Taksonomi
Ikan baung
diklasifikasikan ke dalam :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub–kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub–Ordo : Siluroidae
Famili : Bagridae
Genus : Macrones
Spesies : Macrones nemurus CV (Saanin, 1968)
Menurut Imaki et al. (1978), ikan baung dimasukkan dalam
Genus Mystus dengan spesies Mystus nemurus CV.
Marfologi
Ikan baung mempunyai
bentuk tubuh panjang, licin, dan tidak bersisik; kepalanya kasar dan depres
dengan tiga pasang sungut di sekeliling mulut dan dekat ubang pernafasan,
sedangkan panjang sungut rahang atas hamper mencapai sirip dubur. Pada sirip
dada dan sirip punggung, masing-masing
terdapat duri patil. Ikan baung mempunyai sirip lemak (adipose fin) di belakang sirip pungung.
Sirip ekor berpingiran tegak dan ujung ekor bagian atas memanjang menyerupai
bentuk sungut. Bagian atas kepala dan badan berwarna coklat kehitam-hitaman
sampai pertengahan sisi badan dan memutih kearah bagian bawah. Panjang tubuh
bisa mencapai 50 cm (Webber dande Beaufort,1965 dan Tang 2000).
Habitat
Ikan baung banyak hidup di perairan tawar, seperti sungai dan danau, juga terdapat di perairan payau muara sungai. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar berkisar antara 26-30ºc, pH berkisar antara 4 – 9, kandungan oksigin terlarut optimal 5-6 ppm.
Pola Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan
baung adalah allomtrik. Pertambahan
berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan
jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik, dimana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan
panjang badan. Dengan demikian , factor makanan memegang peranan yang sangat
penting. Jika ikan baung semakin banyak
mendapat makanan, maka pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu ikan
baung berukuran besar cenderung agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik.
Factor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan baung adalah kematangan gonad. Ikan baung betina
memiliki pola pertumbuhan allometrik. Hamper 77% ikan baung betina mengandung
telur sehingga berat telur tersebut mempengaruhi pola pertumbuhannya. Hal ini
juga menyebabkan pola pertumbuhan ikan baung (jantan dan betina ) berpola
allometrik.
Kebiasaan Makan
Pada umumnya
ikan mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap makanan dan
pemanfaatan makanan yang terserdia disuatu perairan. Dengan mengetahui
kebiasaan makan ikan, maka kita dapat mengetahui hubungan ekologi organisme dalam suatu perairan, misal
bentuk-bentuk pemangsaan persaiangan makanan dan rantai makanan.
Beberapa
penelitian menunjukan bahwa ikan baung termasuk jenis ikan karnivora dengan
susunan makanan terdiri atas ikan, insekta,udang, annelida, nematoda, detritus,
sisa-sisa tumbuhan, atau organik lainnya. Makanan utama ikan baung dewasa
terdiri atas ikan dan insekta, sedangkan makanan utama anakan ikan baung hanya
berupa insekta. Djajadiredja et al
.(1977) mengemukakan bahwa ikan baung termasuk jenis ikan omnivora dengan
makanan terdiri atas Dari
komposisi organisme yang dijumpai dalam isi lambung ikan baung ternyata bahwa
ikan initergolong jenis ikan pemakan segala (omnivora) dengan kecenderungan
pada jenis insekta air dan ikan ini mengarah kepemakan daging (karnivora).
Pemijahan/Penyuntikan
Pemijahan baung dilakukan secara
buatan (penyuntikan) atau semi alami. Induk ikan baung betina dan jantan yang
telah diseleksi dan disimpan dalam wadah yang terpisah. Untuk penyuntikan ikan
dalam pemijahan digunakan hormon ovaprim dengan dosis 0,6-0,9 ml/kg betina dan
jantan 0,5 ml/kg. Penyuntikan dilakukan 2 kali, yakni penyuntikan pertama ¼
bagian dan suntikan kedua ¾ bagian, interfal waktu penyutikan pertama dan kedua
antara 6-12 jam.
Pemeliharaan Lbetina yang telah ovulasi kurang lebih 6-8 jam setelah penyuntikan kedua, dilakukan striping (pengurutan telur). Untuk mendapatkan sperma, ikan jantan dibedah, kemudian testis dicuci/dibersihkan dari darah dan lemak yang melakat. Selanjutnya sperma dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% sebanyak setengah bagian. Bilaterlalu pekat, tmabahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer. Campurkan sperma sedikit demi sedikit kedalam telur aduk dengan rata.
Telur yang
telah menetas dipanen larva yang dihasilkan dipindahkan ke dalam akuarium
pemeliharaan larva. Faktor penting dalam penebaran atau pemeliharaan adalah
padat penebaran, padat penebaran untuk larva ikan baung berkisar antara 10-20
ekor/liter air. Penebaran larva dilakukan 1-5 hari setelah pengisian air pada
wadah pemeliharaan.hal ini dimaksudkan untuk menginkubasi air sehingga dapat
memotong siklus hidup organisme patogen yang mungkin terdapat pada media itu.
Larva ikan
baung berumur 1-5 hari dapat diberi pakan berupa Artemia salina atau Moina sp,
dengan kepadatan 1-2 ekor/ml. Pada saat berumur 3-8 hari, larva ikan baung
sudah dapat dibericincangan cacing Tubifex
sp dan Daphnia sp. Ketika umur
ikan baung 7/8 hari larva ikan baung dibrikan pakan cacing Tubifex sp. Sebanyak 10
mg/ekor. Pemeliharaan ini selama kurang lebih 14 hari.
Pendederan
Pendederan benih baung merupakan
salah satu tahap kegiatan pembenihan untuk mendapatkan benih baung yang siap
dibesarkan. Pendederan benih baung biasanya dilakukan dalam bak atau kolam
pendederan. Persiapan kolam, pemupukan maupun pemeliharaan benih baung selama
di kolam pendederan, sama seperti yang biasa dilakukan untuk pendederan jenis –
jenis ikan
Benih ditebar pada pagi atau sore hari dengan kepadatan 100 ekor/m².
Pakan diberikan setiap hari berupa tepung pellet sebanyak 0,75gr/1000 ekor.
Lama pemeliharaan benih selama 1 bulan atau telah mencapai berat 10-20 gr.
DAFTAR
PUSTAKA
Balai
Budidaya Air Tawar Sukabumi Jl. Salabintana 17, Tlp (0266) 225211
Fax.(0266)225240 Email: bbats@telkom.net
Daelami
Deden A.S. Usaha Pembenihan Ikan Hisa Air
Tawar, Jakarta, Penebar Swadaya, 2001.
Syofan
dan Syafei L.S, 2005. Buku
Seri Kesehatan Ikan “Baung Sehat Produksi
Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
No comments:
Post a Comment