Tuesday, 7 February 2012

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE


  1. Secara umum usaha budidaya ikan lele mempunyai prospek pasar yang cerah. Dengan adanya peluang pasar yang masih terbuka tersebut maka usaha budidaya ikan lele merupakan sebuah usaha yang masih sangat menjanjikan.
  2. Kendala yang dihadapi oleh petani/pembudidaya ikan lele terutama adalah masih banyak petani yang belum mampu melakukan pengolahan pasca panen akibat kurangnya pengetahuan dan teknologi. Hal lain yang masih menjadi kendala adalah belum mampunya petani dalam menjalin networking langsung kepada konsumen/pelanggan khususnya pelanggan besar dalam rangka untuk menjamin kontinuitas pasar. Petani juga masih lemah dalam menjalin komunikasi dengan komunitas pasar yang ada. Padahal hal tersebut sangat bermanfaat untuk mendapatkan akses informasi yang sempurna tentang kondisi pasar, baik dalam hal harga maupun besarnya permintaan pasar.
  3. Selama ini pemberian kredit untuk pengembangan usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Sleman sudah dilakukan oleh beberapa perbankan/lembaga keuangan lainnya, meskipun bank-bank tersebut belum memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha budidaya ikan lele. Pinjaman yang dapat diberikan oleh perbankan untuk usaha ini dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja dengan tingkat bunga berkisar 21 persen.
  4. Hasil analisis Laba Rugi menunjukkan bahwa bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 28.915.417,- dengan profit margin sebesar 12,79%.
  5. Hasil analisis kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele memiliki nilai IRR yang cukup tinggi yaitu sebesar 36,54% yang mengimplikasikan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan sampai tingkat suku bunga mencapai 36,54%. Nilai Net B/C Ratio usaha ini juga lebih besar daripada 1, yaitu sebesar 1,25; karena Net B/C Ratio > 1 maka usaha ini layak untuk dilaksanakan. Net Present Value juga bernilai positif, yaitu Rp21.364.677,- sehingga proyek layak dilaksanakan.
  6. Berdasarkan analisis sensitivitas Skenario 1 (dengan asumsi terjadi penurunan pendapatan sampai 4 persen), usaha ini masih layak untuk dilaksanakan karena nilai IRR yang masih lebih besar daripada tingkat suku bunga yaitu sebesar 22,95%, nilai NPV yang masih positif yaitu sebesar Rp2.608.021,- dan nilai Net B/C Ratio yang masih lebih besar daripada 1 yaitu sebesar 1,03. Akan tetapi pada saat penerimaan/pendapatan turun sebesar 5 persen, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan lagi. Hal ini karena nilai IRR-nya sudah dibawah tingkat suku bunga yang ditetapkan yaitu sebesar 19,43%, nilai NPV-nya sudah negatif yaitu sebesar Rp. 2.081.144,- dan nilai Net B/C Ratio-nya lebih kecil daripada 1 yaitu sebesar 0,98.
  7. Berdasarkan analisis sensitivitas Skenario 2, yaitu dengan asumsi terjadi kenaikan biaya operasional sampai 6 persen usaha ini masih layak untuk dilaksanakan karena nilai IRR yang masih lebih besar daripada tingkat suku bunga yaitu sebesar 21,31%, nilai NPV yang masih positif yaitu sebesar Rp409.651,- dan nilai Net B/C Ratio yang masih lebih besar daripada atau sama dengan 1 yaitu sebesar 1,00. Akan tetapi pada saat biaya operasional meningkat sebesar 7 persen, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan lagi. Hal ini karena nilai IRR-nya sudah dibawah tingkat suku bunga yang ditetapkan yaitu sebesar 18,67%, nilai NPV-nya sudah negatif yaitu sebesar – Rp3.082.853,- dan nilai Net B/C Ratio-nya lebih kecil daripada 1 yaitu sebesar 0,96.
  8. Berdasarkan analisis sensitivitas Skenario 3, yaitu adanya penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersama-sama dengan persentase sebesar 2 persen, usaha ini masih layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena nilai IRR yang masih lebih besar daripada tingkat suku bunga yaitu sebesar 24,72%, nilai NPV yang masih positif yaitu sebesar Rp5.001.340,- dan nilai Net B/C Ratio yang masih lebih besar daripada 1 yaitu sebesar 1,06. Namun pada saat terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersama-sama dengan persentase sebesar 3 persen, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan lagi. Hal ini karena nilai IRR-nya sudah dibawah tingkat suku bunga yang ditetapkan yaitu sebesar 18,60%, nilai NPV-nya sudah negatif yaitu sebesar – Rp3.180.328,- dan nilai Net B/C Ratio-nya lebih kecil daripada 1 yaitu sebesar 0,96.
  9. Usaha budidaya ikan lele memberikan dampak positif terhadap kehidupan ekonomi masyarakat dalam bentuk penyerapan tenaga kerja/mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan petani pembudidaya ikan lele maupun pelaku usaha yang terlibat secara tidak langsung seperti pedagang pengentas ikan, usaha pemancingan, rumah makan khas ikan, usaha pasokan pupuk kandang (peternak) dan pupuk buatan (penyedia sarana produksi perikanan), pengangkutan serta para penyedia jasa lainnya yang berkaitan dengan adanya usaha budidaya ikan lele. Disamping itu, usaha budidaya ini juga berdampak positif terhadap kehidupan sosial masyarakat serta berkontribusi positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi pemerintah daerah setempat.
  10. Secara umum usaha budidaya ikan lele sebagai suatu kegiatan produksi tidak menghasilkan pencemaran/limbah yang berbahaya bagi lingkungan sekitarnya baik secara fisik, kimiawi maupun biologi.

Saran

  1. Budidaya ikan lele yang saat ini dikembangkan akan lebih baik apabila diintegrasikan dengan usaha lain (sistem longyam, minapadi atau aquaponik). Hal ini karena secara ekonomi akan lebih menguntungkan dan dalam pemanfaatan pakan lebih efisien. Dengan sistem ini, satu lahan digunakan untuk dua jenis usaha sekaligus. Selain itu pembudidaya akan mempunyai jenis pendapatan yang lebih bervariasi sehingga jika terjadi penurunan atau kegagalan pada salah satu komoditi, komoditi yang lain bisa saling menutupi.
  2. Untuk lebih meningkatkan efisiensi, produktivitas serta kualitas hasil budidaya, pembudidaya perlu lebih ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, serta pemahamannya terhadap teknologi. Disamping itu juga selalu ditingkatkan kemampuan manajerialnya termasuk pula akses terhadap sumber-sumber permodalan yang mudah dan murah, diversifikasi komoditi produk olahan/pasca panen, penguasaan terhadap pasar serta promosi.
  3. Pemerintah melalui instansi terkait perlu lebih meningkatkan sosialisasi master plan pembangunan sektor perikanan yang terintegrasi, koordinasi dan sinergi antar institusi terkait, penyusunan kebijakan/perencanaan, regulasi serta pengawasan yang berpihak kepada petani, promosi investasi/ pemasaran, peningkatan partisipasi stakeholders yang terdiri dari para pembudidaya ikan, pengusaha perikanan, ilmuwan, penyuluh, aparat keamanan dan birokrat, penyediaan fasilitas pendukung yang terdiri dari fasilitas fisik dan kelembagaan yang meliputi kelembagaan keuangan, asuransi, LSM, lembaga pemasaran, asosiasi serta perumusan kebijakan yang mendukung strategi lanjutan seperti distribusi, pemasaran, serta menjamin ketersediaan benih dan induk.

Sumber: Bank Indonesia, ------. POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia,  Jakarta.

No comments:

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...