Friday 2 November 2018

Peningkatan produktivitas usaha pembesaran ikan lele melalui penggunaan strain unggul ikan lele MUTIARA

TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI

Rekomendasi teknologi ini bertujuan untuk memberikan bahan panduan kepada penyuluh tentang upaya peningkatan produktivitas usaha pembesaran ikan lele melalui penggunaan strain unggul ikan lele MUTIARA. Melalui penggunaan strain unggul ikan lele MUTIARA dalam kegiatan/usaha pembesaran ikan lele diharapkan produktivitas hasil panennya dapat ditingkatkan. Peningkatan produktivitas hasil pembesaran ikan lele tersebut secara langsung berdampak pada peningkatan keuntungan usaha dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan pembudidaya.

PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI

Ikan lele MUTIARA adalah strain unggul hasil pemuliaan di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi. Ikan memiliki keunggulan performa budidaya relatif lengkap, antara lain dalam hal pertumbuhan, efisiensi pakan, keseragaman ukuran, toleransi terhadap penyakit, tahan terhadap perubahan lingkungan, tidak mudah stress serta kualitas dan ratio daging lebih baik . Ikan lele MUTIARA tersebut telah dirilis sebagai strain unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 77/KEPMEN-KP/2015. Ikan lele MUTIARA ini adalah populasi generasi ketiga hasil seleksi individu yang peningkatan pertumbuhan kumulatif sebesar 52,64% dari populasi awal.

URAIAN CAKUPAN TEKNOLOGI YANG TERDIRI DARI KOMPONEN-KOMPONEN TEKNOLOGINYA

Teknologi pembesaran ikan lele menggunakan strain unggul MUTIARA terdiri dari serangkaian beberapa tahap kegiatan, mulai dari penyiapan kolam/bak, penebaran benih, manajemen pemberian pakan, manajemen kualitas air dan pemanenan.

CARA PENERAPAN TEKNOLOGI YANG DIURUT MULAI PERSIAPAN SAMPAI APLIKASI

Penyiapan Kolam/Bak

 Pembasmian hama berupa ikan predator (misalnya ikan gabus) atau sisa ikan lele lain dalam kolam/bak jika memungkinkan dilakukan dengan pengeringan kolam/ bak. Jika pengeringan tidak memungkinkan, pembasmian hama dilakukan dengan menggunakan 20-30 g/m2 saponin pada ketinggian air sekitar 10-20 cm.

 Pada kolam tanah di daerah yang kondisi tanahnya yang bersifat masam perlu dilakukan pengapuran untuk mengurangi keasaman tanah sekaligus sebagai desinfeksi patogen dengan menggunakan kapur pertanian dengan dosis 50-100 g/m2.

 Pengisian air kolam/bak sebaiknya menggunakan air sungai/irigasi untuk menumbuhkan plankton, atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan sebagian air kolam/bak pembesaran lama yang telah subur (berwarna kehijauan) sebagai inokulan (bibit). Ketinggian air awal sekitar 30-50 cm, didiamkan selama sekitar 5-7 hari hingga air berwarna kehijauan. Jika tingkat kecerahan air media pemeliharaan lebih dari 20 cm perlu dilakukan pemupukan untuk menyuburkan air media pemeliharaan dengan pupuk organik 200-300 g/m2 atau pupuk cair komersial dengan dosis sesuai anjuran atau pupuk kompos 50-100 g/m2. Bila dipupuk dengan pupuk anorganik bisa digunakan pupuk urea 6 g/m2 dan TSP 3 g/m2.

 Pengisian air kolam/bak melalui saluran pemasukan (inlet) perlu dilengkapi dengan saringan halus untuk mencegah ikan-ikan predator terbawa masuk ke dalam kolam/bak.

Penebaran Benih

 Benih ikan lele MUTIARA yang digunakan memiliki umur dan ukuran yang sama serta dalam kondisi yang sehat dan tidak cacat, berukuran panjang 5-7 cm atau 7-9 cm.

 Penebaran benih dilakukan ketika air kolam/bak pembesaran telah subur, ditandai dengan warnanya yang telah menjadi kehijauan.

 Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari, ketika suhu udara tidak terlalu tinggi dan suhu air dalam kolam/bak pembesaran tidak lebih dari 30oC.

 Sebelumnya perlu dilakukan aklimatisasi untuk transportasi jarak jauh atau untuk benih yang berasal dari daerah dengan kondisi cuaca yang relatif berbeda.

 Padat tebar yang digunakan berkisar 100-300 ekor/m2, dengan ketinggian air awal sekitar 50 cm.

 Setelah 1-2 jam penebaran benih, pakan diberikan secukupnya sedikit demi sedikit sesuai dengan respon benih terhadap pakan yang diberikan.

Manajemen Pemberian Pakan

 Pakan yang digunakan yaitu pakan yang biasa (umum) digunakan para pembudidaya ikan lele di Indonesia seperti pakan buatan komersial berbentuk pelet apung berkadar protein sekitar 30%, dengan ukuran butiran sekitar 2 mm untuk 5-7 hari awal pemeliharaan. Kemudian secara bertahap pakan diganti dengan ukuran butiran sekitar 3 mm hingga pemanenan.

 Pakan diberikan dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Waktu (jam) pemberian pakan harus konsisten, tidak berubah-ubah.

 Pakan diberikan secara ad libitum (sedikit demi sedikit sampai kenyang) dalam jumlah yang tepat sesuai dengan tingkat nafsu makan benih.

Pakan diberikan tidak berlebihan menjadi tersisa akibat tidak termakan semuanya atau diberikan terlalu sedikit.

 Sampling pengukuran bobot ikan dilakukan setiap 10 hari untuk mengetahui pertumbuhan dan menentukan penyesuaian jumlah pakan harian yang diberikan (sebagai acuan/panduan).

 Sebagai panduan, jumlah pakan harian yang diberikan (FR = feeding rate) sekitar 9% dari bobot seluruh ikan (biomassa) pada awal tebar kemudian menurun sekitar 2% setiap 10 hari hingga menjadi 2% pada saat menjelang pemanenan (9% pada 10 hari pertama, 7% pada 10 hari kedua, 5% pada 10 hari ketiga, 3% pada 10 hari keempat dan 2% pada 10 hari kelima hingga pemanenan).

 Sampling dilakukan dengan mengambil secara acak beberapa ekor ikan (sebelum diberi pakan) kemudian ditimbang dan dihitung jumlahnya, untuk mengetahui bobot rata-rata ikan. Berdasarkan data jumlah ikan yang mati setiap 10 hari, maka jumlah keseluruhan ikan yang hidup ada pada waktu tersebut dapat diketahui (diperkirakan), sehingga acuan jumlah kebutuhan pakan harian untuk 10 hari berikutnya dapat dihitung sesuai dengan feeding rate pada umur (waktu pembesaran) tersebut. Pada saat sampling perlu diperhatikan juga kondisi kesehatan dan variasi ukurannya.

 Hasil perhitungan jumlah pakan harian berdasarkan feeding rate hanya digunakan sebagai panduan/acuan batas maksimum jumlah pakan harian yang dapat diberikan kepada benih (tidak boleh melebihi), karena pakan tetap diberikan secara ad libitum, disesuaikan dengan respon (tingkat nafsu makan) benih. Jika terjadi adanya gangguan, hujan, perubahan cuaca, perubahan kualitas air, dan lain-lain yang menyebabkan respon benih terhadap nafsu makan menurun, maka jumlah pakan yang diberikan juga harus dikurangi.

 Selama dan setelah pemberian pakan, benih tidak boleh mengalami gangguan fisik maupun mekanis. Jika sedang ada gangguan sebaiknya pemberian pakan dikurangi sedikit (sekitar 20-25%).

 Selama pemeliharaan (pembesaran) dilakukan pencatatan jumlah ikan yang mati (jika ada).

Manajemen Kualitas Air

 Kualitas air kolam/bak pembesaran dijaga dengan menerapkan pemberian pakan secara tepat (tidak berlebihan, disesuaikan dengan tingkat nafsu makan benih).

 Ketinggian air kolam/bak pembesaran pada saat awal penebaran benih cukup sekitar 50-60 cm, kemudian ketinggiannya dinaikkan secara bertahap sekitar 10 cm setiap minggunya hingga mencapai ketinggian sekitar 100 cm.

 Suhu air kolam/bak dijaga agar tidak melebihi 35oC.

 Jika kualitas air media pemeliharaan mengalami perubahan yang ekstrim akibat terlalu menumpuknya limbah organik, ditandai dengan warna air yang kehitaman, terciumnya bau yang tidak sedap (amoniak) dan tingkah laku ikan yang gerakan berenangnya mulai terlihat malas-malasan (kurang aktif) atau terlihat lemah (tidak lincah), maka perlu dilakukan penggantian sebagian (minimum sebanyak 25%) air media pemeliharaan dengan air baru serta sebaiknya ditambahkan garam krosok yang terlebih dahulu dilarutkan dalam air dengan dosis sekitar 1-2 kg/m3 air media pemeliharaan. Pakan yang diberikan untuk sementara waktu 25% dikurangi hingga 25% dari jumlah kebutuhan pakan hariannya sampai kondisi kualitas air kembali membaik, ditandai dengan pergerakan ikan yang kembali lincah dan respon pakan yang kembali meningkat.

Pemanenan

 Selama masa pembesaran benih ikan lele MUTIARA tidak perlu dilakukan penyortiran. Penyortiran hanya dilakukan bersamaan dengan saat pemanenan. − Pemanenan benih ikan lele MUTIARA dilakukan ketika hasil sampling menunjukkan bahwa secara dominan (lebih dari 60%) benih telah mencapai ukuran (size) 6-10 ekor/kg atau berbobot sekitar 100-150 g/ekor atau sesuai dengan permintaan pasar (konsumen).

 Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu disiapkan wadah penampungan ikan-ikan hasil panen berupa waring yang dipasang dalam kolam/bak yang terpisah.

 Pemanenan dilakukan beberapa kali dengan jaring eret hingga ikan yang tidak terjaring diperkirakan hanya tersisa sedikit (kurang dari 20%).

 Sisa ikan-ikan yang tidak terjaring dipanen dengan menyurutkan dan mengeringkan air kolam/bak pembesaran, dan ditangkap menggunakan seser.

 Selanjutnya dilakukan penyortiran ukuran secara manual atau menggunakan alat sortir terhadap ikan-ikan hasil panen. Normalnya, proporsi kelompok ukuran konsumsi (ukuran daging, table-size) ikan lele MUTIARA hasil pembesaran berkisar 70-80%, dengan kelompok ikan berukuran kecil (undersize) berkisar 20-25%, sedangkan kelompok ikan berukuran besar (oversize) kurang dari 10%.

 Ikan-ikan yang berukuran kecil (undersize) dapat dipelihara lebih lanjut dan umumnya dapat dipanen seluruhnya setelah 2-4 minggu.

Secara ringkas, keunggulan performa ikan lele MUTIARA adalah sebagai berikut:

a. Laju pertumbuhan tinggi: 10-40% lebih tinggi daripada benih-benih strain lain.

b. Lama pemeliharaan singkat: lama pembesaran benih tebar berukuran 5-7 cm atau 7-9 cm dengan padat tebar 100 ekor/m2 berkisar 40-50 hari, sedangkan pada padat tebar 200-300 ekor/m2 berkisar 60-80 hari.

c. Keseragaman ukuran relatif tinggi: pemanenan pertama pada pembesaran tanpa sortir diperoleh ikan lele ukuran konsumsi sebanyak 70-80%.

d. Rasio konversi pakan (FCR) relatif rendah: 0,8-1,0 dengan menggunakan pelet apung komersial berkadar protein 30-33%. − Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi: SR 60-70% pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik), SR 70% pada uji tantang infeksi 108 CFU/mL bakteri Aeromonas hydrophila selama 60 jam.

e. Toleransi lingkungan relatif tinggi: suhu 15-35oC, pH 5-10, amoniak <3 mg/L, nitrit < 0,3 mg/L, salinitas 0-10 ‰. − Toleransi terhadap stres relatif tinggi (kadar hormon kortisol pasca pemberian stressor lebih rendah daripada benih lain).

f. Produktivitas relatif tinggi: produktivitas tahap pembesaran 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain.

g. B/C Ratio tahap pembesaran 150-700% lebih tinggi daripada benih-benih lain.

h. Proporsi daging (edible portion) relatif tinggi.

SUMBER:

Iswanto B., Imron., Huria M., Suprapto R., Syawalia R.N., Suwargono P., Febriana P., Ilmalizanri, Didi, Suryana A, Suri A.S., Tarmo, 2015. Peningkatan Produktivitas Pembesaran Lele Melaui Penggunaan Strain Unggul Mutiara. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

No comments:

Pengembangan Produk Bekicot Ala Sushi

Permakluman:  Produk-produk yang ditampilkan merupakan Produk Olahan Hasil Perikanan Karya Finalis Lomba Inovator Pengembangan Produk ...