1. Alasan Melakukan Pembenihan
Benih bandeng
(nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya
bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak dirasakan
sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan
benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya
bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan
budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan
bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi
sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam,
pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan
khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di
hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan
nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk
mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok
penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
Teknologi
produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu
Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala
Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di
hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karena resiko kecil, biaya rendah
dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah
miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam
pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap
(HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta
tepat musim, jumlah dan harga. Usaha
pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan
yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan
sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya
bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan
pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya benih
species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui
penebaran di perairan pantai (restocking).
Disisi lain,
perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik tumbuh
kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja
yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga
yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga
berlaku sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat
mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
2. PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat
perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan
lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai
berikut:
1) Status tanah dalam kaitan
dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2) Mampu menjamin ketersediaan
air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 %
per hari.
- Suhu air,
26,5-310C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut;
3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas
50-500ppm.
- Kecerahan
20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar
dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
3) Sifat-sifat perairan pantai
dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
4) Faktor-faktor biologis seperti
kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan
kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu
mengakibatkan kegagalan proses produksi.
3. SARANA
DAN PRASARANA
1) Sarana Pokok
Fasilitas pokok
yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva,
bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
a. Bak
Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan
air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat
didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang
memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air
perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan
alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air tawar
dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun
berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton
serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim
pemipaan air tawar, air laut dan udara.
b. Bak
Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan
induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1
meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan
langsung menerima cahaya tanpa dinding.
c. Bak
Pemeliharan Telur
Bak perawatan
telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari
2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
d. Bak
Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan
larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat
kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran
(4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang
sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus
cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air pada malam hari,
bak larva diberi penutup berupa terpal plastik untuk menyangga atap plastik,
dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
e. Bak Pemeliharaan Makanan
Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
a) Bak kultur chlorella
b) Tabung tempat kultur rotifera
Kedalamam bak
kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga
penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air
dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur
plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat
dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap
tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera
dan larva sebaliknya 5:5:1.
2) Sarana
Penunjang
Untuk menunjang
perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang
pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan
roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus
tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin
kemudahan serta keselamatan kerja.
a. Laboratorium pakan alami
seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton
yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah
yakni 22~25 0C.
b.Laboratorium kering termasuk
laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak
pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan
plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan
yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta
sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen
murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar
pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik
dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan
dilengkapi dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan
blower, ruang pendingin dan gudang.
3) Sarana
Pelengkap
Sarana pelengkap
dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis
menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan,
tempat tinggal staf dan karyawan.
Sumber:
Tristian, 2011. Budidaya Ikan Bandeng
(Chanos chanos): Modul Penyuluhan Perikanan. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan
dan Perikanan BPSDMKP.
No comments:
Post a Comment