Perairan tambak adalah
ekosistem perairan payau. Salinitasnya
berada di antara salinitas air laut dan salinitas air tawar dan tidak mantap.
Dari musim ke musim, dari bulan ke bulan dari hari ke hari, bahkan mungkin dari
jam ke jam dapat saja terjadi perubahan. Perubahan ini disebabkan proses
biologis yang terjadi di dalam perairan tersebut serta adanya interaksi antara
perairan tambak dengan lingkungan sekitarnya.
Misalnya ketika hari hujan, air tawar masuk kedalam petakan tambak
menyebabkan kadar garam air tambak menurun.
Atau ketika populasi fitoplankton berkembang pesat akibat pemupukan,
kandungan oksigen dalam air tambak pada malam hari menyusut drastis. Secara umum parameter-parameter yang
mengalami perubahan dapat digolongkan ke dalam parameter kimia, fisika, dan
biologi air.
Perubahan-perubahan yang
terjadi sampai batas tertentu dapat ditoleransi oleh ikan bandeng. Tetapi kalau terlalu jauh dapat merusak
kenyamanan hidup, malahan dapat mendatangkan kematian. Karena itu, perlu penanganan cepat. Sudah
atau belum perlunya penanganan ini bergantung kepada intensitas perubahan, yang
informasinya diperoleh lewat pemantauan dan pengukuran.
PARAMETER KIMIA
Parameter kimia air
tambak mencakup konsentrasi zat-zat terlarut seperti oksigen (O2),
ion hidrogen (pH), karbon dioksida (CO2), amonia (NH3),
asam sulfida (H2S), nitrogen dalam bentuk nitrit (NO2-N),
dan lain-lain. Beberapa diantara yang penting dijelaslkan seperti di bawah ini.
Oksigen
Terlarut
Ikan bandeng membutuhkan oksigen yang cukup
untuk kebutuhan pernafasannya. Oksigen tersebut harus dalam keadaan terlarut
dalam air, karena bandeng tidak dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan bandeng dan
organisme-perairan lainnya mengambil oksigen ini tanpa melibatkan proses kimia.
Oksigen masuk dalam air
tambak melalui difusi langsung dari udara, aliran air yang masuk tambak,
termasuk hujan, proses fotosintesa tanaman berhijau
daun.
Kandungan oksigen dapat menurun
akibat pernafasan organisme dalam air dan perombakan bahan organik. Cuaca mendung dan tanpa angin dapat
menurunkan kandungan oksigen di dalam air. Untuk kehidupan ikan bandeng dengan
nyaman diperlukan kadar oksigen minimum 3 mg per liter.
Oksigen terlarut di dalam air (Dissolved Oxygen = DO). Dapat diukur dengan titrasi di laboratorium
serta dengan metode elektrometri menggunakan Dissolved Oxygen Meter (DO meter).
Derajat
Keasaman (pH)
Derajat
keasaman air tambak dinyatakan dengan
nilai negatif logaritma ion
hidrogen atau nilai yang dikenal dengan
istilah pH. pH= -log [H+]
Kalau
konsentrasi ion hidrogen (H+) tinggi, pH akan rendah, reaksi lebih asam. Sebaliknya kalau konsentrasi ion
hidrogen rendah pH akan tinggi dan reaksi lebih alkalis.
pH air
tambak sangat dipengaruhi pH tanahnya.
Sehingga pada tambak baru yang tanahnya asam maka pH airnyapun
rendah. Penurunan pH dapat terjadi
selama proses produksi disebabkan terbentuknya asam kuat, adanya gas-gas dalam
proses perombakan bahan organik, proses metabolisme perairan dan
lain-lain.
Nilai pH
yang baik untuk budidaya ikan berkisar antara 6,5 hingga 9. Kematian di luar kisaran tersebut
pertumbuhan kurang baik, bahkan pada pH 4 atau 11 kematian bandeng dapat
terjadi. pH air laut cenderung
basa. Karena itu pergantian air dapat
digunakan untuk meningkatkan pH air tambak.
pH air dapat
diukur menggunakan kertas lakmus, yakni membandingkan warna kertas yang telah
ditetesi air tambak dengan warna standar pH atau cara yanglebih mudah, yakni
menggunakan pH meter.
Konsentrasi Karbon Dioksida
Karbon dioksida di dalam
air dapat berasal dari :
1.
Hasil pernafasan organisme dalam air sendiri
2.
Difusi dari udara
3.
Terbawa oleh air hujan
4.
Terbawa oleh air yang masuk dari lokasi sekitar tambak.
Konsentrasi karbon
dioksida yang terlalu tinggi di suatu perairan akan berbahaya bagi hewan yang
dipelihara. Bahaya ini meliputi :
1.
Gangguan pelepasan CO2 waktu ikan bernafas
2.
Gangguan pengambilan O2 waktu ikan bernafas
3.
Penurunan pH
Sebaliknya
CO2 yang terlalu sedikit akan berpengaruh negatif kepada fotosintesis karena gas ini merupakan
bahan baku pembentukan glukosa (siklus Calvin-Benson). Kandungan CO2 yang baik untuk
budidaya ikan tidak lebih dari 15 ppm. Pengukuran CO2 umumnya
menggunakan metoda titrasi.
Amonia (NH3)
Amonia di perairan
berasal dari hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air;
dapat pula berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik
yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur.
Kadar amonia ditambak pembesaran bandeng
sebaiknya tidak lebih dari 0,1 ppm – 0,3 ppm. Kadar amonia yang tinggi akan
mematikan ikan di tambak pembesaran. Oleh karena itu, kadar amonia di tambak
pembesaran ini harus selalu dipantau. Selain itu kadar amonia di tambak
pembesaran juga dipengaruhi oleh kadar pH dan suhu. Makin tinggi suhu dan pH
air maka makin tinggi pula konsentrasi NH3.
Kadar amonia di tambak pembesaran dapat diukur
secara kolorimetri, yakni membandingkan warna air contoh dengan warna larutan
standar setelah diberi pereaksi tertentu.
Biasanya menggunakan alat bantu spectrofotometer.
Asam Sulfida (H2S)
Asam sulfida yang
merupakan salah satu asam belerang; terdapat di tambak pembesaran bandeng sebagai hasil proses dekomposisi
bahan organik dan air laut yang banyak mengandung sulfat.
Asam sulfida ini dapat dideteksi dengan jelas
pada saat melakukan pengeringan dasar tambak. Dasar tambak yang mengandung
banyak sulfida akan bewarna hitam dan tercium bau belerang. Kadar asam sulfida
ditambak pembesaran sebaiknya di bawah 0,1 mg/l.
Kandungan H2S di air tambak dapat diukur
secara kolorimetri, yakni membandingkan warna air contoh dengan warna larutan
standar setelah diberi pereaksi tertentu.
SUMBER:
Alipuddin M., 2003.
Modul Pengelolaan Kualitas Air
Tambak pada Pembesaran Ikan Bandeng. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
REFERENSI:
Ahmad, T dkk. 1998. Budidaya bandeng secara
intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Balai Budidaya Air Payau, Jepara. 1984.
Pedoman Budidaya Tambak.
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Jepara.
Brackiswater Aquaculture Development and Training
Project. 1980. Fisheries Extension
Officers Training Manual. FAO-UNDP-BFAR Rep. Philippines. Quezon City.
Effendi, H. 2000. Telaahan kualitas air. Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan. IPB. Bogor
Kordi K., G.H. 1997. Budi daya kepiting dan ikan
bandeng di tambak sistem polikultur. Dahara Prize, Jakarta
Martosudarmo, B. dan B. S. Ranoemihardjo. 1992.
Rekayasa Tambak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Murtidjo, B.A. 1989.
Tambak air payau: budidaya udang dan bandeng. Kanisius, Yogyakarta.
Soeseno, S. 1987. Budidaya ikan dan udang dalam
tambak. PT.Gramedia. Jakarta
No comments:
Post a Comment