Pembenihan udang windu umumnya dilakukan untuk menutup kebutuhan benih ditambak yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah benih yang tersedia di alam. Berbagai masalah timbul dalam usaha pembenihan, meningkatkan daya pikir dan semangat para pengelola untuk menghadapi segala resiko yang ada.
Salah satu masalah yang penting adalah serangkaian penyakit, baik dalam proses pembenihan maupun proses pembesaran di tambak. Masalah penyakit ini sebagaian besar terjadi dan mempengaruhi produksi udang pada tingkat pembenihan. Beberapa cara pengobatan dilakukan, tetapi perlu diketahui bahwa tindakan pengobatan pada dasarnya merupakan suatu usaha yang tidak diutamakan untuk diterapkan dalam pembenihan atau pembesaran udang. Tindakan yang paling tepat dalam menangani masalah penyakit adalah tindkan pencegahan.
Agar dapat dipahami lebih dalam berbagai usaha pencegahan hama dan penyakit udang baik dalam pembenihan maupun dalam pembesaran, kiranya perlu diketahui asal – usul penyakit udang tersebut. Buku ini hanya membahas khusus mengenai Hama dan Penyakit udang di tambak serta Cara pencegahan yang efektif untuk dilakukan.
Taksonomi Udang Windu
Menurut Soetomo (1990), klasifikasi udang windu (Penaeus monodon) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Sub Kelas : Malascrotasca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Natantia
Famili : Penaeidae
Sub Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon
Morfologi Udang Windu
Udang Penaeid seperti halnya udang lainnya, yaitu hewan air yang beruas dimana tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan. Anggota badan ini umumnya bercabang dua atau biramus (Mujiman, 1989). Secara morfologi tubuh udang windu dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cephalothorax (kepala dan dada), dan abdomen (perut). Bagian cephalothorax tertutup oleh carapace atau segmentasinya tidak terlihat jelas dari luar. Ruas – ruas pada udang penaeid secara keseluruhan berjumlah 20 buah, termasuk bagian badan dimana terletak mata bertangkai. Pada tiap-tiap ruas terdapat anggota badan yang fungsinya bermacam – macam.
Pada ruas kepala pertama terdapat mata majemuk yang bertangkai. Antena (Antenules) mempunyai dua buah flagella pendek yang berguna sebagai alat peraba dan pelindung. Antena II (Antenae) mempunyai dua cabang pula yaitu cabang
pertama (Eksopodite) disebut prosartema berbentuk pipih dan tidak beruas, sedang cabang kedua berupa cambuk panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba.
Anggota badan yang terletak pada tiga ruas terakhir berfungsi sebagai alat bantu mulut. Alat ini berupa mandibula yang bertugas menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang mandibula berfungsi membawa makanan ke mandibula.
Dada terdiri dari delapan ruas, masing – masing ruas mempunyai sepasang anggota badan yang disebut thoracopoda. Thoracopoda pertama sampai ketiga memegang makanan. Thoracopoda keempat sampai keenam berfungsi sebagai kaki jalan yang disebut periopoda. Ciri khas udang penaeide adalah periopoda satu sampai tiga memiliki capit kecil.
Bagian perut (abdomen) mempunyai enam ruas. Ruas pertama sampai kelima memiliki anggota badan yang disebut pleopoda. Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang, oleh karena itu bentuknya pendek, kedua ujungnya pipih dan berbulu (setae). Ruas keenam pleopoda berubah bentuk menjadi pipih dan melebar yang disebut uropoda yang bersama telson berfungsi sebagai kemudi.
Sifat dan Kelakuan
a. Sifat Noktunal
Sifat Noktunal adalah sifat binatang yang aktif mencari makan pada waktu malam. Pada waktu siang mereka lebih suka beristirahat. Apabila didalam suatu tambak udang aktif bergerak pada waktu siang, ini bertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin karena makanannya kurang, kadar garam meningkat, suhu naik, ogsigen kurang ataupun karena timbul senyawa-senyawa beracun seperti asam sulfide (H2S), zat asam arang (CO2), amoniak (N2H3).
b. Sifat Kanibalisme
Sifat kanibalisme yaitu suatu sifat suka memangsa sejenisnya sendiri. Sifat ini sering timbul pada udang yang sehat. Dalam keadaan yang kekurangan makanan , sifat kanibalisme akan tampak lebih nyata. Sifat demikian ini sudah nampak pada waktu udang masih burayak, yaitu mulai tingkat mysis.
c. Ganti Kulit
Udang mempunyai kerangka luar yang keras. Oleh karena itu untuk tumbuh menjadi besar mereka perlu membuang lulit lama, dan mengantinya dengan kulit yang baru. Udang muda lebih sering berganti kulit dari pada udang dewasa
Pengetahuan mengenai sumber penyakit yang sering menyerang udang windu, selain sangat membantu dalam upaya pengobatan juga bermanfaat dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan petani untuk mencegah serangan suatu penyakit yang mungkin akan dialami oleh udang atau ikan yang dibudidayakan.
Sumber penyakit yang sering menyerang udang ditambak dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian:
Hama Udang di Tambak
Hama adalah hewan yang berukuran lebih besar dan mampu menimbulkan ganguan pada udang. Hama dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Golongan Hama Predator (Pemangsa)
Golongan hama pemagsa (Predator) merupakan golongan yang sangat merugikan karena memagsa udang secara langsung, yang termasuk golongan ini adalah :
Golongan Ikan Buas
Golongan ikan buas yaitu : kakap (Lates Colcalifer), payus atau bandeng lelaki (Elops hawaiensis), kuro (Polynemus Sp), kerong-kerong (therapon Spp), mayung atau keting (Arius maculates), belut (Synbranchus bengalensis).
. Ketam-ketaman
Golongan predator ketam – ketaman yakni kepiting, (Scyla serata ), ketam bulum (sesarma SP)
• . Ular
Ular yang antara lain adalah: ular kadut (cereberns rhynchops).
• . Bangsa burung
Bangsa burung antar lain adalah: Burung blekok (Ardeola rallloides speciosa ), cagak (Ardea cinerea rectirostris), Pecuk gagakan (Phalocrocoray corbo simensis), Pucuk ulo (Anhinga rufa melanogaster).
b. Golongan Hama Penyaing (Kompetitor)
Golongan hama penyaing merupakan hama yang dapat menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai makanan maupun tersedianya oksigen di dalam tambak. Yang termasuk golongan ini adalah : Ikan liar yaitu Mujair (Tilapia mossambica), Belanak (Bugil Spp), Pernet (Aplocheilus javanicus), Rekret (Ambassis gynocephalus), dan Siput yaitu Trisipan (Cerithidea alata), Cerithidea djariensis dan Cerithidea autodorata, Larva nyamuk Cyronomas longilobus, jenis udang yaitu udang kecil kecil Cardina dentaculata, jenis ketam yaitu seasorina SP.
c. Golongan Hama Pengganggu
Hama jenis ini merupakan hama yang suka merusak lingkungan tambak yaitu merusak pematang tanah dasar dan pintu air, yang termasuk golongan ini adalah:
Bangsa udang yang suka membuat lubang – lubang di pematang sehingga dapat mengakibatkan bocoran.
Udang tanah (Thallasina anomala), udang kecil - kecil (Cardina dentaculata), ini juga suka membuat lubang – lubang di pematang.
Hewan – hewan pengerek kayu pintu air seperti remis pengerek (Teredo navalis) dll.
Tritip (Belanus SP), dan tiram (Crossostrea Sp) yang suka menempel pada bangunan – bangunan pintu air.
Cara penanggulangannya dan upaya pemberantasan hama tambak dikenal dengan dua cara yaitu:
A. Cara Mekanis
B. Cara Kimiawi
a.1. Pemberantasan Secara Mekanis
Pemberantasan cara mekanis yaitu cara pemberantasan yang dilakukan pada saat pengeringan rehabilitasi tambak, dengan cara mencari, menangakap, dan mematikannya, namun untuk tambak yang sukar dikeringakan maka alterantif lain adalah dengan cara kimiawi.
b.2. Pemberantasan Secara Kimiawi
Pemberantasan secara kimiawi yaitu suatu cara pemberantasan yang umum dilakukan yaitu dengan bantuan racun nabati dan pestisida yang dianjurkan.
Penggunaan racun nabati untuk pemberantasan hama tambak biasanya berupa perasan (ekstrak), sebagai contoh adalah rotenon (C23H22 O6) dan saponim, yang merupakan pestisida yang bersifat selektif yang pada dosis tertentu bahan tersebut mematikan ikan tetapi tidak mematikan udang yang dibudidyakan.
Rotenone yang terdapat di dalam akar tuba (Dierrisellipica) di anggap yang paling efektif untuk memeberantas benih ikan buas. dan ikan buas yang memangsa udang daya racunnya lebih sempurna apabila salinitas (kadar garam) air tambak rendah, sehingga diperlukan dosis yang lebih rendah.
Cara penggunaan untuk diolah sendiri adalah :
Akar tuba yang kering yang telah di timbang sesuai dengan kebutuhan dipotong kecil-kecil, direndam dalam air selama sehari semalam.
Kemudian ditumbuk apabila sudah hancur kemudian direndam dalam air dan diperas sampai air perasan menjadi putih.
Kemudian saring ampasnya, dan diambil air yang berwarna putih seperti susu dan berbau tajam (ekstrak) yang kemudian langsung dapatlangsung digunakan.
Cara Pemberantasannya
Setelah selesai tahap reklamasi, maka tambak diisi dengan air dengan ketinggian 30-40 cm.
Dipercikan secara merata ke seluruh air dengan dosis 10 kg/Ha.
Aplikasi yang tepat adalah pada waktu pagi hari
Pengaruh akar tuba akan hilang setelah 2-5 hari.
Setelah satu minggu sudah siap untuk ditaburi benur
Saponim yang terdapat dalam bungkil biji teh (Camellia cinensis) sangat efektif untuk memberantas ikan buas siput dan ketam, ampas yang terdapat di dalam biji teh setelah diekstrsaksi mengandung 10-13%.
Cara penggunaan untuk pengolahan sendiri adalah:
• Biji teh dikeringkan kemudian ditumbuk sampai halus ,
• Kemudianj direndam dalam air dan diperas-peras agar saponimnya melarut (ekstrak).
• Larutan saponim sudah bisa digunakan untuk pemberantasan hama tambak.
Saponim yang terdapat dalam bentuk bungkil biji teh dosis pemakaiannya adalah 15-18 kg per hektar., dengan kedalaman air 10-15 cm. sedangkan dalam bentuk tepung biji teh dosis pemakainnya adalah 150 kg – 180 kg perhektar dengan kedalaman air rata - rata 30 cm. Pemakaian pestisida yang sudah bi asa digunakan pada tambak udang adalah CHEMFISH 5 EC dan Brestan 60 WP. Pestisida CHEMIFISH 5 EC (emulsi fiableconcentrate) merupakan pestisida dengan bahan aktif rotenonen (C23H22O6) = 5 % yang berasal dari akar tuba (Derris elliptica). Efektif unutk membasmi ikan buas dan ikan liar.
Cara penggunaannya adalah:
Tambak diisi dengan air dengan ketinggian kurang lebih 10 cm.
Kemudian CHEMIFISH 5 EC yang sudah diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:10 liter air, disemprotkan dengan sprayer secara merata di atas permukaan air.
Dosis yang dianjurkan adalah 3 liter CHEMIFISH 5 EC perhektar.
Pestisida BRESTAN 60 WP (wettable powder) adalah jenis pestisida organotion yang dalam lingkungan perairan akan terhidrolisis manjadi fentin hidroksida. Yang sangat efektif untuk membasmi hewan moluska, trispan dan siput.Dosis yang diperkenankan sebelum penebaran benur adalah 0,5 - 2,5 ppm dan sangat beracun pada salinitas yang tinggi (28-40 promil) dan suhu tinggi. Konsentrasi lethal (LC 50) BRESTAN 60 WP adalah 0,96 ppm sedangkan untuk konsentarasi yang lebih aman adalah 0,36 ppm.
Penyakit Udang di Tambak
Penyakit menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai gangguan beberapa fungsi sebagian atau seluruh organ tubuh dikarenakan adanya factor abiotik (Kualitas air, makanan dan lainnya) dan factor biotk (organisme penyebab penyakit atau pathogen). Masalah utama yang merupakan kendala yang utama dalam budidaya udang adalah masalah manajemen, pakan dan penyakit.
Di dalam budidaya udang windu penyakit dapat menyebabakan kerugian ekonomis. Kerugian yang ditimbulkan tergantung kepada:
1. Persentase populasi udang yang terserang penyakit
2. Umur udang yang terinfeksi penyakit
3. Parahnya penyakit
4. Adanya infeksi sekunder.
Penyakit kebanyakan bersifat infektif tetapi tidak dilupakan bahwa factor - factor non-infektif juga sangat berperan dalam kesehatan udang. Peran ini berhubungan dengan :
1. Lingkungan tempat hidup udang : udang terkungkung oleh air beserta semua jenis organisme dan polusi.
2. Sifat udang yang nonkturnal yaitu, sifat yang aktif mencari makan pada waktu malam hari dan kanibal ( sifat yang suka memangsa jenisnya sendiri ). Sifat ini dapat mengakibatkan rendahnya tingkat metabolisme apabila terjadi difensiesi makanan, intoksidasi oleh asam sulfide ( H2S ), Amoniak ( NH3) dan steress akibat kurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air.
Penyebab penyakit pada udang dapat dibagi menyadi dua kelompok :
Non-infeksi : - Stres
- Intoksikasi (keracunan)
- Defisiensi (kekurangan makanan )
Infeksi : - virus
- Bakteri
- Jamur
- Protozoa
- Metazoa
Pada umunya intoksikasi (keracunan) dan infesi virus terjadi secara mendadak dan mengakibatkan kematian udang secara tajam. IIntoksikasi dan infeksi virus yang terjadi hanya beberapa jam atau beberapa hari dan sebagian besar populasi udang yang dibudidayakan bisa musnah. Infeksi bakteri lamanya berlangsung dari beberapa hari sampai baberapa minggu dan masih bisa memberikan informasi yang di perlukan tentang penyebabnya
Pemberian pakan yang berlebihan dapat mengkibatkan tinggihnya kadar Amoniak karena terjadi akumulasi ( penimbunan) sisa makanan dan kotoran udang yang mengandung nitrogen amoniak yang terlarut dalam air terdapat dalam bentuk ion ( NH4+) dalam bentuk union (NH3) dan selalu dalam persenyawaan equilibrium. Amoniak (NH3) adalah senyawa union yang bersifat racun terhadap udang keseimbangan kadar NH3 dan NH4 tergantung pada suhu, pH, salinitas, alkalinitas, dan oksigen terlarut.
1. Penyakit Disebabakan Oleh Virus
Sampai dengan saat sekarang ada 3 jenis penyakit yang disebabkan oleh virus pada udang windu yang dibudidayakan yaitu, Monodon Baculo Virus (MBV), Infection Hypodermal and Hematopoietic Necrosi Virus (IHHNV) dan Hepantopancreatic Parvo- like virus (HPP).
Jenis virus yang sering di isolasi dari tubuh larva udang penaeid adalah kelompok Baculo virus yang terdapat pada sel- sel epithel hepatopankreas dan usus pada udang yang terserang penyakit sekresi rendi (mucus) mengalami peningkatan, permukaan kulit dan ingsang di tempeli oleh kotoran (lumpur) sehingga permukaan tubuh menjadi kasar.Tanda-tanda kerusakan pada hati (hepatopankreas) adalah terjadi pembengkakan berwarna pucat disertai dengan lubang- lubang kecil dibagian usus tengah (midgut) dalam jumlah banyak, padat dan berwarna hitam (melamin).
Penyakit yang disebabkan oleh Monodon Baculo Virus (MBV) yang dapat mengakibatkan kematian yang cukup tinggi yaitu memusnahkan 90 % udang pada stadia pasca larva hanya dalam lebih kurang dua minnggu pemeliharaan. Penyakit ini sering diketemukan menyerang pada PL 20 ke atas.
Namun ada dua jenis penyakit yang ganas disebabkan oleh virus yaitu:
a. Penyakit Kepala kuning (Yellow Head disease) yang disebabkan oleh virus YHV (Yellow Head Baculo Virus) Gejala: mula – mula nafsu makan meningkat dalam beberapa hari kemudian berhenti sama aekali. Kepala dan insang berwarna kuning.
b. Penyakit Bercak Putih (White Spot Diseas). Disebabakan oleh virus SEMBV (Systim Ektodermal and Mesodermal Baculo Virus).
Udang yang sakit tampak lemah dan berenang ke pinggir tambak, usus kosong, Tubuh pucat dan kemerah – merahan dan kadang ditempeli organisme penempel. Gejala khas berupa bercak putih dengan diameter 1-2 mm, mula-mula terlihat di karapas dibagian kepala dan bila sudah parah bercak putih menyebar keseluruh tubuh.
Sampai denga sekarang ini belum diketemukan cara untuk memberantas penyakit Virus maupun jenis obat yang efektif untuk penyakit ini, oleh karena itu tindak pencegahan adalah langkah yang paling tepat, upaya penanggulangan dapat dilakukan antara lain dengan jalan mengganti air secara rutin setiap hari minimal 5 % dari total volume air tambak, penggunanaan pakan harus dipantau secara ketat agar tidak menimbulkan penimbunana sisa pakan yang menyebabkan pembusukan, mengeluarkan tanah dasar tambak berwarna hitam dan berbau busuk, mengiosolasi daerah yang terserang penyakit dalam keadaan parah perlu segera dilakukan tindakan pemusnahan dengan jalan pembakaran dan penguburan.
2. Penyakit Disebabkan Oleh Bakteri
Meskipun bakteri sangat umum menyerang udang namun infeksinya bersifat “ oportunis’’ yang mana bakteri tersebut bukan merupakan penyebab utama timbulnya penyakit pada udang. Dalam kondisi dimana udang mengalami stress maka bakteri tersebut akan menimbulkan gerjala-gejala sakit. Hampir semua jenis bakteri yang menyerang udang bersifat motil, oxidase positif dan berbentuk silindir atau batang ( rods) dengan ukuran 0,5-3,0 µm dan negative.
Bakteri yang bersifat pathogen terhadap udang terbagi dalam dua kelompok yaitu bakteri non-filamen dan bakteri berfilamen ( Leucothrix mucor). Bakteri yang non - filamen antara lain adalah genera Vibrio, Aeromonas Sp, Pseudomonas Sp, Beneckea Sp dan Flavobacterium Sp. Bakteri yang berfilamen adalah bakteri yang berbentuk benag ( filament) dan menyerang tubuh bagian luar terutama insang.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain adalah :
a. Penyakit Bercak – Merah ( Red Discoloration Disease)
Ciri – ciri udang yang terserang penyakit ini antara lain kondisi badan lemah, berenag lambat, tidak mempunyai nafsu makanan dan badan berwarna bercak – bercak kemerahan (red discoloration)
Udang yang terserang adalah mulai dari stadia mysis dan penyebabnya adalah bakteri yang termasuk genera vibria yang sensitif terhadap choloramphenicol 20 ppm, furazolidona 10 ppm dan prefuran 1,0 ppm.
Pencegahanya adalah dengan menyaring air yang masuk, pengatian air secara teratur dan mengadakan desinfeksi air dan ozonisasi pada bak kolam pemeliharaan dan mereduksi kadar amoniak atau bahan organik.
b. Penyakit bercak Cokelat – putih pada cangkang ( Brown white dicolaration of carapace disease)
Berdasarkan pengamatan menyerang udang dewasa dengan ciri- ciri pada cangkang ( carapace) dijumpai bercak- bercak cokelat berbentuk bulat yang pada infeksi berat terdapat pada batas warnah disekeliling becak cokelat yang dapat menimbulkan luka pada jaringan di bawahnya. Luka yang memberi peluang bagi pathogen yang lainya untuk menginfeksi.
Berdasarkan penelitian penyakit ini deisebabkan oleh bakteri penghambat kitin ( chitine) yang berasosiasi antara lain: Beneckea, Vibrio Spp,Flavobacterium sp, dan pseudomonas sp, Cara menanggulanginya dapat dilakukan dengan jalan memperbaikai mutu air, pengaturan pakan, dan pengaturan padat penebaran, yang sesuai dengan kondisi lahan. Atau dengan jalan dapat memberikan antibiotika, Antibiotik merupakan bahan organic yang berasal dari mikroba yang merupakan racun untuk menghambat pertumbuhan organisme lain, yang sasaran utamanya adalah menghambat sintesa unsure pokok peptidoglikan dinding sel bakteri bersatu dengan seterol di dalam membrane sel sehingga mempengaruhi permeabilitas dan menghambat sintesa protein. Khususnya menghambat fungsi ribosom. Anti biotika ini dapat diberikan melalui percampuran dengan telur ayam atau telur bebek mentah denngan perbandingan 1 butir telur untuk 10 kg pakan. Campuran telur dengan antibiotika disemprotkan pada pakan yang dikeringkan di tempat yang teduh lalu ditebar ke dalam tambak. Dosis yang di anjurkan unutk penggunaan antibiotika adalah: Teramycin 30 mg/kg pakan, Erytromycin 40 mg / kg pakan, furanance /Tilocion 100 mg / kg pakan. Pemberian biotika dalam makanan dilakukan terus menerus 3 hingga 5 hari, kecuali bagi Furanance / Tylocin selama 14 hari
c. Penyakit Insang Hitam (Black Gill Disease)
Penyakit ini sering di jumpai di tambak yang sukar untuk mengadakan pergantian air, dengan ciri – ciri pada insang berwarna kehitaman seperti luka yang terbakar. Insang hitam tersebut oleh bakteri benang dari jenis Leucothrix sp. Penanggulangannya dilakukan dengan cara pergantian air sesering mungkin. Pengendalianpertumbuhan bakteri tersebut dengan menggunakan Cuprisulfat 1ppm atau Cutrine plus 0,05 ppm bersamaan dengan penggantian air terus menerus selama 24 jam. Pengobatan untuk udangnya dapat diberikan Kalium Permanganat (PK) 5-10 ppm selama 1 jam atau Furance 1 ppm.
3. Penyakit Disebabkan Oleh Protozoa
Protozoa merupakan salah satu penyebaba penyakit pada udang yang dinamakan organisme ektokomensal yang biasa menempel pada bagian luar tubuh udang namun tidak menimbulkan kerusakan jaringan tubuh di mana ia menempel. Parasit ini sangat berbahaya jika terdapat dalam jumlah banyak menempel dan menutupi seluruh permukaan tubuh yang meliputi insang, kaki renang dan kaki jalan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pergerakan, pernafasan, makan, dan proses pergantian kulit.
Penyakit ini terdiri dari:
a. Penyakit udang kapas atau penyakit udang susu
penyakit ini disebabkan oleh Protozoa yang meliputi 3 generasi 20aitu: Nosema, Thelohania, dan Pleistophora. Penyakit ini menyerang pada tubuh udang sehingga tubuh udang tersebut berwarna putih buram, putih susu, dan lembek. Umumnya menyerang udang yang dipelihara pada perairan dengan kandungan bahan organik cukup tinggi (lebih besar dari 70 %). Cara Pencegahan yang paling efektif sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan penggantian air untuk mengurangi bahan organik dalam tambak serta menumbuhkan pakan alami. Atau dengan menggunakan obat CuSO4 0, 1 – 0,5 ppm.
b. Penyakit Lumutan atau penyakit udang bersepatu.
Penyakit ini biasa menempel bagian luar tubuh yaitu pada insang, karapas, kaki renang, kaki jalan, ekor kipas, dan terkadang di mata. Pada infeksi berat memperlihatkan pergerakan lemah berenang lambat dan otot abdomen terlihat pucat, jenis penyakit ini sering dijumpai pada tambak yang airnya tidak dikelola dengan baik. Penyebabnya adalah jenis Zoothamnium sp, Epistylis Sp, Verticella Sp, dan Acineta Sp.
Penanggulangannya dapat dilakukan pergantian secar teratur,mengurangi pemasukan bahan organik, pemberian bahan stabilisator air seperti Zeolit (3-5 ppm), Dolomit atau Kaptan (2-3 ppm). Menambah jumlah kincir air agar kandungan oksigen perairan meningkat serta pemberian formalin 25 ppm, Choramine T.5 ppm, dan uinnineBisulfate 5.
4. Penyakit Defisiensi (Kekurangan Makanan)
Dalam pertumbuhan udang memerlukan unsure – unsur nutrient yang penting untuk pertumbhan dan kelangsungan hidupnuya baik protein, lemak, karbohidrat, maupun Vitamin. Beberapa unsure ini harus disuplai terus menerus agar udang bisa tumbuh, berkembang dan bereproduksi. Apabila salah satu atau beberapa unsur ini kekurangan bisa mengakibatkan penyakit. Misal saja kekurangan Vitamin dapat menyebabkan penyakit seperti:
Penyakit Hitam Mematikan
Penyakit ini sering terjadi pada udang yang kekurangan Vitamin C (Ascorbic acid) dan umumnya dijumpai pada perairan tambak yang miskin makanan alami (Alga Plankton).
Penanggulanganya adalah menambah vitamin C. sebanyak 2.000 mg perkilogram pakan yang diberikan serta penumbuhan pakan alami.
PENANGULANGAN PENYAKIT
Secara ringkas Upaya penanggulangan penyakit dapat dilkaukan Melalui:
Peningkatan Kesehatasn Udang
Imunisasi pada udang baik dengan pemberian Vaksin maupun Imunostimulan untuk meningkatkan kekebalan tubuh udang sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit dan kelangsungan hidup udang.
Suplemen Vitamin C dan astaxanthin dalam pakan untuk meningkatkan daya tahan udang terhadap serangan penyakit.
Penggunaan bakteri Probiotik antara lain: Lactobacillus sp strain non-patogen, Bacillus Spp.
Peningkatan Kualitas Budidaya
Perbaikan kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip bioromediasi yaitu penguraian limbah dengan menggunakan mikroba seperti Nitrosomonas, Nitrobacter, dan spirulina.
Cara penaggulangan penyakit yang utama adalah mencegah terjadinya infeksi dan kontaminasi pathogen penyebab penyakit antaralain:
Pencucian dasar tambak dilakkukan 2 kali yaitu, dengan cara menggelontorkan atau dengan cara mengisi tambak sampai ketinggian 30 cm, kemudian dibiarkan sehari semalam setelah itu dibuang sampai habis. Pencucian kedua dimaksudkan :
unutk membuang sisa – sisa penggelontoran pertama yang belum terbuang
Menggunakan sistim tertutup. (closed system), semi- tetutup (semi – closed system). dan resirkulasi untuk mencegah pemasukan penyakit dari luar
Adapun penyakit yang menyerang pada pembesaran udang windu adalah :
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaya, Darmawan, dkk. 1997. Budidaya udang windu dengan pengendalian mutu air secara biologis. BBPBAP : Jepara.
Adiwidjaya, Darmawan, dkk. 1997. Sistem semi resirkulasi dan biofilter pada petak tandon air dapat mengantisifasi kegiatan budidaya udang windu. BBPBAP : Jepara.
Adiwidjaya, Darmawan, dkk. 2003. Budidaya udang putih lokal (P. Merguiensis dan P. Indicus) sistem tertutup. Dept. Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya BBPBAP : Jepara
Buwono, Ibnudwi. 1993. Tambak udang windu sistem pengelolaan berpola intensif. Kanisius : Yogyakarta
Dahuri, Rokhmin. 2003. Keaneka ragaman hayati laut. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Dept. Kelautan dan Perikanan. 2004. Media Budidaya Air Payau. Dept. Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya BBPBAP : Jepara
Hardanu, Warih, dkk. 2004. Petunjuk teknis peningkatan produktivitas tambak udang windu sederhana sistem tertutup. Dept. Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya BBPBAP : Jepara
Mudjiman, A., Suyanto, R. 1989. Budidaya udang windu. Penebar swadaya : Jakarta
Ohama Indonesia. 2002. Budidaya rumput laut Glacilaria sp di tambak. Ditjen Perikanan Budidaya Dept. Kelautan dan Perikanan : Surabaya
Wiyono T. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Udang windu Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.