Wednesday 1 February 2012

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BUDIDAYA BANDENG (Pola Pembiayaan Konvensional)

  1. Potensi pengembangan tambak cukup besar, hampir semua pantai di Indonesia potensial untuk pengembangan tambak. Sampai saat ini pola pengelolaan tambak umumnya baru pada taraf semi intensif yang masih dekat dengan pola tradisional sehingga produktivitas masih relatif rendah. Hal ini disebabkan untuk mencapai pola yang lebih intensif diperlukan biaya yang besar untuk pembelian pakan yang harganya relatif mahal.
  2. Di Wilayah penelitian (Sidoarjo) ada 1 bank yang memberikan kredit untuk usaha tambak bandeng yakni Bank BRI cabang Sidoarjo. Namun demikian pemberian kredit tersebut masih belum sepenuhnya kredit berdasarkan usaha tambak bandeng tetapi kredit umum, yakni kredit yang mensyaratkan sertifikat atau deposito sebagai jaminannya dan usaha lain diluar tambak serta catatan reputasi dan karakter yang baik sebagai penguatnya.
  3. Potensi pasar bandeng cukup besar. Selama sepuluh tahun terakhir pertumbuhan permintaan mencapai 6,33% rata-rata per tahun sementara pertumbuhan produksi adalah 3,82% per tahun. Kesenjangan permintaan dan produksi ini masih ditambah dengan beberapa potensi permintaan antara lain: (a)Bandeng dikonsumsi semua golongan masyarakat; (b)Tingkat konsumsi protein masyarakat masih perlu ditingkatkan; (c)Tingkat konsumsi protein tahun 2003 adalah 11 gram per capita per hari sementara standar minimal yang seharusnya dipenuhi adalah 15 gram per capita perhari; (d)Bandeng adalah sumber protein yang sehat (non kolesterol) sehingga masyarakat yang telah jenuh dengan lemakpun masih dapat mengkonsumsi bandeng dengan aman; dan (e)Harga bandeng relatif stabil dan pemasarannya pun yang relatif mudah.
  4. Ada dua masalah terkait dengan pemasaran bandeng yakni : (a)Lemahnya posisi petambak berhadapan dengan pembeli (Agen/pedagang besar). Agen membeli bandeng dari petambak dengan cara kredit, tetapi tidak dipastikan kapan pembayaran dilakukan dan petambak tidak memiliki kekuatan untuk memaksa agen memenuhi kewajibannya; (b)Duri bandeng menghalangi masyarakat untuk menyukainya.
  5. Teknis pemeliharaan bandeng tidak sulit. Secara tadisional bandeng hanya dilepas begitu saja di tambak tanpa perlu perawatan maupun pemberian pakan. Produktivitas pemeliharaan sistim tradisional ini rendah. Jika produktivitas ingin ditingkatkan maka pemeliharaan harus semakin intensif. Salah satu ciri penting dari pemeliharaan intensif adalah pemberian pakan buatan. Pemeliharaan dikatakan intensif penuh jika pemberian pakan diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan pakan bandeng tercukupi secara teknis. Pemeliharaan dikatakan semi intensif jika dilakukan pemberian pakan tetapi tingkat pemberian dan teknis pemberiannya tidak sebanyak dan serumit pemeliharaan intensif.
  6. Berdasarkan analisis kelayakan finansial budidaya bandeng layak untuk diusahakan. Dengan masa proyek 4 tahun dan tingkat discount rate sebesar 20% usaha bandeng memberikan NPV sebesar Rp 17.661.201, Net B/C ratio sebesar 1,68 dan IRR sebesar 53,02% serta PBP 5 bulan. Artinya budidaya bandeng secara finansial layak dilaksanakan sampai tingkat suku bunga 53,02 % dengan tingkat pengembalian modal kurang dari 1 tahun.
  7. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan bahwa dengan penurunan penerimaan sebesar 7% dengan asumsi biaya operasional konstan membuat usaha bandeng tidak lagi layak untuk dilakukan, berdasarkan penilaian kelayakan kriteria investasi.
  8. Analisis sensitivitas terhadap perubahan biaya menunjukkan bahwa dengan peningkatan biaya sebesar 8% dengan asumsi penerimaan tidak berubah membuat usaha bandeng tidak lagi layak untuk dilakukan, berdasarkan penilaian kelayakan kriteria investasi.
  9. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dan biaya menunjukkan bahwa dengan penurunan penerimaan dan peningkatan biaya sebesar 4% membuat usaha bandeng tidak layak untuk diusahakan, berdasarkan penilaian kelayakan kriteria investasi.
  10. Masalah yang terkait dengan usaha bandeng adalah semakin sempitnya tambak akibat dari semakin berkembangnya pembangunan kota. Disamping itu pencemaran dari pabrik dan pertanian intensif juga menjadikan keberadaan tambak terancam. Secara sosial tambak juga terancam oleh kurang tertariknya lagi generasi muda untuk mengelola tambak.

SARAN:
  1. Untuk meningkatkan mutu produk maka rasionalitas petambak perlu ditingkatkan. Pada dasarnya petambak juga pengusaha yang rasional namun demikian seringkali pengambilan keputusannya didasarkan pada ruang pengambilan keputusan yang sempit. Untuk itu maka selain pembekalan pengetahuan terhadap aspek teknis produksi dan teknologi pasca panen juga perlu dilakukan pemberian pengertian yang terus menerus pentingnya menghasilkan mutu produk yang lebih baik dan meningkatkan daya tawar.
  2. Peningkatan daya tawar petambak dalam pemasaran bandeng dapat dilakukan dengan membuat aturan lelang menjadi lebih jelas, dalam hal ini yang diperlukan adalah ketepatan tentang waktu pembayaran. Hal ini terkait dengan kebutuhan likuiditas petambak untuk biaya hidup dan pembayaran kredit serta biaya operasional tambak.
  3. Untuk meningkatkan permintaan (konsumsi) bandeng setidaknya diperlukan dua kegiatan, yakni: (a)Melakukan promosi keunggulan bandeng dibandingkan sumber protein lain dan membuat produk bandeng lebih dekat dengan konsumen; (b)Untuk menghilangkan hambatan duri seharusnya lembaga penelitian pangan mampu mengembangkan teknologi pengolahan bandeng sehingga dihasilkan produk bandeng yang lebih bervariasi tanpa menghilangkan rasa bandengnya dengan harga yang terjangkau.
  4. Secara makro pembangunan wilayah harus memperhatikan aspek lingkungan termasuk keberadaan tambak yang secara tradisional terletak di tepi pantai. Hal ini terkait dengan pencemaran yang ditimbulkan oleh pembangunan itu, misalkan pencemaran pabrik, rumah tangga maupun sistim pertanian yang intensif. Karena itu maka tambak yang baik dan sehat adalah tambak yang terletak jauh dari berbagai sumber pencemaran tersebut.
  5. Secara sosial diperlukan upaya yang sungguh-sunguh dan terpadu agar tambak tidak ditinggalkan oleh generasi muda. Insentif adalah salah satu variabel yang mungkin menarik generasi muda untuk menekuni bidang tambak, utamanya tambak bandeng. Secara bisnis insentif dapat diberikan melalui berbagai kemudahan untuk mendapatkan modal untuk usaha tambak misalnya. Secara sosial nilai tambak dapat ditingkatkan dengan aplikasi teknologi tepat guna sehingga tambak tidak identik dengan gengsi yang rendah.

Sumber: Bank Indonesia, 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Budidaya Bandeng (Pola Pembiayaan Konvensional) Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia,  Jakarta.

No comments:

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...