3.1. Pengertian Distribusi Hasil Perikanan
Distribusi hasil
perikanan adalah rangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan dari suatu
tempat ke tempat lain sejak produksi, pengolahan sampai pemasaran. Hal yang
paling prinsip dalam proses distribusi hasil perikanan adalah mempertahankan
kondisi alat/wadah/sarana yang digunakan dalam proses distribusi agar produk
yang didistribusikan sampai ke tempat tujuan dengan tetap mempertahankan
mutu/kualitasnya. Oleh karena itu, distributor/penyalur hasil perikanan harus
memahami persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses distribusi hasil
perikanan.
Berikut ini adalah
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam distribusi ikan yang baik,
diantaranya:
1.
Distribusi hasil perikanan yang menggunakan sarana transportasi:
a. Harus bersih dan mampu
menghindari kontaminasi;
b. Didesain sedemikian
rupa sehingga tidak
merusak produk, di
mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan disanitasi;
c. Apabila menggunakan es sebagai pendingin, harus dilengkapi
saluran pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk;
d. Dilengkapi peralatan
untuk menjaga suhu
tetap terjaga selama pengangkutan; dan
e. Mampu melindungi produk
dari resiko penurunan mutu
2. Sarana berupa kendaraan
pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain secara bersamaan untuk menghindari
terjadinya kontaminasi terhadap produk hasil perikanan;
3. Apabila kendaraan
pengangkut digunakan untuk mengangkut produk lain secara bersamaan,
harus dipisahkan dan
dijamin kebersihannya agar tidak mengkontaminasi produk hasil
perikanan;
4. Pengangkutan hasil
perikanan tidak boleh
dicampur dengan produk
lain yang dapat mengakibatkan
kontaminasi atau mempengaruhi
higiene, kecuali produk tersebut
dikemas sedemikian rupa,
sehingga mampu melindungi produk
tersebut; dan
5. Pengangkutan hasil
perikanan dalam keadaan
hidup harus mampu mempertahankan hasil
perikanan tersebut tetap
terjaga kondisi dan mutunya.
Teknik/cara distribusi
produk hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya; jenis
produk, jenis alat angkut, dan kondisi penyimpanan. Proses distribusi untuk
produk kering berbeda dengan produk basah. Begitupun dengan jenis alat angkut
yang digunakan, bila produk yang didistribusikan berupa produk basah, maka
sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi dengan alat pendingin. Jenis
produk yang didistribusikan juga akan berpengaruh terhadap kondisi penyimpanan,
sehingga kondisi penyimpanan harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan
didistribusikan.
3.2. Cara Distribusi Ikan Yang Baik
Pada dasarnya distribusi
produk hasil perikanan dapat dilakukan dengan model penerapan system rantai
dingin. Dalam system ini suhu ikan hasil tangkapan/panen diupayakan selalu tetap
rendah agar terjaga kesegarannya, yakni dengan mengoptimalkan penggunaan es
dalam penyimpanannya.
Sistem rantai dingin yang
diterapkan dalam distribusi dan transportasi ikan dipersyaratkan bahwa semua
kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan ikan harus mampu mempertahankan
suhu dingin yang dibutuhkan baik untuk ikan segar maupun mengawetkan produk
beku. Akan lebih baik dengan menggunakan pintu dalam yang dapat menutup sendiri
dengan fleksibel untuk mengurangi kehilangan udara dingin waktu pintu kendaraan
pengangkut dibuka. Pada pengangkutan jarak jauh sebaiknya suhu dipertahankan
dan selalu dijaga pada -18oC atau lebih rendah dan ini bisa dicapai
dengan pendinginan mekanis, pemakaian es kering, sirkulasi gas cair yang
dingin. Untuk refrigerasi dan ketelitian dalam pemuatan, operasi dan
pemeliharaannya, sewaktu-waktu harus diperiksa dengan mengukur suhu produk pada
awal dan akhir perjalanan.Pengangkutan harus dilakukan dengan hati-hati agar
produk perikanan tidak terkena suhu tinggi selama pemuatan dan pembongkaran
kendaraan pengangkut. Model pengembangan system rantai dingin yang ditujukan bagi
proses distribusi adalah dengan penyediaan sarana sebagai berikut:
1. Truk ber-refrigerasi (refrigerated truck)
Truk
berefrigerasi merupakan alternative alat transportasi produk perikanan yang
baik diterapkan untuk transport jarak jauh dan yang memakan waktu cukup lama.
2. Truk berinsulasi (insulated truck)
Kebutuhan
refrigerasi untuk mengangkut ikan dapat ditekan sekecil mungkin dengan cara
menginsulasi seluruh bagian sarana angkut sebaik mungkin, yakni atap, dinding,
dan lantai. Hal ini dilakukan agar suhu ikan tidak cepat meningkat selama
proses distribusi dan agar kapasitas ikan yang diangkut agar lebih besar.
Penyusunan peti wadah ikan dalam truk berinsulasi disusun rapat sesamanya agar
panas tidak menyelinap diantara peti, serta diberi lapisan alas es di bawah
tumpukan peti dan lapisan es lagi di atas tumpukan.
3. Mobil angkut pick up
Fasilitas
mobil pick up dalam suatu unit pengolahan ikan dapat digunakan untuk mengangkut
kebutuhan proses pengolahan, serta untuk mendistribusikan produk olahan non
beku yang sudah dikemas dengan baik untuk jarak tidak terlalu jauh.
4. Sepeda motor dilengkapi
box berinsulasi
Alat
ini dirancang dengan harga yang relative murah tetapi mempunyai daya guna yang
maksimal.Alat tersebut berkapasitas 50 kg/wadah. Setiap motor yang digunakan
mempunyai dua wadah. Usia produktif alat ini diperkirakan minimal sampai lima
tahun.
5. Becak dilengkapi box
berinsulasi
Fungsi
becak berinsulasi sama dengan motor berinsulasi yakni untuk mendistribusikan
produk perikanan, dengan tetap menjaga kesegarannya karena sudah didesain
sedemikian rupa. Namun penggunaan becak ini terbatas dari segi wilayah karena
hanya bisa digunakan dalam jarak dekat.
6. Cool box
Dalam
proses distribusi, cool box terutama
digunakan sebagai wadah penyimpanan produk hasil perikanan. Untuk keperluan
penyimpanan, distribusi dan penjajaannya dilakukan dalam wadah cool box dengan menyelimuti seluruh
badan ikan dengan es curia. Caranya adalh sebagai berikut:
- Pertama-tama menempatkan
es curia yang lebih tebal dibagian dasar wadah, kemudian menempatkan lapisan
ikan dengan ketebalan tertentu diatasnya, selanjutnya ditempatkan lagi lapisan
es diatas lapisan ikan, demikian seterusnya berselang-seling dengan yang
terakhir (paling atas) adalah lapisan es yang lebih tebal.
- Pada ikan-ikan yang
ukurannya lebih kecil, proses seperti ini juga sekaligus merupakan proses
meninginkannya. Efektifitas pendinginannya sangat tergantung kepada ketebalan
lapisan ikan, ketebalan lapisan (kecukupan) es, dan kekedapan wadah (cool box) terhadap penetrasi panas.
- Pada kondisi pengemasan
hanya satu lapisan ikan dan lapisan tersebut dapat diselimuti dengan sempurna
oleh es curia, maka dilihat jelas bahwa ketebalan lapisan dan suhu awal ikan
sangat menentukan kecepatan pendinginan, dimana semakin tebal lapisan dan
semakin tinggi suhu awal ikan maka waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkannya
akan semakin lama.
- Dari sisi kebutuhan es,
selain ditentukan oleh jumlah ikan yang didinginkan juga ditentukan oleh suhu
awal ikan dan suhu udara luar disekitar wadah atau cool box, dimana semakin tinggi suhunya maka jumlah es yang
dibutuhkan akan semakin banyak.
7. Trays/kranjang
Fungsi
trays dan keranjang dalam proses
distribusi adalah untuk menampung produk olahan ikan sebelum dikemas dan
didistribusikan. Untuk produk segar/beku, ikan harus tetap dijaga kesegarannya
dengan menambahkan es selama ditampung dalam trays.
8. Sarana sanitasi dan hygiene
Dalam
proses distribusi, sarana sanitasi dan hygiene diperukan untuk menjaga kondisi
sarana angkutan yang digunakan untuk mengangkut produk-produk perikanan agar
tetap bersih, sehingga kesegaran ikan selama proses distribusi tetap terjaga.
Selain dalam
bentuk fresh/segar dan beku, produk hasil perikanan juga dapat didistribusikan
dalam bentuk ikan hidup. Biasanya ikan-ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup
adalah ikan-ikan dari hasil budidaya atau ikan karang yang mempunyai nilai jual
cukup tinggi.Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu
dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air
atau sistem kering.
1.
Pengangkutan Sistem Basah
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media
pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
a)
Sistem Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup
tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen
selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu
pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini
tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran,
serta jenis spesies ikan.
b)
Sistem Tertutup
Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai
oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama
pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang
tertutup. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan
adalah kualitas ikan (harus sehat dan baik), oksigen, suhu (15 – 20oC untuk
ikan didaerah tropis), pH (7 – 8), CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan
(perbandingan antara volume ikan dengan volume air adalah 1:3 sampai 1:2).
Beberapa permasalahan
dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang disebabkan
banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada
saat diangkutisi perut masih ada,sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran
yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu,
bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi
kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut. Oleh
karena itu, untuk menghindari terjadinya metabolisme yang sangat tinggi pada
saat pengangkutan, maka sebaiknya ikan diberok terlebih dahulu minimal 1 hari
sebelum ikan diangkut dengan cara dipuasakan.
2.
Pengangkutan Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering,
media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus
dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi
dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, makin rendah pula
aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut
diluar habitatnya makin besar.
Penggunaan transportasi sistem kering
dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup
besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat
dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau
anestetik, dan arus listrik.
Pada
kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme
ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen
yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja.
Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih
mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap.
Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak
sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya
kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari
rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf
kurang berfungsi.
Cara pemingsanan ikan akan berbeda
untuk setiap jenis ikan. Namun demikian, secara umum Pemingsanan ikan dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan
menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
a.
Pemingsanan dengan menggunakan suhu rendah
Ini dapat dilakukan dengan cara, yakni (a) penurunan suhu secara
langsung, dimana ikan langsung dimasukkan dalam air yang bersuhu 10o –
15oC , sehingga ikan pingsan; dan (b) penurunan suhu secara
bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai
ikan pingsan.
b.
Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Beberapa bahan anestasi yang dapat digunakan dalam pembiusan ikan
antara lain:
NO
|
BAHAN
|
DOSIS
|
1
|
MS-222
|
0.05 mg / l
|
2
|
Novacaine
|
50 mg / kg berat ikan
|
3
|
Barbitas sodium
|
50 mg / kg berat ikan
|
4
|
Ammobarbital sodium
|
85 mg / kg berat ikan
|
5
|
Methyl paraphynol (dormisol)
|
30 mg / l
|
6
|
Tertiary amyl alcohol
|
30 mg / l
|
7
|
Choral hydrate
|
3-3.5 g lt
|
8
|
Urethane
|
100 mg / l
|
9
|
Hydroksi quinaldine
|
1 mg / l
|
10
|
Thiouracil
|
10 mg / l
|
11
|
Quinaldine
|
0.025 mg / l
|
12
|
2-Thenoxy ethanol
|
30 – 40 ml / 100 lt
|
13
|
Sodium ammital
|
52 – 172 mg / l
|
Pembiusan ikan dikatakan
berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu : (1) Induksi bahan pembius dalam
tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih
mudah ditangani, (2) Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal
membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, dan (3) Tidak ditemukan adanya kematian
ikan selama 15 menit setelah
pembongkaran. Yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahan anestasi ini
adalah, apakah bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan potensi bahaya bagi
manusia atau tidak.
c.
Pemingsanan ikan dengan arus listrik
Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah
yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan
lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
Setelah ikan pingsan selanjutnya
adalah pengemasan. Pada pengangkutan ikan hidup dengan system kering diperlukan
media pengisi sebagai pengganti air. Yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam
pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup
dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Bahan pengisi memiliki fungsi
antara lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga
lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan
kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan
dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau
bahan karung goni. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak
spesifik, tergantung bahan yang tersedia. Diantara beberapa jenis bahan
pengisi, sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena
memiliki karakteristik, yaitu : berongga, mempunyai kapasitas dingin yang
memadai, dan tidak beracun.Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada
suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam
tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya.
Adapun cara pengemasannya adalah sama
dengan cara pengemasan produk ikan segar/beku yang ditransportasikan dengan
menggunakan cool box, dimana ikan disusun berlapis dengan serbuk gergaji. Wadah
yang digunakan dalam proses pengangkutan ikan hidup dengan sistem kering dapat
berupa sterefoam. Caranya pengemasannya adalah sebagai berikut:
-
Pertama-tama tempatkan serbuk gergaji yang telah
didinginkan (suhu 8 – 10oC) dibagian dasar wadah;
-
Kemudian tempatkan lapisan ikan dengan ketebalan tertentu
diatasnya;
-
Selanjutnya ditempatkan lagi lapisan serbuk gergaji diatas
lapisan ikan, demikian seterusnya berselang-seling dengan yang terakhir (paling
atas) adalah lapisan serbuk gergaji;
-
Sebaiknya boks sterefoam ditutup sangat rapat untuk
menghindari udara panas dari luar masuk ke dalam wadah.
Setelah dikemas, selanjutnya ikan
siap didistribusikan. Boks-boks sterefoam yang berisi ikan dimasukkan kedalam
alat angkut (mobil) yang telah dimodifikasi dengan menambahkan lapisan insulasi
pada sekeliling dindingnya. Hal ini untuk menghambat udara panas dari luar yang
akan masuk kedalam ruang penyimpanan. Selama dalam transportasi, pengontrolan
suhu ruang perlu dilakukan secara rutin dan diupayakan untuk tetap stabil.
Pada saat tiba ditempat tujuan, ikan
segera disadarkan. Proses penyadaran adalah dengan mengembalikan ikan sesuai
dengan suhu pada habitatnya. Caranya adalah sebagai berikut:
-
Siapkan wadah (bak) yang telah dilengkapi dengan aerasi
sehingga oksigen dalam air tercukupi dan sirkulasi dapat berjalan dengan baik.
-
Cuci ikan dengan bersih untuk menghilangkan lendir dan
sisa-sisa serbuk gergaji yang masih menempel pada tubuh ikan.
-
Kemudian masukkan ikan kedalam bak.
-
Untuk mempercepat proses penyadaran perlu adanya sedikit
rangsangan dengan cara menggerak-gerakkan badan ikan pada buih aerator.
-
Umumnya ikan akan sadar dalam waktu ±10 menit.
Berbicara distribusi
hasil perikanan di tingkat supplier/pedagang pengumpul dan pedagang pengecer,
maka kita tidak hanya berbicara mengenai sarana distribusi seperti sarana
transportasi saja namun juga berbicara mengenai sarana distribusi lainnya,
salah satunya adalah pelabuhan perikanan.
Dalam Undang-Undang No 31
Tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pelabuhan perikanan sebagai
suatu lingkungan kerja salah satunya
berfungsi sebagai pusat pemasaran dan
distribui hasil perikanan. Sedangkan dalam pasal 15 ayat (3) huruf a Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa pelabuhan
perikanan memiliki fasilitas funfsional salah satunya adalah fasilitas
pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan.
Tempat
pemasaran/distribusi hasil perikanan seperti TPI dan Pasar Ikan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. terlindung
dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
b. mempunyai
lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan
saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang
higiene;
c. dilengkapi
dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah
yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan
dan pengering sekali pakai;
d. mempunyai
penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan;
e. kendaraan
yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil
perikanan tidak diperbolehkan berada dalam tempat Pemasaran Ikan/pasar grosir;
f. dibersihkan
secara teratur minimal setiap selesai penjualan;
g. dilengkapi
dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan
diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;
h. mempunyai
fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup;
i. mempunyai
wadah penampungan produk yang bersih, tahan karat, kedap air dan mudah
dibersihkan; dan
j. mempunyai
penampungan pengolahan limbah.
Selain persyaratan
tersebut, tempat pemasaran hasil perikanan juga harus memenuhi persyaratan
hygiene dan penerapan system rantai dingin.
SUMBER:
Anonim, 1989. Petunjuk Praktis Penanganan dan Transportasi Ikan Segar.
Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal
Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Penanganan Tuna Loin Segar. Balai
Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Transportasi Ikan Hidup Dengan Cara
Dipingsankan. Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal
Perikanan, Jakarta
Anonim, 2007. Juknis Penerapan Sistem Rantai Dingin dan Sanitasi
Higiene di Unit Pengolahan Ikan. Direktorat Pengolahan Hasil. Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Jakarta.
Undang-Undang RI No
31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Keputusan Menteri KP
No 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan
Keputusan MenterI KP
No 52A Tahun 2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Kemanana Hasil Perikanan
Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.
No comments:
Post a Comment