Kabupaten Muaro Jambi termasuk central produksi perikanan yang cukup potensial, hal ini tak terlepas dari kondisi geografis wilayah yang dialiri sungai Batang Hari yang sangat baik untuk budidaya ikan perairan umum serta geografis wilayah yang mempunyai cukup banyak lahan basah/rawa. Pengembangan budidaya perikanan utama dibagi atas dua kelompok yaitu :
- Perairan umum, dilakukan disepanjang sungai batang hari, dengan sistem keramba jaring apung (KJA) ini terpusat di kecamatan Jambi Luar Kota, Sekernan, Maro Sebo dan Kumpeh Ilir.
- Budidaya kolam, dilakukan didaerah dataran rendah/berawa yang banyak terdapat di kecamatan Sungai Gelam dan Kumpeh Ulu.
Guna menunjang produksi yang terus meningkat, maka dibutuhkan pasokan bibit yang cukup untuk itu dibangun balai benih ikan (BBI) yang terdapat di desa Arang – Arang kecamatan Kumpeh ulu dan Tempino kecamatan Mestong, disamping itu terdapat pula Balai Budidaya Air Tawar di Sungai Gelam. Guna melindungi ikan varitas lokal dari kepunahan telah ditetapkan kawasan suaka perlindungan sumberdaya perikanan yaitu kawasan danau Lamo dikecamatan Maro Sebo untuk kawasan konservasi ikan lokal jenis patin, nila, gabus, mujair, lele, gurame.
Budidaya Karamba Jaring Apung
Patin Jambal merupakan ikan asli Indonesia. Lokasi penyebaran antara lain di Sungai Batanghari (Jambi), Sungai Musi (Sumatera Selatan), Sungai Indragiri (Sumatera Utara), Sungai Barito dan Kahayan (Kalimantan), serta Sungai Berantas dan Bengawan Solo (Jawa). Ikan dengan spesies yang sama berkembang juga di India, Myanmar, Malaysia, dan Vietnam. Kelebihan ikan tersebut adalah berdaging putih sehingga sangat diminati masyarakat dunia, terutama Amerika Serikat. Suplai untuk kebutuhan di AS didominasi Vietnam yang memasok 200.000 ton per tahun yang usaha pembudidayaannya dilakukan di tepi Sungai Mekong.
Provinsi Jambi, usaha KJA ikan patin terkonsentrasi di tepi Sungai Batanghari dengan melibatkan masyarakat lokal. Sebagian besar mereka adalah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari industri perkayuan di Jambi.. Terdapat 40 desa yang tersebar di sepanjang kiri dan kanan sungai dan anak Sungai Batanghari. Jika sebagian masyarakatnya didorong untuk membudidayakan ikan patin jambal, maka produksi dapat meningkat. Pencanangan pengembangan budidaya ikan patin di Provinsi Jambi dilaksanakan pada tanggal 9 Januari 2006 di Desa Pematang Jering, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Targetnya untuk dapat memproduksi ikan patin jambal minimal 500 ton per hari, dengan tujuan pemasaran ke Amerika Serikat sebanyak 200.000 ton per tahun. Hal ini dapat dilakukan karena fakta menunjukkan bahwa Sungai Batanghari di Jambi yang merupakan salah satu habitat asli ikan patin jambal memiliki panjang 1.470 kilometer. Kualitas lingkungannya pun masih terjaga sehingga sangat cocok untuk usaha budidaya ikan patin jambal dengan sistem keramba jaring apung.
Dengan asumsi luas setiap keramba 12 meter persegi, maka satu kilometer alur sungai dapat menampung minimal 2.000 keramba. Sehingga untuk panjang 45 kilometer Sungai Batanghari, target produksi 500 ton per hari sudah terpenuhi. Dengan tebar benih patin yang sudah mencapai umur tiga bulan, maka pemeliharaan di KJA cukup memakan waktu tiga bulan lagi untuk mendapat ukuran pasar Amerika yang menghendaki ukuran diatas 0.6 kg per ekor. Pada program ini, pemerintah daerah menyediakan paket sarana produksinya (keramba, bibit, pakan dan obat-obatan) kepada pembudidaya. Produksi yang dihasilkan oleh pembudidaya dijual kepada perusahaan mitra yang telah ditentukan. Pada tahap berikutnya perusahaan mitra ini sekaligus diharapkan dapat bertindak sebagai penyedia sarana produksi. Pembelian hasil produksi oleh perusahaan mitra menggunakan patokan bobot ikan minimal 0,7 kg. Patokan ini dirasakan sangat memberatkan, karena tidak semua ikan hasil produksi dapat mencapai bobot tersebut, walaupun telah dipelihara lebih dari 7 bulan. Harga pembelian oleh perusahaan mitra sebesar Rp 6.800 per-kg untuk ikan dengan bobot 0,7 – 0,8 kg dan Rp 7.000 untuk yang berbobot lebih dari 0,8 kg. Sedangkan ikan yang tidak dibeli oleh perusahaan, dijual kepada pedagang lokal secara bertahap dengan harga Rp 5.000 – Rp 8.000 per-kg.
Dengan penjualan kepada perusahaan mitra yang menggunakan sistem dan harga seperti yang telah dilakukan ini maka sebagian besar pembudidaya merasa tidak puas, dan mengusulkan peninjauan ulang perjanjian penjualan dengan perusahaan mitra. Hal yang perlu ditinjau ulang meliputi harga dan sistem pembelian. Sistem pembelian yang diharapkan adalah sistem borong dimana semua ikan di dalam keramba semuanya dibeli oleh perusahaan mitra, walaupun dengan harga yang berbeda-beda untuk masing-masing bobot ikan.
Rataan produksi ikan responden adalah 280 kg/keramba dengan variasi yang sangat besar antara 88,5 kg s/d 600 kg per-keramba. Angka ini sangat jauh dari target semula yaitu 900 kg per-keramba. Dengan hasil seperti ini maka diperoleh rataan tingkat produktivitas sebesar 0,422 kg/m3/minggu. FCR (Feed Conversion Ratio), yaitu perbandingan antara jumlah kilogram pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi satu kilogram ikan, pada budidaya Patin Jambi sangat bervariasi antara 1,67 – 11,30 atau dengan rataan 3,58. Angka ini diperhitungkan atas dasar jumlah pakan yang diterima sehingga belum mencerminkan jumlah pakan yang riil diberikan kepada ikan Patin Jambi yang mereka pelihara. Untuk jenis ikan lain yang dipelihara di Jambi diperoleh FCR sebesar 1,34 pada Patin Siam dan 1,51 pada Nila.
Dari produksi Patin Jambi yang dicapai pembudidaya, dengan menggunakan patokan harga bibit Rp 250/ekor (perhitungan saat launching program); harga pakan Rp 4.000/kg; tanpa memperhitungkan nilai penyusutan KJA dan tenaga kerja, dengan harga jual Rp 7.000/kg maka peserta program telah menanggung kerugian dengan rataan sebesar Rp 2.431.340/KJA atau Rp 3.684 per-m3/minggu. Sementara itu pendapatan yang diharapkan sesuai rancangan semula adalah sebesar Rp 1.832.500 per-keramba per-musim (Anonim, 2006). Dengan kerugian yang dialami oleh pembudidaya dalam budidaya Patin Jambi yang mereka lakukan maka merasa kurang puas atas kegiatan tersebut. Oleh karena itu memutuskan akan beralih memelihara ikan jenis lain yaitu Patin Siam atau Nila, dan sebagian berhenti memelihara ikan dan sisanya akan memelihara Patin Jambi sampai kredit lunas. Kondisi ini tentunya akan sangat mengancam keberlangsungan program ini selanjutnya.
Terkait dengan kondisi sebagaimana tersebut diatas maka sebagian pembudidaya menyatakan kurang yakin akan keberlanjutan kegiatan budidaya patin di KJA jika tidak dilakukan perbaikan dan hanya sebagi pembudidaya yang merasa yakin tanpa ada perubahan.
Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jambi telah membuka lahan pusat percontohan budidaya ikan. Lokasi percontohan di Desa Sungai Duren seluas 7 Ha dengan jarak dari kota Jambi sekitar 15 KM . Fasilitas yang disediakan di lokasi percontohan meliputi jalan produksi, saung meeting, gudang pakan, bangsal maggot, kantor UPP, hatchery dan perkolaman. Pembudidaya yang telah terdaftar di lokasi sebanyak 70 orang. Pembudidaya yang tergabung dalam lokasi percontohan sebagian telah menerapkan cara budidaya ikan dengan system tropic level. Sampai dengan saat ini seluruh lokasi belum beroperasi secara optimal, karena masih dalam tahap pembangunan.
No comments:
Post a Comment