Saturday, 23 February 2019

PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT PADA KEPITING BAKAU

Kepiting bakau (Scylla serrata) yang dikenal juga kepiting lumpur banyak juga dijumpai diperairan Indonesia, terutama perairan payau yang banyak ditumbuhi oleh tanaman bakau. Jenis kepiting ini disenangi masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kendungan nutrisi sejajar dengan crustacea lain seperti halnya udang, Oleh karena itu kepiting ini banyak diminati baik dipasaran dalam negeri maupun luar negeri.

Berkembangnya pangsa kepiting bakau (Scylla serrata) baik di dalam maupun di luar negeri adalah suatu tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan. Dengan mengandalkan produksi semata dari alam/tangkapan, jelas tidak sepenuhnya dapat diharapkan kesinambungan produksinya. Untuk itu perlu adanya usaha budidaya bagi jenis crustacea yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara keseluruhan masih mengandalkan dari penangkapan di alam, yang kesinambungan prodsuksinya tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu sudah saatnya dilakukan usaha yang lebih rasional yaitu melalui sistem budidayanya.

Klasifikasi Kepiting Bakau

Penggolongan kepiting bakau secara lengkap berdasarkan ilmu taksonomi hewan (system pengelompokan hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya) dapat dipaparkan sebagai berkut :

Phyllum : Arthopoda

Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Familia : Portunidae

Genus : Scylla

Species : Scylla serrata

Morfologi Kepiting Bakau

Ukuran kepiting yang ada di alam bervariasi tergantung wilayah dan musim. Misalnya diperairan bakau Ujung Alang, terdapat kepiting bakau dengan kisaran panjang karapas (kerangka luar) 18,80 mm-142,40 mm. Sedangkan diperairan bakau Segara Anakan didapatkan kepiting bakau dengan kisaran panjang karapas 19,20 mm-116,70 mm.

Berdasarkan lebar karapasnya, tingkat perkembangan kepiting dapat di bagi menjadi tiga kelompok :

 Kepiting juwana, lebar karapas 20 mm-80 mm

 Kepiting menjelang dewasa, lebar karapas 70 mm-150 m

m  Kepiting dewasa, lebar karapas 150 mm-200 mm

Tingkah Laku dan Kebiasaan Kepiting Bakau

Secara umum tingkah laku dan kebiasaan kepiting bakau yang dapat diamati adalah sebagai berikut :

 Suka berendam dalam lumpur sering berada didasar (bentic) dan membuat lubang pada dinding atau pematang tambak pemeliharaan. Dengan mengetahui kebiasaan ini, maka kita dapat merencanakan atau mendesain tempat pemeliharaan sedekimian rupa agar kemungkinan lolosnya kepiting yang dipelihara sekecil mungkin merugikan usaha penanganan hidup dan budidayanya. Karena sifatnya yang saling menyerang ini akan menyebabkan kelulusan hidup rendah dan menurunkan produktifitas tambak. Sifat kanibalisme yang paling dominan ada pada kepiting jantan, oleh karena itu budidaya monokultur pada produksi kepiting akan memberikan kelangsungan hidup lebih baik.

 Moulting atau berganti kulit. Sebagaiman jenis crustacea, maka kepiting juga mempunyai sifat seperti crustacean yang lain, yaitu moulting atau berganti kulit. Setiap berganti kulit kepitig akan mengalami pertumbuhan besar karapas maupun beratnya. Umumnya pergantian kulit akan terjadi sekitar 18 kali mulai dari stadia awal sampai dewasa. Selama proses ganti kulit, kepiting memerlukan energi dan gerakan yang cukup kuat, maka bagi kepiting dewasa yang mengalami perlu tempat yang cukup luas.

 Pertumbuhan akan terlihat lebih pesat pada saat masih muda, hal ini berkaitan dengan frekuensi pergantian kulit pada saat stadia awal tersebut.Periode dan tipe ganti kulit penting artinya dalam melakukan pola usaha budidaya yang terkait dengan desain dan kontruksi wadah, tipe budidaya dan pengelolaannya.

 Kepekaan terhadap polutan. Kualitas air sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu air dapat terjadi karena kelebihan sisa pakan yang membusuk, bahan pencemar, serta adanya bahan-bahan logam berat, dll. Bila kondisi kepiting lemah, misalnya tidak cepat memberikan reaksi bila dipegang dan perutnya kosong bila dibelah, kemungkinan ini akibat dari menurunya mutu air. Untuk menghindari akibat yang lebih buruk lagi, selekasnya pindahkan kepiting ke tempat pemeliharaan lain yang kondisi airnya masih segar.

Daerah Penyebaran

Daerah penyebaran kepiting bakau sangat luas, dari barat daya samudra fasifik hingga samudera hindia. Sebagai mana dijelaskan diatas bahwa negara yang terkenal sebagai pembudidaya kepiting bakau adalah Malaysia, Taiwan, Hawai , Australia dan Filipina.

Lokasi Budidaya

Pemilihan lokasi merupakan salah satu unsur penting dalam usaha budidaya kepiting bakau. Lokasi yang sesuai merupakan salah satu penenentu keberhasilan usaha budidaya kepiting. Hal ini tidak hanya memeberikan produksi yang maksimal, tetapi juga memberikan kemudahan dalam pengelolaannya.

Fakrtor utama yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi budidaya kepiting yaitu tersedianya sumber air baik syarat maupun jumlahnya, tipe dan struktur tanah yang baik, tersedianya pakan yang cukup, dekat dengan sarana dan prasarana produksi, pasar yang baik, dan tersedianya tenaga lapang yang terampil.

Tambak pemeliharaan kepiting diusahakan mempunyai kedalaman 0,8-1,0 meter. Sumber air yang cocok adalah air payau atau air asin, karena kepiting merupakan penghuni daerah pantai. Kadar garam yang dapat memberikan produksi tinggi yaitu berkisar antara 15-30 promil. Kisaran salinitas yang rentannya (15 point) memudahkan bagi petani dalam menemukan daerah yang sesuai.

Tanah yang cocok untuk budidaya kepiting adalah tanah yang memiliki fungsi terutama untuk penahan air, karena fungsi ini berhubungan dengan fungsi tanah dasar dan tanah pematang tambak. Tanah yang baik untuk penahan air adalah tanah berlumpur dengan tekstur liat berpasir (sandy clay) atau lempung berliat (silty loam). Selain sebagai penahan air tanah tambak juga berfungsi sebagai tempat hidup dan sumber unsur hara bagi banyak organisme yang menjadi sumber pakan bagi kepiting.

Disain dan Kontruksi Tambak

Apabila perlakuan terhadap kepiting selama masa pemeliharaan kurang baik, seperti mutu air kurang diperhatikan, makanan tidak mencukupi maka pada saat kepiting tersebut mencapai kondisi biologis matang telur akan berusaha meloloskan diri, dengan jalan memanjat dinding/pagar atau dengan cara membuat lubang pada pematang. Untuk menggindari hal tersebut, maka konstruksi pematang dan pintun air pelu diperhatikan secermat mungkin. Pada pematang dapat dipasang pagar kere bambu atau dari waring, hal ini mengurangi kemungkinan lolosnya kepiting.

Pemasangan pagar kere bambu atau waring pematang yang kokoh (lebar 2-4 meter) dilakukan diatas pematang bagian pinggir dengan ketinggian sekitar 60 cm.

Pada tambak yang pematang tidak kokoh, pemasangan pagar dilakukan pada kaki dasar pematang dengan tinggi menimal 1 meter.

Penebaran Benih Kepiting Bakau

Pada lokasi penghasil kepiting tangkapan dari alam, pada musim benih untuk budidaya tradisisonalpetani hanya mengandalakn benih kepiting yang masuk secara alami pada saat pasang surut air. Setelah beberapan bulan mulai dilakukan panen selektif dengan memungut kepiting yang siap jual.

Pada budidaya polikultur dengan ikan bandeng, ukuran benih kepiting dengan berat 20-50 gram dapat ditebar dengan kepadatan 1000-2000 e kor/Ha, dan ikan bandeng gelondongan yang berukuran berat 2-5 gram ditebar dengan kepadatan 2000-3000 ekor/Ha. Pada budidaya system monokultur benih kepiting dengan ukuran seperti tersebut diatas ditebar dengan kepadatan 5000-15000 ekor/Ha.

Metode yang digunakan untuk tujuan produksi kepiting bertelur ada dua macam yakni : dengan sistem kurungan dan sistem karamba apung.

A. Sistem Kurungan

Kurungan dapat dibuat dari bahan bambu yang dibuat menjadi rangkaian. Lebar bilah bambu 1-2 cm dengan panjang 1,7 meter. Bilah-bilah bambu dirangkai secara teratur sehingga membentuk kere atau semacam pagar. Kere ini kemudian dipasang pada saluran tambak memanjang pada bagian pinggirnya, bila dipasang dalam tambak agar ditempatkan paada bagian yang relatip dalam dan mendapat pergantian air yang cukup.

Kere atau pagar bambu ditancapkan sedalam 30 meter dengan bagian bawah dibuat lebih rapat yang bertjuan agar kepiting tidak lolos. Untuk penempatan kurungan pada saluran tambak ukurannya disesuaiakan dengan lebar saluran tersebut agar tidak menggangu kelancaran aliran saluran tambak ytersebut. Untuk skala yang lebih besar dapat menggunakan petakan tambak dengan luasan antara 0,25-0,50 Ha dengan pagar keliling darin kere bambu ataupun waring.

B. Keramba apung

Selain menggunakan kerungan, untuk budidaya kepiting betelur dapat juga menggunakan keramba apung. Karamba apung dibuat dari rangkain bilah bamboo seperti pada pembuatan kere,kemudian kere yang sudah jadi dirangkai menjadi kotak yang ukurannya disesuaikan dengan lokasi dimana karamba apung akan ditempatkan.

Selanjutnya pada sisi panjang yang berlawanan dipasang pelampung yang dibuat dari potongan bambu yang masih utuh atau dari bahan lainnya. Penempatan karamba apung ini pada temapt bergantian airnya, seperti pada saluran, tepi sungai dan tempat lainnya yang memenuhi syarat diatas.

Proses produksi kepiting bertelur paling lama berlangsung sekitar 5-14 hari atau tergantung ukuran awal penebaran. Singkatnya masa pemeliharaan ini juga dimungkinkan karena kepiting betina yang ditebar dengan berat sekitar 150 gram biasanya sudah mengandung telur.

Pakan

Pakan yang baik adalah pakan yang sesuai dengan perkembangan kepiting. Masing-masing tahp perkembangan (stadia) kepiting, memerlukan jenis pakan yang berbeda. Untuk lebih mudahnya dalam penyediaan pakan kepiting dibagi menjadi dua tahap perkembangan hidup. Pertama larva seperti benih, kedua benih sampai ukuran konsumsi/induk

Pada stadium larva kepiting cenderung sebagai pamakan plankton. Semakin besar ukurannya, kepiting manjadi omnivora atau pemakan segala. Sesuai dengan kebiasaan makannya di alam, jenis pakan yang disukai antara lain chlorella, ikan kecil ataupun anak ikan dan udang-udangan seperti rotifera (Brachianus plicatilis) dan artemia.

Berbagai jenis pakan seperti : ikan rucah, usus ayam, kulit sapi, kulit kambing, bekicot, keong sawah, dan lain-lain. Dari jenis pakan tersebut, ikan rucah segar lebih baik ditinjau dari fisik maupun kimiawi dan peluang untuk segera dimakan lebih cepat karena begitu ditebar akan tenggelam. Hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan kepiting yang biasa makan didasar.

Pemberian pakan pada usaha pembesaran hanya bersipat suplemen dengan dosis sekitar 5 %. Lain halnya pada usaha kepiting bertelur dan usaha penggemukan, pemberian pakan harus diperhatikan dengan dosis antara 5-10 % dari berat kepiting yang dipelihara. Kemauan makan kepiting muda lebih besar, karena pada periode ini dibutuhkan sejumlah makanan yang cukup banyak untuk pertumbuhan dan proses ganti kulit.

Pakan buatan atau pakan yang diramu sendiri juga bisa digunakan untuk pembesaraan kepiting. Kelebihan pakan buatan dibanding pakan segar, yakni dapat dibuat dan digunakan setiap waktu sehingga ketersediaannya lebih terjamin. Selain itu kandungan gizinya dapat diatur sendiri dan biayanya bisa disesuaikan dengan keadaan modal.

Pemanenan

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa pemanenan kepiting dapat dilakukan secara selektif, dimana pemanenan ini dilakukan dengan jalan memilih kepiting yang ukurannya telah mencapai ukuran konsumsi. Selain itu pemanenan jug dapat dilakukan dengan jalan pemanenan sekaligus yaitu kepiting dipanen secara sekaligus (dilakukan pengeringan air tambak/wadah budidaya) kepiting.

PENYAKIT KEPITING BAKAU

Penyakit yang sering menyerang kepiting bakau selama ini diketahui bahwa denagn kematian yang tinggi terjadi pada stadium yang ebrbedfa terutama pada tingkat-tingkat zoea awal, akhir, dan megalopa, salah satu factor penyebabnya adalah jamur.

Adapun timbulnya jamur tersebut akibat kondisi lingkungan media pemeliharaan yang tidak stabil, misalnya temperatur naik cuup tinggi pada siang hari dan turun dastis pada malam hari dan kadar oksigen terlarut yang rendah sehingga menyebabkan kepiting tersebut menjadi stress serta memudahkan patogen untuk menyerang.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2003 “Budidaya Udang Windu Secara Intensif (Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis)”, Agromedia Pustaka. Jakarta

Dahuri. 2002 ”Koran Waspada Februari 2004”.

Nur, Syaripah. 2004 “Progam Pengembangan Udang Windu di Kabupaten Lampung Timur”, STPP Bogor

Ichsan M. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Kepiting Bakau Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

No comments:

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...