Di Indonesia terdapat 9 famili ikan lele yang
terdiri atas 142 spesies ikan. Tujuh famili di antaranya mempakan kelompok
famili ikan yang hidup di air tawar, yaitu Aridae, Bagridae, Clariidae,
Doiichthydae, Silluridae, dan Sisoridae.
Ikan baung diklasifikasikan ke dalam Phylum Chordata, Kelas Pisces, Sub-kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub-ordo Siluroidea, Famili Bagridae, Genus Macrones, dan Spesies Macrones nemurus CV. (Saanin, 1968). Menurut Imaki et al. (1978), ikan baung dimasukkan dalam Genus Mystus dengan spesies Mystus nemurus CV.
B. Morfologi
C. Distribusi
D. Pola Pertumbuhan
E. Tingkat Kematangan Gonad
Pakan
|
Kolam
I kg (%)
|
Sungai
I kg (%)
|
Pellet + Vit E (10 mg/100 g pakan)
Pellet + kerang (1 : 1)
Pellet + Teri (1 : 1)
Kerang + teri (1 : 1)
|
3,24 – 5,04
5,32 – 7,12
3,13 – 4,93
4,21 – 6,01
|
3,39 – 4,07
5,17 – 5,85
4,57 – 5,25
11,15 – 11,83
|
I. Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan pada umumnya mempunyai kemampuan beradaptasi tinggi terhadap makanan dan pemanfaatan makanan yang tersedia di suatu perairan. Dengan mengetahui kebiasaan makan ikan, maka kita dapat mengetahui hubungan ekologi organisme dalam suatu perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan persaingan makanan dan rantai makanan.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa ikan baung termasukjenis ikan karnivora dengan susunan makanan yang terdiri atas ikan, insekta, udang, annelida, nematoda, detritus, sisa-sisa tumbuhan, atau organik lainnya. Susunan makanan ikan baung dewasa berbeda dengan susunan makanan ikan baung anakan. Makanan utama ikan baung dewasa terdiri atas ikan dan insekta, sedangkan makanan utama anakan ikan baung hanya berupa insekta. Tetapi, Djajadiredja et al. (1977) mengemukakan bahwa ikan baung termasuk jenis ikan omnivora dengan makanan terdiri atas anak ikan, udang, remis, insekta, moluska, dan rumput. Makanan utama ikan baung yang hidup di Waduk Juanda terdiri atas udang dan makanan pelengkapnya berupa ikan dan serangga air, sehingga digolongkan dalam jenis ikan kamivora. Berdasarkan hasil penelitian Alawi et al. (1990), terdapat 4 kategori organisme yang ditemui dalam lambung ikan baung, yaitu insekta air, ikan, udang, dan detritus. Detritus ditemukan 41,4 %, insekta 36,4 %, ikan 31,3 %, dan udang terdapat 5,1 % dari jumlah sampel ikan baung.
Jika dirinci berdasarkan famili dari organisme yang dijumpai, maka akan terlihat bahwa famili Gyrinidae menempati urutan yang teratas. Gyrinidae adalah insekta air sejenis kumbang yang hidup di perairan tenang atau mengalir, suka berenang di permukaan dan menyelam ke dasar perairan terutama yang banyak akar kayu dan atau rerumputan sehingga dapat bersembunyi dan mencari makan (Menit and Cumming, 1978). Jika dilihat di perairan Sungai Kampar (Riau), banyak sekali dijumpai rerumputan dan pohon kayu di sepanjang pinggir sungai yang merupakan habitat yang baik bagi insekta air.
Famili kedua setelah Gyrinidae yang banyak terdapat dalam isi lambung ikan baung adalah Cyprinidae, yaitu jenis ikan cyprinid yang sangat disukai oleh ikan baung, yaitu ikan motan (Thimchthys sp.), kapiek (Puntius sp.), dan ikan pawas (Osteochilus sp.). Ketiga jenis ikan ini banyak terdapat di perairan Sungai Kampar, terutama jenis ikan motan yang suka hidup di perairan yang agak tenang (Alawi et al., 1988). Di tempat-tempat tersebut juga banyak dijumpai ikan baung.
Di samping kedua jenis organisme yang dominan terdapat juga organisme lain, seperti udang (Macrobranchium sp.), ikan selais (Cryptopterus sp.), lipas air (Salidae), dan cacing air (Chironomidae). Detritus yang ditemukan dalam isi lambung ikan baung pada umumnya terdiri atas potongan dedaunan, akar kayu, hancuran ikan, dan kumbang yang tidak diidentifikasi.
Dari komposisi organisme yang dijumpai dalam isi lambung ikan baung ternyata bahwa ikan ini tergolong jenis ikan pemakan segala (omnivora) dengan kecenderungan pada jenis insekta air dan ikan atau mengarah ke pemakan daging (karnivora), Hal ini dapat dilihat dari besamya mulut yang merupakan ciri dari sub-ordo Siluroidea. Jenis ikan dari sub-ordo Siluroidea pada umumnya adalah ikan yang bersifat pemangsa (karnivora), seperti dari famili Pangasidae (ikan patin), Siluridae (ikan selais), dan Clariidae. (ikan lele) (Bardach et al., 1972).
Ikan baung mempunyai bentuk tubuh panjang, licin,
dan tidak bersisik, kepalanya kasar dan depres dengan tiga pasang sungut di
sekeliling mulut dan sepasang di lubang pemafasan; sedangkan panjang sungut
rahang atas hampir mencapai sirip dubur. Pada sirip dada dan sirip punggung,
masing-masing terdapat duri patil. Ikan baung mempunyai sirip lemak (adipose
fin) di belakang sirip punggung yang kira-kira sama dengan sirip dubur. Sirip
ekor berpinggiran tegak dan ujung ekor bagian atas memanjang menyerupai bentuk
sungut. Bagian atas kepala dan badan berwama coklat kehitam-hitaman sampai
pertengahan sisi badan dan memutih ke arah bagian bawah (Gambar 1).
Distribusi ekologis ikan baung, selain di
perairan tawar, sungai, dan danau, juga terdapat di perairan payau muara sungai
dan pada umumnya ditemukan di daerah banjir. Ikan baung berhasil hidup dalam
kolam yang dasarnya berupa pasir dan batuan (Madsuly, 1977). Di Jawa Barat,
ikan baung banyak ditemukan di sungai Cidurian dan Jasinga Bogor yang airnya
cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan 100 %. Ikan baung suka menggerombol di
dasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak
dengan aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang
tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari petang. Setelah hari gelap,
ikan baung akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada
di sekitar sarang dan segera akan masuk ke sarang bila ada gangguan.
Distribusi geografis ikan baung, selain di
perairan Indonesia , juga
terdapat di Hindia Timur, Malaya, Indocina, dan Thailand .
Pola pertumbuhan ikan baung adalah allometrik
(b > 3). Pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola
isometrik (b = 3), di mana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan
panjang badan.
Ukuran ikan baung berhubungan dengan
agresivitasnya dalam mencari makan dan kematangan gonad. Karena harga b di atas
3, maka pertumbuhan berat ikan baung cendemng lebih cepat daripada pertumbuhan
panjang badan. Dengan demikian, faktor makanan memegang peranan yang sangat
penting. Jika ikan baung semakin banyak mendapat makanan, maka pertumbuhan
beratnya semakin tinggi. Karena itu, ikan baung berukuran besar cenderung lebih
agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan
ikan baung adalah kematangan gonad. Ikan baung betina memiliki pola pertumbuhan
allometrik. Hampir 77 % ikan baung betina mengandung telur sehingga berat telur
tersebut mempengaruhi pola pertumbuhannya. Hal ini juga menyebabkan pola
pertumbuhan ikan baung (jantan dan betina) berpola allometrik. Pada waktu musim
memijah, pola pertumbuhan ikan baung betina bisa berbeda dengan ikan baung
jantan.
Ikan baung jantan dan betina memiliki
perkembangan gonad mulai ketika beratnya mencapai 90 g atau panjang badan total
lebih dari 200 mm. Matang gonad ikan baung betina diperkirakan pada berat lebih
dari 100 g. Pada umur berapa ikan baung mencapai ukuran tersebut belum dapat
dipastikan.
Berdasarkan laporan Madsuly (1977) yang memelihara ikan
baung di kolam, ukuran 90 g dapat dicapai selama 4 - 6 bulan. Perbandingan
antara gonad yang belum matang (TKG I) dan gonad yang matang (TKG IV)
diperlihatkan pada Gambar 2.
Bila kita membandingkan beberapa jenis ikan
lain yang umum dipelihara di Indonesia ,
maka ukuran matang gonad (size at maturity) ikan baung termasuk cepat.
Ikan lele (Glorias batrachus) mencapai matang gonad setelah berukuran
100 g atau lebih (Suyanto, 1982). Ikan mas mencapai matang gonad pada ukuran 60
- 150 g. Ikan patin (Pangasius sp.) mencapai matang gonad pada ukuran
besar atau di atas 1.000 g (Bardach et ai, 1972). Demikian juga, jenis
baung asli Amerika (Channel catfish: Ictalurus sp.) baru mencapai matang
gonad pada ukuran 340 g.
Ikan Mystus (Osteobagrus) aor mulai
matang gonad pada ukuran panjang 840 mm dan semua ikan betina telah matang
gonad pada ukuran 940 mm. Ikan baung yang hidup di danau Sipin dan danau Kenali
mulai matang gonad pada ukuran panjang 205 mm dengan bobot 675 g. Untuk ikan
baung betina dan ikan baung jantan mulai matang gonad pada ukuran panjang 215
mm dengan bobot 68,5 g. Djajadiredja et al. (1977) mengemukakan bahwa ikan
baung matang gonad pada ukuran panjang ± 320 mm.
Di danau Sipin dan Kenali, ikan baung betina
dengan tingkat kematangan gonad IV (matang) didapatkan pada bulan
Oktober-Maret, sedangkan untuk ikan baung jantan dengan TKG IV hanya terdapat
pada bulan Oktober-Desember. Bersamaan dengan tidak terdapatnya ikan baung
jantan dan berkurangnya ikan baung betina yang matang gonad setelah bulan
Desember, maka anak-anak ikan baung baru didapatkan pada bulan Januari. Ikan
baung di Waduk Juanda dengan TKG IV ditemukan dalam bulan Oktober-Maret,
sehingga anaknya baru didapatkan pada bulan Januari-Maret dengan ukuran panjang
total 3,5 - 9,5 cm dan bobot 0,33 - 6,46 g.
Berdasarkan laporan Alawi et al. (1990), ikan
baung di perairan sungai Kampar (Riau) memijah pada sekitar bulan Oktober
sampai bulan Desember. Hal ini merupakan fenomena umum karena pada saat itu
biasanya musim hujan dan sebagian besar ikan di perairan umum memijah pada awal
atau sepanjang musim hujan. Hal ini terjadi karena ikan yang akan memijah
umumnya mencari kawasan yang aman dan banyak makanan. Kawasan seperti ini
didapatkan pada kawasan rerumputan yang digenangi air pada saat musim hujan
tiba. Demikaian juga jenis ikan baung dan jenis ikan catfish (dari Famili
Siluridae, Clariidae, Pangasidae, Bagridae, Aridae, Ictaluridae) mencari tempat
perlindungan dan membuat sarang bila melakukan pemijahan (Bardach et al.,
1972).
F. Indeks
Kematangan Gonad (IKG)
Indeks Kematangan Gonad (IKG) bertambah besar bila
TKG meningkat. Diperkirakan bahwa ikan baung sudah dapat mengeluarkan telur
dengan nilai IKG antara 6 sampai 12. Nilai ini agak lebih rendah dibandingkan
dengan yang dikemukakan oleh Effendie (1979), yakni nilai IKG 19 ke atas ikan
baru matang gonad. Karena ikan yang hidup di perairan tropis pada umumnya
memijah sepanjang tahun, maka nilai IKG sering ditemukan lebih rendah pada saat
ikan tersebut matang gonad. Hal ini sejalan dengan pendapat Nikolsky, dalam
Effendie (1979), bahwa ikan yang hidup di daerah tropis pada umumnya dapat memijah
sepanjang tahun dengan tipe pemijahan partial (tidak mengeluarkan telur
seluruhnya pada saat pemijahan) sehingga IKG kecil.
G. Fekunditas
(Jumlah Telur)
Fekunditas ikan baung berada pada rentangan 1.365 -
160.235 butir. Seperti yang dikatakan oleh Snyder (1983) bahwa fekunditas dipengaruhi
oleh ukuran ikan (panjang dan berat) dan umur. Ikan yang berukuran besar
cenderung memiliki fekunditas lebih besar daripada ikan yang berukuran kecil.
Fekunditas yang terbesar adalah 160.235 butir yang terdapat pada ikan baung
yang memiliki berat tubuh 2.752 g dan berat gonad 224 g.
Fekunditas juga dapat dipengaruhi oleh fekunditas
telur (Woynarovich and Horvarth, 1980). Pada umumnya, ikan yang berdiameter
telur 0,8 - 1,1 mempunyai fekunditas 100.000 - 300.000 butir/kg berat ikan.
Ikan baung mempunyai fekunditas lebih kecil daripada jumlah tersebut, yakni
sekitar 60.000 butir/kg berat tubuh. Jika dibandingkan dengan fekunditas ikan
channel catfish, fekunditas ikan baung jauh lebih besar. Fekunditas ikan
catfish (baung putih asli Amerika) adalah sekitar 7.000 butir/kg berat tubuh
(Busch, 1985).
Jenis kelamin ikan baung dapat diketahui
dengan dua cara, yaitu dengan membelah perut dan memeriksa gonadnya dan dengan
mengamati ciri-ciri morfologis. Gonad ikan baung betina dan ikan baung jantan
terletak di rongga perut bagian dorsal intestin. Gonad ikan baung barn dapat
diperiksa setelah ikan baung tersebut berukuran 90 g atau kira-kira panjangnya
20 cm. Oleh karena itu, ikan baung yang lebih kecil dari ukuran tersebut dapat
dibedakan dengan mengamati lobang genital (genital pore).
Pada ikan baung jantan, lobang genital agak
memanjang dan terdapat bagian yang meruncing ke arah caudal. Alat ini merupakan
alat bantu untuk mentransfer sperma. Sedangkan pada ikan betina, lobang
genitalnya berbentuk bulat. Lobang genital ini akan berwama kemerah-merahanjika
ikan baung betina tersebut telah mengandung telur pada TKG V. Kromosom
berjumlah 23 pasang yang terdiri atas 2 pasang kromosom metasentrik, 6 pasang
kromosom akrosentrik, dan 15 pasang kromosom telosentrik.
Sumber: Tang M.U., 2000. Teknik
Budi daya Ikan Baung. Kanisius, Jakarta
No comments:
Post a Comment