A. Tugas Pokok Lembaga Keuangan/Perbankan
Tugas pokok lembaga keuangan/perbankan adalah:
1. Sebagai financial intermediary (lembaga perantara keuangan)
2. Menghimpun dana dari “unit bertabungan surplus (unit dengan pendapatan yang melebihi konsumsi)” dan menyalurkannya ke “unit bertabungan negatif (unit dengan pengeluaran melebihi pendapatan)”
Bank Sebagai Perantara, memiliki konsekuensi:
1. Bank wajib membayar bunga simpanan kepada masyarakat penyimpan dana (biaya dana).
2. Pengguna dana wajib membayar bunga pinjaman kepada bank.
3. Bank wajib memberikan pelayanan yang baik.
4. Bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian.
5. Bank wajib menyediakan cadangan kerugian.
6. Bank menanggung resiko.
B. Kebijakan Bank Indonesia Dalam Pemberdayaan UMKM
Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan UMKM mengalami perubahan paradigma yang cukup mendasar karena BI tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sehingga peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM berubah menjadi tidak langsung.
Pendekatan yang digunakan kepada UMKM bergeser dari development role menjadi promotional role. Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga murah sudah bergeser kepada pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan informasi.
Dengan kondisi seperti itu, Bank Indonesia masih tetap memberikan dukungan, namun kebijakan BI baik dari sisi supply maupun sisi demand lebih difokuskan dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat. Dari sisi supply, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan perbankan sehingga dapat meningkatkan pemberian kredit kepada UMKM namun tetap prudent.
Kebijakan tersebut antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang menganjurkan bank memberikan sebagian kreditnya kepada usaha kecil; PBI Nomor 6/25/PBI/2004 dan SE Nomor 6/44/DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit UMKM, sehingga diketahui komitmen bank dalam menyalurkan kredit UMKM; dan SE nomor 8/3/DPNP, dimana dalam perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) bobot risiko untuk KUK dikenakan sebesar 85%.
Dari sisi demand, kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan lembaga pendamping UMKM melalui peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM.
C. Mengenal Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan adalah lembaga yang menyediakan pendanaan untuk pembiayaan suatu kegiatan ekonomi dari pihak ketiga dengan imbalan tertentu. Selama ini dikenal ada 2 lembaga keuangan, yaitu bank dan non bank. Secara umum pembagian lembaga keuangan sebagaimana pada gambar 1 berikut:
LEMBAGA KEUANGAN
BANK NON BANK
1. BANK UMUM 1. PASAR MODAL
- KONVENSIONAL 2. PASAR UANG
- SYARIAH 3. VALAS
2. BPR 4. PEGADAIAN
- KONVENSIONAL 5. LEASING
- SYARIAH 6. ASURANSI
7. ANJAK PIUTANG
8. MODAL VENTURA
9. KSP
10. DANA PENSIUN
Gambar 3. Bentuk Lembaga Keuangan di Indonesia
Lembaga keuangan bank merupakan lembaga keuangan yang dianggap memiliki produk-produk penghimpunan dan penyaluran dana yang paling lengkap, sementara lembaga keuangan non bank umumnya memiliki salah satu produk berupa penghimpunan dana saja atau penyaluran dana saja. Yang dimaksud dengan perbankan menurut UU No. 10 tahun 1998 adalah segala sesuatu yang menyangkut dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
D. Lembaga Keuangan Mikro
1. Pengertian LKM
Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “programmes extend small loans to very poor for self-employment projects that generate income, allowing them to care for themselves and their families” (Kompas, 15 Maret 2005). Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan dan pembiayaan yang didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para anggotanya (BPPS Depsos, 2004).
Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya (Wiryo, 2005).
Dalam berita opini pada http://koranrakyat.net/2008/05/27/ pendekatan-pengembangan-lembaga-keuangan-mikro-lkm-dan-implikasinya/, menyebutkan bahwa: Latar belakang dibutuhkannya LKM adalah; Pertama, sebagai salah satu instrumen dalam rangka mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin pada umumnya mempunyai usaha skala mikro. Terminologi World Bank, mereka disebut sebagai economically active poor atau pengusaha mikro. Dalam konfigurasi perekonomian Indonesia, lebih dari 90% unit usaha merupakan usaha skala mikro. Mengembangkan usaha skala mikro merupakan langkah strategis karena akan mewujudkan broad bases development atau development through equity. Mereka membutuhkan permodalan guna mengembangkan kapasitas usahanya. Dengan usaha yang meningkat (menjadi usaha skala kecil), secara efektif akan mengatasi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri dan diharapkan dapat membantu masyarakat dalam kategori fakir miskin. Pada sisi lain, skim keuangan mikro sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah. Kedua, LKM dibutuhkan karena menjadi salah satu instrumen pengembangan pasar keuangan mikro. Secara pragmatis, pasar keuanan mikro merupakan aspek keuangan dari semua proses ekonomi di segmen mikro yang meliputi segala sesuatu yang menyangkut tabungan dan kredit usaha. Pada pemahaman ini dicantumkan kata tabungan dan kredit, guna menghindarkan pemahaman sempit seolah-olah di segmen mikro pelaku-pelaku usahanya hanya membutuhkan kredit, melupakan bahwa mereka mempunyai potensi menabung, dan/atau dapat diberdayakan mempunyai kemampuan menabung. Pendek kata, pada pasar keuangan mikro terdapat potensi besar dalam hal penawaran (tabungan) dan permintaan (kredit).
2. Dimensi Keuangan Mikro
a) Dimensi Nasional
• Masyarakat Indonesia sejak lama mengembangkan keuangan mikro, seperti : arisan, lumbung pitih nagari, lumbung desa, jimpitan, dsb.
• Pemerintah melalui berbagai program dan proyek telah mengadopsi konsep keuangan mikro, seperti : Inpres Desa Tertinggal, Program Pengembangan Kecamatan, P4K, Takesra–Kukesra, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), UED-SP, BMT -Trans, LEPP-M3, PEMP, MAP, LPT INDAK, P2KER, LEPMM, COBILD, BMT - KUBE, dan sebagainya.
• Berbagai lembaga keuangan berbentuk bank terlibat dalam pengembangan keuangan mikro: BRI Unit, BPR, dan Swamitra Bukopin.
• Berbagai lembaga keuangan non bank secara riil juga memberikan pelayanan keuangan mikro, seperti : BMT, LPD, TPSD, BKD, LSM, Credit Union, KSP, BTM, SUA, UMMI, dsb.
• Pendekatan keuangan mikro lintas pelaku: Program Hubungan Bank dengan KSM (PHBK).
• Forum stakeholder keuangan mikro, seperti : Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro (GEMA PKM), Forum Komunikasi LKM Syariah, Perhimpunan Lembaga Keuangan Mikro Indonesia (PLKMI), dsb.
b) Dimensi Internasional
• Social Development Summit (Copenhagen, 1996)
• Microcredit Summit (Washington – 1997, New York – 2003)
• International Leader Forum on Development Finance (Washington – 1997, Maracas – 1998, Hyderabad – 1999, Johannesburg – 2000, Nairobi – 2001, Beijing – 2002).
• Asia Pacific Banking With The Poor Network (Brisbane – 1997, Singapore – 1998, Bangkok – 1999)
• Inasia (Dacca – 2000, Katmandu – 2001, Bangkok – 2002).
• Asia Pacific Development Center APDC (Kuala Lumpur – 1996, Washington – 1997, Bangkok – 2002, Dacca – 2004).
• World Bank : Distance Learning on Microfinance, melibatkan Indonesia, Japan, China, Vietnam, Singapore, US (2001).
3. Ciri Khas LKM
LKM memiliki ciri-ciri khas sebagai berikut:
a) Staf dan karyawan LKM bertindak aktif, pro-aktif, dinamis tidak menunggu tetapi menjemput calon anggota penyimpan/peminjam, baik anggota yang dihimbau untuk menempatkan dana simpanan maupun untuk pembiayaan usaha. Istilah populernya adalah: menjemput bola, tidak menunggu.
b) Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggui oleh jumlah staf yang terbatas, karena sebagian besar staf harus bergerak di lapangan untuk mendapatkan simpanan, mendapatkan anggota yang melaksanakan pembiayaan usaha dan memonitor serta mensupervisi usaha anggota baik calon penyimpan maupun anggota peminjam (pembiayaan usaha). Namun, pembicaraan mengenai bisnis dan transaksi LKM dapat dilakukan di luar kantor.
c) LKM sebaiknya mengadakan pertemuan rutin & kajian bisnis secara berkala yang waktu dan tempatnya (biasanya di madrasah, surau, balai RW, atau bergilir di rumah antar anggota) ditentukan sesuai dengan kegiatan nasabah atau anggota LKM. Dalam pertemuan biasanya diisi dengan “balam” (bagi-bagi pengalaman) perbicangan bisnis dari para anggota pengelola usaha kecil, selain proses administrasi simpanan, pembiayaan dan angsuran.
d) Manajemen LKM adalah profesional :
administrasi keuangan, pembukuan dan prosedur ditata dan dilaksanakan dengan sistem akuntansi sesuai dengan Standar Akuntansi Indonesia.
aktif, menjemput bola, beranjangsana, berprakarsa, proaktif, menemukan masalah, menganalisa masalah dengan tajam, dan menyelesaikan masalah dengan bijak, bijaksana, yang “memenangkan semua pihak”.
berpikir, bersikap dan berperilaku ahsanu amala: service excellence.
4. Kegiatan Usaha LKM
a) Jenis-jenis Usaha LKM
(1) Usaha Bidang Keuangan:
(a) Setelah mendapatkan modal awal berupa Simpanan Pokok Khusus (saham para pendiri), Simpanan Pokok & Simpanan Wajib (sebagai modal dasar LKM), selanjutnya LKM harus memobilisasi mengembangkannya dengan aneka Simpanan Sukarela (semacam tabungan umum) dari anggota berbentuk :
Dengan akad Bagi Hasil (MUDHARABAH), misalnya sebagai berikut :
• Simpanan Warga / SIAGA
• Simpanan Pedesaan / SIMPEDES
• Simpanan Pertanian / SIMPERTA
• Simpanan Pendidikan Anak / SI DIA
• Simpanan Pembangunan/ Perbaikan Rumah/ SIMPERUM
• Simpanan Idul Fitri / SI DOEL
• Simpanan AQIQAH
• Simpanan KUNJUNGAN WISATA, dsb.
• Simpanan Berjangka / SI JAKA (semacam deposito: 1, 3, 6, 12 bulan)
Dengan akad Titipan/tidak berbagi hasil (WADI’AH), diantaranya :
• Simpanan Titipan Amanah / SI TIA, titipan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah untuk disampaikan kepada yang berhak/mustahik.
• Simpanan Titipan Dhamanah / SI DAMA, semacam giro di Bank.
(b) Kegiatan Pembiayaan/ Kredit Usaha Kecil Bawah (mikro) dan Kecil antara lain berbentuk skim :
Pembiayaan Produktif Bagi Hasil; pembiayaan yang diberikan untuk kegiatan produktif anggota.
• Pembiayaan Total Bagi Hasil/PTBH (Mudharabah), LKM membiayai sepenuhnya usaha anggota nasabah dengan kompensasi bagi hasil dari keuntungan yang akan didapat dengan porsi yang disepakati di muka.
• Pembiayaan Bersama Bagi Hasil/PB2H (Musyarakah), LKM menambah modal dari usaha yang telah dilakukan anggota nasabah dengan kompensasi bagi hasil yang disepakati dimuka.
Pembiayaan Pengadaan Barang Produktif atau Konsumtif; pembiayaan yang diberikan untuk kebutuhan pengadaan barang anggota.
• Pembelian Barang bayar Jatuh Tempo / PB2JT (Murabahah), LKM mencarikan dan menjual barang yang dibutuhkan kepada anggota nasabah dengan pembayaran jatuh tempo yang disepakati.
• Pembelian Barang bayar Angsuran / PB2A (Bai’u Bitsaman Ajil), LKM mencarikan dan menjual barang yang dibutuhkan kepada anggota nasabah dengan pembayaran angsuran yang disepakati.
Pembiayaan Sosial/Pinjaman Kebajikan/PK (Al-Qardhul Hasan); pinjaman yang diberikan untuk usaha masyarakat marjinal tanpa harus memberikan kompensasi bagi hasil/bunga melainkan boleh infaq sesukanya, sumber dananya diperoleh dari dana-dana sosial.
Jaminan Pada Pembiayaan Usaha
• Untuk usaha mikro dengan pinjaman atau pembiayaan usaha kecil misalnya sebesar Rp. 100.000,- s.d. Rp. 500.000,- menggunakan analisa kelayakan usaha oleh pengelola LKM dan jaminan tokoh/pemuka setempat, atau tanggung renteng dari anggota kelompok.
• Untuk besaran pembiayaan yang lebih besar dari itu dibenarkan mempersyaratkan jaminan, namun analisa kelayakan usaha harus menjadi pola kerja LKM yang melembaga.
(2) Usaha Bidang Bukan Keuangan
Pada dasarnya, prioritas usaha LKM didahulukan pada kegiatan keuangan, menyimpan dan meminjamkan bagi usaha anggota pengusaha mikro dan kecil. Namun demikian, usaha-usaha di sektor riil dapat pula dikembangkan asal menguntungkan dalam jangka panjang, dan tidak menggangu progam jangka pendek, dengan syarat dikelola dengan sistem manajemen masing-masing secara terpisah dan profesional. Usaha sektor riil LKM tidak boleh menyaingi usaha anggota, tetapi justru akan mendukung memperlancar dan mengorganisir secara bersama-sama keberhasilan usaha anggota dan kelompok-kelompok anggota berdasarkan jenis usaha yang sama.
Untuk mendukung kegiatan sektor riil anggota LKM ada dua jenis kegiatan yang sangat mendasar yang perlu dikembangkan oleh LKM dalam kapasitas yang layak dan memadai untuk mempercepat perbaikan nasib anggota LKM. Yang pertama adalah pengumpulan informasi dan sumber informasi tentang berbagai jenis kegiatan produktif unggulan untuk mendukung usaha kecil dan kelompok usaha anggota di daerah itu. Yang kedua adalah kegiatan mendapatkan informasi harga dan melembagakan kegiatan pemasaran yang efektif sehingga produk-produk hasil usaha anggota dan kelompok-kelompok usaha dapat dijual dengan harga yang layak memenuhi jerih payah seluruh anggota keluarga yang bekerja untuk kegiatan itu.
Kegiatan penting lain yang sangat besar potensinya adalah titipan Zakat, Infaq dan Shadaqoh (ZIS). Situasi saat ini kita menggambarkan kegiatan ini dengan istilah yang ringan, “titipan”. Namun, jika masalah-masalah kelembagaan dan keagamaan dapat diselesaikan secara melembaga dalam waktu dekat, maka titipan ZIS akan merupakan potensi yang sangat luar biasa. LKM juga dapat berperan untuk mengefektifkan program penanggulangan kemiskinan akan sangat strategis dalam memanfaatkan dana ZIS untuk usaha-usaha (zakat) produktif. Sehingga di suatu waktu, satu keluarga yang tadinya “penerima zakat” (mustahiq) dapat berperan sebagai “pembayar zakat” (muzakki). Dan LKM akan semakin canggih dalam memerankan dirinya untuk mengumpulkan (andaikata hak itu diberikan) dan memanfaatkan dana ZIS untuk usaha-usaha produktif.
E. Prinsip Pemberian Kredit
1. Kredit tidak sama dgn grant/hadiah
2. Kredit diberikan atas dasar keyakinan dan kelayakan usaha baik secara kwantitatif maupun kwalitatif.
3. Kredit yang diberikan wajib dibayar kembali oleh nasabah.
4. Prinsip kehati-hatian wajib diterapkan dalam pemberian kredit
Skim pembiayaan UMKM oleh perbankan secara umum dapat digambarkan sebagaimana skema dibawah ini:
Gambar 4. Skim pembiayaan UMKM
F. Landasan Hukum Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum Kredit Usaha Rakyat, yaitu:
1. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan;
2. Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia;
3. MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007;
4. Addendum I MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008;
5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK;
6. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan;
7. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR;
8. Addendum II MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2010:
9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat; dan
10. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (seperti terlampir).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi
Permakluman: Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...
-
Ikan merupakan sumber protein hewani yang rendah kolesterol dan sangat baik untuk kecerdasan otak. Salah satu teknologi pengolahan ikan yan...
-
Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan, baik selama penangkapan, peng...
No comments:
Post a Comment