompas.com/
Izin Perikanan Tangkap Diskriminatif
Penulis : Hamzirwan | Senin, 17 Januari 2011
| 20:24 WIB
SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIANelayan memindahkan
ikan tuna dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo, Banda Aceh, Rabu
(14/7/2010).
JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan
pengusaha perikanan mengklaim pemerintah tidak adil memperlakukan pengusaha
lokal dalam memberikan perizinan tangkap. Mereka menilai pemerintah lebih
memihak investor asing yang memiliki sarana dan prasarana lebih lengkap dari
pengusaha lokal.
Hal ini mengemuka dalam jumpa pers Wakil Ketua
Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Yugi Prayanto dan pengurus
Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia di Jakarta, Senin (17/1/2011).
Para pengusaha meminta pemerintah menyingkat proses perizinan dan menghapus
retribusi yang tumpang tindih di daerah.
"Secara angka, di atas 50 persen biaya
perizinannya. Terus, Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat komunikatif
dengan saya dan sekarang jauh lebih baik, antusiasme Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap (membantu pengusaha). Tetapi sekarang kami ingin lihat
implementasi," kata Yugi.
Pengusaha meminta pemerintah konsisten
menyusun regulasi bidang perikanan dan kelautan, antara lain, meninjau
klasifikasi ukuran kapal dalam perizinan sampai standar acuan penanganan kasus
perikanan agar kapal dan peralatan tidak rusak. Persoalan lain yang sangat
mengganggu adalah retribusi yang tidak jelas tujuannya.
Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Eksplorasi
Sumber Daya Kelautan dan Maritim Kadin Indonesia, Rikardy Tito, retribusi
sangat memengaruhi pengusaha. Dia mencontohkan, pasar ikan di DKI Jakarta yang
memungut retribusi untuk ikan tuna.
"Kami mendorong program industri
perikanan terpadu yang hasilnya diharapkan akan memangkas pungutan yang ada.
Menurut data akumulasi dari pemerintah, kita mengalami kerugian 1,2 miliar
dollar AS," ujarnya.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan
menunjukkan, utilitas UPI tahun 2010 hanya 57 persen dari kapasitas terpasang.
Saat ini terdapat 504 UPI. Adapun jumlah kapal berbobot mati di atas 30 ton
yang berizin 4.000 unit.
Dengan kapasitas produksi UPI 100 ton,
diperlukan bahan baku 50.400 ton ikan. Adapun kapasitas palka kapal ikan
berbobot mati di atas 30 ton rata-rata 30 ton sehingga 4.000 kapal dapat
menangkap 120.000 ton ikan.
Wakil Ketua Komite Tetap Industri Akuakultur
Kadin Indonesia, Benny Laos mengungkapkan, proses perizinan di Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang dulu sangat panjang sekarang sudah berubah.
"Tetapi di sini masih ada diskriminasi
terhadap peneluaran perizinan. Salah satu contoh, termasuk izin perikanan
tangkap. Itu masih banyak dominasi asing. Kadin ke depan akan mendobrak ini
supaya ada aturan main yang lebih gampang sehingga pengusaha lokal itu bisa
masuk di izin tangkap," ujarnya.
Kondisi ini membuat pengusaha perikanan
Indonesia terbatas mengusahakan bisnis pendingin dari tangkapan lokal. Tidak
seperti kapal tangkap berbendera Indonesia yang sebenarnya milik investor asing
yang bisa menangkap lebih banyak jenis ikan.
Kadin Indonesia akan mendobrak masalah ini.
Pengusaha berharap, pemerintah tetap memerhatikan dunia usaha lokal.
Berkait proses perizinan yang diminta Kadin
Indonesia untuk disingkat, Benny menolak menjelaskan seberapa panjang prosedur
yang harus ditempuh. Menurutnya, hal tersebut menjadi domain Komisi
Pemberantasan Korupsi karena domain yang sangat terlalu spesifik teknis dan
menyangkut regulasi yang sudah terjadi di Indonesia yang terlalu kompleks.
"Tetapi saya lebih mengarah kepada
detailnya langsung. Implementasi. Karena bagi pengusaha itu bukan seberapa
besar biaya yang keluar, tetapi bagi pengusaha kita ini yang lebih kita tuntut
adalah bagaimana kepastian perizinan dalam implementasi yang pasti. Karena
kendala terbesar di kita adalah perizinan keluar tetapi back up pemerintah
itu nggak ada. Jadi kalau bagi pengusaha, tidak terlalu takut berapa banyak
uang yang keluar. Tetapi yang takut itu tidak ada pemasukan," papar Benny.
Editor : I Made Asdhiana
Ketua Insan Minta DKP Memantau Kasus Penembakan
Nelayan
TRIBUN KALTENG - SELASA, 17
JANUARI 2012 | 14:36 WIB
Dok ilustrasi
TRIBUNKALTENG.COM, KOTABARU -
Ketua Ikatan Nelayan Saijaan (Insan) Kotabaru Arbani, mendatangi kantor Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP), Selasa (17/1), sebagai bentuk solidaritas
terhadap sesama nelayan.
Arbani meminta DKP memantau perkembangan kasus penembakan dua orang nelayan oleh dua oknum Brimob Kelapa II, Jakarta beberapa waktu lalu.
"DKP harus menjalankan fungsi sebagai bapak nelayan dan melakukan advokasi terhadap kasus ini. Kita khawatir kalau kasus ini direkasaya," ucap Arbani.
Menurut Arbani, perlunya campur tangan pemerintah daerah, khususnya DKP, karena kasus tersebut menewaskan salah satu nelayan akibat muntahan peluru dari senjata oknum brimob tersebut.
"DKP berjanji akan berkoordinasi dengan
DKP provinsi melakukan pemantauan terhadap proses pengusutan kasusnya,"
katanya.
PENULIS : HERLIANSYAH
EDITOR
: EDINAYANTI
Menteri Kelautan: Industrialisasi Perikanan Berorientasi kepada
Pasar
Menteri Kelautan: Industrialisasi Perikanan Berorientasi kepada
Pasar
Jakarta
(ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Cicip Sharif Sutardjo, mengatakan,
konsep industrialisasi perikanan yang diusung oleh pihak Kementerian Kelautan
dan Perikanan dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah yang berorientasi
kepada pasar.
"Industrialisasi kelautan dan
perikanan akan dilaksanakan melalui pengembangan komoditas unggulan dan
produk-produk bernilai tambah berorientasi pasar," kata Sharif Cicip
Sutardjo saat membuka seminar Outlook Perikanan 2012 bertajuk
"Industrialisasi Perikanan Budidaya Berkelanjutan" di Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, menurut Sharif,
pelaksanaan program industrialisasi perikanan dimulai dari asesmen jenis dan
kapasitas industri yang dapat dikembangkan berdasarkan analisis potensi dan
tren pasar.
Selain itu, lanjutnya, pihak KKP juga
akan mengukur beragam kekuatan yang dimiliki oleh sejumlah produk perikanan
nasional terhadap produk yang didatangkan dari negara-negara pesaing.
Ia juga menuturkan, sektor hulu
kelautan dan perikanan akan dikembangkan sesuai dengan perhitungan pertumbuhan
industri pengolahan dengan cara menggerakan semua potensi, mulai dari produksi
bahan baku skala kecil sampai dengan skala besar.
"Dalam upaya meningkatan
kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat kelautan dan perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan terus berupaya untuk meningkatkan produksi perikanan,
baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya," kata Sharif.
Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan,
upaya peningkatan produksi perikanan itu akan ditempuh sejalan dengan upaya
industrialisasi perikanan yang memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha.
Industrialisasi perikanan tersebut,
ujar dia, dilakukan dengan membenahi sektor hulu hingga hilir, diantaranya
melalui peningkatan kualitas SDM atau modernisasi nelayan dan pembudidaya.
"Dengan industrialisasi ini
diharapkan mampu menciptakan mata rantai industri perikanan nasional yang kuat
dan berdaya saing," katanya.
Sebelumnya, Dirjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan KKP, Victor Nikijuluw, menyebutkan, dalam upaya
mendukung industrialisasi perikanan, KKP memprioritaskan peningkatan daya saing
dan nilai tambah melalui program peningkatan "supply chain and value chain
management" dengan empat strategi.
Victor memaparkan, empat strategi
tersebut adalah meningkatkan produksi perikanan tangkap melalui berbagai
program seperti pengadaan kapal bantuan untuk para nelayan, meningkatkan
produksi perikanan budidaya, meningkatkan produksi produk olahan bernilai
tambah tinggi melalui peningkatan kapasitas UKM dan industrialisasi pengolahan,
serta mengembangkan industri pendukung serta industri terkait lainnya.
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Ekonomi
Makro
Kamis, 19 Januari 2012 |
01:05:29 WIB
Sektor Kelautan I Perlunya Membangun Jaringan
dari Hulu ke Hilir
Ciptakan
Industrialisasi Perikanan
KORAN JAKARTA
Sepertinya
tidak mudah bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mewujudkan
program industrialisasi perikanan nasional. Persoalan yang mendasarkan untuk
mencapai tataran industrialisasi dibutuhkan perangkat konektivitas dari sisi
hulu industri hingga hilir. Hal ini terungkap dalam dalam seminar
industrialisasi perikanan, baru-baru ini di Jakarta.
Menurut Ketua Tim Percepatan Pulau-pulau Kecil Rokhmin Dahuri (mantan Menteri KKP), hal yang krusial dalam industrialisasi perikanan yakni perlunya link and match antara hasil tangkapan maupun budi daya, kesiapan logistik, hingga pengolahan. Rokhmin mengatakan nelayan tidak mungkin menangkap ikan setiap hari secara terus- menerus, ada masa jeda, jadi perlu ketersediaan cold storage.
Menurut Ketua Tim Percepatan Pulau-pulau Kecil Rokhmin Dahuri (mantan Menteri KKP), hal yang krusial dalam industrialisasi perikanan yakni perlunya link and match antara hasil tangkapan maupun budi daya, kesiapan logistik, hingga pengolahan. Rokhmin mengatakan nelayan tidak mungkin menangkap ikan setiap hari secara terus- menerus, ada masa jeda, jadi perlu ketersediaan cold storage.
Ketika
cold storage tersedia, maka saat terjadi puncak tangkapan nelayan, dan nelayan
tidak mendapatkan harga yang pantas, maka cold storage menjadi kunci.
"Jadi dengan dukungan teknologi pascapanen (cold storage), nelayan bisa
menjaga harga lebih ekonomis. Jadi yang perlu dimainkan untuk mendukung
industrialisasi itu perbaikan hulu, mulai dari perikanan tangkap dengan
dukungan sistim logistik," ungkapnya.
Menurut
Rokhmin, kebijakan industrialisasi yang berkelanjutan diperlukan untuk
mendorong competitive advantage sektor perikanan Indonesia dalam era
globalisasi. Karenanya, saat ini, KKP jangan hanya terpaku pada sektor
penangkapan dan budi daya, tetapi menuju industrialisasi. Selama ini, pelaku
industri terlena dengan persoalan tangkap dan budi daya, padahal sudah saatnya
melakukan penguasaan dan penerapan teknologi.
"Jadi
ide Pak Cicip (MKP) itu penerapan sains dan teknologi (industri) untuk
menjadikan produksi bernilai dan kompetitif. Memang benchmarking negara maju
itu industrialisasi dan penguasaan teknologi," ungkapnya.
Untuk
menuju industrialisasi juga butuh dukungan sinergi antara pemerintah,
perbankan, dan pelaku usaha perikanan dari hulu ke hilir. Sistem pendataan,
logistik, dan transportasi juga perlu dibenahi.
Moderenisasi Peralatan
Guna
mendorong terwujudnya industrialisasi perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan
Sharif Cicip Sutardjo memilih melakukannya dengan membenahi sektor hulu-hilir,
pembenahan SDM, dan modernisasi peralatan.
"Kami
juga memperhatikan bahan baku ikan untuk industri, yang tersebar di Jawa dan
Sumatra, dan bahan baku di wilayah timur. Maka, KKP membentuk SLIN (sistim
logistik ikan nasional). Upaya ini untuk menjamin kontinuitas bahan baku dan
menekan harga," urainya.
Solusi
jangka pendek, lanjut Menteri Kelautan dan Perikanan ini, untuk mengatasi
persoalan pasokan bahan baku pemerintah akan mendorong kemitraan antara
perusahaan (industri) dengan petambak. Jadi, keduanya bekerja sama dan
pemerintah akan bertugas memfasilitasi sekaligus memberikan insentif.
Akibat
keterbatasan bahan baku, saat ini di Pantai Utara Jawa saja ada 300.000 hektare
tambak, dari jumlah tersebut sebanyak 69.000 hektare dalam posisi menganggur
atau iddle, dan sisanya dikelola secara tradisional.
Akibat
kondisi tersebut, produksi dan produktvitas masih rendah dan di bawah target.
Dalam programnya KKP tercatat sudah membuat rencana kerja dalam rangka SLIN
karena ketersediaan bahan baku merupakan suatu keniscayaan dalam
industrialisasi. Selain itu, industrialisasi tidak akan berjalan tanpa
kontinuitas bahan baku.
Industrialisasi
adalah ketersediaan dan produksi ikan, tidak hanya untuk industri, tetapi juga
dimanfaatkan langsung untuk konsumsi. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua
Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menambahkan secara faktual 22 persen ikan
diolah, hanya empat persen yang diolah secara modern, dan sebagian besar ikan
dikonsumsi tanpa melalui pengolahan maupun proses industrialisasi.
"Bagaimana
mau dikembangkan jika kapasitas produksi hanya 40-60 persen. Jadi kalau bahan
baku belum dipenuhi, maka visi industrialisasi akan mubazir," tuturnya.
aan/E-12
TEMPO/Pruwanto
KAMIS, 19 JANUARI 2012 | 15:51
WIB
Terumbu Karang di Pesisir Utara Jawa Timur Rusak Parah
TEMPO.CO, Malang - Kepala Bidang Kelautan, Pesisir, dan
Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Eriyanto,
menyatakan terumbu karang di kawasan pesisir utara Jawa Timur rusak parah
akibat pencemaran limbah industri. ”Banyak industri yang membuang limbah secara
langsung ke laut tanpa diolah terlebih dahulu,” ujarnya saat menjadi pembicara
dalam lokakarya perairan di Universitas Brawijaya, Kamis, 19 Januari 2012.
Dari sisi urutan penyebab kerusakan terumbu karang di pesisir utara Jawa Timur, tutur Eriyanto, sebanyak 64 persen akibat eksploitasi berlebihan. Selebihnya karena pencemaran, sedimentasi, dan reklamasi pantai.
Saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus merehabilitasi
ekosistem terumbu karang melalui program transplantasi terumbu karang. Caranya
dengan menanam atau mencangkok terumbu karang. Selain itu memasang terumbu
karang buatan. Hasil penangkaran kemudian dilepasliarkan ke laut agar tumbuh
menjadi terumbu karang. "Dibutuhkan waktu lama untuk memulihkan terumbu
karang," ujar Eriyanto.
Menurut Eriyanto, kondisi terumbu karang yang cukup bagus berada di kawasan konservasi laut di kepulauan Sumenep. Untuk melestarikan terumbu karang di kawasan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan pemerintah Prancis.
Menurut Eriyanto, kondisi terumbu karang yang cukup bagus berada di kawasan konservasi laut di kepulauan Sumenep. Untuk melestarikan terumbu karang di kawasan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan pemerintah Prancis.
Penyelamatan terumbu karang penting dilakukan karena selain
berfungsi sebagai habitat ikan laut juga berpotensi menjadi obyek wisata bawah
laut. "Terumbu karang di Sumenep tak kalah indahnya dengan yang ada di
Bunaken ataupun di Australia," tutur Eriyanto.
Kepala Subdirektorat Jejaring Data dan Informasi Konservasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahsanal Kakasiah, yang juga menjadi
pembicara dalam acara tersebut, menjelaskan 42 persen terumbu karang di seluruh
Nusantara rusak berat. Sedangkan terumbu karang yang kondisinya bagus sekitar
23 persen, dan hanya enam persen yang kondisinya sangat bagus. "Solusi
penyelamatannya dengan cara transplantasi dan terumbu karang buatan,"
katnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini terus memperluas wilayah konservasi terumbu karang dari 8,3 juta hektare menjadi 10 juta hektare. Jika kondisi terumbu karang kembali pulih, sektor perikanan juga akan pulih. Potensi perdagangan ikan karang hidup mencapai US$ 1 miliar.
EKO WIDIANTO
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Kamis, 19 Januari 2012 |
09:52:38 WIB
Sektor Perikanan
KKP Batalkan Program Subsidi Pakan Budi Daya
dok
JAKARTA -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membatalkan pemberian subsidi pakan,
bagi pembudidaya ikan. Padahal pada akhir tahun 2011, KKP menjanjikan pemberian
subsidi melalui dana public service obligation (PSO) yang akan digulirkan tahun
ini.
"Nggak
ada subsidi pakan. Subsidi mungkin tidak diberikan, yang ada kita bisa perbaiki
sarana dan prasarana agar lebih baik. Dengan perbaikan itu kita harapkan cost
production akan menurun. Jadi sampai saat ini saya belum dapat laporan (dari
Dirjen Budidaya) mengenai subsidi pakan itu," kata Menteri Kelautan dan
Perikanan Sharif Cicip Sutardjo sesuai Outlook Perikanan 2012 di Jakarta, Rabu
(18/1).
Dalam
pembukaan Outlook Perikanan, Cicip mengatakan, dari sisi produksi terus
mengalami peningkatan, tetapi saat ini pemanfaatan potensi perikanan budidaya
belum optimal. Berdasarkan data, tahun 2009, produksi tercatat sebesar 4,78
juta ton dan naik menjadi 6,78 juta ton tahun 2011. Angka produksi itu, kata
Cicip masih bisa ditingkatkan, karena potensi perikanan budidaya, dari sisi
luas lahan tambak sebesar 9,587 juta hektare dan potensi budidaya laut sebesar
8,363 juta hektare.
Sebelumnya,
akhir Oktober 2011, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Ketut Sugama mengatakan KKP
bakal mengalokasikan dana subsidi benih dan pakan menggunakan dana PSO, yang
akan digulirkan mulai tahun 2012.
"Subsidi itu akan memanfaatkan dana public service obligation (PSO), saat ini masih proses. Jadi subsidi itu nanti seperti subsidi benih yang diberikan pemerintah kepada petani (pembudidaya). Tetapi untuk KKP, yang diberikan ke masyarakat kan benih ikan," kata Dirjen Perikanan Budidaya Ketut Sugama.
"Subsidi itu akan memanfaatkan dana public service obligation (PSO), saat ini masih proses. Jadi subsidi itu nanti seperti subsidi benih yang diberikan pemerintah kepada petani (pembudidaya). Tetapi untuk KKP, yang diberikan ke masyarakat kan benih ikan," kata Dirjen Perikanan Budidaya Ketut Sugama.
Ketut
menambahkan, dana subsidi (PSO) untuk perikanan itu sudah disetujui DPR, namun
belum dibahas detail mengenai mekanisme pemberian subsidinya. Menurutnya, dana
subsidi benih dan pakan itu, katanya, akan lebih banyak diberikan kepada
pembudidaya, seiiring dengan target produksi yang ditetapkan KKP sebesar 11,39
juta ton ikan, sedangkan perikanan tangkap kontribusinya hanya ditargetkan 5,5
juta ton.
Dari
komposisi itu, pihaknya optimistis budidaya perikanan akan mendapatkan porsi
besar dalam pemberian subsidi, dan nantinya Ditjen Perikanan Budidaya akan
memprioritaskan pemberian subsidi bagi pembudidaya benih ikan tawar, dan tahap
berikutnya akan diberikan ke pembudidaya benih ikan laut.
"Selain
mensubsidi benih, kita juga akan memberikan subsidi pakan, kemungkinan
pemberian subsidi pakan ikan bisa direalisasikan pertengahan tahun 2012
mendatang," ungkapnya.
Telah Disepakati
Sementara
itu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, konsep
subsidi benih dan pakan murah untuk masyarakat sudah disepakati pemerintah
dengan DPR. Sebelumnya Fadel mengatakan, dana subsidi melalui PSO tahun depan
(2012) sebesar 1,2 triliun.
"Dengan
Komisi IV DPR menyetujui PSO untuk perikanan, kita bisa langsung membuat
program yang menguntungkan rakyat, tidak hanya PSO (subsidi) untuk benih dan
pakan tetapi kita akan dorong untuk subsidi angkutan ikan," ujarnya.
aan/E-12
http://www.suarapembaruan.com/
Potensi Ikan Laut Dalam Belum Dimanfaatkan
Kamis, 26 Januari 2012 |
8:33
[JAKARTA]
Sumber data hayati laut sampai saat ini merupakan sumber protein yang relatif
murah dan bernilai gizi tinggi.
Sayangnya,
pemanfaatan sumber daya tersebut belum optimal. Beberapa jenis biota laut telah
dieksploitasi sampai mendekati tingkat kepunahan, di lain pihak banyak jenis
spesies yang tidak dimanfaatkan, karena lemahnya kajian sumber daya hayati
laut.
Pemanfaatan
ikan misalnya, selama ini masih difokuskan di perairan dangkal (0-200 m) yang
sudah hampir punah, sedangkan laut dalam (400-1.000 m) yang sangat besar
potensinya, sama sekali belum dimanfaatkan.
Demikian
Prof Ali Suman, Kepala Balai Riset Perikanan Laut Kelautan dan Perikanan
(KKP) pada Rakornas The Census of Marine Life (CoML) yang bertajuk
“Keanekaragaman Hayati Laut untuk Ketahanan Pangan”, yang digelar di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Rabu (24/1).
Menurut
Ali, sebanyak 6,4 juta ton ikan laut dangkal yang bisa dimanfaatkan, tetapi
tidak menjamin keberlanjutannya, sehingga kini telah mencapai titik
kepunahan. Padahal luas wilayah laut dangkal hanya 30%,sedangkan laut dalam
bahkan mencapai 70%.
Dari
penelitian yang dilakukan KKP bekerja sama dengan Jepang sejak 2005 lalu
ditemukan 529 jenis biota laut dalam yang bisa dimanfaatkan untuk
ketahanan pangan dan nilai ekonomi tinggi, terdiri dari 415 jenis ikan, 68
udang atau kepiting dan 46 cumi-cumi. [D-13]
Perahu Nelayan Dipatok Rp 600 Ribu
TUBAN (jurnalberita.com) - Daripada tidak melaut karena cuaca buruk,
para nelayan di Kelurahan Karang Sari Kecamatan Kota memilih menggunakan
perahunya untuk digunakan sebagai ojek oleh para ABK kapal besar yang sedang
bersandar di tepian pantai laut Kelurahan Karang Sari Kecamatan Kota, Jumat
(27/1/2012).
Para
ABK tersebut sedianya akan berlabuh di pelabuhan khusus Semen Gresik yang
berada di Desa Glondonggede Kecamatan Jenu, namun karena cuaca yang tidak
mendukung akibat ombak besar, mereka lebih memilih berlindung sebelum bencana
menghampirinya.
Sebanyak
sembilan kapal yang bertujuan pelabuhan Semen Gresik dengan muatan yang
berbeda-beda itu berlindung di perairan pantai kelurahan Karangsari yang
berjarak sekitar 1 mil dari tepian pantai Karangsari.
“Kita
pilih berlindung saja, karena ombaknya besar banget,” ungkap Pujo, Kapten ABK
Kapal frances yang bermuatan semen.
Sementara,
untuk bisa bertahan hidup para ABK ini memilih ojek perahu-perahu para nelayan
seperti yang dilakukan Pujo. “Saya sewa ini untuk membeli makanan dan
perbekalan di sana, sebelum kami memulai untuk berlayar kembali,” tambahnya.
Tarif
yang ditentukan oleh para nelayan sendiri cukuplah fantastis, sekali ojek untuk
pulang pergi ke daratan, dipatok harga Rp 600.000. “Ya lumayan lah mas, kan ya
semua untuk kebutuhan kami juga, selama tidak melaut,” ungkap Tasmuri, nelayan
asal kelurahan Karangsari yang sudah hampir sepekan terakhir tidak melakukan
aktifitas melaut. (jbc11/jbc1)
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Jumat, 27 Januari 2012 |
16:38:45 WIB
48 Ton
Ikan Berformalin Dipulangkan ke Pakistan
dok
JAKARTA - Sebanyak 48 ton
ikan berformalin akan dipulangkan ke Pakistan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP). Keputusan KKP tersebut sebagai sikap tegas pemerintah dalam
mencegah peredaran ikan berformalin di Indonesia.
Dirjen Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Syahrin Abdurrahman, Jumat (27/1) di
Jakarta mengatakan, KKP akan mengekspor kembali iktan tersebut dalam 2 hingga 3
hari mendatang.
"Ikan berformalin yang
diimpor dari kawasan Asia Selatan itu sebanyak 2 kontainer atau memiliki berat
sekitar 48 ton. Jenis ikan yang ditemukan mengandung zat pengawet berbahaya itu
adalah jenis ikan mackarel dan kembung," katanya.
Mengenai mekanisme sanksi
terhadap pihak pengimpor, ia mengatakan, hal tersebut akan diserahkan
sepenuhnya kepada Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP.
"Kewenangan (PSDKP) kami hanya mengamankan," katanya.
Syahrin juga menegaskan,
pihaknya tidak akan lengah dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai
komoditas kelautan dan perikanan yang masuk ke Tanah AIr karena hal tersebut
telah diamanatkan oleh undang-Undang.
Kementerian Kelautan dan
Perikanan sejak awal Januari 2012 hingga kini belum mengeluarkan penambahan
kuota impor ikan melalui Pelabuhan Belawan Medan, Sumatera Utara.
"Belum ada lagi tambahan kuota impor ikan melalui Pelabuhan Belawan," kata Kepala Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Stasiun Belawan Mukhtar di Medan, Rabu (25/1).
"Belum ada lagi tambahan kuota impor ikan melalui Pelabuhan Belawan," kata Kepala Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Stasiun Belawan Mukhtar di Medan, Rabu (25/1).
Mukhtar menyebutkan, segala
ikan impor yang beredar di pasar Sumatera Utara saat ini merupakan sisa kuota
2011. ant/W-1
http://www.hukumonline.com
Kementerian Kelautan
Gagalkan Impor Ikan Formalin
Jumat, 27 January 2012
· 1
Sebanyak
48 ton ikan impor mengandung formalin asal Pakistan yang masuk melalui
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, Medan berhasil digagalkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Ikan
jenis Frozen Mackerel Rastrelliger Kanagura yang dimuat dalam 2 kontainer ini,
dalam satu-dua hari kedepan akan segera direekspor ke negara asalnya. Prosesnya
untuk dilakukan reekspor saat ini sedang berjalan”, ujar Dirjen Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP), Syahrin Abdurrahman, dalam
siaran pers.
Lebih lanjut Syahrin menjelaskan bahwa ikan impor mengandung formalin yang didatangkan dari Pakistan berhasil digagalkan atas kerjasama antara Stasiun Karantina Ikan Medan dan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belawan. Ikan tersebut diimpor oleh PT Golden Cup Seafood dan mulai masuk Pelabuhan Belawan pada tanggal 3 Januari 2012.
"Langkah
reekspor yang dilakukan KKP membuktikan bahwa kementerian ini bertindak tegas
terhadap para pelaku impor ikan yang tidak sesuai dengan aturan berlaku dan
membahayakan masyarakat", sambung Syahrin.
Sementara itu, Kepala BKIPM KKP Syamsul Maarif menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, ikan impor asal Pakistan terbukti mengandung formalin dengan kadar antara 0,25–0,8 dari seharusnya 0 (bebas formalin).
Selanjutnya
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No: 1168/MENKES/PER/X/1999, setiap hasil
perikanan yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan hasil perikanan. Berpijak pada dasar hukum
tersebut, Kepala Stasiun Karantina Ikan dan Pengendali Mutu Kelas I Medan II
pada tanggal 24 Januari 2012 menerbitkan surat penolakan nomor
106/46.0/KI-360/I/2012 terhadap importasi hasil perikanan FROZEN MACKEREL
Rastrelliger Kanagurta tersebut dengan KI-D5 no: I/KI-D5/46.0/I/2012/00001.
Upaya mencegah masuk dan/atau beredarnya hasil perikanan impor yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang tidak aman untuk dikonsumsi akan terus dilaksanakan secara sinergi antara Badan Karantina Ikan, Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Direktorat Jenderal P2HP dan Direktorat Jenderal PSDKP KKP RI.
Penulis :
red
(DIGITAL EDITION)
http://koran-jakarta.com/
Sektor Riil
Senin, 30 Januari 2012 |
02:00:57 WIB
Nelayan
Harus Dilindungi
infopublik.org
JAKARTA -
Pemerintah Indonesia dan Malaysia menyepakati nota kesepahaman terkait sengketa
nelayan tradisional dua negara. Sepanjang tahun 2011, tercatat 19 kapal nelayan
Indonesia ditangkap pemerintah Malaysia.
Penandatanganan
nota kesepahaman atau MoU itu dilakukan Menko Polhukam, Menteri Kelautan dan
Perikanan, serta perwakilan dari Kerajaan Malaysia di Bali.
"Penandatanganan
kesepahaman ini merupakan terobosan baru untuk penanganan sengketa nelayan yang
sering melibatkan dua negara. Sepanjang tahun 2011 ada 19 kapal nelayan
Indonesia berukuran kurang dari 10 gross tonage (GT) ditangkap Malysia. Jumlah
nelayan yang ditahan ada 92, dan dari advokasi yang kita lakukan, 52 nelayan
sudah dibebaskan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip
Sutardjo dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/1). aan/E-12
1 comment:
Post a Comment