Tuesday, 31 January 2017
INFO: PELABUHAN UNTIA DORONG TARGET EKSPOR PERIKANAN INDONESIA
MAKASAR (25/11) – Peresmian Pelabuhan Perikanan Untia oleh Presiden Joko Widodo hari ini, Sabtu (26/11) menandai beroperasinya pelabuhan yang terletak di kawasan industri Makassar (KIMAH) dan dekat dengan Pelabuhan Umum untuk ekspor tersebut. Dalam sambutannya, Presiden mengharapkan pengembangan pelabuhan Untia ini dapat memberikan solusi untuk meningkatkan produksi perikanan Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar, sehingga mampu mendorong target ekspor perikanan Indonesia.
“Jadi dengan pelabuhan Untia ini kita dorong pertumbuhan perikanan di Sulawesi Selatan karena lokasinya sangat strategis. Selain itu juga membantu meraih target ekspor perikanan di Makasar yang hampir 10 persen dari PDB perikanan nasional sendiri”, ungkap Presiden dalam sambutannya di Pelabuhan Perikanan Untia Makassar, Sabtu (26/11).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, nantinya prlabuhan ini akan mendukung aktifitas nelayan di zona Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713, yang meliputi Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali dan memiliki potensi sumber daya ikan hingga 929.700 ton per tahun. “Pelabuhan di Paotere sudah padat makanya dipindah ke sini. Ini juga mengantisipasi dari pada perikanan tangkap yang melimpah”, ungkap Susi.
Dalam laporannya, Susi juga memuji kehebatan nelayan asal Sulawesi, khususnya kepada nelayan Bugis Makassar di Sulawesi Selatan. Namun demikian, kehebatan nelayan Bugis-Makassar juga dikenal sering digunakan untuk melakukan penangkapan ikan yang dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Beberapa nelayan asal Sulsel diketahui sering melakukan pengeboman ikan di wilayah perairan lain. Ia pun berharap agar mulai saat ini, para nelayan Sulawesi untuk menjadi merubah kebiasan yang tidak baik itu, karena dapat membahayakan jiwa dan keselamatan nelayan.
Sebelumnya pada kunjungannya ke beberapa pulau di Indonesia, Susi sering mendapatkan keluhan masyarakat atas pengeboman ikan yang dilakukan nelayan Indonesia. Selain itu, perburuan ikan hiu sampai ikan napoleon sampai ke Australia juga paling banyak dilakukan nelayan dari Sulawesi. Termasuk Makassar dan Kendari menjadi penyuplai ikan napoleon ke luar negeri.
“Dalam pemberian bantuan, Sulawesi menjadi penerima bantuan paling banyak. Kenapa? Karena mereka terkenal dengan pelaut-pelaut handal. Sampai ke Jayapura, NTT. Tapi saya mohon, mulai hari ini jangan ada yang ngebom pake bius lagi ya”, lanjutnya.
Susi juga menjelaskan bahwa program asuransi bagi para nelayan tersebut merupakan bagian dari visi pemerintah yang hendak meningkatkan sektor kelautan dan perikanan nasional. Hal tersebut merupakan bukti komitmen pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Perikanan untuk melindungi para nelayan. “Kehidupan nelayan rentan kalau kepala keluarganya terjadi apa-apa. Negara harus hadir, wajib hadir,” tegas Susi.
Untuk itu, pada kesempatan tersebut Susi memberikan bantuan asuransi secara simbolis untuk 10.000 nelayan dì Sulawesi Selatan. Asuransi bagi para nelayan tersebut akan memberikan jaminan sebesar Rp. 200 juta bagi keluarga nelayan yang meninggal saat berada di lautan, Rp. 160 juta bagi para nelayan yang mengalami kecelakaan kerja, Rp. 80 juta bagi para nelayan yang mengalami cacat, serta Rp. 20 juta sebagai plafon untuk pengobatan. “Asuransi sebagai perlindungan nelayan dan juga sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan industri dan jumlah dari sektor perikanan”, lanjut Susi.
Selain itu, diberikan pula bantuan berupa 5 unit kapal penangkap ikan 3 Gross Tonnage (GT) senilai 768.245.000 rupiah dan beberapa jenis bantuan bagi para nelayan lainnya.
Dalam peresmian tersebut, Susi juga mengundang investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. “Investor Rusia, Blackspace Resources, sudah berminat untuk membangun unit pengolahan dan cold storage berkapasitas 300 ton di sini,” lanjutnya.
Susi berharap, pelabuhan Perikanan Untia dapat bertransformasi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan dengan cepat dan memenuhi target produksi perikanannya 1.680 ton per tahun.
Selain Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo juga didampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Staf Khusus Presiden Johan Budi, dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo.
Sumber:
http://kkp.go.id/2016/11/25/pelabuhan-untia-dorong-target-ekspor-perikanan-indonesia/
Monday, 30 January 2017
INFO: MENTERI SUSI KUNJUNGI MOROTAI: IKAN MELIMPAH, KOMITMEN MENJAGA LAUT HARUS DITINGKATKAN
Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanamkan semangat kepada masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan kelestarian laut Indonesia. Kunjungan kerja dilakukan untuk meninjau progres pembangungan Sentra Kelautan dan Perikan Terpadu (SKPT) di salah satu pulau terluar Indonesia tersebut.
“Komitmen menjaga laut harus ditingkatkan. Ikan di sini sudah banyak. Kalau ikan-ikan itu dijaga kan manfaatnya untuk Bapak-Bapak juga. Jadi harus lapor ya, kalau ada kapal Indonesia tapi isinya nelayan atau ABK asing. Kalau ada yang lihat transshipment di tengah laut, juga laporkan. Semua ikan harus didaratkan”, ungkap Susi dalam temu masyarakat di Morotai, Senin (19/12).
Susi juga mengingatkan, untuk menjaga kelestarian laut. Ia mengusulkan kepada pemerintah daerah setempat untuk membuat perda terkait penangkapan ikan torani dan wilayah penangkapan ikan. “Yang tangkap telur ikan torani juga harus dibuat Perda. Kalau tidak, nanti ada orang Sulawesi ke sini menangkap sepanjang tahun”, jelas Susi.
Menurutnya, siklus ikan torani bertelur dari Juli hingga November, sehingga pada Agustus para nelayan tidak boleh menangkap ikan. Susi juga mengingatkan untuk membuat Perda terkait zona wilayah penangkapan. “Bikin juga Perda bahwa di bawah 4 mill gak ada jaring. Klaau namanya aturan, kan sudah ada perda, aturannya sudah jelas”, lanjutnya.
Susi mengatakan, melimpahnya ikan akan sangat mendukung produktifitas nelayan. Oleh karenanya, pemerintah terus mengupayakan asuransi nelayan terus berjalan efektif. “Dengan adanya asuransi nelayan, kita ingin melindungi profesi nelayan. Tanpa nelayan tak ada yang jaga lautan. Sekarang sudah terasa kan bagaimana ikan sudah banyak?”, ungkap Susi.
Dalam kesempatan tersebut, Susi juga menyoroti tentang abrasi pantai yang terjadi di beberapa titik pantai. Susi pun meminta partisipasi aktif masyarakat untuk menanamkan tanaman bakau di sekitar pantai. “Ini yang abrasi, sambil iseng daripada gak ada kegiatan, Bapak-Bapak bisa tanam mangrove, supaya pantainya tidak abrasi. Barangkali bisa 10 batang atau 20 batang saja”, imbuhnya.
Sumber:
http://kkp.go.id/2016/12/19/kunjungi-morotai-menteri-susi-ikan-melimpah-komitmen-menjaga-laut-harus-ditingkatkan/
Friday, 27 January 2017
REKOMENDASI PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL TAHUN 2017
A. PENGATURAN
PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERIKANAN DALAM PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN
Bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor
kelautan dan perikanan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas,
memiliki kemampuan manajerial, berjiwa kewirausahaan, serta mandiri sehingga
pelaku pembangunan kelautan dan perikanan mampu membangun usaha dari hulu
sampai hilir yang berdaya saing tinggi sejalan dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan;
Dalam rangka menindaklanjuti terbitnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Lampiran Y
Sub Urusan Pengembangan Sumber Daya Manusia Masyarakat Kelautan dan Perikanan,
agar penyelenggaraan penyuluhan perikanan dapat berjalan efektif, efisien, dan
kompeten, maka dipandang perlu adanya Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan
Penyuluhan Perikanan.
Penyelenggaraan
penyuluhan perikanan dilaksanakan dengan tujuan:
1. Memberdayakan
pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan
iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian
peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;
2. Memberikan
kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif,
efisien, partisipatif, terbuka, bermitra sejajar, berwawasan luas ke depan, dan berwawasan
lingkungan yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan kelautan dan
perikanan;
3. Memberikan
perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha
untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan
penyuluhan; dan
4. Mengembangkan
sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama
pembangunan kelautan dan perikanan.
Ruang lingkup Peraturan Menteri
ini minimal mencakup pengaturan: (a)Kelembagaan
penyuluhan;
(b)Ketenagaan
penyuluhan; (c)Mekanisme
penyelenggaraan penyuluhan; (d)Pembiayaan;
sarana dan
prasarana, serta (e)Pembinaan
dan pengawasan.
Bentuk
kelembagaan penyuluhan perikanan yang efektif dan efisien serta mudah dalam
pengelolaan kinerja penyuluh perikanan, meliputi:
1.
Di tingkat pusat, berupa badan yang menangani Penyuluhan
pada Kementerian Kelautan dan Perikanan;
2.
Di tingkat regional, berupa Balai Pendidikan dan
Pelatihan Perikanan (BPPP) dan/atau UPT Lingkup KKP;
3.
Di tingkat provinsi berupa Satuan Kerja Penyuluhan
dibawah BPPP yang dipimpin oleh Koordinator Penyuluh, berkedudukan pada Dinas yang
menangani sektor Kelautan dan Perikanan; dan
4.
Di tingkat kabupaten/kota berupa Satuan Kerja Penyuluhan
dibawah BPPP yang dipimpin oleh Koordinator Penyuluh, berkedudukan pada Dinas yang
menangani sektor Kelautan dan Perikanan.
B. PEMENUHAN
KEBUTUHAN KETENAGAAN PENYULUH PERIKANAN
Pemenuhan
kebutuhan 20.379 orang Penyuluh Perikanan sebagaimana perhitungan sebelumnya
pada Bab II dipenuhi melalui:
1.
Pemindahan status kepegawaian 3.175 orang Penyuluh
Perikanan PNS Daerah menjadi Pegawai Pusat sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014.
2.
Perpanjangan/pengangkatan kembali 2.500 Penyuluh
Perikanan Bantu (PPB) dan PPB Manajemen Usaha (PPB-MU) pada tahun 2017.
3.
Mekanisme tata hubungan kerja yang dibangun dan
dikembangkan dalam penyelenggaraan penyuluhan harus bersinergi, terintegrasi
dan tersinkronisasi secara baik antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun
antar lembaga terkait. Pelaksanaan tata hubungan kerja penyuluhan perikanan
dilakukan melalui rapat koordinasi penyuluhan tingkat pusat sekurang-kurangnya
1 (satu) kali dalam setahun yang dipimpin oleh Menteri, dan pengesahan Programa
Penyuluhan Perikanan Nasional yang disetujui dan ditanda tangan oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan.
C. REVISI
RINCIAN KEGIATAN PENYULUH PERIKANAN PNS
Dalam
rangka pengembangan karier dan peningkatan kualitas profesionalisme Pegawai
Negeri Sipil yang menjalankan tugas penyuluhan perikanan, Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/19/M.PAN/10/2008 tentang
Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya.
Seiring berjalannya waktu dan
terbit dan berlakunya beberapa peraturan perundang-undangan yang baru, antara
lain berupa:
a.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Sehingga harus dilakukan
penyesuaian pada peraturan yang mengatur tentang jabatan fungsional Penyuluh Perikanan, dengan
beberapa alasan, antara lain berupa:
1.
Permenpan
Nomor : PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan
Angka Kreditnya:
a.
Sudah lebih
dari 8 tahun belum pernah direview.
b.
Kinerja
pejabat fungsional digambarkan dengan angka kredit yang secara nyata tidak
dapat memberikan gambaran tentang kinerja sesungguhnya dari pejabat fungsional.
c.
Angka
kredit yang diberikan pada butir-butir kegiatan terlalu kecil (rata-rata <10 0="" 1="" angka="" butir="" contoh:="" dan="" dengan="" di="" dibandingkan="" jabatan="" jika="" kegiatan="" kehutanan="" konsultasi="" kredit="" kreditnya="" masalah="" melakukan="" memiliki="" nilai="" pelaku="" pemecahan="" penyuluh="" penyuluhan="" perikanan="" pertanian="" sama.="" sama="" sebagai="" sebesar="" sedangkan="" sejenis="" span="" usaha="" utama="" yang="">10>
d.
Orientasi
pelaksanaan tugas lebih kepada proses daripada output/hasil kerja.
2.
Perlu
penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, antara lain berupa :
a.
Pasal 56
ayat (1) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis
jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Ayat (2)
Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS dilakukan untuk jangka waktu
5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas
kebutuhan.
a.
Penyesuaian nama Jabatan Fungsional Keterampilan,
berupa: (1) penyelia; (2) mahir; (3) terampil; dan (4)
pemula.
b.
Pokok-pokok substansi jabatan fungsional, harus
meliputi: (1) tugas pokok; (2) hasil kerja/output kegiatan; (3) uraian
kegiatan/tugas; (4) kompetensi; (5) jenjang jabatan; (6) kualifikasi
pendidikan; (7) pengangkatan dalam jabatan; (8) penilaian kinerja; (9) diklat;
(10) uji kompetensi dan sertifikasi; dan (9) formasi jabatan.
Berkenaan dengan hal tersebut,
sudah sangat mendesak untuk segera merevisi Permenpan
Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan
Angka Kreditnya, dan menjadikan penyuluh
perikanan tenaga fungsional yang mandiri, dan profesional,
serta memberikan jaminan jenjang karier yang jelas dan terukur.
Secara garis besar kondisi yang diharapkan jika
revisi jabatan fungsional Penyuluh Perikanan terwujud, maka:
1.
Penyuluh Perikanan dalam melaksanakan tugas harus berorientasi kepada kepentingan lembaga/organisasi
2.
Angka Kredit Penyuluh Perikanan harus proporsional dan mengacu kepada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
3.
Penyuluh Perikanan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus berbasis output;
4.
Kenaikan pangkat bagi Penyuluh
Perikanan berdasarkan kepada capaian
output sebagaimana tertuang dalam SKP dan angka kredit bagi Penyuluh Perikanan
diselaraskan kepada capaian SKP;
5.
Pembagian jenjang tugas jabatan fungsional bagi Penyuluh Perikanan harus disesuaikan dengan wilayah kerjanya;
6.
Tugas tambahan bagi Penyuluh
Perikanan diluar tugas Pokok harus dimasukkan dalam tambahan butir SKP dan disesuaikan dengan angka kreditnya.
7.
Penyesuaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dengan
Angka Kredit Penyuluh Perikanan terkait dengan kenaikan pangkat per jenjang.
D. EKSISTENSI
JABATAN PENYULUH PERIKANAN UTAMA
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 29 Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/19/M.PAN/10/2008
tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, berbunyi:
(1)
Untuk dapat diangkat dalam jabatan atau kenaikan jabatan
menjadi Penyuluh Perikanan Utama disamping memenuhi angka kredit kumulatif yang
ditentukan wajib mempresentasikan karya tulis ilmiah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai presentasi karya tulis
ilmiah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan selaku pimpinan instansi
pembina
Draf
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Presentasi Karya Tulis Ilmiah
bagi Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan telah diusulkan ke Biro Hukum Setjen
KKP pada tahun 2014, tetapi sampai dengan akhir 2016 Peraturan tersebut belum
diterbitkan. Hal ini menyebabkan beberapa orang Penyuluh Perikanan belum dapat
diangkat dalam jabatan atau kenaikan jabatan menjadi Penyuluh Perikanan Utama,
padahal dari segi angka kredit (AK) telah memenuhi persyaratan untuk naik
jabatan (> 850 AK), selain tidak bisa naik jabatan, maka yang bersangkutan
juga tidak bisa diusulkan kenaikan pangkatnya (ke IV/d atau IV/e).
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam
rangka memberikan jaminan jenjang karier yang jelas dan terukur sudah sangat
mendesak untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Presentasi
Karya Tulis Ilmiah bagi Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan.
E. PENETAPAN
INDIKATOR KINERJA PENYULUH PERIKANAN
Perlu segera ditetapkan beberapa indikator kinerja bagi
penyuluh perikanan dalam peraturan dan/atau ketentuan lain yang berlaku.
Melalui penetapan indikator ini diharapkan kegiatan penyuluhan perikanan lebih
akuntabel, terarah dan mudah dalam monitoring dan evaluai oleh instansi
pengguna dan/atau instansi pembina.
Penilaian kinerja Penyuluh Perikanan yang
bagus tidak hanya dilihat dari hasil yang dikerjakannya, namun juga dilihat
dari proses Penyuluh Perikanan tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Kinerja merupakan hasil kerja, hasil dari keseluruhan proses seseorang dalam mengerjakan tugasnya.
Penilaian kinerja memiliki banyak arti, salah satunya menurut Schuler dan
Jackson (1996), menjelaskan: penilaian kinerja merupakan suatu sistem formal
dan terstruktur yang mengukur, menilai dan juga mempengaruhi sifat-sifat yang
berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidak
hadiran.
Indikator
kinerja Penyuluh Perikanan, dapat meliputi:
1.
Mengidentifikasi potensi dan
permasalahan sektor kelautan dan perikanan yang ada di wilayah binaan;
2.
Memfasilitasi pemecahan
permasalahan kelompok perikanan;
3.
Mendampingi proses peningkatan
produksi dan pendapatan kelompok perikanan binaan; dan
4.
Menumbuhkembangkan jejaring
kerja, jejaring usaha dan kemitraan.
Thursday, 26 January 2017
KOORDINASI KESIAPAN ANGGARAN PENGALIHAN P3D PENYULUH PERIKANAN
Amanat Pasal 404 Undang – Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa ada empat hal yang diserahterimakan sebagai akibat dari pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah
kabupaten/kota yaitu personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen
yang seyogyanya dilakukan paling lama dua tahun sejak undang-undang tersebut
diundangkan. Berkaitan dengan pendanaan untuk urusan penyelenggaraan penyuluhan
perikanan nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melakukan
upaya-upaya koordinasi dengan berbagai pihak terkait dalam rangka penyerahan
pendanaan urusan tersebut dari pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi ke
pemerintah pusat.
A.
KOORDINASI
DENGAN MENTERI KEUANGAN
Bermula
dari Surat Menteri Keuangan RI Nomor: S-757/MK.02/2016
tanggal 9 September 2016 kepada Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional perihal Usulan Penyediaan Tambahan Alokasi Belanja Pegawai
Tahun 2017 Sebagai Tindak Lanjut Rencana Pengalihan Status Pegawai Atas
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
(terlampir) yang ditembuskan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan yang memuat
dua poin penting yaitu:
1) Tambahan
belanja pegawai Tenaga Penyuluh KB dan Petugas Lapangan KB belum dapat
dipertimbangkan, dan
2) Alokasi
anggaran untuk belanja pegawai dimaksud pada Tahun Anggaran 2017 tetap
dialokasikan melalui APBD.
Surat
dari Menteri Keuangan tersebut dikeluarkan atas dasar arahan Presiden RI pada
Rapat Kabinet Terbatas tanggal 30 Mei 2016 yang tidak memperkenankan pengalihan
status pegawai dari Daerah ke Pusat dan belum ditetapkannya Peraturan
Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan UU 23 Tahun 2014.
Memperhatikan
Surat Tembusan dari Menteri Keuangan tersebut di atas, Menteri Kelautan dan
Perikanan menerbitkan Surat Nomor: B.608/MEN-KP/IX/2016 tanggal 28 September
2016 kepada Menteri Keuangan perihal Penyediaan Belanja Pegawai Tahun 2017
Sebagai Tindak Lanjut Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (terlampir).
Dalam surat tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak merencanakan belanja pegawai
Penyuluh Kelautan dan Perikanan pada Tahun Anggaran 2017 dan diharapkan jumlah
Penyuluh Kelautan dan Perikanan diperhitungkan dalam data dasar DAU Pemerintah
Daerah masing-masing untuk alokasi DAU Tahun Anggaran 2017.
Dengan
terbitnya dua surat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa kedua menteri
(Menteri Keuangan dan Menteri Kelautan dan Perikanan) sepakat bahwa perlu
adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undang – Undang Nomor 23
Tahun 2014 sebagai dasar pelaksanaan penyediaan anggaran belanja pegawai
Penyuluh Perikanan yang akan diserahkan dari Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota ke Pemerintah Pusat.
Namun
demikian, upaya KKP dalam proses pengalihan pendanaan urusan penyelenggaraan
penyuluhan kelautan dan perikanan tidak terhenti. KKP melakukan penghitungan
proyeksi kebutuhan anggaran belanja pegawai bagi 3.198 orang Penyuluh Perikanan
yang akan beralih status kepegawaiannya dengan hasil penghitungan sebesar Rp.
373,3 Miliar. Atas dasar itu kemudian disampaikan surat kepada Menteri Keuangan
u.p Direktur Jenderal Anggaran melalui Surat Sekretaris Jenderal atas nama
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: B.871/SJ/RC.240/2016 tanggal 4 Oktober
2016 (terlampir). Di dalam surat tersebut disampaikan bahwa sementara menunggu
penetapan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, mohon
tambahan alokasi anggaran pada pagu anggaran KKP Tahun 2017 sebesar Rp. 373,3
Miliar untuk memenuhi belanja pegawai 3.198 orang Penyuluh Perikanan yang akan
beralih status kepegawaiannya. Akan tetapi, upaya tersebut tidak mendapatkan
tanggapan dari Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
B.
KOORDINASI
DENGAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Sementara
menunggu surat balasan dari Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan di
atas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Pusat Penyuluhan dan
Pemberdayaan Masyarakat KP (Pusluhdaya) melakukan koordinasi lanjutan dengan
Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda), Kementerian
Dalam Negeri terkait dengan kesiapan anggaran negara untuk belanja pegawai yang
akan beralih status kepegawaian dari daerah ke pusat.
Pada
tanggal 25 Oktober 2016, Ditjen Bina Bangda mengadakan rapat koordinasi terkait
pengalihan pegawai yang statusnya akan beralih ke pusat sebagaimana amanat
Undang-Undang 23 Tahun 2014 bertempat di Ruang Rapat Utama Lantai 2, Ditjen
Bina Bangda (notulensi terlampir). Rapat tersebut dihadiri kementerian dan
lembaga terkait yaitu :
1. Sekretaris
Utama BKKBN;
2. Deputi
Bidang Advokasi Pergerakan dan Informasi BKKBN;
3. Penasehat
Menteri Dalam Negeri Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
4. Perwakilan
Kemnetrian Kesehatan;
5. Biro
Hukum, Biro Kepegawaian, dan Pusluhdaya Kementerian Kelautan dan Perikanan;
6. Perwakilan
Kemenko Bidang PMK;
7. Perwakilan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
8. Perwakilan
Kementerian Keuangan;
9. Perwakilan
Sekretariat Kabinet;
10. Perwakilan
Kementerian Hukum dan HAM;
11. Perwakilan
Kementerian PAN dan RB;
12. Perwakilan
Bappenas;
13. Perwakilan
Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri;
14. Perwakilan
Ditjen Keuangan Daerah, Kemendagri; dan
15. Ditjen
Bina Bangda, Kemendagri
Rapat
tersebut membahas isu kesiapan anggaran negara dalam pengalihan pegawai yang
akan beralih status kepegawaiannya dari daerah ke pusat baik itu yang berkaitan
dengan KKP maupun yang berkaitan dengan kementerian/lembaga lainnya.
Rapat
tersebut menghasilkan tiga poin penting kesimpulan, yaitu :
1. Ditjen
Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri segera meminta kepastian terhadap alokasi
belanja pegawai yang menurut Wakil Menteri Keuangan sudah teralokasikan pada
Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2017;
2. Menyiapkan
hukum formil terhadap alokasi belanja pegawai akibat pengalihan dimaksud dalam
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Keuangan Daerah yang sedang dalam
tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM;
3. Menyiapkan
peraturan tentang perpindahan/penataan pegawai tersebut dalam RPP tentang ASN
yang sedang diproses di Kementerian PAN dan RB.
Tindak
lanjut dari rapat tersebut di atas, Dirjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri
menerbitkan Surat yang ditujukan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan,
Kementerian Keuangan Nomor: 120/4828/Bangda
tanggal 26 Oktober 2016, yang meminta penegasan kepastian dari Kementerian
Keuangan terkait dengan belanja pegawai yang statusnya akan beralih masih ada
di alokasi DAU 2017 sebelum penetapan Undang-Undang APBN Tahun 2017 dan Perda
APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Desember 2016.
Di
sisi lain, KKP melalui Pusluhdaya mendapatkan banyak pertanyaan dari berbagai
pihak khususnya Pemerintah Daerah terkait dengan pelaksanaan pengalihan P3D
urusan penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Atas dasar itu, Sekretaris
Jenderal KKP atas nama Menteri menerbitkan surat Nomor: 965/SJ/KP.900/X/2016
tanggal 26 Oktober 2016 yang ditujukan kepada para gubernur dan bupati/walikota
seluruh Indonesia yang menjelaskan langkah-langkah yang telah lakukan KKP serta
himbauan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat mengalokasikan anggaran belanja
pegawai Penyuluh Perikanan pada APBD Tahun Anggaran 2017.
Selanjutnya,
Kementerian Keuangan menerbitkan surat balasan kepada Dirjen Bangda,
Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor:
S-745/PK/2016 tanggal 10 November 2016 (terlampir) yang menegaskan bahwa atas
dasar Rapat Kabinet Terbatas Tanggal 30 Mei 2016 yang dipimpin langsung oleh
Presiden RI di Kantor Presiden, maka pengalokasian tambahan anggaran belanja
pegawai atas pengalihan kewenangan dari daerah ke Pemerintah Pusat belum dapat
dipertimbangkan pada tahun anggaran 2017, serta kebutuhan pembayaran belanja
pegawai untuk pegawai yang tidak jadi dialihkan ke Pemerintah Pusat dapat dipenuhi
dari APBD.
Sumber:
Razi
F., dkk. 2017. Peran Penting dan Transformasi Penyuluhan Perikanan.
Jakarta, Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan
Perikanan.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi
Permakluman: Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...
-
Ikan merupakan sumber protein hewani yang rendah kolesterol dan sangat baik untuk kecerdasan otak. Salah satu teknologi pengolahan ikan yan...
-
Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan, baik selama penangkapan, peng...