PRINSIP
KELESTARIAN SUMBER DAYA PERIKANAN
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan diharapkan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning
ground, maupun nursery ground ikan.
Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan
padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan.
PRINSIP
KELESTARIAN BUDAYA
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan dalam era otonomi daerah seyogianya harus memperhatikan juga kearifan
lokal, pengetahuan lokal, hukum-hukum adat, dan aspek kelembagaan lainnya yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya tersebut.
Di Indonesia ada beberapa daerah yang
memiliki aturan pengelolaan sumber daya perikanan yang bersifat tradisional,
misalnya: sasi di Maluku, rompong di Sulawesi Selatan, dan ondoafi di Irian
Jaya.
PRINSIP
EKONOMI
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan dalam konteks otonomi daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah dan pendapatan asli
daerah sehingga mampu mewujudkan kemandirian dan keadilan ekonomi.
PRINSIP
PARTISIPATIF
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan akan dapat berjalan dengan baik jika melibatkan partisipasi semua
pihak yang terkait.
PRINSIP
AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan harus memperhatikan juga aspek akuntabilitas dan transparansi dalam
pelaksanaannya.
PRINSIP
KETERPADUAN
Prinsip keterpaduan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya perikanan merupakan hal yang penting untuk diupayakan.
Melalui keterpaduan di antara pemangku kepentingan, proses perencanaan,
pelaksanaan,
dan pengawasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya perikanan akan dapat berjalan dengan baik.
PRINSIP
PERSATUAN DAN KESATUAN
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan dalam era otonomi daerah merupakan upaya memberdayakan kekuatan
masyarakat lokal untuk menjaga eksistensi NKRI.
Dari 7 prinsip pengelolaan sumber daya
perikanan yang menjadi landasan menuju desentralisasi, menurut pendapat saya (penyusun)
prinsip yang paling penting adalah “Prinsip Partisipatif”, dengan beberapa
alasan sebagai berikut:
-
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, otoritas pengelolaan sumber daya perikanan adalah
pemerintah melalui menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perikanan,
dengan beberapa kewenangan (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Akan
tetapi dalam kerangka otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan, otoritas
dan wewenang tersebut didelegasikan (desentralisasi) ke daerah (Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004). Selain itu, pengelolaan perikanan harus mempertimbangkan
hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat
(Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009).
-
Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan
yang begitu besar pada pemanfaatannya diperlukan kejelasan pengaturan, sehingga
sumber daya tersebut dapat dikelola dengan efisien dan efektif untuk
kepentingan pembangunan ekonomi di masa
sekarang dan masa depan. Penjabaran kewenangan yang dilakukan perlu diikuti
dengan pengembangan system dan mekanisme hubungan antara pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dalam rangka mendorong upaya
sikronisasi dan integrasi antara kebijakan makro dengan kebijakan teknis serta
pelaksanaan pengelolaan sumber daya perikanan.
-
Penetapan kebijakan operasional pengelolaan
sumber daya perikanan pada tingkat daerah (pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota) yang dapat mengembangkan kebijakan pada tingkat lebih
operasional untuk dapat digunakan dalam pengelolaan kelautan dan perikanan
sesuai dengan karakteristik masing-masing.
-
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan akan dapat berjalan dengan baik jika melibatkan partisipasi dan peran
serta semua pihak yang terkait.
SUMBER:
http://student.ut.ac.id/
Satria, Arif. Et.al (2002) Acuan Singkat Menuju
Desentralisasi
Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
No comments:
Post a Comment