Mengatur
padat penebaran benih berfungsi agar pertumbuhan burayak cepat besar dan tidak
mudah terserang penyakit. Berdasarkan catatan (T. Kafuku & H. Ikenoue,
1983), larva yang baru menetas dipelihara dalam kolam bak semen atau bak fiber
dengan padat penebaran 200-300 ekor/m2. Padat penebaran ikan yang sudah berumur
satu bulan atau panjang tubuh sekitar 2 cm yaitu 100-150 ekor/m2, umur dua
bulan 75-100 ekor/m2, dan umur tiga bulan atau panjang tubuh sudah sekitar 5 cm
yaitu 40-60 ekor/m2.
Apabila luas
kolam tidak cukup untuk menampung jumlah burayak yang ada maka sebaiknya
dilakukan seleksi benih terlebih dahulu, yaitu hanya benih berkualitas saja
yang dibesarkan. Burayak maskoki umur di bawah sebulan sebaiknya diberi pakan
berupa jasad renik seperti Inflisoria, Rotifera, dan Chordata.
Jasad renik
tersebut sangat baik untuk mempercepat pertumbuhan burayak. Organisme kecil ini
diperoleh dari air tergenang yang banyak mengandung bahan organik. Ukuran
tubuhnya sangat kecil dan lazim disebut kutu air. Sebenarnya ada banyak jenis
kutu air tersebut, di antaranya ialah Branchionus sp., Keratela sp.,
Picodina sp., Daphnia sp.,dan Moinci sp. Pemberian pakan
tersebut secara adlibitum (tersedia setiap saat). Burayak yang sudah
berumur 1-2 bulan sudah bisa diberi pakan cacing sutera (tubfiex worm). Cacing
ini banyak mengandung crude oil dan protein yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Sebagai pakan tambahan, burayak dapat diberi pelet halus yang
mengandung vitamin dan mineral seperti White Crane CR, CR 6, Tetra Gold Medal
for Quick Growth, atau Izeki Ultra L. Cacing sutera ini disediakan secara adlibthum.
Cara pemberiannya ialah gumpalan cacing sutera yang sudah bersih diletakkan
di dalam piring kaca, lalu dimasukkan ke dalam kolam. Agar tetap tersedia
hingga malam hari, cacing sutera perlu ditambah setiap sore. Pakan berupa
cacing sutera ini dapat diberikan sampai maskoki dewasa. Pakan lain yang juga
dapat diberikan adalah cacing super yang sudah dibekukan.
Seleksi
bertujuan untuk menghasilkan produk berkualitas baik berdasarkan bentuk tubuh,
kelengkapan sirip, dan warna. Seleksi diawali sejak burayak berumur dua minggu
dan berukuran tubuh mencapai 1 cm. Pengamatan selektif ditujukan pada sirip
ekor. Maskoki yang tidak berekor atau ekorya tunggal seperti ekor ikan mas
harus dibuang.
Pada
penyeleksian ini dibutuhkan sarana pendukung berupa serokan berbahan halus
ukuran 15 cm dengan kedalaman 5 cm dan baskom warna putih ukuran 30 cm. Seleksi
dimulai pada pagi hari pukul 08.00. Perhatikan dengan seksama burayak yang
sedang berenang bergerombol. Bila di antaranya ada yang tidak bersirip
ekor maka secara perlahan ikan tersebut diserok bersama dengan beberapa ekor
ikan lain dan dimasukkan ke dalam baskom. Ikan yang rusak dibuang, sedangkan
ikan lain dikembalikan ke dalam kolam. Seleksi dilakukan setiap hari hingga
burayak berumur satu bulan atau sudah tidak ada lagi burayak yang rusak.
Seleksi
kedua dilakukan saat anak ikan sudah berumur tiga bulan. Seleksi diutamakan
pada bentuk tubuh, sirip, dan wama. Untuk red oranda dan red cap oranda hasil
seleksi terbagi tiga kelas, yaitu kelas A, B, dan C. Red oranda kelas A
merupakan kualitas kontes. Bentuk tubuhnya bulat telur, jambul besar, berekor
lebar, dan sirip punggung tegak. Sirip tidak ada yang terpelintir atau patah
dan wama tubuh sampai ke pangkal ekor merah oranye cemerlang. Untuk kelas B,
bentuk tubuh dan lainnya sama dengan kelas A, hanya berbeda pada jambul yang
kurang besar. Sementara ikan yang tidak termasuk pada kelas A maupun kelas B
digolongkan dalam kelas C. Red oranda kelas B dan kelas C dapat disatukan dalam
satu kolam, sedangkan red oranda kelas A yang berkualitas kontes harus
dipisahkan dalam kolam tersendiri walaupun jumlahnya hanya sedikit. Red cap
oranda terbagi dalam dua kelas, yaitu kelas kontes dan kelas komersial,
Ciri-ciri red cap oranda kualitas kontes antara lain bentuk tubuh bulat telur,
jambul lebar berwarna merah darah, seluruh tubuh berwama putih mutiara
cemerlang, sirip punggung tegak utuh, sirip ekor lebar, dan pangkal ekor
berdiri. Bentuk jambul red cap oranda harus tinggi, melebar, dan warna merahnya
tidak boleh ada yang keluar dan jambul.
Memilih calico
oranda yang berkualitas kontes hanya dengan memperhatikan komposisi warna
dan corak yang ada pada tubuhnya. Ciri lainnya mirip dengan cara memilih red
oranda. Oranda red pompom terbagi atas tiga kelas. Kelas A merupakan kualitas
kontes. Dalam memilih kelas A yang diperhatikan adalah bentuk pompomnya harus
tinggi, sama besar, dan harus berwarna merah darah. Pompom harus berdiri tegak
dan tidak terkulai. Pilih warna yang jarang seperti cokelat cemerlang pada chocolate
oranda red pompom atau putih cemerlang seperti diamond oranda red pompon.
Menilai bentuk tubuh sama dengan menilai bentuk tubuh pada red oranda.
Antara oranda red pompom kelas A dan kelas B hanya berbedaan pada ukuran dan
tegak tidaknya pompom. Sementara ikan yang tidak termasuk dalam kelas A dan B
digolongkan dalam kelas C.
Menyeleksi
burayak bubble eyes dan telescope eyes dapat dilakukan setelah
burayak berukuran 1 cm. Seleksi pertama ditujukan untuk penyortiran burayak
bertubuh bengkok tidak berekor, dan bentuk ekor seperti ikan mas. Pada umur dua
bulan, mata sudah terbentuk. Untuk tipe mata balon, ukuran mata bukan merupakan
tujuan utama penyeleksian. Ini disebabkan mata yang kecil atau tidak sama besar
dapat diolah menjadi sama besar. Namun, bila memilih bubble eyes untuk bakalan
kontes, bentuk balon harus sama besar dan warnanya tidak gelap.
Penilaian
juga ditujukan pada bentuk tubuh. Bentuk tubuh bubble eyes harus
panjang, punggung datar, tidak bersirip punggung, ekor panjang, dan belahan
ekor harus dalam. Untuk telescope eyes, apa pun tipenya, mata mempunyai
nilai sendiri. Sebagai contoh, telescope eyes tipe butterfly bertubuh bentuk
bulat, sirip punggung tegak, sirip ekor membentang lebar seperti sayap
kupu-kupu, kedua mata harus sama besar, tinggi tonjolan mata harus sejajar
dengan kepala, dan warna mata juga harus sama dengan warna kepala.
Red tossa
atau red-white tossa sudah bisa dilihat perbedaannya setelah berumur 2-3 bulan
bila perkembangan warnanya sempurna. Warna hitam kehijauan pada tubuh tossa
akan dominan pada umur sebelum dua bulan. Selanjutnya, pigmen pembawa warna
hitam (melanopkore) secara perlahan akan digantikan oleh pembawa warna
kuning (xanthophore).
Untuk
mempercepat terjadinya perubahan warna menjadi merah cemerlang, anakan tossa
diberi pakan yang banyak mengandung spirulina dan sent (crude fiber) seperti
CR5 atau Ultra P-DX dan Biriiant F-DX yang mengandung Chitin Chitosan 3%. Untuk
tossa yang membawa warna putih, warna tersebut menjadi lebih berkilau.
Dalam
penyortiran anakan pearlscale yang perlu diutamakan adalah memperhatikan bentuk
tubuh dan sisiknya. Bentuk tubuh harus bulat seperti bola pingpong dan sisik di
tubuhnya harus tampak kasar menonjol seperti butiran buah jagung. Sementara
kepalanya kecil membentuk segitiga. Sirip punggung utuh dan sirip ekor membuka lebar.
Belahan pada sirip ekor harus terlihat jelas. Bila tidak menggunakan induk dari
tipe crown pearlscale maka sulit dijumpai anakan yang berjambul di kepalanya.
Bila salah satu induk bertipe crown pearlscale maka anakan yang dihasilkan ada
yang berjambul di kepala dan ada yang tidak. Pada umur tiga bulan, jambul di
kepala sudah tampak jelas dan dapat diseleksi. Membedakan warna tubuh ranchu
dapat dilakukan pada umur minimal dua bulan. Pada umur satu bulan, sel pembawa
warna hitam (melanophore) masih mendominasi sehingga belum dapat
membedakan wama tubuh, Memasuki umur dua bulan barulah terjadi pembahan warna
karena perlahan-lahan sel pembawa warna kuning (xanthophore) masuk
ketubuh ranchu sehingga warna tubuh menjadi kombinasi hitam kuning. Memasuki
umur tiga bulan warna hitam di tubuh ranchu semakin sedikit dan warna kuning
berubah menjadi orange kemerahan. Pada umur tiga bulan ini sel pembawa warna
merah (erythrophore) mulai mendominasi. Bila pada umur tiga bulan sel
pembawa warna masih didominasi oleh melanophore maka dapat dipastikan
bahwa ranchu akan tetap berwarna hitam.
Untuk mempertahankan
agar pewarnaan tubuh tetap didominasi oleh sel pigmen melanophore, ranchu
perlu diberi bahan pakan yang mengandung lemak seperti cacing sutera atau
cacing super. Selain itu, ranchu perlu diletakkan di tempat yang teduh dengan
suhu air maksimal 22OC. Jika panas terlalu tinggi, warna ranchu hitam Iebih
cepat berubah menjadi merah. Walaupun demikian, terkadang setelah dewasa warna
tersebut pun dapat berubah menjadi merah. Untuk melihat dominasi sel pewarna
tubuh, perlu diperhatikan bagian perutnya. Bila perut berwarna putih kelabu
maka dapat dipastikan bahwa secara perlahan-lahan wama putih tersebut akan
merambat naik ke atas dan berubah menjadi kuning. Lambat laun perubahan menjadi
menyeluruh dan warna kuning berkombinasi hitam akan berubah menjadi merah. Bila
wama perut kuning kehitaman atau bahkan hitam pekat, dapat dipastikan bahwa
warnanya tidak akan berubah.
Pada umumnya
semua jenis maskoki umur satu bulan masih herwarna hitam. Maskoki yang warna
tubuhnya cepat berubah menjadi merĂ h bila berwarna hitarn kehijauan. Untuk
mempercepat perubahan warna, suhu udara ditingkatkan menjadi minimal 26° C.
Selain itu, maskoki diberi pakan pelet yang banyak mengandung spirullina
seperti Hal Feng, CR5, CR6, atan Ultra P-DX dan Brilliant F-DX yang mengandung
Chitin Chitosan 3%. Bila pelet yang ada berukuran agak besar, pelet
tersebut sebaiknya ditumbuk bingga halus dahulu sebelum diberikan. Sementara
airnya harus diganti tiga hari sekali agar sinar matahari dapat langsung
diterima tubuh. Perlu diperhatikan bahwa pemberian pakan yang mengandung banyak
lemak seperti cacing sutera atau cacing super harus dihindari karena sangat
berisiko, yaltu pertumbuhan fisiknya menjadi agak terlambat.
Sumber :
Nurleli,
2011. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Ikan Maskoki. Materi Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan Nomor: 012/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
BPSDMKP.
PUSTAKA:
Adijaya,
S.Dian, “Agar Kemolekannya Dinikmati Lebih Lama”, Trubus, Agustus 2003.
_____________,
“Merah Putih Corak Ranchu”, Trubus, Juli 2003
_____________,
“Strain Terbaru dari Tirai Bambu”, Trubus, Agustus 2003.
Hisomudin,
dkk., “Permasalahan Maskoki dan Solusinya”, Penebar Swadaya, 2003
Suyanto,
S.Rachmatun, “Parasit Ikan dan Cara Pemberantasannya” (Jakarta : Pusat
Penerbitan Yayasan Sosial Tani Membangun, 1981).
No comments:
Post a Comment