PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2009
TENTANG
PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN
PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 ayat (6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang pembiayaan, pembinaan dan pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4660);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pembiayaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebut pembiayaan adalah setiap pengeluaran untuk keperluan penyelenggaraan penyuluhan.
2. Pembinaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah upaya, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil penyuluhan yang lebih baik.
3. Pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyuluhan berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. Kelembagaan penyuluhan pemerintah adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi penyuluhan.
6. Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluh pegawai negeri sipil (PNS), swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.
7. Pelaku utama kegiatan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebut pelaku utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya.
8. Pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelolah usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan, atau menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan.
Pasal 2
Pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan penyelenggaraan penyuluhan yang efektif dan efisien.
BAB II
PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengalokasikan anggaran pembiayaan penyuluhan berdasarkan tugas dan kewenangannya sesuai kemampuan keuangan masing-masing.
(2) Mekanisme pengalokasian anggaran penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Biaya Penyelenggaraan Penyuluhan
Paragraf 1
Umum
Pasal 4
(1) Pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan meliputi:
a. biaya operasional kelembagaan penyuluhan;
b. biaya operasional penyuluh PNS;
c. biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan
d. biaya tunjangan profesi bagi penyuluh yang telah memenuhi
syarat kompetensi dan melakukan penyuluhan.
(2) kurang SPJ,No rekening Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat memberikan bantuan biaya penyelenggaraan penyuluhan kepada penyuluh swasta dan penyuluh swadaya sepanjang sesuai dengan programa penyuluhan.
Paragraf 2
Biaya Operasional Kelembagaan Penyuluhan
Pasal 5
Kelembagaan penyuluhan meliputi:
a. badan penyuluhan;
b. badan koordinasi penyuluhan;
c. badan pelaksana penyuluhan;
d. balai penyuluhan; dan
e. pos penyuluhan.
Pasal 6
(1) Biaya operasional pada badan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan kebijakan nasional, programa penyuluhan nasional, standarisasi, dan akreditasi tenaga penyuluh;
b. penyelenggaraan pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan, dan jaringan informasi penyuluhan;
c. pelaksanaan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan, evaluasi, alokasi, dan distribusi sumber daya penyuluhan;
d. pelaksanaan kerjasama penyuluhan nasional, regional, dan international; dan
e. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh.
(2) Biaya operasional pada badan koordinasi penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, dan advokasi masyarakat;
b. penyusunan kebijakan dan programa penyuluhan provinsi;
c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan
d. pelaksaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh.
(3) Biaya operasional pada badan pelaksana penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan kebijakan dan programa penyuluhan kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja, dan metode peyuluhan;
c. pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
d. pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pegelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana, prasarana, dan pembiayaan penyuluhan;
e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan
f. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh.
(4) Biaya operasional pada balai penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan programa penyuluhan pada tingkat kecamatan;
b. pelaksanaan penyuluhan berdasarkan program penyuluhan;
c. penyediaan dan penyebaran informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan, dan pasar;
d. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha;
e. memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh; dan
f. pelaksanaan proses pembelajaran.
(5) Biaya operasional pada pos penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan programa penyuluhan;
b. pelaksanaan penyuluhan di desa/kelurahan;
c. inventarisasi permasalahan dan upaya pemecahan;
d. pelaksanaan proses pembelajaran;
e. menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha;
f. pelaksanaan kegiatan rembug, pertemuan teknis, temu lapang, dan metode penyuluhan lain bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
g. fasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan, serta pelatihan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan
h. fasilitasi forum penyuluhan perdesaan.
Paragraf 3
Biaya Operasional Penyuluh PNS
Pasal 7
(1) Biaya operasional penyuluh PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, diberikan untuk melaksanakan kegiatan kunjungan, pendampingan, dan bimbingan kepada pelaku utama dan pelaku usaha.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas perjalanan tetap dan perlengkapan penunjang.
(3) Biaya operasional penyuluh PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah.
(4) Selain biaya operasional penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah daerah dapat menyediakan tambahan biaya operasional untuk penyuluh PNS.
Paragraf 4
Biaya Pengadaan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Pasal 8
Biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. pembangunan kantor penyuluhan;
b. pembelian peralatan kantor;
c. pembelian alat bantu penyuluhan;
d. pembelian kendaraan dinas operasional penyuluh; dan
e. pengadaan unit percontohan dan perlengkapan penunjang.
Paragraf 5
Tunjangan Fungsional dan Profesi
Pasal 9
(1) Setiap penyuluh PNS mendapatkan tunjangan jabatan fungsional penyuluh.
(2) Besarnya tunjangan jabatan fungsional penyuluh PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan jenjang jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Setiap penyuluh PNS yang telah mendapat sertifikat profesi sesuai standar kompetensi kerja dan jenjang jabatan profesinya, diberikan tunjangan profesi penyuluh.
(2) Besarnya tunjangan profesi penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan jenjang jabatan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 11
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan swadaya di tingkat nasional.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana prasarana, dan pembiayaan.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. pemberian bimbingan;
b. pelatihan;
c. arahan;
d. supervisi; dan
e. persyaratan sertifikasi dan akreditasi jabatan penyuluh serta sistem kerja penyuluh.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk pedoman, norma, kriteria, dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12
(1) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota, swasta, dan swadaya di tingkat provinsi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana prasarana, dan pembiayaan.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi bimbingan dan penerapan kriteria, norma, standar, pedoman dan prosedur, pelatihan, arahan, dan supervisi.
Pasal 13
(1) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yang diselenggarakan oleh penyuluh PNS di kecamatan, penyuluh swasta, dan swadaya di kabupaten/kota.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana, prasarana, dan pembiayaan.
Pasal 14
(1) Menteri dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja penyuluh, memfasilitasi terbentuknya organisasi profesi dan kode etik penyuluh.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dukungan sarana dan prasarana dalam peningkatan profesionalisme anggotanya.
(3) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya terdiri atas para penyuluh.
(4) Setiap anggota organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tunduk pada kode etik.
Pasal 15
(1) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya.
(2) Organisasi profesi memberikan pertimbangan terhadap anggotanya apabila melakukan pelanggaran kode etik.
(3) Menteri berdasarkan pertimbangan organisasi profesi, dapat memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 87.
________________________________________
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2009
TENTANG
PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN
PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN
I. U M U M
Pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan diarahkan secara bijaksana yang pada hakekatnya merupakan sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati dan hewani melalui kegiatan manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik.
Teknologi tepat di bidang penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang telah ditemukan perlu disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan, atau pengelola ikan agar mereka dapat memanfaatkannya. Penyebarluasan tersebut dilakukan melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah.
Penyuluhan pada hakekatnya suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar teknologi, permodalan, dan sumber daya lainya, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan. Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya.
Penyelenggaraan penyuluhan pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai, antara lain, pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan Pemerintah yang terdiri atas biaya operasional kelembagaan penyuluhan; biaya operasional penyuluh PNS; biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan biaya tunjangan profesi bagi penyuluh yang telah memenuhi syarat kompetensi dan melakukan penyuluhan.
Pemerintah melakukan pengawasan penyuluhan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan swadaya terhadap kelembagaan, ketenagaan penyelenggaraan, sarana, prasarana, dan pembiayaan melalui pengawasan pelaksanaan kriteria, norma dan standar, pedoman dan prosedur. Pemerintah juga memfasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode etik penyuluh. Organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya dengan memberikan pertimbangan terhadap anggotanya apabila melakukan pelanggaran kode etik. Berdasarkan pertimbangan organisasi profesi, Pemerintah memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 ayat (6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, maka disusun Peraturan Pemerintah tentang Pembiayaan Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemberian bantuan biaya penyelenggaraan penyuluhan kepada penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dalam rangka pelaksanaan program penyuluhan yang disusun bersama.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "programa penyuluhan" adalah rencana tertulis yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuan peyuluhan.
Yang dimaksud dengan "Standarisasi dan akreditasi tenaga penyuluh" adalah ketentuan untuk memberikan standar kompetensi kerja profesi penyuluh, seperti standar penguasaan metodologi dan materi penyuluhan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perlengkapan penunjang" antara lain jas hujan, sepatu lapangan dan pakaian kerja, soil/water test kit.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Penyuluh swasta yang dibina oleh kabupaten/kota yaitu penyuluh yang berasal dari dunia usaha yang lingkup kegiatannya berada di wilayah kabupaten/kota.
Penyuluh swadaya yang dibina oleh kabupaten/kota yaitu penyuluh yang berasal dari dunia usaha yang lingkup kegiatannya di wilayah kabupaten/kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5018
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi
Permakluman: Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...
-
Ikan merupakan sumber protein hewani yang rendah kolesterol dan sangat baik untuk kecerdasan otak. Salah satu teknologi pengolahan ikan yan...
-
Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan, baik selama penangkapan, peng...
No comments:
Post a Comment