Perikanan
budidaya terus didorong untuk meningkatkan kualitas produksinya di
samping kuantitasnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar. Penekanan pada
peningkatan kualitas produksi perikanan budidaya ini selaras dengan di
bukanya Pasar Bebas ASEAN (MEA) yang mendorong perlunya peningkatan daya
saing, salah satunya dengan kualitas produk yang meningkat dan aman di
konsumsi. “Selain produk perikanan budidaya harus bisa memenuhi
kebutuhan dan permintaan pasar, harus di dukung dengan kualitas produk
yang mampu bersaing baik di pasar regional maupun pasar global. Untuk
itu melalui program pembangunan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya
saing dan berkelanjutan, kita harus menerapkan system jaminan mutu dan
keamanan mutu hasil perikanan budidaya dari hulu sampai hilir proses
produksi perikanan budidaya, baik itu melalui penerapan standardisasi
system produksi perikanan budidaya, system monitoring lingkungan maupun
pengendalian residu”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan
Budidaya, Slamet Soebjakto, pada saat memberikan arahan dalam acara
Rapat Koordinasi Standardisasi Perikanan Budidaya, Monitoring Lingkungan
Perikanan Budidaya dan Pengendalian Residu di Yogyakarta.
“Persaingan
pasar yang semakin terbuka, menuntut kita untuk menghasilkan produk
perikanan budidaya yang sesuai standar, baik itu standar system produksi
maupun standar mutu hasil perikanan. Standardisasi harus dilakukan di
semua lini, baik itu standar pembenihan, standar prasarana dan sarana
budidaya, standar produksi maupun standar pakan yang di dukung dengan
penerapan standar metode uji di laboratorium, untuk memberikan jaminan
keamanan dan jaminan mutu produk perikanan budidaya”, jelas Slamet.
Saat
ini, terdapat 250 buah Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang
perikanan budidaya (lima diantaranya adalah RSNI) yang digunakan sebagai
standar untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dalam
memasuki persaingan pasar bebas baik di tingkat regional maupun global.
Pengendalian Residu
“Disamping
penerapan standardisasi perikanan budidaya, diperlukan upaya lain untuk
dapat menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan aman
dikonsumsi, tanpa mengandung residu antibiotik dan bahan kimia yang
dilarang yaitu penerapan sistem monitoring residu nasional”, terang
Slamet.
Slamet
menambahkan bahwa Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah berhasil
melakukan pengendalian residu dan sekaligus melakukan monitoring
penggunaan residu pada usaha budidaya sejak tahun 2013, Indonesia telah
dimasukkan oleh Direktorat Jenderal Konsumen dan Kesehatan, European
Commission melalui Commission Decision 2011/163/EU, ke dalam daftar
negara-negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke
Uni Eropa. Kondisi ini membuktikan bahwa Sistem Monitoring Residu
perikanan budidaya Indonesia telah dinilai setara dengan standard Uni
Eropa. Hal ini harus terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi
yang berkelanjutan dan semakin baik diantara pihak terkait
(stakeholders), baik di tingkat pusat dan daerah dalam pelaksanaan
monitoring residu”, papar Slamet.
Slamet
lebih lanjut mengatakan bahwa setelah di terbitkannya Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2015 tentang Pengendalian Residu
Obat Ikan, Bahan Kimia dan Kontaminan pada kegiatan Pembudidayaan Ikan
Konsumsi, membuktikan keseriusan pemerintah dalam hal peningkatan
jaminan keamanan pangan dan mutu produk perikanan budidaya. “Permen ini
menjadi acuan dalam monitoring dan pengendalian residu. Ini harus di
terapkan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, sampai
ke tingkat daerah,” kata Slamet.
Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya
Pembangunan
perikanan budidaya berbasis lingkungan atau ekosistem terus di
kembangkan dan di gulirkan. Dengan memperhatikan lingkungan atau
ekosistem, perikanan budidaya akan menjadi tumpuan dalam pengembangan
ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang sekaligus
memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, agar tetap
lestari dan berkelanjutan.
“Untuk
mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya, perlu upaya penerapan
pendekatan terhadap lingkungan dalam pengembangan perikanan budidaya
atau disebut dengan Ecosystem Approach for Aquaculture (EAA),
untuk mengelola perikanan budidaya yang berkelanjutan, bertanggung jawab
dan berdasarkan ekosistem di Indonesia. Program Culture Based Fisheries
(CBF) juga sangat sesuai dengan EAA. Ini akan kita coba terapkan di
beberapa lokasi, sebagai percontohan”, papar Slamet.
Pengelolaan
usaha perikanan budidaya di perairan umum perlu dilakukan. “Usaha
perikanan budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan umum, perlu
di tata ulang sehingga memberikan hasil yang positif baik dari segi
ekonomi maupun lingkungan. Penggunan teknologi pakan yang efisien dan
ramah lingkungan harus terus di dorong, sehingga meminimalisir dampak
negative bagi lingkungan”, tutur Slamet.
Usaha
perikanan budidaya yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan akan
menghasilkan keberhasilan usaha. Karena perikanan budidaya tidak bisa
terlepas dari kondisi lingkungan baik lingkungan budidaya maupun
lingkungan di sekitarnya. “Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi
Pudjiastuti, sangat perhatian sekali dengan permasalahan lingkungan ini.
Karena ini akan menjadi warisan ke anak cucu kita di masa depan. Dengan
membangun perikanan budidaya yang berwawasan lingkungan saat ini,
artinya kita juga sedang membangun masa depan.Sumber:
http://www.djpb.kkp.go.id/arsip/c/378/KEBERLANJUTAN-PERIKANAN-BUDIDAYA-MELALUI-STANDARDISASI-MONITORING-LINGKUNGAN-DAN-PENGENDALIAN-RESIDU/?category_id=12
No comments:
Post a Comment